Anda di halaman 1dari 52

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Luas perairan laut Indonesia serta keragaman jenis rumput laut merupakan

cerminan dari potensi rumput laut Indonesia. Beberapa jenis rumput laut yang

bernilai ekonomis tinggi dan telah diusahakan adalah rumput laut merah

(Rhodophyceae) dan rumput laut coklat (Phaeophyceae). Beberapa jenis rumput

laut yang tergolong Rhodophyceae adalah Gracillaria sp, Gellidium sp, Gellidiela

sp, dan Gellidiopsis sp yang merupakan merupakan penghasil agar-agar serta

Eucheuma sp yang merupakan penghasil karaginan. Sedangkan jenis rumput laut

yang tergolong dalam Phaeophyceae adalah Turbinaria sp, Sargasuum sp sebagai

penghasil alginate (Anggadiredja, 2009).

Pemanfaatan rumput laut sebagai komoditas ekspor masih terbatas dalam

bentuk kering. Adapun jenis rumput laut yang diekspor berasal dari kelas

Rhodophyceae, yaitu jenis Eucheuma sp, Glacilaria sp dan Gellidium sp.

Berdasarkan data dari Departemen Kelautan dan Perikanan (2006), perkembangan

ekspor rumput laut Indonesia dari tahun 1999-2002 terjadi penurunan nilai ekspor

yaitu dari 16.284.000 US$ dengan volume ekspor 25.084 ton pada tahun 1999

turun menjadi 15.785.000 US$ dengan 28.874 ton pada tahun 2002. Hal ini berarti

bahwa pemanfaatan rumput laut dalam bentuk kering belum dapat bersaing di

pasar internasional. Salah satu cara untuk mengatasi masalah ini adalah dengan

melakukan pengolahan lebih lanjut yang dapat meningkatkan nilai jual, misalnya

pengolahan Alkali Treated Cottonii (ATC) dan karaginan dari rumput laut

Eucheuma cottonii.

1
Karaginan merupakan polisakarida yang linier atau lurus, dan merupakan

molekul galaktan dengan unit-unit utamanya adalah galaktosa. Karaginan

merupakan getah rumput laut yang diekstraksi dengan air atau larutan alkali dari

spesies tertentu dari kelas Rhodophyceae (alga merah). Karaginan merupakan

senyawa hidrokoloid yang terdiri dari ester kalium, natrium, magnesium dan

kalsium sulfat. Karaginan merupakan molekul besar yang terdiri dari lebih 1.000

residu galaktosa. Oleh karena itu variasinya sangat banyak. Karaginan dibagi atas

tiga kelompok utama yaitu: kappa, iota, dan lambda karaginan yang memiliki

struktur yang jelas. Karaginan dapat diperoleh dari alga merah, salah satu jenisnya

adalah dari kelompok Euchema sp.

1.2 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh konsentrasi KOH,

lama pemasakan dan suhu pemanasan yang digunakan terhadap mutu karaginan

yang dihasilkan.

Melalui penelitian ini, kita dapat mengetahui kondisi pengolahan yang

optimal untuk menghasilkan mutu karaginan yang baik dan sebagai bahan

informasi bagi industri dalam pengolahan rumput laut Eucheuma cottonii dalam

bentuk Alkali Treated Cottonii (ATC).

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Eucheuma cottonii

Eucheuma cottonii merupakan salah satu jenis rumput laut merah

(Rhodophyceae) yang secara ilmiah dikenal dengan nama Kappaphycus alvarezii

karena menghasilkan karaginan jenis Kappa. Secara taksonomi Eucheuma

cottonii, disebut Kappaphycus alvarezii (Doty 1986). Nama ‘cottonii’ umumnya

lebih dikenal oleh masyarakat dan umum dipakai dalam dunia perdagangan

nasional maupun internasional (Doty 1986). Klasifikasi Euchema cottonii

menurut Doty (1986) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Rhodophyta

Kelas : Rhodophyceae

Ordo : Gigartinales

Famili : Solieracea

Genus : Eucheuma

Species : Eucheuma Cottoni

Ciri-ciri E.Cottonii yaitu thallus berbentuk silinder, permukaan licin,

cartilageneus (menyerupai tulang rawan/muda), serta berwarna hijau terang, hijau

olive, dan coklat kemerahan. Percabangan thallus berujung runcing atau tumpul,

ditumbuhi nodulus (tonjolan-tonjolan), duri lunak/tumpul untuk melindungi

gametangia. Percabangan bersifat berseling, tidak teratur, serta dapat bersifat

diachotomus (percabangan dua-dua) atau trichotomus (system percabangan tiga-

tiga) (Anggadiredja, 2009).

3
Rumput laut E.cottonii memerlukan sinar matahari untuk proses

fotosintesis. Oleh karena itu, rumput laut jenis ini hanya mungkin hidup pada

lapisan fotik, yaitu kedalaman sejauh sinar matahari masih mampu mencapainya

(Anggadiredja, 2009).

Beberapa jenis Eucheuma mempunyai peranan penting dalam dunia

perdagangan internasional sebagai penghasil ekstrak karaginan. Kadar karaginan

dalam setiap spesies Eucheuma berkisar antara 54 -73% tergantung pada jenis dan

lokasi tempat tumbuhnya. Jenis ini asal mulanya didapat dari perairan Sabah

(Malaysia) dan Kepulauan Sulu (Filipina). Selanjutnya dikembangkan ke berbagai

negara sebagai tanaman budidaya. Lokasi budidaya rumput laut jenis ini di

Indonesia antara lain Lombok, Sumba, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan,

Sulawesi Tengah, Lampung, Kepulauan Seribu, dan Perairan Pelabuhan Ratu

(Atmadja, 1996).

2.2 Alkali Treated Cottonii (ATC)

Rumput laut (Algae) selain diolah dalam bentuk kering juga dapat diolah

menjadi bentuk tepung, seperti tepung agar-agar dan tepung ATC (Alkali Treated

Cottonii) yang digunakan sebagai bahan baku untuk pengolahan karaginan murni.

Jenis rumput laut yang digunakan dalam pembuatan tepung ATC adalah rumput

laut Eucheuma. Beberapa jenis Eucheuma mempunyai peranan penting sebagai

penghasil ekstrak karaginan. Kadar karaginan dalam setiap spesies Eucheuma

berkisar antara 54-73% tergantung pada jenis dan lokasinya. Eucheuma spinosum

dan Eucheuma cottonii hasil budidaya di Indonesia, kebanyakan untuk komoditas

ekspor. Tepung ATC merupakan hasil produk olahan rumput laut jenis Eucheuma

4
cottonii yang dapat digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan karaginan

murni (Andriani, 2006)

Proses produksi karaginan semi murni sebagian besar menggunakan

Eucheuma cottonii. Sehingga produk yang dihasilkan dikenal dengan sebutan

Alkali Treated Cottonii (ATC). Ada tiga tipe dan cara proses produksi ATC, yaitu

ATC Low Alkali, ATC Chips (ATC High Alkali), dan Seaweed Flour atau Semi

Refined Carrageenan (SRC) (Noor et al., 1990).

Tujuan utama proses semi murni adalah untuk meningkatkan sifat

karaginan untuk menghasilkan gel dengan biaya produksi yang lebih rendah.

Proses semimurni biasanya tidak melibatkan proses filtrasi karaginan dan tidak

didapati proses ekstraksi dengan isopropanol. Sebagai hasilnya produk karaginan

semimurni berwarna, berbau dan keruh. Hal ini menyebabkan karaginan semi

murni tidak cocok untuk industri farmasi. Biasanya karaginan semi murni

digunakan untuk pengawet daging, karena kemampuannya membenttuk gel untuk

berbagai basis jenis ikan dan daging (Yasita dan Rachmawati, 2010).

Dalam pengolahan rumput laut untuk mengahasilkan produk seperti

karaginan, agar, dan alginate, larutan alkali yang digunakan sebagai medium

pemasakan memiliki dua fungsi. Pertama, alkali membantu proses pemuaian

(pembengkakan) jaringan sel-sel rumput laut yang mempermudah keluarnya

karaginan, agar, atau alginate dari dalam jaringan. Kedua, apabila alkali

digunakan pada konsentrasi yang cukup tinggi, dapat menyebabkan terjadinya

modifikasi struktur kimia karaginan akibat terlepasnya gugus 6-sulfat dari

karaginan sehingga terbentuk residu 3,6-anhydro-D-galactosa dalam rantai

5
polisakarida. Hal ini akan meningkatkan kekuatan gel karaginan yang dihasilkan.

Selain itu, senyawa alkali dapat memisahkan protein dari jaringan sehingga

memudahkan proses ekstraksi karaginan dari jaringan rumput laut (Yasita dan

Rachmawati, 2010).

Seaweed flour merupakan lanjutan dari tipe ATC Chips. ATC Chips

dihancurkan tanpa pemanasan untuk di jadikan tepung. Tepung yang dihasilkan

berukuran 40-60 mesh. Selanjutnya seeweed flour bisa diolah menjadi karaginan

murni melalui proses ekstraksi dalam larutan alkali dan diikuti dengan proses

pengendapan dalam alkohol. Menurut Noor et al. (1990), seaweed flour tidak

disarankan untuk produk yang dikonsumsi langsung manusia dan secara umum

dibuat dibawah kondisi tanpa standar higienis.

