DISUSUN OLEH :
Mardya Fenti NIM. 19.30.025
Riski Lidya NIM. 1030.041
Sulthoni Thorichul NIM. 19.30.047
Youlanda Cendy NIM. 19.30.058
Hari :
Tanggal :
Mengetahui,
Pembimbing Institusi I
Pembimbing Institusi II
(.............................................) (.............................................)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kanker serviks merupakan kanker ginekologi yang paling sering
terjadi pada wanita, penyebab utamanya adalah adanya infeksi virus, yaitu
oleh human papilloma virus (HPV) terutama pada tipe 16 dan 18. Infeksi ini
terjadi pada transformasi c sel epitel serviks, pada mulanya terjadi lesi pre
kanker kemudian menjadi frank cancer (Hyacinth et al., 2012). World
Health Organization (WHO) pada tahun 2012 menyatakan bahwa kanker
merupakan penyakit tidak menular yang mengakibatkan kematian terbanyak
di dunia. Dalam hal ini kanker menempati urutan nomor dua penyakit
mematikan setelah penyakit jantung dan pembuluh darah. Setiap tahunnya
terdapat 12 juta penderita kanker serviks dan 7,6 juta jiwa diantaranya
meninggal dunia (Depkes, 2012).
Globacan yang merupakan salah satu proyek dari International
Agency for Reasearch on Cancer (IARC) yang juga melaporkan pada tahun
2008, bahwa kanker serviks menempati urutan kedua setelah kanker
payudara. Dengan kejadian rata-rata 15 per 100.000 wanita, dan sebesar 7,8
% per tahun meninggal dunia akibat kanker serviks pada seluruh wanita di
dunia (Globocan, 2012). Kanker serviks merupakan kanker ginekologi yang
paling sering terjadi pada wanita, penyebab utamanya adalah adanya infeksi
virus, yaitu oleh human papilloma virus (HPV) terutama pada tipe 16 dan
18. Infeksi ini terjadi pada transformasi c sel epitel serviks, pada mulanya
terjadi lesi pre kanker kemudian menjadi frank cancer (Hyacinth et al.,
2012). World Health Organization (WHO) pada tahun 2012 menyatakan
bahwa kanker merupakan penyakit tidak menular yang mengakibatkan
kematian terbanyak di dunia. Dalam hal ini kanker menempati urutan nomor
dua penyakit mematikan setelah penyakit jantung dan pembuluh darah.
Setiap tahunnya terdapat 12 juta penderita kanker serviks dan 7,6 juta jiwa
diantaranya meninggal dunia (Depkes, 2012).
Globacan yang merupakan salah satu proyek dari International
Agency for Reasearch on Cancer (IARC) yang juga melaporkan pada tahun
2008, bahwa kanker serviks menempati urutan kedua setelah kanker
payudara. Dengan kejadian rata-rata 15 per 100.000 wanita, dan sebesar 7,8
% per tahun meninggal dunia akibat kanker serviks pada seluruh wanita di
dunia (Globocan, 2012).
Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2010 menunjukkan
jumlah wanita Indonesia yang berusia 30-50 tahun sejumlah 35.950.765
orang. Sampai dengan tahun 2012 dari 575.503 orang telah melakukan
skrining inspeksi visual asam asetat (IVA), terdapat 25.805 orang dengan
hasil IVA positif (Depkes, 2012).
Kanker serviks hingga saat ini masih merupakan masalah kesehatan
yang terjadi dengan angka kejadian dan kematian yang semakin tinggi di
Indonesia. Keterlambatan diagnosis pada stadium lanjut dan keadaan umum
yang lemah, serta lemahnya status sosial ekonomi yang terjadi pada
sebagian besar pengidap kanker serviks mempengaruhi prognosis dari
penderita kanker serviks. Tinggi rendahnya prognosis pada penderita kanker
serviks juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan kurangnya
pengetahuan mengenai kanker serviks yang sebenarnya dapat dideteksi
secara dini sebagai tindakan preventive bagi wanita yang telah aktif dalam
aktivitas seksual seperti menggunakan Pap Smears dan inspeksi visual asetat
(IVA) (Rasjidi dan Sulistiyanto, 2008 ; Rositch et al., 2012).
Anemia merupakan keadaan di mana masa eritrosit dan/atau masa
hemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan
oksigen bagi jaringan tubuh. Secara laboratories, anemia dijabarkan sebagai
penurunan kadar hemoglobin serta hitung eritrosit dan hematokrit di bawah
normal.
