Anda di halaman 1dari 12

DAFTAR ISI

Halaman Judul ............................................................................................................... i

Kata Pengantar ............................................................................................................... ii

Daftar Isi ........................................................................................................................ iii

Bab I : Pendahuluan

1.1. Latar Belakang .............................................................................................................. 1

1.2. Rumusan Masalah ......................................................................................................... 1

1.3.Tujuan Penulisan ............................................................................................................ 2

Bab II : Pembahasan

2.1. Perubahan Makna .......................................................................................................... 3

2.2. Sebab-sebab Perubahan Makna .................................................................................... 3

2.2.1. Perkembangan dalam Ilmu dan Teknologi ................................................................. 3

2.2.2. Perkembangan Sosial dan Budaya ............................................................................... 4

2.2.3. Perbedaan Bidang Pemakaian ...................................................................................... 4

2.2.4. Adanya Asosiasi........................................................................................................... 5

2.2.5. Pertukaran Tanggapan Indra ........................................................................................ 5

2.2.6. Perbedaan Tanggapan ................................................................................................. 6

2.2.7. Adanya penyingkatan .................................................................................................. 6

2.2.8. Proses Gramatikal ........................................................................................................ 7

2.2.9. Pengembangan Istilah .................................................................................................. 7

2.2.10. Pengaruh asing sebagai penyebab perubahan makna .................................................... 8


2.3. Jenis Perubahan Makna ................................................................................................. 8

2.3.1. Meluas ......................................................................................................................... 8

2.3.2. Menyempit .................................................................................................................. 9

2.3.3. Perubahan Total .......................................................................................................... 9

2.3.4. Penghalusan (Eufemia) ............................................................................................... 10

2.3.5. Pengasaran .................................................................................................................. 10

Bab III : Penutup

3.1. Kesimpulan ............................................................................................................. 11

Daftar Pustaka ................................................................................................................ 13

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kajian makna kata dalam suatu bahasa tertentu menurut sistem penggolongan
semantik adalah cabang linguistik yang bertugas semata-mata untuk meneliti makna kata,
sebagaimana asal mulanya, bahkan bagaimana perkembangannya, dan apa sebab-sebabnya
terjadi perubahan makna dalam sejarah bahasa. Banyak bidang ilmu lain yang mempunyai
sangkut-paut dengan semantik, oleh sebab itu makna memegang peranan tergantung dalam
pemakaian bahasa sebagai alat untuk penyampaian pengalaman jiwa, pikiran dan maksud
dalam masyarakat. Bidang semantik terbatas pada usaha memperhatikan dan mengkaji proses
transposisi makna kata dalam pemakaian bahasa.
Pernyataan bahwa makna sebuah kata secara sinkronis dapat berubah menyiratkan
pula pengertian bahwa tidak setiap kata maknanya harus atau akan berubah secara diakronis.
Banyak kata yang maknanya sejak dulu sampai sekarang tidak pernah barubah. Malah
jumlahnya mungkin lebih banyak daripada yang berubah atau pernah berubah.
Persoalan kita sekarang adalah mengapa makna kata itu dapat berubah, apa yang
menyebabkan terjadinya perubahan itu, dan bagaiman pula wujud perubahan itu. Berikut ini
akan dibicarakan sebab-sebab perubahan itu, serta wujud atau macam perubahannya.
Ullmann (1972) berpendapat,´Apabila seseorang memikirkan maksud suatu
perkataan, sekaligus memikirkan rujukannya atau sebaliknya. Hubungan antara dua hal antara
maksud dengan perkataan itulah lahir makna, oleh karena itu walaupun rujukan tetap, akan
tetapi makna dan perkataan dapat berbeda. Dari begitu kompleknya pembahasan makna
dalam semantik, pemakalah hanya akan membahas salah satu bagian penting dari
pembahasan makna yaitu perubahan makna.

1.2. Rumusan Masalah


Dari utaian latar belakang di atas dapat kita rumuskan masalah yang akan dibahas
dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

1) Seperti apakah perubahan makna itu?


2) Apakah yang menjadi sebab-sebab perubahan makna?
3) Apa sajakah jenis perubahan makna?