Proses pengolahan rumput laut menjadi ATC pada prinsipnya sangat

sederhana yaitu merebusnya dalam larutan KOH 8% pada suhu 80-85 oC selama 2

jam. Rumput laut kemudian dinetralkan kembali dengan pencucian berulang-

ulang, dipotong-potong dan dikeringkan sehingga diperoleh ATC yang berbentuk

chips. Perebusan rumput laut dalam larutan alkali dimaksudkan untuk

meningkatkan titik leleh karaginan di atas suhu pemasaknya sehingga tidak larut

menjadi pasta dan untuk meningkatkan kekuatan gel dari karaginan tersebut.

Selain digunakan menjadi bahan baku untuk pengolahan karaginan murni, ATC

juga diproses lebih lanjut sebagai bahan pengikat dan penstabil dalam industri

makanan ternak untuk pasaran Eropa, Amerika dan Asia Pasisifik (Anonim,

2003).

6
ATC pada umumnya digunakan sebagai produk antara atau bahan baku

untuk pengolahan karaginan murni yang banyak digunakan sebagai bahan

penstabil, pengental dan mengemulsi. Pengolahan karaginan melalui ATC dapat

meningkatkan kekuatan gel dari karaginan (Anonim, 2003).

2.3 Karaginan

Karaginan terdapat dalam dinding sel rumput laut atau matriks

intraselulernya dan karaginan merupakan bagian penyusun yang besar dari berat

kering rumput laut dibandingkan dengan komponen yang lain (Hellebust and

Cragie, 1978).

Karaginan (carrageenan) adalah hidrokoloid yang merupakan senyawa

polisakarida rantai panjang yang diekstraksi dari rumput laut

karaginofit/carrageenophyte (penghasil karaginan), seperti Eucheuma sp,

Kappaphycus, Chondrus sp, Hypnea sp, dan Gigartina sp. Karaginan merupakan

polisakarida berantai linear atau lurus dan merupakan molekul galaktan dengan

unit-unit utamanya berupa galaktosa (Ghufran, 2011).

Polisakarida tersebut disusun dari sejumlah unit galaktosa dengan ikatan α

(1,3) D-galaktosa dan β (1,4) 3,6-anhidrogalaktosa secara bergantian, baik

mengandung ester sulfat atau tanpa sulfat (Anggadiredja, 2009).

7
Gambar 1 Struktur Kimia Karaginan (Bubnis, 2000)

Didasarkan pada stereotype struktur molekul dan posisi ion sulfatnya,

karaginan dibedakan menjadi tiga macam, yaitu iota-karaginan, kappa-karaginan,

dan lambda-karaginan. Ketiganya berbeda dalam sifat gel dan reaksinya terhadap

protein. Kappa-karaginan menghasilkan gel yang kuat (rigid), sedangkan

iotakaraginan membentuk gel yang halus (flaccid) dan mudah dibentuk

(Anggadiredja, 2009).

Selain itu, masing-masing karaginan juga dihasilkan oleh spesies rumput

laut yang berbeda. Spesies Eucheuma cottoni menghasilkan kappa-karaginan,

sedangkan spesies E. spinosum menghasilkan iota-karaginan (Ghufran, 2011).

2.4 Kelarutan

Menurut Towle (1973), air merupakan pelarut utama bagi karaginan.

Kelarutan karaginan didalam air dipengaruhi beberapa faktor, yaitu tipe

karaginan, pengaruh ion, suhu, komponen organik larutan dan pH. Karaginan

tidak dapat larut dalam pelarut organik seperti alkohol, eter dan minyak.

8
Semua karaginan larut di dalam air panas. Kappa dan iota karaginan larut

di dalam air dingin dan larutan garam natrium. Didalam larutan garam kation lain

seperti K+ dan Ca2+, kedua jenis karaginan tersebut tidak dapat larut dan hanya

menunjukkan pengembangan, yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu jenis

dan konsentrasi kation, densitas karaginan, suhu, pH, adanya ion penghambat dan

lain-lain (Glicksman, 1983).

Karaginan lambda larut di dalam air dingin dan larutan garam segala jenis

kation. Jenis lambda dilaporkan sebagai karaginan yang tidak dapat membentuk

gel. Diantara semua tipe karaginan, lambda karaginan larut baik di dalam cairan

susu dingin. Didalam susu panas, semua karaginan dilaporkan larut (Glicksman,

1983).

Daya kelarutan karaginan pada berbagai media pelarut dapat dilihat pada

Tabel 1.

Tabel 1. Daya kelarutan karaginan pada berbagai media pelarut

Medium Kappa-karaginan Iota-karaginan Lambda-karaginan


Air panas Larut di atas 60 oC Larut di atas 60 oC Larut
Air dingin Garam Natrium Garam Na larut, Larut
larut, garam K, Ca garam Ca member
tidak larut disperse thixotropic
Susu panas Larut Larut larut
Susu dingin Garam Na, Ca, K, Tidak larut Larut
tidak larut tetapi
akan mengambang
Larutan gula Panas, Larut Larut, sukar Larut, panas
pekat
Larutan Tidak larut Larut, panas Larut, panas
garam pekat
Sumber : Moraino (1977)

9
Karakteristik daya larut karaginan juga dipengaruhi oleh bentuk garam

dari gugus ester sulfatnya. Jenis sodium umumnya lebih mudah larut, sementara

jenis potasium lebih sukar larut. Hal ini menyebabkan kappa karaginan dalam

bentuk garam potasium lebih sulit larut dalam air dingin dan diperlukan panas

untuk mengubahnya menjadi larutan, sedangkan dalam bentuk garam sodium

lebih mudah larut. Lambda karaginan larut dalam air dan tidak tergantung jenis

garamnya (cPKelco ApS, 2004).

Bila larutan dipanaskan, kemudian didinginkan sampai di bawah suhu

tertentu, kappa-karaginan dan iota-karaginan akan membentuk gel dalam air yang

bersifat reversible (gel akan mencair bila dipanaskan dan apabila didinginkan

akan membentuk gel kembali) pada konsentrasi serendah 0,5 %, asalkan kation

tersedia dalam sistem tersebut (Ghufran, 2011).

2.5 Stabilitas pH

Karaginan dalam larutan memiliki stabilitas maksimum pada pH 9 dan

akan terhidrolisis pada pH dibawah 3,5. Pada pH 6 atau lebih umumnya larutan

karaginan dapat mempertahankan kondisi proses produksi karaginan (cPKelco

ApS, 2004). Hidrolisis asam akan terjadi jika karaginan berada dalam bentuk

larutan, hidrolisis akan meningkat sesuai dengan peningkatan suhu. Larutan

karaginan akan menurun viskositasnya jika pHnya diturunkan dibawah 4,3

(Imeson 2003; Samsuar, 2006).

Karena merupakan galaktosa yang mengandung sulfida, maka karaginan

bermuatan negatif dan tidak tergantung atau tidak terpangaruh oleh pH medium.

Pada pH lebih rendah dari 4,4 maka kappa kasein dan karaginan bermuatan yang

10
berlawanan sehingga senyawa kompleks tersebut mengendap. Pada pH yang lebih

tinggi dari 4,4 keduanya bermuatan negatif tetapi tidak saling menolak satu sama

lain (Ghufran, 2011).

Kappa dan iota karaginan dapat digunakan sebagai pembentuk gel pada

pH rendah, tetapi tidak mudah terhidrolisis sehingga tidak dapat digunakan dalam

pengolahan pangan. Penurunan pH menyebabkan terjadinya hidrolisis dari ikatan

glikosidik yang mengakibatkan kehilangan viskositas. Hidrolisis dipengaruhi oleh

pH, temperatur dan waktu. Hidrolisis dipercepat oleh panas pada pH rendah

(Moirano, 1977). Stabilitas karaginan dalam berbagai media pelarut dapat dilihat

pada Tabel 2.

Tabel 2. Stabilitas karaginan pada berbagai media pelarut

Stabilitas Kappa Iota Lambda


pH netral dan Stabil Stabil Stabil
Alkali Terhidrolisis jika Terhidrolisis Terhidrolisis
pH Asam dipanaskan, dalam, stabil
Stabil dalam dalam bentuk gel
bentuk gel
Sumber: Glicksman (1983)

Kestabilan karaginan sebagai senyawa biasanya akan mengalami

depolimerisasi secara perlahan dalam penyimpanan. Tetapi kappa dan iota

karaginan biasanya memiliki daya kekuatan gel serta kekuatan reaksi terhadap

protein dan tidak terpengaruhi oleh proses depolimerisasi. Penyimpanan dalam

suhu kamar selama 1 tahun, penurunan kekuatan gelnya tidak dapat dideteksi

karena terlalu kecil (Winarno, 1990).

