PENDAHULUAN
Luas perairan laut Indonesia serta keragaman jenis rumput laut merupakan
cerminan dari potensi rumput laut Indonesia. Beberapa jenis rumput laut yang
bernilai ekonomis tinggi dan telah diusahakan adalah rumput laut merah
laut yang tergolong Rhodophyceae adalah Gracillaria sp, Gellidium sp, Gellidiela
bentuk kering. Adapun jenis rumput laut yang diekspor berasal dari kelas
ekspor rumput laut Indonesia dari tahun 1999-2002 terjadi penurunan nilai ekspor
yaitu dari 16.284.000 US$ dengan volume ekspor 25.084 ton pada tahun 1999
turun menjadi 15.785.000 US$ dengan 28.874 ton pada tahun 2002. Hal ini berarti
bahwa pemanfaatan rumput laut dalam bentuk kering belum dapat bersaing di
pasar internasional. Salah satu cara untuk mengatasi masalah ini adalah dengan
melakukan pengolahan lebih lanjut yang dapat meningkatkan nilai jual, misalnya
pengolahan Alkali Treated Cottonii (ATC) dan karaginan dari rumput laut
Eucheuma cottonii.
1
Karaginan merupakan polisakarida yang linier atau lurus, dan merupakan
merupakan getah rumput laut yang diekstraksi dengan air atau larutan alkali dari
senyawa hidrokoloid yang terdiri dari ester kalium, natrium, magnesium dan
kalsium sulfat. Karaginan merupakan molekul besar yang terdiri dari lebih 1.000
residu galaktosa. Oleh karena itu variasinya sangat banyak. Karaginan dibagi atas
tiga kelompok utama yaitu: kappa, iota, dan lambda karaginan yang memiliki
struktur yang jelas. Karaginan dapat diperoleh dari alga merah, salah satu jenisnya
lama pemasakan dan suhu pemanasan yang digunakan terhadap mutu karaginan
yang dihasilkan.
optimal untuk menghasilkan mutu karaginan yang baik dan sebagai bahan
informasi bagi industri dalam pengolahan rumput laut Eucheuma cottonii dalam
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
lebih dikenal oleh masyarakat dan umum dipakai dalam dunia perdagangan
Kingdom : Plantae
Divisi : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Ordo : Gigartinales
Famili : Solieracea
Genus : Eucheuma
olive, dan coklat kemerahan. Percabangan thallus berujung runcing atau tumpul,
3
Rumput laut E.cottonii memerlukan sinar matahari untuk proses
fotosintesis. Oleh karena itu, rumput laut jenis ini hanya mungkin hidup pada
lapisan fotik, yaitu kedalaman sejauh sinar matahari masih mampu mencapainya
(Anggadiredja, 2009).
dalam setiap spesies Eucheuma berkisar antara 54 -73% tergantung pada jenis dan
lokasi tempat tumbuhnya. Jenis ini asal mulanya didapat dari perairan Sabah
negara sebagai tanaman budidaya. Lokasi budidaya rumput laut jenis ini di
(Atmadja, 1996).
Rumput laut (Algae) selain diolah dalam bentuk kering juga dapat diolah
menjadi bentuk tepung, seperti tepung agar-agar dan tepung ATC (Alkali Treated
Cottonii) yang digunakan sebagai bahan baku untuk pengolahan karaginan murni.
Jenis rumput laut yang digunakan dalam pembuatan tepung ATC adalah rumput
berkisar antara 54-73% tergantung pada jenis dan lokasinya. Eucheuma spinosum
ekspor. Tepung ATC merupakan hasil produk olahan rumput laut jenis Eucheuma
4
cottonii yang dapat digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan karaginan
Alkali Treated Cottonii (ATC). Ada tiga tipe dan cara proses produksi ATC, yaitu
ATC Low Alkali, ATC Chips (ATC High Alkali), dan Seaweed Flour atau Semi
karaginan untuk menghasilkan gel dengan biaya produksi yang lebih rendah.
Proses semimurni biasanya tidak melibatkan proses filtrasi karaginan dan tidak
semimurni berwarna, berbau dan keruh. Hal ini menyebabkan karaginan semi
murni tidak cocok untuk industri farmasi. Biasanya karaginan semi murni
berbagai basis jenis ikan dan daging (Yasita dan Rachmawati, 2010).
karaginan, agar, dan alginate, larutan alkali yang digunakan sebagai medium
karaginan, agar, atau alginate dari dalam jaringan. Kedua, apabila alkali
5
polisakarida. Hal ini akan meningkatkan kekuatan gel karaginan yang dihasilkan.
