UNIVERSITAS HASANUDDIN
2021
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
CONTOH KASUS............................................................................................................................. 12
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Istilah ‘Stakeholders’ atau dinamakan pemangku kepentingan adalah kelompok atau individu
yang dukungannya diperlukan demi kesejahteraan dan kelangsungan hidup organisasi. Pemangku
kepentingan adalah seseorang, organisasi atau kelompok dengan kepentingan terhadap suatu
sumberdaya alam tertentu (Brown et al 2001). Pemangku kepentingan mencakup semua pihak yang
terkait dalam pengelolaan terhadap sumber daya. Dalam konteks perusahaan, Clarkson (dalam artikel
tahun 1994) memberikan definisi pemangku kepentingan secara lebih khusus sebagai suatu kelompok
atau individu yang menanggung suatu jenis risiko baik karena mereka telahmelakukan investasi
(material ataupun manusia) di perusahaan tersebut (‘Stakeholderssukarela’), ataupun karena mereka
menghadapi risiko akibat kegiatan perusahaan tersebut (‘Stakeholders non-sukarela’).Berdasarkan
pandangan tersebut pemangku kepentingan adalah pihak yang akan dipengaruhi secara langsung oleh
keputusan dan strategi perusahaan. Dan berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
pemangku kepentingan adalah seluruh pihak yang terkait dengan isu dan permasalahan yang menjadi
fokus kajian atau perhatian. Misalnya terkait isu perikanan, maka makna pemangku kepentingan
sebagai para pihak yang terkait dengan isu perikanan, seperti nelayan, masyarakat pesisir, pemilik
kapal, anak buah kapal, pedagang ikan, pengolah ikan, pembudidaya ikan, pemerintah, pihak swasta
di bidang perikanan, dan sebagainya. Seorang pemangku kepentingan adalah seseorang yang
mempunyai sesuatu yang dapat iaperoleh at au akan kehilangan akibat dari sebuah proses
perencanaan atau proyek. Dalam banyak siklus, mereka disebut sebagai kelompok kepentingan, dan
mereka bisa mempunyai posisi yang kuat dalam menentukan hasil suatu proses politik. Seringkali
akan sangat bermanfaat bagi proyek penelitian untuk mengidentifikasi dan menganalisis kebutuhan
dan kepedulian berbagai pemangku kepentingan, terutama jika proyek diracang bertujuan
mempengaruhi kebijakan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu stakeholder?
2. Apa saja budaya organisasi, kepatuhan, dan manajemen stakeholder?
3. Apa saja regulasi perusahaan dan program etika?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian stakeholder
2. Untuk mengethaui budaya organisasi, kepatuhan dan manajemen stakeholder.
3. Untuk mengetahui regulasi perusahaan dan program etika.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Stakeholder adalah individu, sekelompok manusia, komunitas atau masyarakat baik secara
keseluruhan maupun secara parsial yang memiliki hubungan serta kepentingan terhadap perusahaan.
Individu, kelompok, maupun komunitas dan masyarakat dapat dikatakan sebagai stakeholder jika
memiliki karakteristik seperti yang diungkapkan oleh Budimanta dkk, 2008 yaitu mempunyai
kekuasaan, legitimasi, dan kepentingan terhadap perusahaan.
Stakeholder utama merupakan stakeholder yang memiliki kaitan kepentingan secara langsung
dengan suatu kebijakan, program, dan proyek. Mereka harus ditempatkan sebagai penentu utama
dalam proses pengambilan keputusan.
Stakeholder pendukung (sekunder) adalah stakeholder yang tidak memiliki kaitan kepentingan
secara langsung terhadap suatu kebijakan, program, dan proyek, tetapi memiliki kepedulian
(consern) dan keprihatinan sehingga mereka turut bersuara dan berpengaruh terhadap sikap
masyarakat dan keputusan legal pemerintah.
3. Stakeholder Kunci
Stakeholder kunci merupakan stakeholder yang memiliki kewenangan secara legal dalam hal
pengambilan keputusan. Stakeholder kunci yang dimaksud adalah unsur eksekutif sesuai levelnya,
legisltif, dan instansi. Misalnya, stekholder kunci untuk suatu keputusan untuk suatu proyek level
daerah kabupaten.