1.3. Jenis Perubahan Makna


Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengerjakan tugas mata kuliah
Semantik, mengenai Perubahan Makna yang terbagi menjadi dua yaitu :
1) Sebab-sebab Perubahan Makna;
2) dan Jenis Perubahan Makna.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Perubahan Makna


Dalam pembicaraan terdahulu sudah disebutkan bahwa makna sebuah kata secara
sinkronis tidak akan berubah. Pernyataan ini menyiratkan juga pengertian bahwa kalau secara
sinkronis makna sebuah kata atau leksem tidak akan berubah, maka secara diakronis ada
kemungkinan bisa berubah. Maksudnya, dalam masa yang relatif singkat, tetap sama, tidak
berubah. Tetapi dalam waktu relatif lama ada kemungkinan makna kata akan berubah. Ada
kemungkinan ini bukan berlaku untuk semua kosakata yang terdapat dalam sebuah bahasa,
melainkan hanya terjadi pada sejumlah kata saja, yang disebabkan oleh berbagai faktor.
Persoalan kita sekarang adalah mengapa makna kata itu dapat berubah ?, apa yang
menyebabkan terjadinya perubahan itu?, dan bagaimana pula wujud perubahan itu?. Berikut
ini akan dibicarakan sebab-sebab perubahan itu, serta wujud atau macam perubahannya.

2.2. Sebab-sebab Perubahan


Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan makna sebuah kata.
Diantaranya adalah :
2.2.1. Perkembangan dalam Ilmu dan Teknologi
Perkembangan dalam bidang ilmu dan kemajuann teknologi dapat
menyebabkan terjadinya perubahan makna sebuah kata. Di sini sebuah kata yang tadinya
mengandung konsep makna mengenai sesuatu yang sederhana, tetap digunakan walaupun
konsep makna yang dikandung telah berubah sebagai akibat dari pandangan baru, atau teori
baru dalam satu bidang ilmu atau sebagai akibat dalam perkembangan teknologi.
Perubahan mana kata sastra dan makna ‘tulisan’ sampai pada makna ‘karya
imaginatif’ adalah salah satu contoh perkembangan bidang keilmuan. Pandangan-pandangan
baru atau teori baru mengenai sastra menyebabkan makna kata sastra itu berubah. Pandangan
baru atau teori barulah yang menyebabkan kata sastra yang tadinya bermakna buku yang baik
isinya dan baik bahasanya ‘menjadi berarti’ karya yang bersifat imaginatif kreatif.
Salah satu contohnya adalah kata manuskrip yang pada mulanya berati
‘tulisan tangan’. Kini kata tersebut masih digunakan untuk menyebutkan naskah yang akan
dicetak, walaupun hampir tidak ada lagi naskah yang ditulis tangan karena sudah ada mesin
tulis (mesin ketik, komputer atau leptop).

2.2.2. Perkembangan Sosial dan Budaya


Perkembangan dalam bidang sosial kemasyarakatan dapat menyebabkan
terjadinya peruabahan makna. Di sini sama dengan yang terjadi sebagai akibat perkembangan
dalam bidang ilmu dan teknologi, sebuah kata yang pada mulanya bermakna ‘A’, lalu
berubah menjadi bermakan ‘B’ atau ‘C’. Jadi, bentuk katanya tetap sama tetapu konsep
makna yang dikandungnya sudah berubah.
Misalnya kata saudara dalam bahasa Sansekerta bermakna ‘seperut’ atau
‘satu kandungan’. Kini kata saudara, walaupun masih juga digunakan dalam arti ‘orang yang
lahir dari kandungan yang sama’ seperti dalam kalimat “Saya mempunyai seorang saudara di
sana”, tetapi digunakan juga untuk menyebutkan atau menyapa siapa saja yang dianggap
sederajat atau berstatus sosial sama. Misalnya dalam kalimat “Surat saudara sudah saya
terima”, atau kalimat “Di mana saudara dilahirkan?”.

2.2.3. Perbedaan Bidang Pemakaian


Setiap bidang kehidupan atau kegiatan memiliki kosakata tersendiri yang
hanya dikenal dan digunakan dengan makna tertentu dalam bidang tersebut. Umpamanya
dalam bidang pertanian ada kata-kata benih, menuai, panen, menggarap, membajak,
menabur, menanam, pupuk, dan hama. Dalam bidang agama Islam ada kata-kata seperti
iman, imam, khotib, azan, halal, haram, subuh, puasa, zakat, dan fitrahi.
Kata-kata yang menjadi kosakat dalam bidang-bidang tertentu itu dalam
kehidupan dan pemakaian sehari-hari dapat terbantu dari bidangnnya dan digunakkan dalam
bidang lain atau menjadi kosakat umum. Oleh karena itu, kata-kata tersebut menjadi memiliki
makna baru atau makna lain di samping makna aslinya (makna yang berlaku dalam
bidangnya).
Misalnya kata menggarap yang berasal dari bidang pertanian dengan selaga
macam derivasinya, seperti tampak dalam frase menggarap sawah, tanah garapan, dan petani
menggarap, kini banyak juga digunakan dalam bidang-bidang lain dengan makna
‘mengerjakan’ seperti tampak digunakan dalam frase menggarap skripsi, menggarap usul
para anggota, dan menggarap naskah drama.
Kesimpulan lain yang bisa ditarik dari uraian di atas adalah bahwa makna
kata yang digunakan bukan dalam bidangnya itu dan makna kata yang digunakan di dalam
bidang aslinya masih berada dalam poliseminya karena makna-makna tersebut masih saling
berkaitan atau masih ada persamaan antara makna yang satu dnegan makna yang lainnya.