Untuk memenuhi definisi anemia, maka perlu ditetapkan batas
hemoglobin atau hematokrit yang dianggap sudah terjadi anemia. Batas
tersebut sangat dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, dan ketinggian tempat
tinggal dari permukaan laut. Batasan umum yang digunakan adalah kriteria
WHO pada tahun 1968. Dinyatakan sebagai anemia bila terdapat nilai
dengan kriteria sebagai berikut :
1. Laki-laki dewasa Hb <13 gr/dL
2. Perempuan dewasa tidak hamil Hb <12 gr/dL
3. Perempuan hamil Hb <11 gr/dL
4. Anak usia 6-14 tahun Hb <12 gr/dL
5. Anak usia 6 bulan-6 tahun Hb <11 gr/dL
Untuk kriteria anemia di klinik, rumah sakit, atau praktik klinik pada
umumnya dinyatakn anemia bila tedapat nilai sebagai berikut :
1. Hb <10 gr/dL
2. Hematokrit <30%
3. Eritrosit <2,8 juta/mm3
(Handayani & Haribowo, 2008)
.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Kanker serviks adalah tumor ganas yang tumbuh didalam leher Rahim
atau serviks yang terdapat pada bagian terendah dari rahim yang menempel
pada puncak vagina (Diananda,Rama, 2009).
Kanker serviks adalah tumor ganas primer yang berasal dari
metaplasia epitel di daerah skuamokolumner junction yaitu daerah peralihan
mukosa vagina dan mukosa kanalis servikalis. Kanker serviks merupakan
kanker yang terjadi pada serviks atau leher rahim, suatu daerah pada organ
reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim, letaknya
antara rahim (uterus) dan liang senggama atau vagina.
Kanker serviks merupakan keganasan yang berasal dari serviks.
Serviks merupakan sepertiga bagian bawah uterus, berbentuk silindris,
menonjol dan berhubungan dengan vagina melalui ostium uteri eksternum
(KEMENKES RI, 2015).
Dari beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli penulis
dapat menyimpulkan bahwa kanker serviks adalah pertumbuhan sel yang
abnormal yang terdapat pada organ reproduksi wanita yaitu serviks atau
bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina.
2.2 Etiologi
a. Etiologi
Penyebab utama kanker serviks adalah virus yang disebut Human
Papilloma (HPV). HPV tersebar luas, dapat menginfeksi kulit dan
mukosa epitel. HPV dapat menyebabkan manifestasi klinis baik lesi yang
jinak maupun lesi kanker. Tumor jinak yang disebabkan infeksi HPV
yaitu veruka dan kondiloma akuminata sedangkan tumor ganas
anogenital adalah kanker serviks, vulva, vagina, anus dan penis. Sifat
onkogenik HPV dikaitkan dengan protein virus E6 dan E7 yang
menyebabkan peningkatan proliferasi sel sehingga terjadi lesi pre kanker
yang kemudian dapat berkembang menjadi kanker
- Morfologi HPV
Human papilloma virus (HPVs) adalah virus DNA famili
papillomaviridae. HPV virion tidak mempunyai envelope,
berdiameter 55 nm, mempunyai kapsid ikosahedral. Genom HPV
berbentuk sirkuler dan panjangnya 8 kb, mempunyai 8 open reading
frames (ORFs) dan dibagi menjadi gene early (E) dan late (L). Gen E
mengsintesis 6 protein E yaitu E1, E2, E4, E5, E6 dan E7, yang
banyak terkait dalam proses replikasi virus dan onkogen, sedangkan
gen L mengsintesis 2 protein L yaitu L1 dan L2 yang terkait dengan
pembentukan kapsid. Virus ini juga bersifat epiteliotropik yang
dominan menginfeksi kulit dan selaput lendir dengan karakteristik
proliferasi epitel pada tempat infeksi.
E Protein Perananya
E1 Mengontrol pembentukan DNA virus dan
mempertahankan efisomal
E2 Mengontrol pembentukan / transkripsi / transformasi
E4 Mengikat sitokeratin
E5 Transformasi melalui reseptor permukaan (epidermal
growt factor, platelet derivat growth factor, p123)
E6 Immortalisasi / berikatan dengan p 53, trans activated /
kontrol transkripsi
E7 Immortalitas / berikatan dengan Rb1,p107,p130
L ProteinPeranannya
L1 Protein sruktur / mayor Viral Coat Protein
L2 Protein sruktur / minor Viral Coat Protein
- Klasifikasi
HPV dibagi menjadi 2 yaitu virus tipe low-risk (resiko rendah) dan
high-risk (resiko tinggi) yang dihubungkan dengan resiko keganasan.
a. HPV tipe low-risk (resiko rendah).