11
2.6 Viskositas Karaginan

Viskositas adalah daya aliran molekul dalam sistem larutan. Viskositas

suatu hidrokoloid dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu konsentrasi karaginan,

temperatur, jenis karaginan, berat molekul dan adanya molekul-molekul lain

(Towle, 1973; Anonim, 1990). Jika konsentrasi karaginan meningkat maka

viskositasnya akan meningkat secara logaritmik. Viskositas akan menurun secara

progresif dengan adanya peningkatan suhu, pada konsentrasi 1,5% dan suhu 75 oC

nilai viskositas karaginan berkisar antara 5 – 800 cP (Anonim, 1990).

Viskositas merupakan faktor kualitas yang penting untuk zat cair dan semi

cair (kental) atau produk murni, dimana hal ini merupakan ukuran dan kontrol

untuk mengetahui kualitas dari produk akhir. Viskositas karaginan berpengaruh

terhadap sifat gel terutama titik pembentukan gel dan titik leleh, dimana viskositas

karaginan yang tinggi menghasilkan laju pelelehan dan pembentukan gel yang

lebih tinggi dibanding karaginan yang viskositasnya rendah (Wulandari, 2010).

Viskositas larutan karaginan menurun dengan naiknya suhu dan perubahan

ini bersifat eksponensial. Perubahan tersebut akan reversible apabila pemanasan

dilakukan pada atau mendekati kondisi yang mempunyai kestabilan optimum

yaitu pH 9 dengan pemanasan tidak terlalu lama untuk menghindari terjadinya

degradasi panas (Anonim, 1977).

Viskositas larutan karaginan terutama disebabkan oleh sifat karaginan

sebagai polielektrolit. Gaya tolakan (repulsion) antar muatan-muatan negatif

sepanjang rantai polimer yaitu gugus sulfat, mengakibatkan rantai molekul

menegang. Karena sifat hidrofiliknya, polimer tersebut dikelilingi oleh molekul-

12
molekul air yang termobilisasi, sehingga menyebabkan larutan karaginan bersifat

kental (Guiseley et al., 1980). Moirano (1977) mengemukakan bahwa semakin

kecil kandungan sulfat, maka nilai viskositasnya juga semakin kecil, tetapi

konsistensi gelnya semakin meningkat (Samsuar, 2006).

2.7 Pembentukan gel

Menurut Fardiaz (1989), pembentukan gel adalah suatu fenomena

penggabungan atau pengikatan silang rantai-rantai polimer sehingga terbentuk

suatu jala tiga dimensi bersambungan. Selanjutnya jala ini menangkap atau

mengimobilisasikan air di dalamnya dan membentuk struktur yang kuat dan kaku.

Sifat pembentukan gel ini beragam dari satu jenis hidrokoloid ke jenis lain,

tergantung pada jenisnya. Gel mempunyai sifat seperti padatan, khususnya sifat

elastis dan kekakuan.

Kappa-karaginan dan iota-karaginan merupakan fraksi yang mampu

membentuk gel dalam air dan bersifat reversible yaitu meleleh jika dipanaskan

dan membentuk gel kembali jika didinginkan. Proses pemanasan dengan suhu

yang lebih tinggi dari suhu pembentukan gel akan mengakibatkan polimer

karaginan dalam larutan menjadi random coil (acak). Bila suhu diturunkan, maka

polimer akan membentuk struktur double helix (pilinan ganda) dan apabila

penurunan suhu terus dilanjutkan polimer-polimer ini akan terikat silang secara

kuat dan dengan makin bertambahnya bentuk heliks akan terbentuk agregat yang

bertanggung jawab terhadap terbentuknya gel yang kuat (Glicksman, 1983).

13
Jika diteruskan, ada kemungkinan proses pembentukan agregat terus

terjadi dan gel akan mengerut sambil melepaskan air. Proses terakhir ini disebut

sineresis (Fardiaz, 1989).

Kemampuan pembentukan gel pada kappa dan iota karaginan terjadi pada

saat larutan panas yang dibiarkan menjadi dingin karena mengandung gugus 3,6-

anhidrogalaktosa. Adanya perbedaan jumlah, tipe dan posisi gugus sulfat akan

mempengaruhi proses pembentukan gel. Kappa karaginan dan iota karaginan akan

membentuk gel hanya dengan adanya kation-kation tertentu seperti K+, Rb+ dan

Cs+. Kappa karaginan sensitif terhadap ion kalium dan membentuk gel kuat

dengan adanya garam kalium, sedangkan iota karaginan akan membentuk gel

yang kuat dan stabil bila ada ion Ca2+, akan tetapi lambda karaginan tidak dapat

membentuk gel (Glicksman, 1983). Potensi membentuk gel dan viskositas larutan

karaginan akan menurun dengan menurunnya pH, karena ion H+ membantu

proses hidrolisis ikatan glikosidik pada molekul karaginan (Angka dan Suhartono,

2000).

Gambar 2 menunjukkan proses terjadinya gel karaginan. Proses ini diawali

dengan perubahan polimer karaginan menjadi bentuk gulungan acak. Perubahan

ini disebabkan proses pemanasan dengan suhu yang lebih tinggi dari suhu

pembentukan gel karaginan. Ketika suhu diturunkan, maka polimer karaginan

akan membentuk struktur pilinan ganda dan menghasilkan titik - titik pertemuan

(junction points) dari rantai polimer (Glicksman, 1979).

14
Gambar 2. Proses Pembentukan Gel Karaginan (Bubnis, 2000)

Hanya kappa dan iota karaginan saja yang mampu membentuk gel.

Lambda karaginan tidak mampu membentuk gel karena tidak mengandung 3,6-

anhidrogalaktosa (Glicksman, 1983). Proses pembentukan gel karaginan terjadi

ketika larutan panas karaginan dibiarkan menjadi dingin. Gel yang dihasilkan

bersifat thermoreversible yaitu gel akan mencair jika dipanaskan dan akan

membentuk gel kembali bila didinginkan (Glicksman, 1983). Menurut Bubnis

(2000), adanya gugus sulfat membuat baik kappa maupun iota karaginan menjadi

bersifat anionik (bermuatan negatif). Penambahan kation dapat membantu

pembentukan gel karaginan. Penambahan ion kalium (K+) dan kalsuim (Ca2+)

pada kappa karaginan dan iota karaginan akan menetralkan muatan dari karaginan

tersebut. Kedua kation tersebut, kalium pada kappa karaginan dan kalsium pada

iota karaginan, akan berikatan dengan sulfat. Hal ini menyebabkan dua rantai

panjang karaginan bergerak mendekat dan membentuk ikatan hidrogen dan

akhirnya membentuk double helix.

15
Konsistensi gel dipengaruhi beberapa faktor antara lain: jenis dan tipe

karaginan, konsistensi, adanya ion-ion serta pelarut yang menghambat

pembentukan hidrokoloid (Towle, 1973).

2.8 Proses Pembuatan Karaginan

Proses produksi karaginan pada dasarnya terdiri atas proses penyiapan

bahan baku, ekstraksi karaginan dengan menggunakan bahan pengekstrak,

pemurnian, pengeringan dan penepungan. Penyiapan bahan baku meliputi proses

pencucian rumput laut untuk menghilangkan pasir, garam mineral, dan benda

asing yang masih melekat pada rumput laut (Anggadiredja, 2009).

Ekstraksi karaginan dilakukan dengan menggunakan air panas atau larutan

alkali panas (Food Chemical Codex 1981). Suasana alkalis dapat diperoleh

dengan menambahkan larutan basa misalnya larutan NaOH, Ca(OH)2, atau KOH

sehingga pH larutan mencapai 8-10. Volume air yang digunakan dalam ekstraksi

sebanyak 30 - 40 kali dari berat rumput laut. Ekstraksi biasanya mendekati suhu

didih yaitu sekitar 90 – 95 oC selama satu sampai beberapa jam. Penggunaan

alkali mempunyai dua fungsi, yaitu membantu ekstraksi polisakarida menjadi

lebih sempurna dan mempercepat eliminasi 6-sulfat dari unit monomer menjadi

3,6-anhidro-D-galaktosa sehingga dapat meningkatkan kekuatan gel dan

reaktivitas produk terhadap protein (Towle, 1973). Penelitian yang dilakukan

Zulfriady dan Sudjatmiko (1995), menunjukkan bahwa ekstraksi karaginan

menggunakan (KOH) berpengaruh terhadap kenaikan rendemen dan mutu

karaginan yang dihasilkan.

16
Pemisahan karaginan dari bahan pengekstrak dilakukan dengan cara

penyaringan dan pengendapan. Penyaringan ekstrak karaginan umumnya masih

menggunakan penyaringan konvensional yaitu kain saring dan filter press, dalam

keadaan panas yang dimaksudkan untuk menghindari pembentukan gel (Chapman

dan Chapman 1980). Pengendapan karaginan dapat dilakukan antara lain dengan

metode gel press, KCl freezing, KCl press, atau pengendapan dengan alkohol

(Samsuar, 2006).