2.2.4. Adanya Asosiasi


Kata-kata yang digunakan di luar bidangnya, seperti diibicarakan di atas
masih ada hubungan atau bertautan maknanya dengan makna yang digunakan pada bidang
asalnya. Agak berbeda dengan perubahan maknay nag menjadi bagian akibat penggunaan
dalam bidang yang lain, di sini makna baru yang muncul adalah berkaitan dengan hal atau
peristiwa lain yang berkenaan dengan kata tersebut.
Umpamanya kata amplop yang berasal dari bidang asministrasi atau surat-
menyurat, makna asalnya adalah ‘sampul surat’. Ke dalam amplop itu selain biasa
dimasukkan surat tetapi bisa pula dimasukkan benda lain, misalnya uang. Oleh karena itu,
dalam kalimat “beri saja amplop maka urusan pasti beres’ kata amplop di situ bermakna
‘uang’ sebab amplop yang dimaksud bukan berisi surat atau tidak berisi apa-apa melainkan
berisi uang sebagai sogokan.
Asosiasi antara amplop dengan uang ini adalah berkenaan dengan wadah.
Jadi, menyebut wadahnya yaitu amplop tetapi yang dimasud adalah isinya, yaitu uang.
Contoh lain kalau kita masuk ke rumah makan dan setelah menghabiskan secangkir kopi, lalu
mengatakan “minta secangkir lagi” maka pemilik atau pelayan rumah makan itu sudah
mengerti apa yang kita maksud. Dia tidak akan memberikan satu cangkir kosong melainkan
satu cangkir yang sudah berisi kopi yang diseduh dengan air panas diberi gula dan
sebagainya.

2.2.5. Pertukaran Tanggapan Indra


Kelima alat indra kita sebernanya sudah mempunyai tugas-tugas tertentu
untuk menagkap gejala-gelaja yang terjadi di dunia ini. Umpamanya rasa pahit, manis dan
lain-lain yang harus oleh alat perasa lidah. Rasa panas, dingin, dan sejuk yang harus
ditanggap oleh alat perasa pada kulit. Dan seterusnya pada alat indra yang lainnya seperti
mata, hidung dan telinga.
Namun, dalam penggunaan bahasa banyak terjadi kasus pertukaran
tanggapan antara indra yag satu dengan indra yang lain. Rasa pedas, misalnya yang
seharusnya ditanggap dengan alat indra perasa lidah, tertukar menjadi ditanggap oleh alat
indra pendengaran seperti tampak dalam ujaran “kata-katanya cukup pedas”. Keadaan ini,
pertukaran alat indra penanggap, biasa disebut dengan istilah sinestesia. Istilah ini berasal
dari bahasa Yunani sun artinya ‘sama’ dan aisthetikas artinya ‘tampak’.

2.2.6. Perbedaan Tanggapan


Setiap unsur leksikal atau kata sebenarnya secara sinkronis telah
mempunyai makna leksikal yang tetap. Namun karena pandangan hidup dan ukuran dalam
norma kehidupan di dalam masyarakat maka banyak kata yang menjadi memiliki nilai rasa
yang ‘rendah’, kurang menyenangkan. Di samping itu ada juga yang menjadi memiliki nilai
rasa yang ‘tinggi’, atau yang mengenakkan. Kata-kata yang nilainya merosot menjadi rendah
ini lazim disebut peyoratif, sedangkan yang nilainya naik menjadi tinggi disebut amelioratif.
Kata bini dewasa ini dianggap peyoratif, sedangkan kata istri dianggap ameliorative, kata laki
dianggap peyoratif berbeda dengan suami yang dianggap amelioratif.
Nilai rasa peyoratif dan amelioratif sebuah kata bersifat tidak tetap. Nilai
rasa itu kemungkinan besar hanya bersifat sinkronis. Secara diakronis ada kemungkinan bisa
berubaha. Perkembangan pandangan hidup yang biasanya sejalan dengan perkembangan
budaya dan kemsyarakatan dapat memungkinkan terjadinya perubahan nilai rasa peyoratif
atau amelioratifnya sebuah kata. Sebagai contoh, kata jamban dulu dianggap bersifat
petoratif, oleh karena itu orang tidak mau menggunakanannya dan menggantinya dengan kata
kakus atau W.C.Tetapi dewasa ini kata jamban itu telah kehilangan sifat peyoratifnya karena
pemerintah DKI secara resmi menggunakan lagi kata itu sebagai istilah baku seperti dalam
frase jambat keluarga.