Peran pihak yang memiliki kepentingan utama atau stakeholder dalam organisasi bisnis
ataupun dalam perusahaan, adalah sebagai berikut :
Pada awalnya suatu bisnis dimulai dari ide seseorang atau lebih tentang suatu barang atau jasa
dan mereka mengeluarkan uangnya (modal) untuk membiayai usaha tersebut, karena mereka
memiliki keyakinan bahwa kelak dikemudian hari akan mendapatkan imbalan (keuntungan)
dan mereka mengorganisasi, mengelola dan menanggung segala resiko bisnis.
2. Karyawan
Orang yang diangkat dan ditugaskan untuk menjalankan kegiatan perusahaan. Kinerja
perusahaan sangat bergantung pada kinerja seluruh kinerja karyawan baik secara individu
maupun secara kelompok.
3. Kreditor (creditor)
2
Lembaga keuangan atau individu yang memberikan pinjaman kepada perusahaan. Kreditor
sebagai pemberi pinjaman, umumnya mengajukan persyaratan tertentu untuk meyakinkan
bahwa uang yang mereka pinjamkan kelak akan dapat dikembalikan tepat waktu ,sesuai
jumlah dan berikut prestasinya.
4. Pemasok (supplier)
Pemasok adalah partner kerja dari perusahaan yang siap memenuhi ketersediaan bahan baku,
oleh karena itu kinerja perusahaan juga sebagian tergantung pada kemampuan pemasok dalam
mengantarkan bahan baku dengan tepat waktu. Misalnya pemasok kepentingan, jika barang
dan jasa yang mereka pasok relative langkah dan sulit untuk memperoleh barang/jasa
subtitusi.Kekuatan relatif organisasi terhadap pemangku kepentingan tidak selalu lemah.
5. Pelanggan (customer)
Dengan mengidentifikasi pelanggan, perusahaan akan lebih fokus dalam memberikan produk
dan jasa yang diinginkan dan diharapkan oleh pelanggan mereka. Oleh karena itu perusahaan
memiliki kepentingan utama untuk mengidentifikasi individu yang menggunakan produk dan
jasa mereka (pelanggan, pesaing dan konsumen).
6. Pesaing
Kesuksesan perusahaan biasanya tergantung pada pengetahuan karyawan tentang pesaing dan
peranan mereka dalam bisnis. Bentuk yang paling umum dari pesaing langsung. Pesaing
langsung menyediakan produk atau jasa yang sama dalam industri, seperti yang diproduksi
oleh perusahaan kita. Sebagai contoh Toyota dan Suzuki, Jatayu Air dan Adam Air adalah
pesaing langsung satu sama lain.
7. Pemerintah
4
2.2.2 Budaya yang Lemah
5
2.3 Memimpin dan Mengelola Strategi dan Struktur
Apabila budaya adalah perekat yang menyatukan organisasi, maka strategi merupakan aspek yang
memetakan arahnya. Dimensi moral dari strategi juga didasarkan pada etika. Orang-orang termotivasi
untuk menerapkan strategi yang mereka yakini, dapat diterapkan, dan membuahkan hasil. Proses
penyusunan strategi melibatkan manajemen pemangku kepentingan. Strategi perusahaan didorong dan
didukung oleh anggota perusahaan, pemangku kepentingan, budaya, dan kontribusi moral kepada
komunitas.
Pemimpin perusahaan bertanggung jawab untuk mengatur perkembangan dan pengeksekusian strategi.
Strategi perusahaan mempengaruhi legalitas, moralitas, inovasi, dan kompetisi melalui beberapa aspek
berikut:
1. Mengatur keseluruhan dari kegiatan usaha.
2. Mencerminkan nilai dan prioritas manajemen.
3. Menetapkan nada transaksi bisnis di dalam perusahaan.
Dalam pendekatan manajemen pemangku kepentingan yang berbasis nilai, pengembangan strategi
dan proses implementasinya harus mencerminkan visi dan misi perusahaan. Perusahaan harus
mengidentifikasi masalah yang mempengaruhi kewajiban dan hubungan pemangku kepentingan dalam
proses pengembangan strategi. Perusahaan yang bertanggung jawab harus siap untuk secara adil
memungkinkan pegawai untuk mendapatkan pengembangan kemampuan teknis, mengintegrasikan
pegawai yang menua, dan imigran. Waktu kerja yang fleksibel, program perawatan kesehatan, dan gaya
manajemen yang fleksibel harus diterapkan untuk mengelola tenaga kerja yang mulai berubah secara
bertanggung jawab.