Selain itu, senyawa alkali dapat memisahkan protein dari jaringan sehingga
memudahkan proses ekstraksi karaginan dari jaringan rumput laut (Yasita dan
Rachmawati, 2010).
Seaweed flour merupakan lanjutan dari tipe ATC Chips. ATC Chips
berukuran 40-60 mesh. Selanjutnya seeweed flour bisa diolah menjadi karaginan
murni melalui proses ekstraksi dalam larutan alkali dan diikuti dengan proses
pengendapan dalam alkohol. Menurut Noor et al. (1990), seaweed flour tidak
disarankan untuk produk yang dikonsumsi langsung manusia dan secara umum
sederhana yaitu merebusnya dalam larutan KOH 8% pada suhu 80-85 oC selama 2
meningkatkan titik leleh karaginan di atas suhu pemasaknya sehingga tidak larut
menjadi pasta dan untuk meningkatkan kekuatan gel dari karaginan tersebut.
Selain digunakan menjadi bahan baku untuk pengolahan karaginan murni, ATC
juga diproses lebih lanjut sebagai bahan pengikat dan penstabil dalam industri
makanan ternak untuk pasaran Eropa, Amerika dan Asia Pasisifik (Anonim,
2003).
6
ATC pada umumnya digunakan sebagai produk antara atau bahan baku
2.3 Karaginan
intraselulernya dan karaginan merupakan bagian penyusun yang besar dari berat
kering rumput laut dibandingkan dengan komponen yang lain (Hellebust and
Cragie, 1978).
Kappaphycus, Chondrus sp, Hypnea sp, dan Gigartina sp. Karaginan merupakan
polisakarida berantai linear atau lurus dan merupakan molekul galaktan dengan
7
Gambar 1 Struktur Kimia Karaginan (Bubnis, 2000)
dan lambda-karaginan. Ketiganya berbeda dalam sifat gel dan reaksinya terhadap
(Anggadiredja, 2009).
2.4 Kelarutan
karaginan, pengaruh ion, suhu, komponen organik larutan dan pH. Karaginan
tidak dapat larut dalam pelarut organik seperti alkohol, eter dan minyak.
8
Semua karaginan larut di dalam air panas. Kappa dan iota karaginan larut
di dalam air dingin dan larutan garam natrium. Didalam larutan garam kation lain
seperti K+ dan Ca2+, kedua jenis karaginan tersebut tidak dapat larut dan hanya
dan konsentrasi kation, densitas karaginan, suhu, pH, adanya ion penghambat dan
Karaginan lambda larut di dalam air dingin dan larutan garam segala jenis
kation. Jenis lambda dilaporkan sebagai karaginan yang tidak dapat membentuk
gel. Diantara semua tipe karaginan, lambda karaginan larut baik di dalam cairan
susu dingin. Didalam susu panas, semua karaginan dilaporkan larut (Glicksman,
1983).
Daya kelarutan karaginan pada berbagai media pelarut dapat dilihat pada
Tabel 1.
9
Karakteristik daya larut karaginan juga dipengaruhi oleh bentuk garam
dari gugus ester sulfatnya. Jenis sodium umumnya lebih mudah larut, sementara
jenis potasium lebih sukar larut. Hal ini menyebabkan kappa karaginan dalam
bentuk garam potasium lebih sulit larut dalam air dingin dan diperlukan panas
lebih mudah larut. Lambda karaginan larut dalam air dan tidak tergantung jenis
tertentu, kappa-karaginan dan iota-karaginan akan membentuk gel dalam air yang
bersifat reversible (gel akan mencair bila dipanaskan dan apabila didinginkan
akan membentuk gel kembali) pada konsentrasi serendah 0,5 %, asalkan kation
2.5 Stabilitas pH
akan terhidrolisis pada pH dibawah 3,5. Pada pH 6 atau lebih umumnya larutan
ApS, 2004). Hidrolisis asam akan terjadi jika karaginan berada dalam bentuk
bermuatan negatif dan tidak tergantung atau tidak terpangaruh oleh pH medium.
Pada pH lebih rendah dari 4,4 maka kappa kasein dan karaginan bermuatan yang
10
berlawanan sehingga senyawa kompleks tersebut mengendap. Pada pH yang lebih
tinggi dari 4,4 keduanya bermuatan negatif tetapi tidak saling menolak satu sama
Kappa dan iota karaginan dapat digunakan sebagai pembentuk gel pada
pH rendah, tetapi tidak mudah terhidrolisis sehingga tidak dapat digunakan dalam
pH, temperatur dan waktu. Hidrolisis dipercepat oleh panas pada pH rendah
(Moirano, 1977). Stabilitas karaginan dalam berbagai media pelarut dapat dilihat
pada Tabel 2.