Tipe low-risk cendrung menyebabkan tumor jinak meskipun
kadangkala dapat menyebabkan kanker antara lain kanker
anogenital yaitu tipe 6, 11, 42, 43, 44, 54, 61, 70, 72, dan 81
b. HPV tipe high-risk (resiko tinggi)
Tipe high-risk (resiko tinggi) cenderung menyebabkan tumor
ganas. Lebih dari 30 tipe HPV yang diklasifikasikan onkogenik
atau resiko tinggi (high- risk) sebab hubungannya dengan
kanker serviks yaitu tipe 16, 18, 31, 33, 34, 35, 39, 45, 51, 52,
56, 58, 59, 66, 68 dan 82.HPV tipe 16 paling sering dijumpai
dan sekitar 50% kanker serviks invasif dijumpai HPV tipe 18,
45, 31, 33, 52 dan 58.6 Infeksi persisten HPV-16, HPV-18,
HPV-31, HPV-45 sering menyebabkan kanker serviks
b. Faktor predisposisi
- Pola hubungan seksual
Studi epidemiologi mengungkapkan bahwa resiko terjangkit
kanker serviks meningkat seiring meningkatnya jumlah pasangan.
Aktifitas seksual yang dimulai pada usia dini, yaitu kurang dari 20
tahun,juga dapat dijadkan sebagai faktr resko terjadinya kanker
servks. Hal ini diuga ada hubungannya dengan belum matannya
daerah transformas pada usia tesebut bila sering terekspos. Frekuensi
hubungnga seksual juga berpengaruh pada lebih tingginya resiko
pada usia tersebut, tetapi tidak pada kelompok usia lebih tua.
- Paritas
Kanker serviks sering dijumpai pada wanita yang sering
melahirkan. Semakin sering melahirkan, maka semakin besar resiko
terjangkit kanker serviks. Pemelitian di Amerika Latin menunjukkan
hubungan antara resiko dengan multiparitas setelah dikontrol dengan
infeksi HPV.
- Merokok
Beberapa penelitian menemukan hubungan yang kuat antara
merokok dengan kanker serviks, bahkan setelah dikontrol dengan
variabel konfounding seperti pola hubungan seksual. Penemuan lain
memperkuatkan temuan nikotin pada cairan serviks wanita perokok
bahkan ini bersifat sebagai kokarsinogen dan bersama-sama dengan
karsinogen yang telah ada selanjutnya mendorong pertumbuhan ke
arah kanker.
- Kontrasepsi oral
Penelitian secara perspektif yang dilakukan oleh Vessey dkk
tahun 1983 (Schiffman,1996) mendapatkan bahwa peningkatan
insiden kanker serviks dipengaruhi oleh lama pemakaian kontrasepsi
oral. Penelitian tersebut juga mendapatkan bahwa semua kejadian
kanker serviks invasive terdapat pada pengguna kontrasepsi oral.
Penelitian lain mendapatkan bahwa insiden kanker setelah 10 tahun
pemakaian 4 kali lebih tinggi daripada bukan pengguna kontrasepsi
oral. Namun penelitian serupa yang dilakukan oleh peritz dkk
menyimpulkan bahwa aktifitas seksual merupakan confounding yang
erat kaitannya dengan hal tersebut.
WHO mereview berbagai peneltian yang menghubungkan
penggunaan kontrasepsi oral dengan risko terjadinya kanker serviks,
menyimpulkan bahwa sulit untuk menginterpretasikan hubungan tersebut
mengingat bahwa lama penggunaan kontraseps oral berinteraksi dengan
factor lain khususnya pola kebiasaan seksual dalam mempengaruhi
resiko kanker serviks. Selain itu, adanya kemungkinan bahwa wanita
yang menggunakan kontrasepsi oral lain lebih sering melakukan
pemeriksaan smera serviks,sehingga displasia dan karsinoma in situ
nampak lebih frekuen pada kelompok tersebut. Diperlukan kehati-hatian
dalam menginterpretasikan asosiasi antara lama penggunaan kontrasepsi
oral dengan resiko kanker serviks karena adanya bias dan faktor
confounding.(Setiawan,2002 &American Cancer Society, 2012).
- Defisiensi gizi
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa defisiensi zat gizi
tertentu seperti betakaroten dan vitamin A serta asam folat,
berhubungna dengan peningkatan resiko terhadap displasia ringan
dan sedang.. Namun sampai saat ini tdak ada indikasi bahwa
perbaikan defisensi gizi tersebut akan menurunkan resiko.