2.9 Manfaat Karaginan

Karaginan sangat penting peranannya sebagai stabilizer (penstabil),

thickener (bahan pengentalan), pembentuk gel, pengemulsi dan lain-lain. Sifat ini

banyak dimanfaatkan dalam industri makanan, obat-obatan, kosmetik, tekstil, cat,

pasta gigi dan industri lainnya (Winarno, 1996). Selain itu juga berfungsi sebagai

penstabil, pensuspensi, pengikat, protective (melindungi kolid), film former

(mengikat suatu bahan), syneresis inhibitor (mencengah terjadinya pelepasan air)

dan flocculating agent (mengikat bahan-bahan (Anggadireja, 2009).

Tabel 3. Bentuk aplikasi karaginan dalam berbagai bentuk

Konsentrasi
Produk Fungsi Tipe Karaginan
(%)
Dalam Air
Dessert gels Gelasi Kappa + iota 0,5 – 1,0
Kappa + iota +
locust bean gum
Low calorie gels Gelasi Kappa + iota 0,5 – 1,0
Non-dairy puddings Stabilisasi emulsi Kappa 0,1 – 0,3
Syrups Suspense, bodying Kappa, lambda 0,3 – 0,5
BBQ dan pizza Bodying Kappa 0,2 – 0,5
sauces
Whipped toppings Stabilisasi emulsi Kappa, iota 0,1 – 0,3
Ilmitation coffe Stabilisasi emulsi Lambda 0,1 – 0,2
creams
17
Produk Fungsi Tipe Karaginan Konsentrasi
(%)
Dalam susu
Milk gels
Cooked flans Gelasi, mouthfeel Kappa, 0,2 – 0,3
Cold-prepared Tickening, gelasi kappa+iota 0,2 – 0,3
custards Kappa, iota,
Pudding dan pie Reduced starch, lambda 0,1 – 0,2
fillings lower burn-on
Ready-to-eat Syneresis control, Kappa 0,1 – 0,2
dessert mouthfeel
Iota
Whipped products
Whipped cream Stabilize overrun Lambda 0,05 – 0,15
Aerosol cream Stabilize overrun, Kappa 0,02 – 0,05
stabilisasi emulsi
Cold-prepared
milks
Shakes Suspense, mouthfeel, Lambda 0,1 – 0,2
stabilize overrun
Frozen dessert
Ice cream, ice milk Whey prevention, Lambda 0,1 – 0,2
control meltdown
Pasteurized milks
Susu cokelat Suspensi dan Kappa 0,015–0,03
mouthfeel Kappa + lambda 0,03 – 0,10
Soy milks Suspensi dan Kappa + iota 0,02 – 0,04
mouthfeel
Suspensi dan
mouthfeel
Sterilized milks
Susu cokelat Suspensi dan Kappa, lambda 0,01 – 0,03
Evaporated mouthfeel Kappa 0,005-0,015
Stabilisasi emulsi
Processed cheese
Cheese slices and Improve slicing dan Kappa 0,5 – 3,0
blocks grating control
melting
Sumber : Imeson (2000)

18
III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitiian

Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Mei hingga bulan Juli 2012.

Lokasi penelitian di Teaching Industry dan Laboratorium Processing Keteknikan

Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas

Hasanuddin, Makassar.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi Oil Bath (Julabo),

Gelas piala 250 ml dan 300 ml, labu ukur, timbangan analitik Mettler Toledo

PL60L-S ketelitian 0,01 gram, kain saring, cawan porselin, thermometer,

Visikometer Brookfield DE-RV version 1.00, Tray dryer tipe Cross Flow, TA-XT

Plus Texture Analyzer, Hot plate, pipa PVC ¾ inci, Pulpurizer Analitycal Mill

IKA A11.

Bahan utama yang digunakan yaitu rumput laut jenis Eucheuma cottonii

dengan umur panen 50 hari yang diperoleh dari desa Lasitaeng, Kecamatan

Tanererilau, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan. Bahan kimia yang digunakan

selama proses pembuatan Alkali Treated Cottonii (ATC) adalah KOH, aquadest

dan kertas label

3.3 Prosedur Penelitian

a. Persiapan Bahan

Menyiapkan rumput laut jenis Euchuema cottonii dengan umur

panen 50 hari. Kemudian mencuci Eucheuma cottonii menggunakan air

19
laut untuk menghilangkan benda asing yang melekat. Lalu mengeringkan

Eucheuma cottonii diatas terpal hingga mencapai kadar air 30%.

Persiapan larutan KOH dengan Konsentrasi 0,5 N dimana

melarutkan 28,05 gram KOH dengan 1 liter aquadest, untuk konsentrasi 1

N melarutkan 56,10 gram KOH dengan 1 liter air. Sedangkan untuk

konsentrasi 2 N melarutkan 112,2 gram KOH dengan 1 liter aquadest

b. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini diterapkan tiga perlakuaan yaitu dengan konsentrasi

KOH 0,5 N, 1 N, 2 N, sedangkan lama pemasakan 1, 2, 3 jam, dan suhu

yang digunakan 70, 75 , dan 80 oC.

Mengambil 12,5 gram rumput laut kering kemudian mencucinya

dan direndam dalam aquadest selama 15 menit. Hal ini bertujuan agar

sisa garam dan kotoran yang masih menempel hilang.

Proses alkalisasi rumput laut dilakukan dengan cara mengambil

12,5 gram rumput laut kering yang telah direndam kemudian diberi

perlakuan KOH 0,5 N, 1 N dan 2 N diekstrak dengan menggunakan

larutan KOH dengan konsentrasi terpilih dengan volume larutan

pengekstrak 20 kali bobot rumput laut (1:20). Pemasakan dilakukan

dengan cara memasukkan sampel kedalam gelas piala kemudian

dimasukkan di dalam Oil bath pada suhu 70, 75, 80 oC selama 1, 2, 3 jam.

Setelah proses pemasakan selesai rumput laut disaring dengan kain saring

dan dicuci, Rumput laut kemudian dikeringkan dengan menggunakan alat

pengering Tray Dryer pada suhu pengeringan 60 oC selama 90 menit.

20
Setelah dikeringkan rumput laut kemudian dipotong-potong, Rumput laut

yang telah dipotong-potong kemudian dijadikan tepung ATC dengan

menggunakan alat pupplizer dengan ukuran 40-60 mesh.

Diagram alir pembuatan ATC dapat dilihat pada gambar berikut:

RUMPUT LAUT KERING


UMUR 50 HARI

PENCUCIAN

PERENDAMAN DENGAN AIR


SELAMA 15 MENIT

ALKALISASI:
LARUTAN KOH 0,5, 1, 2 N; LAMA PEMASAKAN 1, 2, 3 JAM; DAN
SUHU PEMANASAN 70, 75, 80 OC

PENYARINGAN: DENGAN KAIN KASA

PENCUCIAN

PENGERINGAN
(60 oC) (90 Menit)

PEMOTONGAN
RENDEMEN

PENEPUNGAN
VISKOSITAS

TEPUNG ATC KEKUATAN GEL

Gambar 3. Proses pembuatan tepung ATC

21
3.4 Parameter yang diukur

Mutu karaginan yang dihasilkan kemudian dianalisis rendemen, kekuatan

gel, viskositas.

1) Rendemen

Rendemen karaginan sebagai hasil ekstraksi dihitung berdasarkan

rasio antara berat karaginan yang dihasilkan dengan berat rumput laut

kering yang digunakan.


𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑇𝑒𝑝𝑢𝑛𝑔 𝐴𝑇𝐶
Rendemen (%) =𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 x 100% ………………..(1).
𝑟𝑢𝑚𝑝𝑢𝑡 𝑙𝑎𝑢𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔

2) Kekuatan Gel

Larutan karaginan dengan konsentrasi 1,50% (b/v) dilarutkan

dalam aquades. Larutan diaduk dengan menggunakan magnetic stirrer

sampai homogen kemudian dipanaskan sampai suhu 90 oC selama 15

menit. Tuang larutan dalam pipa PVC ¾ inci dengan tinggi 3 cm, lalu

masukkan ke dalam refrigerator pada suhu 10 oC selama 17+2 jam.

Selanjutnya diukur menggunakan alat TA-XT Plus Texture Analyzer

dengan probe SMS P/35 dengan distance maksimum 2 cm. Kekuatan gel

dinyatakan dalam satuan g/cm2.

3) Viskositas

Larutan karaginan dengan konsentrasi 1,5% dipanaskan dalam

gelas piala hingga mencapai suhu 90 oC sambil diaduk secara teratur


o
sampai suhu mencapai 76-77 C. Viskositas diukur dengan spindel

viscometer Brookfield yang berputar pada kecepatan 100 rpm dengan

22
jarum spindle no.2. Spindle terlebih dahulu dipanaskan pada suhu 75 oC

kemudian dipasangkan ke alat ukur Viscometer Brookfield. Posisi spindle

dalam larutan panas diatur sampai tepat, viscometer diputar dan suhu

larutan diukur. Pembacaan dilakukan setelah satu menit putaran penuh

dengan satuan cP.