karaginan biasanya memiliki daya kekuatan gel serta kekuatan reaksi terhadap
suhu kamar selama 1 tahun, penurunan kekuatan gelnya tidak dapat dideteksi
11
2.6 Viskositas Karaginan
progresif dengan adanya peningkatan suhu, pada konsentrasi 1,5% dan suhu 75 oC
Viskositas merupakan faktor kualitas yang penting untuk zat cair dan semi
cair (kental) atau produk murni, dimana hal ini merupakan ukuran dan kontrol
terhadap sifat gel terutama titik pembentukan gel dan titik leleh, dimana viskositas
karaginan yang tinggi menghasilkan laju pelelehan dan pembentukan gel yang
12
molekul air yang termobilisasi, sehingga menyebabkan larutan karaginan bersifat
kecil kandungan sulfat, maka nilai viskositasnya juga semakin kecil, tetapi
suatu jala tiga dimensi bersambungan. Selanjutnya jala ini menangkap atau
mengimobilisasikan air di dalamnya dan membentuk struktur yang kuat dan kaku.
Sifat pembentukan gel ini beragam dari satu jenis hidrokoloid ke jenis lain,
tergantung pada jenisnya. Gel mempunyai sifat seperti padatan, khususnya sifat
membentuk gel dalam air dan bersifat reversible yaitu meleleh jika dipanaskan
dan membentuk gel kembali jika didinginkan. Proses pemanasan dengan suhu
yang lebih tinggi dari suhu pembentukan gel akan mengakibatkan polimer
karaginan dalam larutan menjadi random coil (acak). Bila suhu diturunkan, maka
polimer akan membentuk struktur double helix (pilinan ganda) dan apabila
penurunan suhu terus dilanjutkan polimer-polimer ini akan terikat silang secara
kuat dan dengan makin bertambahnya bentuk heliks akan terbentuk agregat yang
13
Jika diteruskan, ada kemungkinan proses pembentukan agregat terus
terjadi dan gel akan mengerut sambil melepaskan air. Proses terakhir ini disebut
Kemampuan pembentukan gel pada kappa dan iota karaginan terjadi pada
saat larutan panas yang dibiarkan menjadi dingin karena mengandung gugus 3,6-
anhidrogalaktosa. Adanya perbedaan jumlah, tipe dan posisi gugus sulfat akan
mempengaruhi proses pembentukan gel. Kappa karaginan dan iota karaginan akan
membentuk gel hanya dengan adanya kation-kation tertentu seperti K+, Rb+ dan
Cs+. Kappa karaginan sensitif terhadap ion kalium dan membentuk gel kuat
dengan adanya garam kalium, sedangkan iota karaginan akan membentuk gel
yang kuat dan stabil bila ada ion Ca2+, akan tetapi lambda karaginan tidak dapat
membentuk gel (Glicksman, 1983). Potensi membentuk gel dan viskositas larutan
proses hidrolisis ikatan glikosidik pada molekul karaginan (Angka dan Suhartono,
2000).
ini disebabkan proses pemanasan dengan suhu yang lebih tinggi dari suhu
akan membentuk struktur pilinan ganda dan menghasilkan titik - titik pertemuan
14
Gambar 2. Proses Pembentukan Gel Karaginan (Bubnis, 2000)
Hanya kappa dan iota karaginan saja yang mampu membentuk gel.
Lambda karaginan tidak mampu membentuk gel karena tidak mengandung 3,6-
ketika larutan panas karaginan dibiarkan menjadi dingin. Gel yang dihasilkan
bersifat thermoreversible yaitu gel akan mencair jika dipanaskan dan akan
(2000), adanya gugus sulfat membuat baik kappa maupun iota karaginan menjadi
pembentukan gel karaginan. Penambahan ion kalium (K+) dan kalsuim (Ca2+)
pada kappa karaginan dan iota karaginan akan menetralkan muatan dari karaginan
tersebut. Kedua kation tersebut, kalium pada kappa karaginan dan kalsium pada
iota karaginan, akan berikatan dengan sulfat. Hal ini menyebabkan dua rantai
15
Konsistensi gel dipengaruhi beberapa faktor antara lain: jenis dan tipe
pencucian rumput laut untuk menghilangkan pasir, garam mineral, dan benda
alkali panas (Food Chemical Codex 1981). Suasana alkalis dapat diperoleh
dengan menambahkan larutan basa misalnya larutan NaOH, Ca(OH)2, atau KOH
sehingga pH larutan mencapai 8-10. Volume air yang digunakan dalam ekstraksi
sebanyak 30 - 40 kali dari berat rumput laut. Ekstraksi biasanya mendekati suhu
lebih sempurna dan mempercepat eliminasi 6-sulfat dari unit monomer menjadi
16
Pemisahan karaginan dari bahan pengekstrak dilakukan dengan cara
menggunakan penyaringan konvensional yaitu kain saring dan filter press, dalam
dan Chapman 1980). Pengendapan karaginan dapat dilakukan antara lain dengan
metode gel press, KCl freezing, KCl press, atau pengendapan dengan alkohol
(Samsuar, 2006).