(Setiawan,2002 &American Cancer Society, 2012).
- Sosial ekonomi
Studi secara deskrptif maupun analitik menunjukkan hubungan
yang kuat antara kejadian kanker serviks dengan tingkat social
ekonomi yang rendah. Hal ini juga diperkuat oleh penelitian yang
menunjukkan bahwa infeksi HPV lebih prevalen pada wanita dengan
tingkat pendidkan dan pendapatan rendah. Faktor defisiensi nutrisi,
multilaritas dan kebersihan genitalia juga dduga berhubungan
dengan masalah tersebut. (Setiawan,2002; American Cancer Society,
2012; Martaadisoebrata,1981).
- Pasangan seksual
Peranan pasangan seksual dari penderita kanker serviks mulai
menjadi bahan yang menarik untuk diteliti. Penggunaan kondom
yang frekuen ternyata memberi resiko yang rendah terhadap
terjadinya kanker serviks. Rendahnya kebersihan genetalia yang
dikaitkan dengan sirkumsisi juga menjadi pembahasan panjang
terhadap kejadian kanker serviks. Jumlah pasangan ganda selain istri
juga merupakan factor resiko yang lain. (Setiawan,2002 &American
Cancer Society, 2012).
Tingkat Kriteria
0 KIS (Karsinoma in Situ) atau karsinoma intra epitel, membrana basalis masih
utuh.
I Proses terbatas pada serviks walaupun ada perluasan ke korpus uteri
Ia Karsinoma mikro invasif: bila membrana basalis sudah rusak dan tumor sudah
memasuki stroma tdk> 3mm dan sel tumor tidak terdapat dalam pembuluh
limfe/pembuluh darah. Kedalaman
invasi 3mm sebaiknya diganti dengan tdk> 1mm.
Ib occ Ib occult = Ib yang tersembunyi, secara klinis tumor belum tampak sebagai Ca,
tetapi pada pemeriksaan histologik, ternyata sel tumor telah mengadakan
invasi stroma melebihi Ia
Ib Secara klinis sudah diduga adanya tumor yang histologic menunjukkan invasi
ke dalam stroma serviks uteri.
II Proses keganasan sudah keluar dari serviks dan menjalar ke2/3
bagian atas vagina dan ke parametrium, tetapi tidak sampai dinding panggul.
IIa Penyebaran hanya ke vagina, parametrium masih bebas dari infiltrat tumor.
IIb Penyebaran ke parametrium uni/bilateral tetapi belum sampai ke dinding
panggul
III Penyebaran telah sampai ke 1/3 bagian distal vagina / ke parametrium sampai
dinding panggul.
IIIa Penyebaran sudah sampai ke dinding panggul, tidak ditemukan
daerah bebas infiltrasi antara tumor dengan dinding panggul (frozen pelvic)/
proses pada tk klinik I/II, tetapi sudah ada gangguan faal ginjal.
IIIb Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan melibatkan mukosa
rektum dan atau kandung kemih.
IV Proses sudah keluar dari panggul kecil, atau sudah menginfiltrasi mukosa
rektum dan atau kandung kemih.
Iva Telah terjadi penyebaran jauh.
T4b Ca telah meluas sampai di luar panggul Ca telah meluas sampai di luar panggul
Nx Bila memungkinkan untuk menilai kelenjar limfa regional. Tanda -/+
ditambahkan untuk tambahan ada/tidaknya informasi mengenai pemeriksaan
histologik, jadi Nx+ / Nx-.
N0 Tidak ada deformitas kelenjar limfa pada limfografi
N1 Kelenjar limfa regional berubah bentuk (dari CT Scan panggul, limfografi)
N2 Teraba massa yang padat dan melekat pada dinding panggul dengan celah
bebas infiltrat diantara massa ini dengan tumor
M0 Tidak ada metastasis berjarak jauh
M1 Terdapat metastasis jarak jauh, termasuk kele. Limfa di atas bifurkasio arrteri
iliaka komunis.
2.4 Patofisiologi
Bentuk ringan (displasia ringan dan sedang) mempunyai angka regresi
yang tinggi. Waktu yang diperlukan dari displasia menjadi karsinoma insitu
(KIS) berkisar antara 1 – 7 tahun, sedangkan waktu yang diperlukan dari
karsinoma insitu menjadi invasif adalah 3 – 20 tahun.
Proses perkembangan kanker serviks berlangsung lambat, diawali
adanya perubahan displasia yang perlahan-lahan menjadi progresif.
