Anda di halaman 1dari 3

Disrupsi

Buku yang detail menggambarkan lengsernya pemain lama atau biasa disebut

incumbent, yang tergantikan posisinya oleh para pelaku disrupsi atau yang biasa

disebut disruptor. Dalam buku ini juga menyajikan cara mengelola sumber daya

organisasi agar dapat menjadi disruptor

Ketika berada di stasiun kereta, saya merasakan apa yang digambarkan oleh

Prof Rhenald Kasali sebagai disrupsi. Penumpang yang keluar stasiun akan disambut

pagar ayu menggunakan seragam biru dengan sapaan mau kemana mas/mbak ?

Kemudian menawarkan jasa taksi nya. Namun hanya sedikit yang menerima, sisanya

memilih untuk mengacuhkan dan terus berjalan keluar stasiun. Namun si bapak tetap

mengikuti dan kemudian berkata "mari mas, harganya disamain sama gocar & grab

car”. Tapi tetap saja, kebanyakan orang tetap memilih berjalan beberapa meter keluar

stasiun lalu mengeluarkan hp dan kemudian menunggu jemputan yang sudah

dipesannya.

Fenomena ini menunjukkan profesi bergaya konvensional mencoba

memposisikan jasanya setara dengan kompetitior yang sudah menerapkan teknologi

informasi. Menyamakan harga pun tak cukup, ketika nilai yang ditawarkan setara, maka

harus ada sisi lain yang lebih. Maka transportasi online memilikinya, yaitu pengalaman

memesan real time dengan kejelasan rute, tarif, serta terekam oleh sistem sehingga

konsumen merasa aman ketika mendapatkan layanan pengantaran.

Inilah yang disebut Disrupsi, ketika suatu hal berupa barang, jasa, ataupun cara

yang dihasilkan membuat hal lama menjadi kuno dan tertinggal. Rata-rapa para pelaku

disrupsi ini mengawali aktifitasnya dari segmen bawah, yang cenderung kurang
diperhatikan oleh para incumbent, yaitu segmen dengan pendapatan menengah ke

bawah. Padahal segmen ini tidak kalah menarik, khususnya di negara berkembang,

karena segmen tersebutlah yang lebih konsumtif dibandingkan segmen menengah

keatas.

Sehingga produk/jasa yang dihasilkan oleh para pelaku disrupsi ini jauh dibawah

dari para incumbent, yang barang dan jasanya mewah dan berkualitas tinggi . Tapi satu

hal yang perlu digaris bawahi, mewah dan berkualitas tinggi bukan yang dicari oleh

segmen bawah ini, mereka hanya butuh produk yang bisa dipakai dengan harga yang

tidak terlalu mahal.

Setelah merebut segmen bawah, perlahan tapi pasti, para pelaku disrupsi ini

mengejar bahkan mengalahkan para incumbent dengan proses perbaikan dan

pembaharuan produknya secara terus menerus.

Satu yang terpenting ketika ingin mengadakan disrupsi, ialah mental kolaborasi.

Seperti Gojek dan Grab yang merupakan perusahan transportasi terbesar di Asia

Tenggara namun tidak memiliki satupun unit kendaran bermotor. Mereka hanya

memanfaatkan sumberdaya yang ada dari drivernya.

Air BnB dan OYO, perusahaan penyedia layanan kamar dan hotel namun tidak

memiliki satupun kamar dan bangunan hotel. Hanya memanfaatkan kamar, rumah, dan

bangunan yang dimiliki oleh masyarakat yang menjadi mitranya.

Begitu juga dengan cerita tentang perlombaan mencapai kutub selatan, antara

Norwegia yang dipimpin oleh Ronald Amundsen dengan Ingrris yang dipimpin oleh

Robert Falcon Scott. Scott yang pernah hampir mencapai kutub selatan, tepatnya di
antartika, nyatanya kalah dengan tim Norwegia yang belum pernah sama sekali ke

kutub selatan.

Budaya yang berbeda antara Inggris dan Norwegia, menjadi penentu

keberhasilan perlombaan ke kutub selatan. Di Tim Norwegia, Amundsen sebagai

pimpinan berada dalam satu tenda dengan anggotanya, sehingga setiap kendala yang

ada dapat langsung dikomunikasikan dan dicarikan solusinya bersama-sama. Berbeda

dengan tim Inggris, Scott sebagai pimpinan berada di tenda terpisah dengan

anggotanya, sehingga proses penyelesaian masalah menjadi lama, salah satu

contohnya adalah info mengenai sepatu kuda yang tidak cocok untuk kuda poni tidak

langsung disampaikan kepada Scott, alhasil pada perjalanan dari pangkalan di

antartika menuju kutub selatan, bukannya menarik kerta luncur berisikan perbekalan

dan perlengkapan, kudanya malah yang dituntun oleh anggota tim Inggris.

Hal yang sebaliknya terjadi di tim Norwegia, dengan perhitungan Amundsen

yang teliti, anjing-anjing terlatih yang dibawa, efektif menarik kereta luncur yang

membawa perbekalan dan perlengkapan. Hal ini menujukkan bahwa eksklusifitas

dalam sebuah tim menjadi faktor penghambat yang melambatkan bahkan

menggagalkan pencapaian tujuan.

Anda mungkin juga menyukai