3.5 Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

rancangan acak lengkap faktorial dengan tiga faktor utama yaitu: suhu pemanasan

dengan 3 taraf, konsentrasi KOH dengan 3 taraf, dan lama ekstraksi dengan 3

taraf. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 2 (dua) kali dengan jumlah

satuan percobaan yang diamati adalah: 3x3x3x2 =54 unit.

 Faktor Suhu (A)


A1 = 70o C
A2 = 75 o C
A3 = 80 o C
 Faktor lama pemasakan (B)
B1 = 1 jam
B2 = 2 jam
B3 = 3 jam
 Faktor konsentrasi KOH (C)
C1 = 0,5 N
C2 = 1 N
C3 = 2 N

Data hasil pengamatan diolah dengan analisis ragam dan dilanjutkan

dengan Uji Beda Jarak Berganda Duncan (Steel dan Torrie, 1993). Data diolah

dengan program SPSS 17 pada tingkat kepercayaan 95%. Model rancangan

percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut:

23
Yijkl = µ + Ai + Bj + Ck +ABij + ACik +BCjk + ABCijk + εijkl……….(2).

Dimana:

Yijkl = Nilai pengamatan (Rendemen, Viskositas, Kekuatan Gel)


µ = Nilai tengah umum
Ai = Pengaruh suhu taraf ke-i (i=1,2,3)
Bj = Pengaruh lama pemasakan taraf ke-j (j=1,2,3)
Ck = Pengaruh konsentrasi KOH taraf ke-k (k=1,2,3)
ABij = Pengaruh interaksi suhu taraf ke-i (i=1,2,3) dengan lama
pemasakan taraf ke-j (j=1,2,3)
ACik =Pengaruh interaksi suhu taraf ke-i (i=1,2,3) dengan
konsentrasi KOH taraf ke-k (k=1,2,3)
BCjk = Pengaruh interaksi lama pemasakan taraf ke-j (j=1,2,3)
dengan konsentrasi KOH taraf ke-k (k=1,2,3)
ABCijk =Pengaruh interaksi suhu taraf ke-i (i=1,2,3), lama
pemasakan taraf ke-j (j=1,2,3) dan konsentrasi KOH taraf
ke-k (k=1,2,3)
εijkl = Pengaruh galat percobaan.

24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Rendemen

Rendemen produk dari suatu pengolahan merupakan salah satu faktor

yang memegang peranan penting dalam suatu proses industri dan pengolahan

produk selanjutnya. Semakin tinggi nilai rendemen semakin besar output yang

dihasilkan. Dalam penelitian ini, rendemen ATC yang dimaksudkan adalah berat

ATC yang dihasilkan dari rumput laut kering dan dinyatakan dalam persen.

Rata-rata nilai rendemen karaginan yang dihasilkan pada penelitian ini

berkisar antara 35,82 – 56,50%. Nilai rendemen tertinggi diperoleh dari perlakuan

lama pemasakan 3 jam, konsentrasi KOH 2 N dan suhu pemasakan 75 oC (A24),

sedangkan nilai rendemen terendah pada perlakuan lama pemasakan 2 jam,

konsentrasi KOH 0,5 N dan suhu pemasakan 80 oC (A16). Rendemen yang

dihasilkan pada penelitian ini masih memenuhi standar minimum rendemen

karaginan yang ditetapkan oleh Anonim (1989), yaitu sebesar 25%.

Hasil analisis ragam (Lampiran 3.b) menunjukkan bahwa waktu

pemasakan, suhu pemasakan, dan konsentrasi KOH memberikan pengaruh nyata

terhadap nilai rendemen yang dihasilkan. Demikian pula interaksi antara waktu

pemasakan dengan suhu pemasakan dan interaksi suhu pemasakan dengan

konsentrasi KOH memberikan pengaruh nyata terhadap nilai rendemen,

sedangkan interaksi antara waktu pemasakan dengan konsentrasi KOH dan

interaksi antar perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap nilai

rendemen yang dihasilkan.

25
Berdasarkan uji lanjut Duncan (Lampiran 3.c) menunjukkan bahwa lama

pemasakan 3 jam memiliki nilai rendemen tertinggi dan berbeda nyata dengan

lama pemasakan 1 jam serta tidak berbeda nyata dengan lama pemasakan 2 jam.

Perlakuan suhu pemasakan 70 oC menunjukkan nilai rendemen tertinggi dan tidak

berbeda nyata dengan suhu 75 oC serta berbeda nyata dengan suhu 80 oC.

Demikian pula dengan perlakuan konsentrasi 2 N memiliki nilai rendemen

tertinggi dan berbeda nyata dengan konsentrasi 1 N dan 0,5 N.

Pengaruh lama pemasakan, konsentrasi KOH dan suhu pemasakan

terhadap rendemen karaginan Eucheuema cottonii yang dihasilkan dapat dilihat

pada Gambar 4.

Gambar 4.a. Rendemen Karaginan dari Perlakuan Konsentrasi KOH 0,5 N, Suhu
Pemasakan, dan Lama Pemasakan

26
Gambar 4.b. Rendemen Karaginan dari Perlakuan Konsentrasi KOH 1 N, Suhu
Pemasakan, dan Lama Pemasakan

Gambar 4.c. Rendemen Karaginan dari Perlakuan Konsentrasi KOH 2 N, Suhu


Pemasakan, dan Lama Pemasakan

Dari Gambar 4 terlihat bahwa rendemen karaginan mengalami

peningkatan dengan bertambahnya konsentrasi KOH. Konsentrasi KOH sangat

mempengaruhi rendemen yang dihasilkan. Hal ini diduga karena semakin tinggi

konsentrasi KOH selama ekstraksi berlangsung, menyebabkan pHnya semakin

27
tinggi sehingga kemampuan KOH dalam mengekstrak semakin besar. Dimana

perlakuan alkali membantu ekstraksi polisakarida menjadi sempurna, juga

mempercepat terbentuknya 3,6 anhidrogalaktosa selama proses ekstraksi

berlangsung (Yasita. D dan Rachmawati. I.D, 2010).

Semakin tinggi konsentrasi larutan alkali yang diberikan maka semakin

tinggi pula rendemen yang dihasilkan. Hal tersebut disebabkan karena semakin

tinggi konsentrasi larutan alkali maka semakin tinggi titik lelehnya sehingga

rumput laut tidak banyak yang larut saat dipanaskan. Sesuai dengan pendapat

Anonim (2003), bahwa perebusan rumput laut dalam larutan alkali dimaksudkan

untuk meningkatkan titik leleh karaginan di atas suhu pemasaknya sehingga tidak

larut menjadi pasta.

Rendemen karaginan juga dipengaruhi lama dan suhu ekstraksi. Semakin

lama proses pemasakan akan meningkatkan rendemen karaginan. Hal ini

disebabkan karena semakin lama rumput laut kontak dengan panas maupun

dengan larutan pengekstrak, maka semakin banyak karaginan yang terlepas dari

dinding sel dan menyebabkan rendemen karaginan semakin tinggi.

Menurut Chapman and Chapman (1980), rendemen karaginan

dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu spesies, iklim, metode ekstraksi, waktu

pemanenan, dan lokasi budidaya. Menurut Suryaningrum (1988) umur panen 50

hari memberikan nilai rendemen yang lebih baik, hal ini disebabkan

meningkatnya karbohidrat yang berupa galaktan serta ekstrak metabolit primer

dan sekunder hasil fotosintesis.

28
4.2 Viskositas

Viskositas merupakan salah satu sifat fisik karaginan yang cukup penting.

Pengujian viskositas dilakukan untuk mengetahui tingkat kekentalan karaginan

sebagai larutan pada konsentrasi dan suhu tertentu. Viskositas karaginan biasanya

diukur pada suhu 75 oC dengan konsentrasi 1,5% (Anonim, 1990).

Viskositas larutan karaginan terutama disebabkan oleh sifat karaginan

sebagai polielektrolit. Gaya tolakan (repulsion) antar muatan-muatan negatif

sepanjang rantai polimer yaitu gugus sulfat, mengakibatkan rantai molekul

menegang. Karena sifat hidrofiliknya, polimer tersebut dikelilingi oleh molekul-

molekul air yang terimobilisasi, sehingga menyebabkan larutan karaginan bersifat

kental (Guiseley et al., 1980). Moirano (1977 dalam Samsuar, 2006)

mengemukakan bahwa semakin kecil kandungan sulfat, maka nilai viskositasnya

juga semakin kecil, tetapi konsistensi gelnya semakin meningkat.

Nilai viskositas karaginan yang dihasilkan pada penelitian ini adalah rata-

rata berkisar antara 13,20 – 87,40 cP. Nilai viskositas tertinggi diperoleh dari

perlakuan lama pemasakan 3 jam, suhu pemasakan 70 oC, konsentrasi KOH 0,5

N, sedangkan nilai terendah diperoleh dari perlakuan lama pemasakan 1 jam, suhu

pemasakan 70 oC, konsentrasi KOH 2 N. Nilai viskositas karaginan yang

diperoleh masih memenuhi standar yang di tetapkan olah FAO minimal 5 cP

(Anonim, 1990).