Displasia ini dapat muncul bila ada aktivitas regenerasi epitel yang
meningkat misalnya akibat trauma mekanik atau kimiawi, infeksi virus atau
bakteri dan gangguan keseimbangan hormon. Dalam jangka waktu 7 – 10
tahun perkembangan tersebut menjadi bentuk preinvasif berkembang
menjadi invasif pada stroma serviks dengan adanya proses keganasan.
Perluasan lesi di serviks dapat menimbulkan luka, pertumbuhan yang
eksofitik atau dapat berinfiltrasi ke kanalis serviks. Lesi dapat meluas ke
forniks, jaringan pada serviks, parametria dan akhirnya dapat menginvasi ke
rektum dan atau vesika urinaria. Virus DNA ini menyerang epitel
permukaan serviks pada sel basal zona transformasi, dibantu oleh faktor
risiko lain mengakibatkan perubahan gen pada molekul vital yang tidak
dapat diperbaiki, menetap, dan kehilangan sifat serta kontrol pertumbuhan
sel normal sehingga terjadi keganasan (Brunner & Sudart, 2010).
Kanker serviks biasa timbul di daerah yang disebut squamo -
columnar junction (SCJ), yaitu batas antara epitel yang melapisi ektoserviks
(porsio) dan endoserviks kanalis serviks, dimana secara histologik terjadi
perubahan dari epitel ektoserviks yaitu epitel skuamosa berlapis dengan
epitel endoserviks yaitu epitel kuboid atau kolumnar pendek selapis bersilia.
Letak SCJ dipengaruhi oleh faktor usia, aktivitas seksual dan paritas. Pada
wanita muda SCJ berada di luar ostium uteri eksternum, sedangkan pada
wanita berusia di atas 35 tahun SCJ berada di dalam kanalis serviks, Oleh
karena itu pada wanita muda, SCJ yang berada di luar ostium uteri
eksternum ini rentan terhadap faktor luar berupa mutagen yang akan
displasia dari SCJ tersebut. Pada wanita dengan aktivitas seksual tinggi, SCJ
terletak di ostium eksternum karena trauma atau retraksi otot oleh
prostaglandin.
Pada masa kehidupan wanita terjadi perubahan fisiologis pada epitel
serviks, epitel kolumnar akan digantikan oleh epitel skuamosa yang diduga
berasal dari cadangan epitel kolumnar. Proses pergantian epitel kolumnar
menjadi epitel skuamosa disebut proses metaplasia dan terjadi akibat
pengaruh pH vagina yang rendah. Aktivitas metaplasia yang tinggi sering
dijumpai pada masa pubertas. Akibat proses metaplasia ini maka secara
morfogenetik terdapat 2 SCJ, yaitu SCJ asli dan SCJ baru yang menjadi
tempat pertemuan antara epitel skuamosa baru dengan epitel kolumnar.
Daerah di antara kedua SCJ ini disebut daerah transformasi.
Penelitian akhir-akhir ini lebih memfokuskan virus sebagai salah satu
factor penyebab yang penting, terutama virus DNA. Pada proses
karsinogenesis asam nukleat virus tersebut dapat bersatu ke dalam gen dan
DNA sel tuan rumah sehingga menyebabkan terjadinya mutasi sel, sel yang
mengalami mutasi tersebut dapat berkembang menjadi sel displastik
sehingga terjadi kelainan epitel yang disebut displasia. Dimulai dari
displasia ringan, displasia sedang, displasia berat dan karsinoma in-situ dan
kemudian berkembang menjadi karsinoma invasif. Tingkat displasia dan
karsinoma in-situ dikenal juga sebagai tingkat pra-kanker.
(Sjamsuhidajat,1997 dalam Prawirohardjo,2010).
2.5. Pathway
2.6. Manifestasi Klinis
a. Perdarahan
Sifatnya dapat intermenstruit atau perdarahan kontak, kadang-kadang
perdarahan baru terjadi pada stadium selanjutnya. Pada jenis
intraservikal perdarahan terjadi lambat.
b. Biasanya menyerupai air, kadang-kadang timbulnya sebelum ada
perdarahan. Pada stadium lanjut perdarahandan keputihan lebih
banyakdisertai infeksi sehingga cairan yang keluar berbau (Padila,
2012).
Tanda dan Gejala kanker servik menurut Dedeh Sri Rahayu tahun 2015:
a. Keputihan, makin lama makin berbau busuk dan tidak sembuh-sembuh.