thickener (bahan pengentalan), pembentuk gel, pengemulsi dan lain-lain. Sifat ini
pasta gigi dan industri lainnya (Winarno, 1996). Selain itu juga berfungsi sebagai
Konsentrasi
Produk Fungsi Tipe Karaginan
(%)
Dalam Air
Dessert gels Gelasi Kappa + iota 0,5 – 1,0
Kappa + iota +
locust bean gum
Low calorie gels Gelasi Kappa + iota 0,5 – 1,0
Non-dairy puddings Stabilisasi emulsi Kappa 0,1 – 0,3
Syrups Suspense, bodying Kappa, lambda 0,3 – 0,5
BBQ dan pizza Bodying Kappa 0,2 – 0,5
sauces
Whipped toppings Stabilisasi emulsi Kappa, iota 0,1 – 0,3
Ilmitation coffe Stabilisasi emulsi Lambda 0,1 – 0,2
creams
17
Produk Fungsi Tipe Karaginan Konsentrasi
(%)
Dalam susu
Milk gels
Cooked flans Gelasi, mouthfeel Kappa, 0,2 – 0,3
Cold-prepared Tickening, gelasi kappa+iota 0,2 – 0,3
custards Kappa, iota,
Pudding dan pie Reduced starch, lambda 0,1 – 0,2
fillings lower burn-on
Ready-to-eat Syneresis control, Kappa 0,1 – 0,2
dessert mouthfeel
Iota
Whipped products
Whipped cream Stabilize overrun Lambda 0,05 – 0,15
Aerosol cream Stabilize overrun, Kappa 0,02 – 0,05
stabilisasi emulsi
Cold-prepared
milks
Shakes Suspense, mouthfeel, Lambda 0,1 – 0,2
stabilize overrun
Frozen dessert
Ice cream, ice milk Whey prevention, Lambda 0,1 – 0,2
control meltdown
Pasteurized milks
Susu cokelat Suspensi dan Kappa 0,015–0,03
mouthfeel Kappa + lambda 0,03 – 0,10
Soy milks Suspensi dan Kappa + iota 0,02 – 0,04
mouthfeel
Suspensi dan
mouthfeel
Sterilized milks
Susu cokelat Suspensi dan Kappa, lambda 0,01 – 0,03
Evaporated mouthfeel Kappa 0,005-0,015
Stabilisasi emulsi
Processed cheese
Cheese slices and Improve slicing dan Kappa 0,5 – 3,0
blocks grating control
melting
Sumber : Imeson (2000)
18
III. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Mei hingga bulan Juli 2012.
Hasanuddin, Makassar.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi Oil Bath (Julabo),
Gelas piala 250 ml dan 300 ml, labu ukur, timbangan analitik Mettler Toledo
Visikometer Brookfield DE-RV version 1.00, Tray dryer tipe Cross Flow, TA-XT
Plus Texture Analyzer, Hot plate, pipa PVC ¾ inci, Pulpurizer Analitycal Mill
IKA A11.
Bahan utama yang digunakan yaitu rumput laut jenis Eucheuma cottonii
dengan umur panen 50 hari yang diperoleh dari desa Lasitaeng, Kecamatan
selama proses pembuatan Alkali Treated Cottonii (ATC) adalah KOH, aquadest
a. Persiapan Bahan
19
laut untuk menghilangkan benda asing yang melekat. Lalu mengeringkan
b. Pelaksanaan Penelitian
dan direndam dalam aquadest selama 15 menit. Hal ini bertujuan agar
12,5 gram rumput laut kering yang telah direndam kemudian diberi
dimasukkan di dalam Oil bath pada suhu 70, 75, 80 oC selama 1, 2, 3 jam.
Setelah proses pemasakan selesai rumput laut disaring dengan kain saring
20
Setelah dikeringkan rumput laut kemudian dipotong-potong, Rumput laut
PENCUCIAN
ALKALISASI:
LARUTAN KOH 0,5, 1, 2 N; LAMA PEMASAKAN 1, 2, 3 JAM; DAN
SUHU PEMANASAN 70, 75, 80 OC
PENCUCIAN
PENGERINGAN
(60 oC) (90 Menit)
PEMOTONGAN
RENDEMEN
PENEPUNGAN
VISKOSITAS
21
3.4 Parameter yang diukur
gel, viskositas.