Selain budaya dan strategi, struktur adalah dimensi berikutnya yang berada dalam susunan
infrastruktur perusahaan. Tidak ada pedoman mutlak mengenai struktur mana yang lebih kebal atau
mengarah pada masalah etika, Namun, berdasarkan Weiss, J (2014), struktur sentralisasi dapat
menyebabkan kurangnya komunikasi, kordinasi, dan meningkatkan konflik karena setiap area
perusahaan dipisahkan oleh batasan, manajer, dan sistem masing-masing. Di sisi lain, karyawan yang
sangat diawasi di dalam perusahaan birokrasi cenderung bertindak lebih etis dibandingkan karyawan
di perusahaan dengan sistem laissez-faire karena karyawan cenderung memikirkan risiko tertangkap
akibat tingginya pengawasan. Selain itu, studi juga membuktikan bahwa struktur desentralisasi dapat
mendorong lebih banyak perilaku tidak etis di antara karyawan dibandingkan denfan struktur yang
lebih diawasai dan terkontrol. Di sisi lain, beberapa struktur yang terdesentralisasi memungkinkan
profesional yang bertanggung jawab dan etis untuk mengkomunikasikan keyakinan mereka dan
6
melaporkan kesalahan lebih cepat. Tekanan dari manajer level atas yang menekankan target
keuntungan yang tidak realistis dan memberikan kebijakan dan prosedur yang tidak jelas untuk
memandu pengambilan kepitusan etis adalah beberapa hal yang turut berkontribusi pada perilaku
tidak bermoral dalam struktur yang lebih terdesentralisasi.
Setiap organisasi bekerja dalam kerangka sosial dengan tujuan tertentu, dan karenanya, harus
berhubungan dengan sejumlah pemangku kepentingan. Para pemangku kepentingan ini memiliki berbagai
kepentingan dalam organisasi, dan demikian pula organisasi juga memiliki tingkat kepentingan yang
berbeda-beda pada pemangku kepentingan yang berbeda.
Pada kenyataannya, organisasi nirlaba memiliki jenis tujuan yang berbeda. Mereka bekerja untuk
suatu tujuan; pemangku kepentingan yang terkait langsung dengan penyebabnya merupakan pemangku
kepentingan yang paling penting. Misalnya, setiap organisasi, yang bekerja untuk pendidikan anak-anak
miskin, mendefinisikan semua anak miskin sebagai pemangku kepentingan yang penting. Para donatur
juga disebut penting karena mereka menyediakan sarana untuk mencapai tujuan organisasi.
Dari pendekatan etis, memang benar bahwa beberapa pemangku kepentingan lebih penting
daripada yang lain dalam setiap situasi praktis. Alasannya jelas sekali adalah motif organisasi. Namun,
motif organisasi mana pun harus didefinisikan dengan benar dan etis untuk menentukan kepentingan
relatif berbagai pemangku kepentingan. Meskipun ada yang lebih penting dari satu pemangku
kepentingan, pemangku kepentingan lainnya tidak boleh diabaikan. Prinsip ini diikuti oleh sangat sedikit
organisasi yang peduli untuk memikul tanggung jawab atas dampaknya terhadap banyak pemangku
kepentingan dan mementingkan hubungan dengan yang sama untuk mematuhi pedoman etika.
Dari perspektif manajemen pemangku kepentingan, adalah peran pemimpin organisasi dengan
dukungan dari masing-masing profesional untuk memastikan bahwa integritas internal didasarkan pada
jenis hubungan dan nilai yang mewujudkan kepercayaan, kolaborasi, dan tujuan yang saling
7
menguntungkan bagi para pemangku kepentingan dan pemegang saham. Untuk mewujudkan integrasi
tersebut ada 4 komponan yang harus dijalankan, yaitu:
4. Keyakinan organisasi dalam dan menghormati nilai intelektual dan emosional rekan kerja
Menurut ahli etika Lynn Paine dalam artikel Harvard Business Review, pendekatan berbasis nilai
dalam program etika harus lebih efektif daripada pendekatan kepatuhan berbasis aturan yang ketat, karena
pendekatan nilai didasarkan dan dimotivasi dalam tata kelola diri pribadi. Karyawan lebih mungkin
termotivasi untuk "melakukan hal yang benar" daripada diancam jika mereka melanggar hukum dan
aturan.