Terkadang bercampur darah.
b. Perdarahan kontak setelah senggama merupakan gejala servik 70-85%.
c. Perdarahan spontan: perdarahan yang timbul akibat terbukanya pembuluh
darah dan semakin lam semakin sering terjadi.
d. Perdarahan pada wanita menopause
e. Anemia
f. Gagal ginjal sebagai efek dari infiltrasi sel tumor ke ureter yang
menyebabkan obstruksi total
g. Nyeri
1) Rasa nyeri saat berhubungan seksual, kesulitan atau nyeri dalam
berkemih, nyeri di daerah di sekitar panggul.
2) Bila kanker sudah mencapai stadium III ke atas, maka akan terjadi
pembengkakan di berbagai anggota tubuh seperti betis, paha, dan
sebagainya.
Menurut Ricci (2009), tersangka kanker serviks stadium lanjut antara lain
a. Nyeri panggul,
b. Nyeri pinggul,
c. Nyeri kaki,
d. Penurunan berat badan,
e. Anoreksia,
f. Kelemahan dan kelelahan,
(Dedeh Sri Rahayu,2015)
Menurut Rubina Mukhtar tahun 2015 menyatakan bahwa tanda dan
gejala Ca. Serviks adalah perdarahan vagina abnormal seperti pendarahan
pasca menopause, menstruasi tidak teratur, menstruasi berat, metrorhagia
menyakitkan, atau perdarahan postcoital. Keputihan abnormal adalah
keluhan utama dari sekitar 10% dari pasien; debit mungkin berair, bernanah,
atau berlendir. Gejala panggul atau nyeri perut dan saluran kencing atau
rektum terjadi dalam kasus-kasus lanjutan. Nyeri panggul mungkin hasil
dari loco penyakit regional invasif atau dari penyakit radang panggul hidup
berdampingan.
2.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Sitologi/Pap Smear
Keuntungan, murah dapat memeriksa bagian-bagian yang tidakterlihat.
Kelemahan, tidak dapat menentukan dengan tepat lokasinya.
2. Schillentest
Epitel karsinoma serviks tidak mengandung glycogen karena dapat
mengikal yodium. Jika porsio diberi yodium maka epitel karsinoma yang
normal akan berwarna coklat tua, sedang yang terkena karsinoma tidak
berwarna.
3. Koloskopi
Memeriksa dengan menggunakan alat untuk melihat serviks dengan
lampu dan dibesarkan 10-40 kali.
Keuntungan, dapat melihat jelas daerah yang bersangkutan sehingga
mudah untuk melakukan biopsy.
Kelemahan, hanya dapat memeriksa daerah yang terlihat saja yaitu
porsio, sedang kelainan pada skuamosa columnar junction dan
intraservikal tidak terlihat.
4. Kolpomikroskopi
Melihat hapusan vagina (Pap Smeardengan pembesaran sampai 200 kali.
5. Biopsi
Biopsy dapat ditemukan atau ditentukan jenis karsinomanya.
6. Konisasi
Dengan cara mengangkat jaringan yang berisi selaput lender serviks dan
epitel gepeng dan kelenjarnya. Konisasi dilakukan bila hasil sitologi
meragukan dan pada serviks tidak tampak kelainan-kelainan yang jelas
(Padila, 2012).
2.8 Penatalaksanaan
a. Irradiasi
1. Dapat dipakai untuk semua stadium
2. Dapat dipakai untuk wanita gemuk tua dan pada medical risk
3. Tidak menyebabkan kematian seperti operasi
b. Dosis
Penyiaran ditunjukkan pada jaringan karsinoma yang terletak diserviks
c. Komplikasi irradiasi
1. Kerentanan kandungan kencing
2. Diarrhea
3. Perdarahan rectal
4. Fistula vesico atau rectovaginasis
d. Operasi
1. Operasi wentheim dan limfaktomi untuk stadium I dan II
2. Operasi schauta, histerektomi vagina yang radikal
e. Kombinasi Irradiasi dan pembedahan
Tidak dilakukan sebagai hal yang rutin, sebab radiasi menyebabkan
bertambahnya vaskularisasi, odema. Sehingga tindakan operasi
berikutnya dapat mengalami kesukaran dansering menyebabkan fistula,
disamping itu juga menambah penyebaran kesistem limfe dan peredaran
darah.
f. Cytostatik
Bleomycin, terapi terhadap karsinoma serviks yang radio resisten. 5%
dari karsinoma serviks adalah resisten terhadap radioterapi, dianggap
resisten bila 8-10 minggu post terapi keadaan masih tetap sama (Padila,
2012).
g. Vaksinasi
Vaksinasi HPV dapat memiliki implikasi penting bagi peningkatan
kesehatan perempuan dan menurunkan kematian akibat kanker serviks
(Rubina Mukhtar, 2015).