Hasil analisis ragam (Lampiran 4.b) menunjukkan bahwa lama

pemasakan, suhu pemasakan, interaksi perlakuan waktu pemasakan dengan

konsentrasi, interaksi antara suhu pemasakan dengan konsentrasi serta interaksi

29
antar perlakuan tersebut tidak memberikan pengaruh nyata terhadap nilai

viskositas yang dihasilkan, sedangakan konsentrasi KOH dan interaksi perlakuan

lama pemasakan dengan suhu pemasakan memberikan pengaruh nyata terhadap

nilai viskositas yang dihasilkan pada penelitian ini.

Berdasarkan uji lanjut Duncan (Lampiran 4.c) menunjukkan bahwa lama

pemasakan 1 jam memiliki nilai viskositas tertinggi dan tidak berbeda nyata

dengan lama pemasakan 2 jam dan 3 jam. Perlakuan dengan suhu pemasakan

75 oC memberikan nilai viskositas tertinggi dan tidak berbeda nyata dengan suhu

pemasakan 80 oC dan 70 oC. Sedangkan untuk perlakuan konsentrasi KOH 0,5 N

memberikan nilai viskositas tertinggi dan berbeda nyata dengan konsentrasi KOH

1 N dan 2 N.

Pengaruh perlakuan lama pemasakan, suhu pemasakan dan konsentrasi

KOH terhadapa nilai viskositas yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5.a. Viskositas Karaginan dari Perlakuan Konsentrasi KOH 0,5 N, Suhu
Pemanasan, dan Lama Pemasakan

30
Gambar 5.b. Viskositas Karaginan dari Perlakuan Konsentrasi KOH 1 N, Suhu
Pemanasan, dan Lama Pemasakan

Gambar 5.c. Viskositas Karaginan dari Perlakuan Konsentrasi KOH, Suhu


Pemanasan, dan Lama Pemasakan 3 Jam
Dari Gambar 5 terlihat semakin tinggi suhu maka semakin rendah nilai

viskositasnya. Dimana viskositas larutan karaginan menurun dengan naiknya suhu

dan perubahan ini bersifat eksponensial. Perubahan tersebut akan

31
reversible apabila pemanasan dilakukan pada atau mendekati kondisi yang

mempunyai kestabilan optimum yaitu pH 9 dengan pemanasan tidak terlalu lama

untuk menghindari terjadinya degradasi panas (FMC Corp, 1977).

Menurut Guiseley and Stanley (1980), viskositas pada karaginan

disebabkan oleh adanya daya tolak menolak antar grup sulfat yang bermuatan

negatif disepanjang rantai polimernya, sehingga menyebabkan rantai polimer

kaku dan tertarik kencang. Karena sifat hidrofilik menyebabkan molekul tersebut

dikelilingi oleh air yang tidak bergerak, dan hal inilah yang menyebabkan nilai

viskositas karaginan meningkat.

Berdasarkan konsentrasi KOH, terlihat bahwa rata-rata nilai viskositas

meningkat dengan berkurangnya konsentrasi KOH. Towle (1973 dalam Samsuar,

2006) menyatakan bahwa viskositas karaginan dipengaruhi oleh beberapa factor

yaitu konsentrasi karaginan, temperature, tingkat disperse, kandungan sulfat, dan

berat molekul karaginan. Suryaningrum, (1991), melaporkan bahwa peningkatan

konsistensi gel menyebabkan nilai viskositas karaginan semakin kecil.

Lama pemasakan juga berpengaruh terhadap nilai viskositas yang

dilakukan. Hal ini diduga karena pada waktu ekstraksi yang pendek,

menghasilkan larutan karaginan yang tidak terlalu kental, sehingga proses

eliminasi sulfat dapat lebih sempurna. Dengan terdapatnya sulfat pada larutan

sehingga meningkatkan nilai viskositas yang dihasilkan.

4.3 Kekuatan Gel

Kekuatan gel sangat penting untuk menentukan perlakuan yang terbaik

dalam proses ekstraksi tepung karaginan. Kekuatan gel karaginan dinyatakan

32
sebagai breaking force yang didefinisikan sebagai bahan maksimum yang

dibutuhkan untuk memecahkan matriks polimer pada daerah yang dibebani

(White and Englar, 1980). Konsistensi gel karaginan dipengaruhi oleh beberapa

faktor antara lain jenis dan tipe karaginan, konsentrasi, adanya ion-ion serta

pelarut yang menghambat pembentukan hidrokoloid (Towle, 1973).

Kekuatan gel karaginan yang diperoleh dari hasil penelitian ini rata-rata

berkisar 47,73 – 407,71 g/cm2. Nilai kekuatan gel tertinggi diperoleh dari

perlakuan lama pemasakan 2 jam, suhu pemasakan 80 oC, konsentrasi KOH 0,5

N, sedangkan nilai terendah diperoleh dari perlakuan lama pemasakan 1 jam, suhu

pemasakan 70 oC, dan konsentrasi KOH 2 N.

Hasil analisis ragam kekuatan gel (Lampiran 5.b) menunjukkan bahwa

Konsentrasi KOH memberikan pengaruh nyata terhadap kekuatan gel haraginan

yang dihasilkan, sedangakan lama pemasakan, suhu pemasakan, dan interaksi

perlakuan yang diterapkan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kekuatan

gel karaginan yang dihasilkan.

Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 5.c) menunjukkan perlakuan lama

pemasakan 2 jam memberikan nilai kekuatan gel tertinggi dan tidak berbeda nyata

dengan perlakuan lama pemasakan 1 dan 3 jam. Perlakuan suhu pemasakan 80 oC

memberikan nilai kekuatan gel tertinggi dan tidak berbeda nyata dengan

perlakuan suhu 70 dan 75 oC. Demikian pula dengan perlakuan konsentrasi KOH

0,5 N memberikan nilai kekuatan gel tertinggi dan berbeda nyata dengan

konsentrasi 1 dan 2 N.

33
Pengaruh perlakuan terhadap nilai kekuatan gel karaginan rumput laut

Eucheuma cottonii dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6.a. Kekuatan Gel dari Perlakuan Konsentrasi KOH 0,5 N, Suhu
Pemanasan, dan Lama Pemasakan

Gambar 6.b. Kekuatan Gel dari Perlakuan Konsentrasi KOH 1 N, Suhu


Pemanasan, dan Lama Pemasakan

34
Gambar 6.c. Kekuatan Gel dari Perlakuan Konsentrasi KOH 2 N, Suhu
Pemanasan, dan Lama Pemasakan

Berdasarkan Gambar 6 terlihat bahwa secara umum pola kekuatan gel

tepung karaginan yang dihasilkan dari berbagai kombinasi perlakuan yang

diterapkan adalah tetap dan polanya berlawanan dengan viskositas karaginan. Hal

ini menunjukkan bahwa nilai viskositas berbanding terbalik dengan nilai kekuatan

gel, yaitu jika viskositas tinggi maka kekuatan gel cenderung lebih rendah,

demikian pula sebaliknya jika nilai viskositas yang diperoleh rendah maka

kekuatan gel akan tinggi.

Hasil pengukuran kekuatan gel dalam penelitian ini masih jauh dibawah

standar karaginan yang dibutuhkan untuk industri pangan yaitu sebesar 500

g/cm2. Namun jika dibandingkan dengan hasil pengukuran kekuatan gel agar-agar

kertas yang ada dipasaran yang berkisar antara 50 sampai 115 gr/cm2. Rendahnya

kekuatan gel dalam penelitian ini kemungkinan disebabkan banyaknya kotoran

atau selulosa yang ikut tersaring kedalam filtrat. Menurut Towle (1973) tekstur

karaginan dipengaruhi oleh jenis dan konsentrasi karaginan, tipe ion yang ada

serta adanya senyawa lain yang tidak dapat membeku. Menurut Guisley et al.,

(1980) pembentukan gel karaginan dari bentuk cair ke bentuk padat melibatkan

35
penggabungan ikatan polimer sehingga membentuk helik rangkap yang akan

membentuk jaringan tiga dimensi.

Bila suhu diturunkan, maka polimer akan membentuk struktur double helix

(pilinan ganda) dan apabila penurunan suhu terus dilanjutkan polimer-polimer ini

akan terikat silang secara kuat dan dengan makin bertambahnya bentuk heliks

akan terbentuk agregat yang bertanggung jawab terhadap terbentuknya gel yang

kuat (Glicksman, 1969). Jika diteruskan, ada kemungkinan proses pembentukan

agregat terus terjadi dan gel akan mengerut sambil melepaskan air. Proses terakhir

ini disebut sineresis (Fardiaz, 1989).

Dari hasil penelitian yang dilakukan nilai kekuatan gel yang diperoleh

tidak konsisten, hal ini mungkin disebabkan lama waktu tunggu proses

pengukuran kekuatan gel yang terlalu banyak yang melebihi 12 jam, sedangkan

gel yang ingin diukur melebihi waktu tunggu yang talah ditetapkan, sehingga nilai

yang dihasilkan tidak seragam. Menurut Bubnis (2000), selama proses

pembentukan gel jumlah 3,6-anhidrogalaktosa mengalami peningkatan. Semakin

lama waktu yang dibutuhkan dalam pembentukan gel maka semakin banyak 3,6-

anhidrogalaktosa yang dihasilkan. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan

nilai gel strength. Kealy (2003) menyatakan bahwa sedikitnya dibutuhkan waktu

selama 12 jam agar karaginan dapat mencapai gel strength optimal. Namun

setelah mencapai kondisi optimal, gel strength cenderung akan mengalami

penurunan. Hal ini diakibatkan terjadinya reduksi bobot molekul karaginan yang

kontinu (Bubnis, 2000).