Kode etik adalah pernyataan yang mendefinisikan organisasi. Nilai yang dipegang seorang
pemimpin sekali lagi memainkan peran yang signifikan dalam membentuk nilai-nilai organisasi
tempat mereka mengabdi. Tujuan penetapan kode etik yaitu sebagai berikut:
1. Menyatakan nilai-nilai dan keyakinan dominan para pemimpin perusahaan, yaitu fondasi budaya
perusahaan.
2. Mendefinisikan identitas moral perusahaan di dalam dan di luar perusahaan.
8
3. Untuk suasana atau corak lingkungan kerja.
1. Kebanyakan kode etik terlalu kabur untuk menjadi bermakna; artinya, kode etik tidak
menginformasikan karyawan tentang bagaimana memprioritaskan kepentingan yang saling
bertentangan dari distributor, pelanggan, dan perusahaan. Apa yang sebenarnya dimaksud dengan
"warga negara yang baik" dalam praktiknya?
2. Kode tidak memprioritaskan kepercayaan, nilai, dan norma. Haruskah laba selalu menggantikan
perhatian terhadap pelanggan atau karyawan?
3. Tidak semua karyawan diberi tahu tentang kode etik.
4. Kode etik tidak diberlakukan di perusahaan.
• Program Ombuds dan peer review adalah metode tambahan yang digunakan perusahaan untuk
mengelola aspek hukum dan moral dari kegiatan yang berpotensi bermasalah di tempat kerja.
Pendekatan ombuds menyediakan cara bagi karyawan agar keluhan mereka didengar, ditinjau,
dan diselesaikan. Pihak ombuds, dengan persetujuan karyawan, dapat menemui manajer
karyawan tersebut untuk membahas keluhan tersebut. Ombudsman dapat melanjutkan melalui
rantai komando, sampai ke presiden perusahaan, jika masalah tersebut belum diselesaikan secara
memuaskan bagi karyawan tersebut. Para Ombudsman tidak memiliki kekuatan sendiri untuk
menyelesaikan perselisihan atau mengesampingkan keputusan manajer. Keluhan biasanya terkait
pada perselisihan gaji, penilaian kinerja pekerjaan, PHK, tunjangan, dan mobilitas pekerjaan.
9
Masalah dengan pendekatan ombuds adalah para manajer mungkin merasa otoritas mereka
terancam. Karyawan yang mencari ombudsman juga mungkin khawatir jika manajer mereka
membalas mereka karena takut atau dendam. Kerahasiaan juga harus diperhatikan dari pihak
ombudsman. Ombudsman sama efektifnya dengan dukungan dari para pemangku kepentingan
terhadap program tersebut. Keberhasilan seorang ombudsman diukur dari kepercayaan,
keyakinan, dan kerahasiaan yang dapat ia ciptakan dan pertahankan dengan para pemangku
kepentingan. Terakhir, keefektifan ombudsman bergantung pada penerimaan oleh manajer dan
karyawan dari solusi yang diadopsi untuk menyelesaikan masalah.
• Program peer review telah digunakan oleh lebih dari 100 perusahaan besar untuk memungkinkan
karyawan mengungkapkan dan menyelesaikan keluhan, sehingga menghilangkan stres yang dapat
berujung pada aktivitas amoral. Karyawan awalnya menggunakan rantai komando setiap kali ada
masalah. Jika supervisor atau eksekutif tidak menyelesaikan masalah, karyawan tersebut dapat
meminta panel peer review untuk membantu menemukan solusi. Dua pekerja yang dipilih secara
acak dalam klasifikasi pekerjaan yang sama dipilih untuk panel bersama dengan seorang
eksekutif dari unit kerja lain. Pemilihan tersebut harus ditinjau kembali dengan mengacu pada
kebijakan perusahaan. Program peer review bekerja ketika manajemen puncak mendukung
prosedur proses hukum tersebut dan ketika mekanisme ini dianggap sebagai program jangka
panjang dan permanen.