2.9. Komplikasi
Komplikasinya mencakup infark miokardium, hemoragi, sepsis,
obstruksi perkemihan, pielonefritis, CVA, pembentukan fistula (Sylvia
Anderson Price, 2005).
Nyeri pinggang mungkin merupakan gejala dari hidronefrosis, sering
dipersulit oleh pielonefritis. Nyeri siatik, kaki edema, dan hidronefrosis
hampir selalu dikaitkan dengan keterlibatan dinding panggul luas oleh
tumor. Pasien dengan tumor yang sangat canggih mungkin memiliki
heamaturia atau inkontinensia dari fistula vesikovaginal yang disebabkan
oleh perluasan langsung dari tumor kandung kemih. Kompresi eksternal
dari rektum oleh tumor primer besar dapat menyebabkan sembelit (Rubina
Mukhtar, 2015).
2.10. Pencegahan
Sebagian besar kanker dapat dicegah dengan kebiasaan hidup sehat
dan menghindari faktor- faktor penyebab kanker meliputi (Dalimartha,
2004) :
1. Menghindari berbagai faktor risiko, yaitu hubungan seks pada usia
muda, pernikahan pada usia muda, dan berganti-ganti pasangan seks.
Wanita yang berhubungan seksual dibawah usia 20 tahun serta sering
berganti pasangan beresiko tinggi terkena infeksi. Namun hal ini tak
menutup kemungkinan akan terjadi pada wanita yang telah setia pada
satu pasangan saja.
2. Wanita usia di atas 25 tahun, telah menikah, dan sudah mempunyai
anak perlu melakukan pemeriksaan pap smear setahun sekali atau
menurut petunjuk dokter. Pemeriksaan Pap smear adalah cara untuk
mendeteksi dini kanker serviks. Pemeriksaan ini dilakukan dengan
cepat, tidak sakit dengan biaya yang relatif terjangkau dan hasilnya
akurat. Disarankan untuk melakukan tes Pap setelah usia 25 tahun atau
setelah aktif berhubungan seksual dengan frekuensi dua kali dalam
setahun. Bila dua kali tes Pap berturut-turut menghasilkan negatif, maka
tes Pap dapat dilakukan sekali setahun. Jika menginginkan hasil yang
lebih akurat, kini ada teknik pemeriksaan terbaru untuk deteksi dini
kanker leher rahim, yang dinamakan teknologi Hybrid Capture II
System (HCII).
3. Pilih kontrasepsi dengan metode barrier, seperti diafragma dan kondom,
karena dapat memberi perlindungan terhadap kanker leher rahim.
4. Memperbanyak makan sayur dan buah segar. Faktor nutrisi juga dapat
mengatasi masalah kanker mulut rahim. Penelitian mendapatkan
hubungan yang terbalik antara konsumsi sayuran berwarna hijau tua
dan kuning (banyak mengandung beta karoten atau vitamin A, vitamin
C dan vitamin E) dengan kejadian neoplasia intra epithelial juga kanker
serviks. Artinya semakin banyak makan sayuran berwarna hijau tua dan
kuning, maka akan semakin kecil risiko untuk kena penyakit kanker
mulut Rahim
5. Pada pertengahan tahun 2006 telah beredar vaksin pencegah infeksi
HPV tipe 16 dan 18 yang menjadi penyebab kanker serviks. Vaksin ini
bekerja dengan cara meningkatkan kekebalan tubuh dan menangkap
virus sebelum memasuki sel-sel serviks. Selain membentengi dari
penyakit kanker serviks, vaksin ini juga bekerja ganda melindungi
perempuan dari ancaman HPV tipe 6 dan 11 yang menyebabkan kutil
kelamin.Yang perlu ditekankan adalah, vaksinasi ini baru efektif
apabila diberikan pada perempuan yang berusia 9 sampai 26 tahun yang
belum aktif secara seksual. Vaksin diberikan sebanyak 3 kali dalam
jangka waktu tertentu. Dengan vaksinasi, risiko terkena kanker serviks
bisa menurun hingga 75%.
LAPORAN PENDAHULUAN
ANEMIA
A. Definisi Anemia
Anemia merupakan keadaan di mana masa eritrosit dan/atau masa
hemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan
oksigen bagi jaringan tubuh. Secara laboratories, anemia dijabarkan sebagai
penurunan kadar hemoglobin serta hitung eritrosit dan hematokrit di bawah
normal.