36
V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.2 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh maka dapat ditarik kesimpulan

1. Perlakuan lama pemasakan, suhu pemasakan, dan konsentrasi KOH serta

interaksi antara lama pemasakan dengan suhu pemanasan dan interaksi

antara suhu pemanasan dan konsentrasi KOH memberikan pengaruh nyata

terhadap mutu karaginan yaitu rendemen, viskositas dan kekuatan gel

2. Kisaran rata-rata rendemen yang dihasilkan 35.82 - 56.50%, viskositas

13,20 – 87,40 cP, dan kekuatan gel 47,73 – 407,71 g/cm2.

3. Nilai rendemen tertinggi diperoleh dari perlakuan lama pemasakan 3 jam,

konsentrasi KOH 2 N dan suhu pemasakan 75 oC

4. Nilai viskositas tertinggi diperoleh dari perlakuan lama pemasakan 3 jam,

suhu pemasakan 70 oC, konsentrasi KOH 0,5 N

5. Nilai kekuatan gel tertinggi diperoleh dari perlakuan lama pemasakan 2

jam, suhu pemasakan 80 oC, konsentrasi KOH 0,5 N

5.2 SARAN

Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan perlakuan umur panen rumput

laut terhadap mutu karaginan yang dihasilkan, Dan juga perlu dilakukan

penelitian tentang analisis financial dari pengolahan ATC dalam skala rumah

tangga sehingga bisa dimanfaatkan oleh petani rumput laut.

37
DAFTAR PUSTAKA

Andriani D. 2006. Pengolahan rumput laut (Eucheuma cottonii) menjadi tepung


ATC (Alkali Treated Cottonii) dengan jenis dan konsentrasi larutan alkali
yang berbeda [skripsi]. Makassar : Fakultas Pertanian dan Kehutanan,
Universitas Hasanudddin.

Anggadiredja TJ. 2009. Rumput Laut. Swadaya: Jakarta.

Angka SL dan Suhartono MT, 2000. Bioteknologi Hasil Laut. Pusat Kajian
Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor: Bogor.

Anonim, 1977. Carrageenan. Marine Colloid Monograph Number One. Mareine


colloid Division FMC Corporation. Springfeild: New Jersey.

Anonim, 1981. Carrageenan. National Academy Press Washington.

Anonim, 1989. Ekspor Rumput Laut Indonesia. Departemen Perdagangan:Jakarta.

Anonim, 1990. Training Manual on Gracilaria Culture and Seaweed Processing


in China. Rome.

Anonim, 2003. Pengolahan Rumput Laut. Balai Riset Kelautan dan Perikanan,
Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan dan
Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan.

Atmadja WS. 1996. Pengenalan Jenis Algae Merah. Di dalam: Pengenalan Jenis -
Jenis Rumput Laut Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Oseanologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia: Jakarta.

Bubnis WA, 2000. Carrageenan. http://www.fmcbiopolymer.com/ [12 Juli 2012].

Chapman VJ and Chapman DJ, 1980. Seaweed and their Uses. 3th edition.
Chapman and Hall: London.

cP Kelco Aps, 2012. Carrageenan. Denmark. http://www.cPKelco.com [27


Januari 2012].

Doty Microsoft, 1986. Eucheuma alvarezii sp.nov (Gigertinales, Rhodophyta)


from Malaysia. In: Abbot IA, Norris JN (editors). Taxonomy of Economic
Seaweed. California Sea Grant Collage Program.

Fardiaz, D. 1989. Hidrokoloid. Laboratorium Kimia dan Biokimia pangan Pusat


Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor: Bogor.

38
Ghufran M, Kordi. 2011. Kiat Sukses Budi Daya Rumput Laut di Laut & Tambak.
ANDI OFFSET: Yogyakarta.
Glicksman M, 1983. Food Hydrocolloids.CRS Pres inc Boca Raton: Florida.

Guiseley KB, Stanley NF and White House PA, 1980. Carrageenan. Dalam
Davids RL (ed.). Handbook of Water Soluble Gums and Resins. NY
Toronto, Mc Graw Hill Book Company: London.

Hellebust JA, Cragie JS, 1978. Handbook of Phycological Metodhs. Mc Graw


Hill Book Company: London.

Imeson A. 2000. Carrageenan. Di dalam: Phililps GO, Williams PA (editors).


Handbook of Hydrocolloids. Wood head Publishing. England.

Kealy, R. 2003. Characterisation of Carrageenan. http://www.cheque.uq.edu.au/


[12 Agustus 2008].

Moirano AL, 1977. Sulphate polysaccharides. Dalam Graham HD (ed.). Food


Colloids. Westport Connecticut: The AVI Publishing company Inc.

Noor Z, Zantika A, Istini S, Ghofar A, Sujatmiko W dan Wisman IA, 1990.


Workshop on Seaweed Processing Industry. BPP Teknologi: Jakarta.

Samsuar, 2006. Karakteristik Karaginan Rumput Laut Eucheuma cottonii Pada


Berbagai Umur Panen, Konsentrasi KOH dan Lama Ekstraksi. Tesis.
Sekolah PascaSarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Steel RGD and Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu
Pendekatan Biometrik. Sumantri B, penerjemah. Gramedia Pustaka
Umum: Jakarta.

Sukri N, 2006. Karakteristik Alkali Treated Cottonii (ATC) dan karaginan dari
rumput laut Eucheuma cottonii pada umur panen yang berbeda [skripsi].
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor: Bogor

Suryaningrum TD. 1988. Kajian sifat-sifat mutu komoditas rumput laut budidaya
jenis Eucheuma cottonii [Tesis], Fakultas Pasca Sarjana, Institut Pertanian
Bogor: Bogor

Towle, 1973. Carrageenan. In Whisler RL (ed.). Industrial Gums:


Polysaccharides and their Derivative. Academic Press: New York.

White A and Englar T, 1992. Carrageenan. In: Imeson A (editor). Thickening and
Gelling Agents for Food. Blackie Academic and Frofesional: London.

39
Winarno FG, 1990. Teknologi Pengolahan Rumput laut. Pusat Sinar Harapan:
Jakarta.

Wulandari R, 2010. Pembuatan Karaginan dari Rumput Laut Eucheuma cottonii


dengan Dua Metode. Program Studi D3 Teknik Kimia, Jurusan Teknik
Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Yasita D dan Rachmawati ID. 2010.Optimasi Proses Ekstruksi pada Pembuatan


Karaginan dari Rumput Laut Eucheuma cottoni Untuk Mencapai Food
Grade. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas
Diponegoro.Semarang.

Zulfriady D, Sudjatmiko W, 1995. Pengaruh Kalsium Hidroksida dan Sodium


Hidroksida Terhadap Mutu Karaginan Rumput Laut E. spinosum. Jakarta:
Pusat Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen, Sosial, Ekonomi dan
Penangkapan.

40
Lampiran 1. Matriks perlakuan penelitian

MATRIKS PERLAKUAN
C-
KODE Waktu Suhu SWAR-R Berat RL
ALKALI
A1 1 70 0.5 N 1:20 12.5
A2 1 70 1N 1:20 12.5
A3 1 70 2N 1:20 12.5
A4 1 75 0.5 N 1:20 12.5
A5 1 75 1N 1:20 12.5
A6 1 75 2N 1:20 12.5
A7 1 80 0.5 N 1:20 12.5
A8 1 80 1N 1:20 12.5
A9 1 80 2N 1:20 12.5
A10 2 70 0.5 N 1:20 12.5
A11 2 70 1N 1:20 12.5
A12 2 70 2N 1:20 12.5
A13 2 75 0.5 N 1:20 12.5
A14 2 75 1N 1:20 12.5
A15 2 75 2N 1:20 12.5
A16 2 80 0.5 N 1:20 12.5
A17 2 80 1N 1:20 12.5
A18 2 80 2N 1:20 12.5
A19 3 70 0.5 N 1:20 12.5
A20 3 70 1N 1:20 12.5
A21 3 70 2N 1:20 12.5
A22 3 75 0.5 N 1:20 12.5
A23 3 75 1N 1:20 12.5
A24 3 75 2N 1:20 12.5
A25 3 80 0.5 N 1:20 12.5
A26 3 80 1N 1:20 12.5
A27 3 80 2N 1:20 12.5