2.2.7. Adanya Penyingkatan


Dalam bahasa Indonesia ada sejumlah kata atau ungkapan yang karena
sering digunakan maka kemudian tanpa diucapkan atau dituliskan secara keseluruhan orang
sudah mengerti maksudnya. Oleh karena itu maka kemudian orang lebih banyak
menggunakan singkatannya saja daripada menggunakan bentuk utuhnya. Misalnya, kalau
dikatakan “Ayahnya meninggal” tentu maksudnya adalah meninggal dunia. Begitu juga
dengan kata ‘berpulang’ tentu maksudnya adalah berpulang ke rahmatullah.
Kalau disimak sebetulnya dalam kasus penyingkatan ini bukanlah peristiwa
perubahan makna yang terjadi sebab makna atau konsep itu tetap. Yang terjadi adalah
perubahan bentuk kata. Kata yang semula berbentuk utuh (panjang) disingkat menjadi bentuk
tidak utuh yang pendek. Malah gejala penyingkatan ini bisa terjadi pula pada bentuk-bentuk
yang sudah dipendekkan seperti AMD adalah kependekan dari Abri Masuk Desa, dan Abri
itu sendiri adalah kependekan dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.

2.2.8. Proses Gramatikal


Proses gramatikal seperti afiksasi, reduplikasi, dan komposisi
(penggabungan kata) akan menyebabkan pula terjadinya perubahan makna. Tetapi dalam hal
ini yang terjadi sebenarnya bukan perubahan makna, sebab bentuk kata itu sudah berubah
sebagai hasil proses gramatikal. Sebelum telah dibahas kalau bentuk berubah maka makna
pun akan berubah atau berbeda. Jadi, tidaklah dapat dikatakan kalau dalam hal ini telah
terjadi perubahan makna, sebab yang terjadi adalah proses gramatikal, dan proses gramatikal
itu telah “melahirkan” makna-makna gramatikal.

2.2.9. Pengembangan Istilah


Salah satu upaya dalam pengembangan atau pembentukan istilah baru
adalah dengan memanfaatkan kosakata bahasa Indonesia yang ada dengan jalan memberi
makna baru, entah dengan menyempitkan makan kata tersebut, meluaskan, maupun memberi
arti baru sama sekali.
Misalnya kata papan yang semula bermakna ‘lempengan kayu (besi, dan
sebagainya) tipis, kini diangkat menjadi istilah untuk makna ‘perumahan’. Kata sandang
yang semula bermakna ‘selendang’ kini diangkat menjadi istilah untuk makna ‘pakaian’ dan
kata teras yang semula bermakna ‘inti kayu’ atau ‘saripati kayu’ kini diangkat menjadi unsur
pembentuk istilah untuk makna ‘utama’ atau ‘pimpinan’. Maka itu pejabat teras berarti
pejabat utama atau pejabat yang merupakan pimpinan.

2.2.10. Pengaruh Asing Sebagai Penyebab Perubahan Makna


Banyak perubahan makna disebabkan oleh pengaruh model asing. Contoh-
contoh mengenai hal ini sudah banyak kita jumpai dalam pembicaraan tentang polisemi.
Dalam bahasa Indonesia, pengertian ‘asing’ itu haruslah mencakup bahasa daerah dan dialek-
dialek. Makna kata bintang pada bentuk seperti bintang film, bintang panggung, bintang
lapangan, bintangan pelajar, jelas merupakan pengaruh model asing yang menambah makna
lama kata bintang.

2.3. Jenis Perubahan


Faktor-faktor atau sebab-sebab terjadinya perubahan makna dapat dilihat ada
perubahan yang sifatnya menghalus, ada perubahan yang sifatnya meluas, dan ada yang
sifatnya menyempit atau mengkhusus, ada yang sifatnya halus, ada yang sifatnya mengasar,
dan adapula yang sifatnya total. Maksudnya, berubah sama sekali dari makna semula.