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Stakeholder merupakan sekelompok manusia, komunitas atau masyarakat baik secara keseluruhan
maupun secara parsial yang memiliki hubungan serta kepentingan terhadap perusahaan.
2. Budaya organisasi, kepatuhan dan manajemen stakeholder hrus adanya sistem kepercayaan, nilai, dan
sikap bersama yang berkembang dalam suatu organisasi dan membimbing perilaku para anggotanya
dan perusahaan juga harus memiliki etika yang tinggi agar dapat berintegrasi dengan mudah dan
nyaman dengan pemangku kepentingan lainnya.
3. Pemimpin sebagai agen yang moral harus mengikuti hukum, aturan, dan peraturan lokal dan nasional
mereka dan pemimpin juga merupakan salah satu kunci dalam membangun dan menopang program
etika.
11
Contoh Kasus
PT ABC merupakan perusahaan yang bergerak dibidang industry kehutanan dan maufaktur yang
menggasilkan kertas dan pulp (bubur kertas) terbesar di Indonesia. Dalam perjalanan operasional
perusahaan PT ABC mendapatkan beberapa permasalahan yang berasal dari sisi lingkungan, salah
satunya adalah Peristiwa kasus asap di Riau yang terjadi pada tahun 2015. Pada saat itu
beberapaperusahan yang beroperasi pada daerah tersebut termasuk PT ABCC dianggap sebagai salah satu
penyebab kebakaran lahan yang menyebabkan terjadinya asap yang tersebar di beberapa wilayah Pulau
Sumatera dan bahkan sampai ke Negara tetangga seperti singapura. Hal ini berdampak negative yang
signifikan kepada perusahaan. Kerugian akibat kasus asap di Riau yang diterima oleh manajemen PT
ABC terlihat secara materil dan non materil. Kerugian non materil dialami oleh manajemen perusahaan
karena mereka harus berurusan dengan hokum karena dianggap bertanggung jawab langsung terhadap
kebakaran lahan yang menyebabkan asap tersebut. stakeholder manajemen dianggap sangat penting bagi
PT ABC dikarenakan masing-masing stakeholder memiliki kepentingan yang berbeda-beda bahkan
berlawanan satu sama lain. Berdasarkan wawancara dengan manajer PT ABC terkait kebakaran hutandi
Riau PT ABC mengakui bahwa memnag terjadi kebakaran hutan di lahan daerah operasional mereka.
Pada saat itu stakeholder yang paling dirugikan ialah karyawan yang berada di daerah operasional PT
ABC. Hal ini dikarenakan karyawan berusaha memadamkan api secara terus menerus. Dinyatakan bahwa
kebakaran ini berdampak pada jam kerja mereka yang menjadi semkin panjang di mana mereka harus
tetap dilokasi kebakaran selama 2 minggu untuk memastikan bahwa api sudah benar-benar padam.
Setelah peristiwa ini terjadi PT ABC melakukan perubahan yang sangat mendasar dalam mencegah
kebakaran tersebut terulang kembali. Perubahanpertama ialah kebijakan perusahaan terkait kinerja
karyawannya ialah zero fire policy di mana kinerja mereka dalam penangan kebakaran telah dimasukan
ke dalam KPI (key performance index) sehingga apabila manajer dan karyawan dianggap lalai dalam
penanganan kebakaran maka, mereka akan mendapatkan hukumman seperti pengenaan denda. Perubhan
kedu ialah perusahaan mulai mengeluarkan investasi berskala bernilai USD 200 juta dalam melakukan
upaya pencegahan kebakaran seperti pembelian alat-alat pemadam kebakaran yang paling mutakhir,
pelatihan karyawan mengenai manajemen penanggulangan kebakaran oleh trainer ahli pemadam
kebakaran terbaik, serta perbaikan metode manajemen kebakaran semua lini.