41
Lampiran 2. Gambar foto-foto kegiatan penelitian

a. Penimbangan KOH b. Pembuatan Larutan alkali (KOH)

c. Perendaman dengan aquadest d. Proses alkalisasi

e. Setelah Alkalisasi f. Setelah Proses Pengeringan

42
g. Residu proses alkalisasi h. Penimbangan berat ATC

i. Pengukuran Viskositas j. Pengukuran kekuatan gel

43
Lampiran 3. Rekapitulasi data, analisis ragam dan uji lanjut Duncan Rendemen

a. Rekapitulasi Data Rendemen

Rendemen (%)
Kode Sampel
Ulangan 1 Ulangan 2
A1 44.77 43.55
A2 50.29 49.55
A3 50.99 48.90
A4 43.31 43.31
A5 50.16 44.64
A6 47.20 55.06
A7 40.07 38.99
A8 42.58 43.56
A9 46.61 51.85
A10 47.51 47.50
A11 51.65 52.12
A12 53.93 49.99
A13 42.98 43.12
A14 49.50 46.15
A15 49.44 51.05
A16 36.15 35.05
A17 49.31 48.02
A18 51.55 49.36
A19 50.70 50.62
A20 50.35 48.44
A21 52.77 54.45
A22 45.29 43.84
A23 49.97 52.42
A24 57.45 55.55
A25 39.76 32.20
A26 39.97 43.93
A27 49.35 51.09

44
b. Hasil analisis ragam menggunakan SPSS 17

Between-Subjects Factors

N
waktu 1 18
2 18
3 18
suhu 70 18
75 18
80 18
konsentrasi .5 18
1.0 18
2.0 18

a
Levene's Test of Equality of Error Variances
Dependent Variable:rendemen
F df1 df2 Sig.
. 26 27 .
Tests the null hypothesis that the error variance of
the dependent variable is equal across groups.
a. Design: Intercept + waktu + suhu + konsentrasi
+ waktu * suhu + waktu * konsentrasi + suhu *
konsentrasi + waktu * suhu * konsentrasi

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable:rendemen
Type III Sum of
Source Squares df Mean Square F Sig.
a
Corrected Model 1333.264 26 51.279 10.062 .000
Intercept 121576.390 1 121576.390 23856.604 .000
waktu 37.785 2 18.892 3.707 .038
suhu 359.696 2 179.848 35.291 .000
konsentrasi 651.067 2 325.533 63.879 .000
waktu * suhu 84.387 4 21.097 4.140 .010
waktu * konsentrasi 44.717 4 11.179 2.194 .097
suhu * konsentrasi 109.685 4 27.421 5.381 .003
waktu * suhu * konsentrasi 45.926 8 5.741 1.126 .378
Error 137.596 27 5.096
Total 123047.250 54
Corrected Total 1470.859 53
a. R Squared = .906 (Adjusted R Squared = .816)

45
c. Uji lanjut Duncan

rendemen rendemen
a,,b a,,b
Duncan Duncan
Subset Subset
waktu N 1 2 suhu N 1 2
1 18 46.4050 80 18 43.8794
2 18 47.4894 47.4894 75 18 48.5744
3 18 48.4528 70 18 49.8933
Sig. .161 .211 Sig. 1.000 .091
Means for groups in homogeneous subsets Means for groups in homogeneous subsets
are displayed. are displayed.
Based on observed means. Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = The error term is Mean Square(Error) =
5.096. 5.096.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = a. Uses Harmonic Mean Sample Size =
18.000. 18.000.
b. Alpha = .05. b. Alpha = .05.

rendemen
a,,b
Duncan
Subset
konsentrasi N 1 2 3
.5 18 43.0028
1.0 18 47.8672
2.0 18 51.4772
Sig. 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 5.096.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 18.000.
b. Alpha = .05.

46
Lampiran 4. Rekapitulasi data, analisis ragam dan uji lanjut Duncan Viskositas

a. Rekapitulasi data pengukuran viskositas

Viskositas (cP)
Kode Sampel
Ulangan 1 Ulangan 2
A1 75.20 76.40
A2 28.80 24.00
A3 14.80 11.60
A4 81.60 89.60
A5 52.40 49.60
A6 34.80 19.20
A7 43.60 68.40
A8 57.20 32.80
A9 16.80 14.40
A10 80.40 56.80
A11 26.40 30.40
A12 22.00 12.80
A13 60.80 59.20
A14 24.40 42.40
A15 13.60 22.00
A16 78.80 65.60
A17 24.80 22.40
A18 16.80 14.00
A19 77.60 97.20
A20 36.00 19.60
A21 18.80 21.20
A22 60.40 62.00
A23 19.60 31.20
A24 13.20 14.40
A25 64.80 35.20
A26 16.80 36.00
A27 33.20 13.60

47
b. Analisis ragam menggunakan SPSS 17

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable:viskositas
Type III Sum of
Source Squares df Mean Square F Sig.
a
Corrected Model 28881.695 26 1110.834 11.458 .000
Intercept 84459.025 1 84459.025 871.204 .000
waktu 524.699 2 262.350 2.706 .085
suhu 279.153 2 139.576 1.440 .255
konsentrasi 24386.744 2 12193.372 125.776 .000
waktu * suhu 1280.563 4 320.141 3.302 .025
waktu * konsentrasi 351.052 4 87.763 .905 .475
suhu * konsentrasi 948.545 4 237.136 2.446 .071
waktu * suhu * konsentrasi 1110.939 8 138.867 1.432 .228
Error 2617.520 27 96.945
Total 115958.240 54
Corrected Total 31499.215 53
a. R Squared = .917 (Adjusted R Squared = .837)

c. Uji lanjut Duncan

viskositas
a,,b
Duncan
Subset
waktu N 1
3 18 37.2667
2 18 37.4222
1 18 43.9556
Sig. .063
Means for groups in
homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean
Square(Error) = 96.945.
a. Uses Harmonic Mean Sample
Size = 18.000.
b. Alpha = .05.

48
viskositas
a,,b
Duncan
Subset
suhu N 1
80 18 36.4000
70 18 40.5556
75 18 41.6889
Sig. .139
Means for groups in
homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean
Square(Error) = 96.945.
a. Uses Harmonic Mean Sample
Size = 18.000.
b. Alpha = .05.

viskositas
a,,b
Duncan
Subset
konsent
rasi N 1 2 3
2.0 18 18.1778
1.0 18 31.9333
.5 18 68.5333
Sig. 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 96.945.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 18.000.
b. Alpha = .05.

49
Lampiran 5. Rekapitulasi data, analisis ragam dan uji lanjut Duncan Kekuatan gel

a. Rekapitulasi data hasil pengukuran kekuatan gel

Kekuatan Gel (g/cm2)


Kode Sampel
Ulangan 1 Ulangan 2
A1 70.91 150.26
A2 236.60 166.21
A3 43.87 51.59
A4 190.88 153.27
A5 370.03 47.89
A6 355.64 114.99
A7 363.08 355.32
A8 315.11 259.26
A9 131.94 73.403
A10 288.43 213.06
A11 189.47 326.32
A12 235.07 25.793
A13 431.02 226.68
A14 205.99 340.22
A15 56.247 137.20
A16 468.42 347.01
A17 77.18 195.98
A18 140.66 195.70
A19 359.74 307.35
A20 351.71 93.612
A21 206.71 60.828
A22 327.40 339.17
A23 163.40 68.059
A24 61.671 108.84
A25 353.92 357.89
A26 165.05 156.89
A27 101.25 29.409

50
b. Analisis ragam menggunakan SPSS 17

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable:kekuatan gel
Type III Sum of
Source Squares df Mean Square F Sig.
a
Corrected Model 541554.720 26 20829.028 2.473 .011
Intercept 2307889.067 1 2307889.067 274.042 .000
waktu 12720.664 2 6360.332 .755 .480
suhu 14042.949 2 7021.474 .834 .445
konsentrasi 279669.563 2 139834.781 16.604 .000
waktu * suhu 48699.393 4 12174.848 1.446 .246
waktu * konsentrasi 66571.588 4 16642.897 1.976 .127
suhu * konsentrasi 57251.099 4 14312.775 1.700 .179
waktu * suhu * konsentrasi 62599.465 8 7824.933 .929 .509
Error 227385.077 27 8421.670
Total 3076828.864 54
Corrected Total 768939.797 53
a. R Squared = .704 (Adjusted R Squared = .420)

c. Uji lanjut Duncan

kekuatan gel
a,,b
Duncan
Subset
waktu N 1
1 18 191.6807
3 18 200.7166
2 18 227.8028
Sig. .275
Means for groups in homogeneous
subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean
Square(Error) = 8421.670.
a. Uses Harmonic Mean Sample
Size = 18.000.
b. Alpha = .05.

51
kekuatan gel
a,,b
Duncan
Subset
suhu N 1
70 18 187.6407
75 18 205.4776
80 18 227.0818
Sig. .234
Means for groups in homogeneous
subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean
Square(Error) = 8421.670.
a. Uses Harmonic Mean Sample
Size = 18.000.
b. Alpha = .05.

kekuatan gel
a,,b
Duncan
Subset
konsent
rasi N 1 2 3
2.0 18 118.3784
1.0 18 207.1656
.5 18 294.6561
Sig. 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 8421.670.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 18.000.

b. Alpha = .05.

52

Anda mungkin juga menyukai