2.3.1. Meluas
Yang dimaksud dengan perubahan makna meluas adalah gejala yang terjadi
pada sebuah kata atau leksem yang pada mulanya hanya memiliki sebuah ‘makna’ tetapi
kerena berbagai faktor menjadi memiliki makna-makna lain. Umpamanya kata saudara yang
pada mulanya hanya bermakna ‘seperut’ atau ‘sekandungan’. Kemudian maknanya
berkembang menjadi ‘siapa saja yang sepertalian darah’. Akibatnya, anak paman pun disebut
saudara. Lebih jauh lagi selanjutnya siapa pun dapat disebut saudara. Coba anda simak
kalimat-kalimat berikut, barangkali Anda dapat menangkap makna kata saudara pada
kalimat-kalimat itu.
a) Saudara saya hannya dua orang.
b) Surat saudara sudah saya terima.
c) Sebetulnya dia masih saudara saya, tapi sudah agak jauh.
d) Bingkisan untuk saudara-saudara kita di Bali.
e) Saudara-saudara sebangsa dan setanah air, marilah…
Perluasan makna yang terjadi pada kata saudara terjadi juga pada kata-
kata kekerabatan lain seperti kakak, ibu, adik, dan bapak.
Kakak yang sebenarnya bermakna ‘saudara sekandung yang lebih tua’,
meluas maknanya menjadi siapa saja yang pantas diabggap atau disebut sebagai saudara
sekandung yang lebih tua. Begitu pula dengan adik yang makna sebenarnya adalah ‘saudara
sekandung yang lebih muda’, maknanya meluas menjadi siapa saja yang pantas dianggap
atau disebut sebagai asaudara sekandung yang lebih muda.

2.3.2. Menyempit
Yang dimaksud dengan perubahan menyempit adalah gejala yang terjadi
pada sebuah kata yang pada mulanya mempunyai makna yang cukup luas, kemudian berubah
menjadi terbatas hanya pada sebuah makna saja. Misalnya kata sarjana yang pada mulanya
berarti ‘orang pandai’ atau ‘cendikiawan’, kemudian hanya berarti ‘orany yang lulus dari
perguruan tinggi’, seperti tampak pada sarjana sastra, sarjana ekonomi dan sarjana hukum.
Betapapun pandainya seseorang mungkin sebagai hasil belajar sendiri, kalau bukan tamatan
suatu perguruan tinggi, tidak bisa disebut sarjana. Sebaliknya betapapun rendahnya indeks
prestasi seseorang kalau dia sudah lulus dan perguruan tinggi, dia akan disebut sarjana.
Contoh lain, kata ahli pada mulanya berarti ‘orang yang termasuk dalam
suatu golongan atau keluarga’ seperti dalam frase ahli waris yang berarti ‘orang yang
termasuk dalam satu kehidupan keluarga’, dan juga ahli kubur yang berarti ’orang-orang
yang sudah dikubur’. Kini kata ahli sudah menyempit maknanya Karena hanya berarti ‘orang
yang pandai dalam satu cabang ilmu atau kepandaian seperti tampak dalam frase ahli sejarah,
ahli purbakala, ahli bedah, dan sebagainya.