12
2. Pelanggaran Hak Karyawan oleh Gucci di Shenzen, China
Keluhan karyawan pada tanggal 8 Oktober 2011, sebuah surat terbuka — “Surat Publik
kepada Manajemen Puncak Gucci dari Mantan Karyawan yang mengundurkan diri” secara
kolektif tersebar di Internet. Surat ini ditulis oleh lima mantan karyawan Gucci di Shenzhen,
China . Dalam surat tersebut, mereka menyatakan bahwa karyawan terkena penyakit akibat jam
kerja yang berlebihan dan tidak ada kompensasi atas kesulitan tersebut. Selain itu, mereka
menyatakan adanya pembatasan yang berlebihan terhadap perilaku karyawan, termasuk
keharusan meminta izin sebelum karyawan ingin mengkonsumsi minuman atau makanan ringan,
dan pembatasan waktu toilet yang ketat. Mereka juga menyatakan bahwa, meskipun pembatasan
diterapkan secara ketat untuk semua karyawan, termasuk yang sedang hamil, pembatasan
tersebut tidak berlaku untuk manajer. Surat tersebut juga menyatakan bahwa karyawan harus
membayar ganti rugi untuk setiap produk yang dicuri atau hilang, padahal produk mewah
tersebut sudah diasuransikan. Mereka juga mengkritik kebijakan pertukaran barang Gucci yang
tampaknya sewenang-wenang dan bergantung pada suasana hati manajer. Secara keseluruhan,
mereka menuduh Gucci kurang sistematis dan manajemen manusiawi dan mengeluh bahwa hak
dan martabat mereka dilanggar.
Setelah diungkapkan secara online, laporan ini memicu diskusi luas di kalangan
pengguna Internet. Informasi lebih lanjut muncul, menunjukkan bahwa kasus tersebut juga
melibatkan pemalsuan catatan tentang jam kerja, dan penerapan kerja lembur paksa dan tidak
dibayar. Gucci menerapkan sistem kerja satu hari penuh, dilanjutkan dengan hari libur. Secara
resmi, 1 hari kerja sekitar 10 jam. Namun para pekerja mengeluhkan bahwa, pada hari kerja
mereka, mereka diharuskan untuk mengscan jari atau mengscan id mereka tanda jam kerja telah
selesai untuk membuat catatan elektronik palsu padahal mereka tetap lanjut bekerja, menghitung
barang hingga pukul dua atau tiga pagi tanpa kompensasi.
Beberapa netizen menyebut Gucci sebagai "sweatshop". (sebuah pabrik atau bengkel,
terutama di industri pakaian, di mana pekerja dipekerjakan dengan upah sangat rendah untuk jam
kerja yang panjang dan dalam kondisi yang buruk). Banyak yang berpendapat bahwa praktik
manajemen tenaga kerja beberapa perusahaan multinasional dan pemilik merek tidak sesuai
13
dengan status internasional mereka. Beberapa hari kemudian, markas besar Gucci di China
mengeluarkan pernyataan, yang mengatakan bahwa "Gucci tidak dan tidak akan mendukung atau
menoleransi dugaan malpraktek." Gucci juga menyatakan bahwa perusahaan telah melakukan
penyelidikan menyeluruh dan telah menerapkan serangkaian tindakan, termasuk penggantian
manajer toko dan asisten manajer toko. Sementara itu, Biro Sumber Daya Manusia di
Departemen Hukum Distrik Luohu Shenzhen mengatakan mereka akan menyelidiki kasus ini
lebih lanjut. Pada 26 Oktober 2011, Gucci dan mantan karyawannya akhirnya tiba di
penyelesaian sehubungan dengan Federasi Serikat Buruh Shenzhen.
Pertimbangan hukum
Meskipun sistem dispatch telah secara resmi diadopsi sebagai aturan pekerjaan sementara saja,
Gucci menggunakan sistem tersebut untuk mempekerjakan orang untuk jangka waktu lebih dari
2 tahun. Disisi lain, banyak karyawan toko Gucci adalah wanita dan karyawan hamil. Menurut
14
"Undang-Undang Kontrak Tenaga Kerja", pekerja wanita selama kehamilan mereka tidak boleh
berpartisipasi dalam pekerjaan intensif fisik. Bagi pekerja perempuan yang hamil lebih dari 7
bulan, tidak boleh ada kerja lembur, dan tidak diwajibkan untuk mengikuti shift malam. Selain
itu, merupakan persyaratan hukum bahwa waktu istirahat yang cukup harus diatur untuk
karyawan tersebut.
16