1) Rendemen
rasio antara berat karaginan yang dihasilkan dengan berat rumput laut
2) Kekuatan Gel
menit. Tuang larutan dalam pipa PVC ¾ inci dengan tinggi 3 cm, lalu
dengan probe SMS P/35 dengan distance maksimum 2 cm. Kekuatan gel
3) Viskositas
22
jarum spindle no.2. Spindle terlebih dahulu dipanaskan pada suhu 75 oC
dalam larutan panas diatur sampai tepat, viscometer diputar dan suhu
rancangan acak lengkap faktorial dengan tiga faktor utama yaitu: suhu pemanasan
dengan 3 taraf, konsentrasi KOH dengan 3 taraf, dan lama ekstraksi dengan 3
dengan Uji Beda Jarak Berganda Duncan (Steel dan Torrie, 1993). Data diolah
23
Yijkl = µ + Ai + Bj + Ck +ABij + ACik +BCjk + ABCijk + εijkl……….(2).
Dimana:
24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Rendemen
yang memegang peranan penting dalam suatu proses industri dan pengolahan
produk selanjutnya. Semakin tinggi nilai rendemen semakin besar output yang
dihasilkan. Dalam penelitian ini, rendemen ATC yang dimaksudkan adalah berat
ATC yang dihasilkan dari rumput laut kering dan dinyatakan dalam persen.
berkisar antara 35,82 – 56,50%. Nilai rendemen tertinggi diperoleh dari perlakuan
terhadap nilai rendemen yang dihasilkan. Demikian pula interaksi antara waktu
25
Berdasarkan uji lanjut Duncan (Lampiran 3.c) menunjukkan bahwa lama
pemasakan 3 jam memiliki nilai rendemen tertinggi dan berbeda nyata dengan
lama pemasakan 1 jam serta tidak berbeda nyata dengan lama pemasakan 2 jam.
berbeda nyata dengan suhu 75 oC serta berbeda nyata dengan suhu 80 oC.
pada Gambar 4.
Gambar 4.a. Rendemen Karaginan dari Perlakuan Konsentrasi KOH 0,5 N, Suhu
Pemasakan, dan Lama Pemasakan
26
Gambar 4.b. Rendemen Karaginan dari Perlakuan Konsentrasi KOH 1 N, Suhu
Pemasakan, dan Lama Pemasakan
mempengaruhi rendemen yang dihasilkan. Hal ini diduga karena semakin tinggi
27
tinggi sehingga kemampuan KOH dalam mengekstrak semakin besar. Dimana
tinggi pula rendemen yang dihasilkan. Hal tersebut disebabkan karena semakin
tinggi konsentrasi larutan alkali maka semakin tinggi titik lelehnya sehingga
rumput laut tidak banyak yang larut saat dipanaskan. Sesuai dengan pendapat
Anonim (2003), bahwa perebusan rumput laut dalam larutan alkali dimaksudkan
untuk meningkatkan titik leleh karaginan di atas suhu pemasaknya sehingga tidak
disebabkan karena semakin lama rumput laut kontak dengan panas maupun
dengan larutan pengekstrak, maka semakin banyak karaginan yang terlepas dari
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu spesies, iklim, metode ekstraksi, waktu
hari memberikan nilai rendemen yang lebih baik, hal ini disebabkan
28
4.2 Viskositas
Viskositas merupakan salah satu sifat fisik karaginan yang cukup penting.
sebagai larutan pada konsentrasi dan suhu tertentu. Viskositas karaginan biasanya
Nilai viskositas karaginan yang dihasilkan pada penelitian ini adalah rata-
rata berkisar antara 13,20 – 87,40 cP. Nilai viskositas tertinggi diperoleh dari
perlakuan lama pemasakan 3 jam, suhu pemasakan 70 oC, konsentrasi KOH 0,5
N, sedangkan nilai terendah diperoleh dari perlakuan lama pemasakan 1 jam, suhu
(Anonim, 1990).