2.3.3. Perubahan Total


Yang dimaksud perubahan total adalah berubahnya sama sekali makna
sebuah kata dan makna asalnya. Memang ada kemungkinan makna yang dimiliki sekarang
masi ada sangkut pautnya dengan makna asal, tetapi sangkut pautnya ini tanpaknya sudah
jauh sekali misalnya, kata ceramah pada mulanya berarti ‘cerewet’ atau ‘banyak cakap’
tetapi kini berarti ‘pidato’ atau ‘uraian’ mengenai suatu hal yang disampaikan di depan orang
banyak. Contoh lain kata seni yang pada mulnya selalu dihubungkan dengan air seni atau
kencing. Tetapi kini digunakan sepadan dengan makna kata Belanda kunst atau kata inggris
art, yaitu untuk engartikan karya atau ciptaan yang bernilai halus. Misalnya digunakan dalam
frase seni lukis, seni tari, seni suara, dan seni ukir. Orangnya disebut seniman kalau laki-laki,
dan seniwati kalau perempuan.
2.3.4. Penghalusan (Eufemia)
Dalam pembicaraan mengenai perubahan makna yang meluas, menyempit,
atau berubah secara total, kita berhadapan dengan sebah kata atau sebuah bentuk yang tetap.
Hanya konsep makna mengenai kata atau bentuk itu yang berubah. Dalam pembicaraan
mengenai penghalusan ini kita berhadapan dengan gejala ditampilkannya kata-kata atau
bentuk-bentuk yang dianggap makna yang lebih halus, atau lebih sopan dari pada yang akan
digantikan. Kecenderungan untuk menghaluskan makna kata tampaknya merupakan gejala
umum dalam masyarakat bahasa Indonesia. Misalnya kata penjara atau bui diganti dengan
kata/ ungkapan yang maknanya dianggap lebih halus yaitu lembaga permasyarakatan;
dipenjara atau dibui diganti menjadi dimasukan ke lembaga permasyarakatan. Kata korupsi
diganti dengan menalahgunakan jabatan; kata pemecatan (dari pekerjaan) diganti dengan
pemutusan hubungan kerja (PHK); kata babu diganti dengan pembantu rumah tangga dan
kini diganti lagi menjadi pramuwisma Kata/ungkapan kenaikan harga diganti dengan
perubahan harga, atau penyrsuaian tarif, atau juga pemberlakuan tariff baru.

2.3.5. Pengasaran
Kebalikan dari pengalusan adalah pengasaran (disfemia), yaitu usaha untuk
mengganti kata yang maknanya halus atau bermakna biasa dengan kata yang maknanya
kasar. Usaha atau gejala pengasaran ini biasanya dilakukan orang dalam situasi yang tidak
ramah atau untuk menunjukkan kejengkelan. Misalnya kata atau ungkapan masuk kotak
dipakai untuk mengganti kata kalah seperti dalam kalimat Liem Swie King sudah masuk
kotak; kata mencaplok dipakai untuk mengganti mengambil dengan begitu saja seperti dalam
kalimat Dengan enaknya Israel mencaplok wilayah Mesir itu., dan kata mendepak dipakai
untuk mengganti kata mengeluarkan seperti dalam kalimat Dia berhasil mendepak bapak A
dari kedudukannya. Begitu juga dengan kata menjebloskan yang dipakai untuk menggantikan
kata memasukan seperti dalam kalimat polisi menjebloskannya ke dalam sel.

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dalam pembicaraan terdahulu sudah disebutkan bahwa makna sebuah kata secara
sinkronis tidak akan berubah. Pernyataan ini menyiratkan juga pengertian bahwa kalau secara
sinkronis makna sebuah kata atau leksem tidak akan berubah, maka secara diakronis ada
kemungkinan bisa berubah. Maksudnya, dalam masa yang relative singkat, tetap sama, tidak
berubah. Tetapi dalam waktu relatif lama ada kemungkinan makna kata akan berubah. Ada
kemungkinan ini bukan berlaku untuk semua kosakata yang terdapat dalam sebuah bahasa,
melainkan hanya terjadi pada sejumlah kata saja, yang disebabkan oleh berbagai faktor.
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan makna sebuah kata.
Diantaranya adalah :
1) Perkembangan dalam Ilmu dan Teknologi.
2) Perkembangan Sosial dan Budaya.
3) Perbedaan Bidang Pemakaian.
4) Adanya Asosiasi.
5) Pertukaran Tanggapan Indra.
6) Perbedaan Tanggapan.
7) Adanya penyingkatan.
8) Proses Gramatikal.
9) Pengembangan Istilah.
10) Pengaruh asing sebagai penyebab perubahan makna.

Faktor-faktor atau sebab-sebab terjadinya perubahan makna dapat dilihat ada


perubahan yang sifatnya menghalus, ada perubahan yang sifatnya meluas, dan ada yang
sifatnya menyempit atau mengkhusus, ada yang sifatnya halus, ada yang sifatnya mengasar,
dan adapula yang sifatnya total. Maksudnya, berubah sama sekali dari makna semula.
1) Meluas.
2) Menyempit.
3) Perubahan Total.
4) Penghalusan (Eufemia).
5) Pengasaran.

DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta.

Sumarsono. 2014. Pengantar Semantik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Chaer, Abdul. 2014. Linguistik Umum. Jakarta : Rineka Cipta.

Irfal Hardilan. 2013. Semantik Jenis-jenis Perubahan Makna.

http://hardianirfan.blogspot.co.id

/2013/01/semantik-jenis-jenis-perubahan-makna.html (Online). Diakses pada tanggal

20

April.

Anda mungkin juga menyukai