29
antar perlakuan tersebut tidak memberikan pengaruh nyata terhadap nilai
pemasakan 1 jam memiliki nilai viskositas tertinggi dan tidak berbeda nyata
dengan lama pemasakan 2 jam dan 3 jam. Perlakuan dengan suhu pemasakan
75 oC memberikan nilai viskositas tertinggi dan tidak berbeda nyata dengan suhu
memberikan nilai viskositas tertinggi dan berbeda nyata dengan konsentrasi KOH
1 N dan 2 N.
KOH terhadapa nilai viskositas yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5.a. Viskositas Karaginan dari Perlakuan Konsentrasi KOH 0,5 N, Suhu
Pemanasan, dan Lama Pemasakan
30
Gambar 5.b. Viskositas Karaginan dari Perlakuan Konsentrasi KOH 1 N, Suhu
Pemanasan, dan Lama Pemasakan
31
reversible apabila pemanasan dilakukan pada atau mendekati kondisi yang
disebabkan oleh adanya daya tolak menolak antar grup sulfat yang bermuatan
kaku dan tertarik kencang. Karena sifat hidrofilik menyebabkan molekul tersebut
dikelilingi oleh air yang tidak bergerak, dan hal inilah yang menyebabkan nilai
dilakukan. Hal ini diduga karena pada waktu ekstraksi yang pendek,
eliminasi sulfat dapat lebih sempurna. Dengan terdapatnya sulfat pada larutan
32
sebagai breaking force yang didefinisikan sebagai bahan maksimum yang
(White and Englar, 1980). Konsistensi gel karaginan dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain jenis dan tipe karaginan, konsentrasi, adanya ion-ion serta
Kekuatan gel karaginan yang diperoleh dari hasil penelitian ini rata-rata
berkisar 47,73 – 407,71 g/cm2. Nilai kekuatan gel tertinggi diperoleh dari
perlakuan lama pemasakan 2 jam, suhu pemasakan 80 oC, konsentrasi KOH 0,5
N, sedangkan nilai terendah diperoleh dari perlakuan lama pemasakan 1 jam, suhu
pemasakan 2 jam memberikan nilai kekuatan gel tertinggi dan tidak berbeda nyata
memberikan nilai kekuatan gel tertinggi dan tidak berbeda nyata dengan
perlakuan suhu 70 dan 75 oC. Demikian pula dengan perlakuan konsentrasi KOH
0,5 N memberikan nilai kekuatan gel tertinggi dan berbeda nyata dengan
konsentrasi 1 dan 2 N.
33
Pengaruh perlakuan terhadap nilai kekuatan gel karaginan rumput laut
Gambar 6.a. Kekuatan Gel dari Perlakuan Konsentrasi KOH 0,5 N, Suhu
Pemanasan, dan Lama Pemasakan
34
Gambar 6.c. Kekuatan Gel dari Perlakuan Konsentrasi KOH 2 N, Suhu
Pemanasan, dan Lama Pemasakan
diterapkan adalah tetap dan polanya berlawanan dengan viskositas karaginan. Hal
ini menunjukkan bahwa nilai viskositas berbanding terbalik dengan nilai kekuatan
gel, yaitu jika viskositas tinggi maka kekuatan gel cenderung lebih rendah,
demikian pula sebaliknya jika nilai viskositas yang diperoleh rendah maka
Hasil pengukuran kekuatan gel dalam penelitian ini masih jauh dibawah
standar karaginan yang dibutuhkan untuk industri pangan yaitu sebesar 500
g/cm2. Namun jika dibandingkan dengan hasil pengukuran kekuatan gel agar-agar
kertas yang ada dipasaran yang berkisar antara 50 sampai 115 gr/cm2. Rendahnya
atau selulosa yang ikut tersaring kedalam filtrat. Menurut Towle (1973) tekstur
karaginan dipengaruhi oleh jenis dan konsentrasi karaginan, tipe ion yang ada
serta adanya senyawa lain yang tidak dapat membeku. Menurut Guisley et al.,
(1980) pembentukan gel karaginan dari bentuk cair ke bentuk padat melibatkan
35
penggabungan ikatan polimer sehingga membentuk helik rangkap yang akan
Bila suhu diturunkan, maka polimer akan membentuk struktur double helix
(pilinan ganda) dan apabila penurunan suhu terus dilanjutkan polimer-polimer ini
akan terikat silang secara kuat dan dengan makin bertambahnya bentuk heliks
akan terbentuk agregat yang bertanggung jawab terhadap terbentuknya gel yang
agregat terus terjadi dan gel akan mengerut sambil melepaskan air. Proses terakhir
Dari hasil penelitian yang dilakukan nilai kekuatan gel yang diperoleh
tidak konsisten, hal ini mungkin disebabkan lama waktu tunggu proses
pengukuran kekuatan gel yang terlalu banyak yang melebihi 12 jam, sedangkan
gel yang ingin diukur melebihi waktu tunggu yang talah ditetapkan, sehingga nilai
lama waktu yang dibutuhkan dalam pembentukan gel maka semakin banyak 3,6-
nilai gel strength. Kealy (2003) menyatakan bahwa sedikitnya dibutuhkan waktu
selama 12 jam agar karaginan dapat mencapai gel strength optimal. Namun
penurunan. Hal ini diakibatkan terjadinya reduksi bobot molekul karaginan yang
36
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.2 KESIMPULAN
5.2 SARAN
laut terhadap mutu karaginan yang dihasilkan, Dan juga perlu dilakukan
penelitian tentang analisis financial dari pengolahan ATC dalam skala rumah
37
DAFTAR PUSTAKA
Angka SL dan Suhartono MT, 2000. Bioteknologi Hasil Laut. Pusat Kajian
Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Anonim, 2003. Pengolahan Rumput Laut. Balai Riset Kelautan dan Perikanan,
Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan dan
Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan.
Atmadja WS. 1996. Pengenalan Jenis Algae Merah. Di dalam: Pengenalan Jenis -
Jenis Rumput Laut Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Oseanologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia: Jakarta.
Chapman VJ and Chapman DJ, 1980. Seaweed and their Uses. 3th edition.
Chapman and Hall: London.
38
Ghufran M, Kordi. 2011. Kiat Sukses Budi Daya Rumput Laut di Laut & Tambak.
ANDI OFFSET: Yogyakarta.
Glicksman M, 1983. Food Hydrocolloids.CRS Pres inc Boca Raton: Florida.
Guiseley KB, Stanley NF and White House PA, 1980. Carrageenan. Dalam
Davids RL (ed.). Handbook of Water Soluble Gums and Resins. NY
Toronto, Mc Graw Hill Book Company: London.
Steel RGD and Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu
Pendekatan Biometrik. Sumantri B, penerjemah. Gramedia Pustaka
Umum: Jakarta.
Sukri N, 2006. Karakteristik Alkali Treated Cottonii (ATC) dan karaginan dari
rumput laut Eucheuma cottonii pada umur panen yang berbeda [skripsi].
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor: Bogor
Suryaningrum TD. 1988. Kajian sifat-sifat mutu komoditas rumput laut budidaya
jenis Eucheuma cottonii [Tesis], Fakultas Pasca Sarjana, Institut Pertanian
Bogor: Bogor
White A and Englar T, 1992. Carrageenan. In: Imeson A (editor). Thickening and
Gelling Agents for Food. Blackie Academic and Frofesional: London.
39
Winarno FG, 1990. Teknologi Pengolahan Rumput laut. Pusat Sinar Harapan:
Jakarta.
40
Lampiran 1. Matriks perlakuan penelitian
MATRIKS PERLAKUAN
C-
KODE Waktu Suhu SWAR-R Berat RL
ALKALI
A1 1 70 0.5 N 1:20 12.5
A2 1 70 1N 1:20 12.5
A3 1 70 2N 1:20 12.5
A4 1 75 0.5 N 1:20 12.5
A5 1 75 1N 1:20 12.5
A6 1 75 2N 1:20 12.5
A7 1 80 0.5 N 1:20 12.5
A8 1 80 1N 1:20 12.5
A9 1 80 2N 1:20 12.5
A10 2 70 0.5 N 1:20 12.5
A11 2 70 1N 1:20 12.5
A12 2 70 2N 1:20 12.5
A13 2 75 0.5 N 1:20 12.5
A14 2 75 1N 1:20 12.5
A15 2 75 2N 1:20 12.5
A16 2 80 0.5 N 1:20 12.5
A17 2 80 1N 1:20 12.5
A18 2 80 2N 1:20 12.5
A19 3 70 0.5 N 1:20 12.5
A20 3 70 1N 1:20 12.5
A21 3 70 2N 1:20 12.5
A22 3 75 0.5 N 1:20 12.5
A23 3 75 1N 1:20 12.5
A24 3 75 2N 1:20 12.5
A25 3 80 0.5 N 1:20 12.5
A26 3 80 1N 1:20 12.5
A27 3 80 2N 1:20 12.5
41
Lampiran 2. Gambar foto-foto kegiatan penelitian
42
g. Residu proses alkalisasi h. Penimbangan berat ATC
43
Lampiran 3. Rekapitulasi data, analisis ragam dan uji lanjut Duncan Rendemen
Rendemen (%)
Kode Sampel
Ulangan 1 Ulangan 2
A1 44.77 43.55
A2 50.29 49.55
A3 50.99 48.90
A4 43.31 43.31
A5 50.16 44.64
A6 47.20 55.06
A7 40.07 38.99
A8 42.58 43.56
A9 46.61 51.85
A10 47.51 47.50
A11 51.65 52.12
A12 53.93 49.99
A13 42.98 43.12
A14 49.50 46.15
A15 49.44 51.05
A16 36.15 35.05
A17 49.31 48.02
A18 51.55 49.36
A19 50.70 50.62
A20 50.35 48.44
A21 52.77 54.45
A22 45.29 43.84
A23 49.97 52.42
A24 57.45 55.55
A25 39.76 32.20
A26 39.97 43.93
A27 49.35 51.09
44
b. Hasil analisis ragam menggunakan SPSS 17
Between-Subjects Factors
N
waktu 1 18
2 18
3 18
suhu 70 18
75 18
80 18
konsentrasi .5 18
1.0 18
2.0 18
a
Levene's Test of Equality of Error Variances
Dependent Variable:rendemen
F df1 df2 Sig.
. 26 27 .
Tests the null hypothesis that the error variance of
the dependent variable is equal across groups.
a. Design: Intercept + waktu + suhu + konsentrasi
+ waktu * suhu + waktu * konsentrasi + suhu *
konsentrasi + waktu * suhu * konsentrasi
45
c. Uji lanjut Duncan
rendemen rendemen
a,,b a,,b
Duncan Duncan
Subset Subset
waktu N 1 2 suhu N 1 2
1 18 46.4050 80 18 43.8794
2 18 47.4894 47.4894 75 18 48.5744
3 18 48.4528 70 18 49.8933
Sig. .161 .211 Sig. 1.000 .091
Means for groups in homogeneous subsets Means for groups in homogeneous subsets
are displayed. are displayed.
Based on observed means. Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = The error term is Mean Square(Error) =
5.096. 5.096.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = a. Uses Harmonic Mean Sample Size =
18.000. 18.000.
b. Alpha = .05. b. Alpha = .05.
rendemen
a,,b
Duncan
Subset
konsentrasi N 1 2 3
.5 18 43.0028
1.0 18 47.8672
2.0 18 51.4772
Sig. 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 5.096.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 18.000.
b. Alpha = .05.
46
Lampiran 4. Rekapitulasi data, analisis ragam dan uji lanjut Duncan Viskositas
Viskositas (cP)
Kode Sampel
Ulangan 1 Ulangan 2
A1 75.20 76.40
A2 28.80 24.00
A3 14.80 11.60
A4 81.60 89.60
A5 52.40 49.60
A6 34.80 19.20
A7 43.60 68.40
A8 57.20 32.80
A9 16.80 14.40
A10 80.40 56.80
A11 26.40 30.40
A12 22.00 12.80
A13 60.80 59.20
A14 24.40 42.40
A15 13.60 22.00
A16 78.80 65.60
A17 24.80 22.40
A18 16.80 14.00
A19 77.60 97.20
A20 36.00 19.60
A21 18.80 21.20
A22 60.40 62.00
A23 19.60 31.20
A24 13.20 14.40
A25 64.80 35.20
A26 16.80 36.00
A27 33.20 13.60
47
b. Analisis ragam menggunakan SPSS 17
viskositas
a,,b
Duncan
Subset
waktu N 1
3 18 37.2667
2 18 37.4222
1 18 43.9556
Sig. .063
Means for groups in
homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean
Square(Error) = 96.945.
a. Uses Harmonic Mean Sample
Size = 18.000.
b. Alpha = .05.
48
viskositas
a,,b
Duncan
Subset
suhu N 1
80 18 36.4000
70 18 40.5556
75 18 41.6889
Sig. .139
Means for groups in
homogeneous subsets are
displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean
Square(Error) = 96.945.
a. Uses Harmonic Mean Sample
Size = 18.000.
b. Alpha = .05.
viskositas
a,,b
Duncan
Subset
konsent
rasi N 1 2 3
2.0 18 18.1778
1.0 18 31.9333
.5 18 68.5333
Sig. 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 96.945.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 18.000.
b. Alpha = .05.
49
Lampiran 5. Rekapitulasi data, analisis ragam dan uji lanjut Duncan Kekuatan gel
50
b. Analisis ragam menggunakan SPSS 17
kekuatan gel
a,,b
Duncan
Subset
waktu N 1
1 18 191.6807
3 18 200.7166
2 18 227.8028
Sig. .275
Means for groups in homogeneous
subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean
Square(Error) = 8421.670.
a. Uses Harmonic Mean Sample
Size = 18.000.
b. Alpha = .05.
51
kekuatan gel
a,,b
Duncan
Subset
suhu N 1
70 18 187.6407
75 18 205.4776
80 18 227.0818
Sig. .234
Means for groups in homogeneous
subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean
Square(Error) = 8421.670.
a. Uses Harmonic Mean Sample
Size = 18.000.
b. Alpha = .05.
kekuatan gel
a,,b
Duncan
Subset
konsent
rasi N 1 2 3
2.0 18 118.3784
1.0 18 207.1656
.5 18 294.6561
Sig. 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 8421.670.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 18.000.
b. Alpha = .05.
52