Untuk memenuhi definisi anemia, maka perlu ditetapkan batas
hemoglobin atau hematokrit yang dianggap sudah terjadi anemia. Batas
tersebut sangat dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, dan ketinggian tempat
tinggal dari permukaan laut. Batasan umum yang digunakan adalah kriteria
WHO pada tahun 1968. Dinyatakan sebagai anemia bila terdapat nilai dengan
kriteria sebagai berikut :
1. Laki-laki dewasa Hb <13 gr/dL
2. Perempuan dewasa tidak hamil Hb <12 gr/dL
3. Perempuan hamil Hb <11 gr/dL
4. Anak usia 6-14 tahun Hb <12 gr/dL
5. Anak usia 6 bulan-6 tahun Hb <11 gr/dL
Untuk kriteria anemia di klinik, rumah sakit, atau praktik klinik pada
umumnya dinyatakn anemia bila tedapat nilai sebagai berikut :
1. Hb <10 gr/dL
2. Hematokrit <30%
3. Eritrosit <2,8 juta/mm3
(Handayani & Haribowo, 2008)
I. Epidemiologi Anemia
Perkiraan prevalensi anemia di Indonesia menurut Husaini, dkk. tergambar
dalam tabel di bawah ini :
Kelompok Populasi Angka Prevalensi
Anak prasekolah 30-40%
Anak usia sekolah 25-35%
Dewasa tidak hamil 30-40%
Hamil 50-70%
Laki-laki dewasa 20-30%
Pekerja berpenghasilan rendah 30-40%
Untuk angka prevalensi anemia di dunia sangat bervariasi, bergantung pada
geografi dan taraf sosial ekonomi masyarakat (Handayani & Haribowo,
2008).
J. Derajat Anemia
Derajat anemia ditentukan oleh kadar Hb. Klasifikasi derajat anemia
yang umum dipakai adalah sebagai berikut :
1. Ringan sekali Hb 10 gr/dL-13 gr/dL
2. Ringan Hb 8 gr/dL-9,9 gr/dL
3. Sedang Hb 6 gr/dL-7,9 gr/dL
4. Berat Hb <6 gr/dL
(Handayani & Haribowo, 2008)
2. Anemia Pernisiosa
Kekurangan vitamin B12 bisa disebabkan oleh factor intrinsic dan
factor ekstrinsik. Kekurangan vitamin B12 akibat factor intrinsic terjadi
karena gangguan absorpsi vitamin yang merupakan penyakit herediter
autoimun, sehingga pada pasien mungkin dijumpai penyakit-penyakit
autoimun lainnya. Kekurangan vitamin B12 karena factor intrinsic ini tidak
dijumpai di Indonesia. Yang lebih sering dijumpai di Indonesia adalah
penyebab intrinsic karena kekurangan masukan vitamin B12 dengan gejala-
gejala yang tidak berat. Didapatkan adanya anoreksia, diare, lidah yang
licin, dan pucat. Terjadi gangguan neurologis, seperti gangguan
keseimbangan.
Penatalaksanaan :
Pemberian vitamin B12 1.000 mg/hari secara intramuscular selama 5-7 hari,
1 kali tiap bulan.
Penatalaksanaan :
Pada anemia yang mengancam nyawa, dapat diberikan transfusi
darah merah seperlunya. Pengobatan dengan suplementasi besi tidak
diindikasikan. Pemberian kobalt dan eritropoeitin dikatakan dapat
memperbaiki anemia pada penyakit kronik.
5. Anemia Aplastik
Terjadi karena ketidaksanggupan sumsum tulang untuk membentuk
sel-sel darah.Penyebabnya bisa karena kemoterapi, radioterapi, toksin,
seperti benzen, toluen, insektisida, obat-obat seperti kloramfenikol,
sulfonamide, analgesik ( pirazolon ), antiepileptik ( hidantoin ), dan
sulfonilurea. Pasien tampak pucat, lemah, mungkin timbul demam dan
perdarahan.
Penatalaksanaan :
Transfusi darah, sebaiknya diberikan transfusi darah merah. Bila
diperlukan trombosit, berikan darah segar atau platelet concentrate. Atasi
komplikasi ( infeksi ) dengan antibiotik. Higiene yang baik perlu untuk
mencegah timbulnya infeksi.
Kortikosteroid, dosis rendah mungkin bermanfaat pada perdarahan
akibat trombositopenia berat. Androgen, seperti fluokrimesteron,
testosteron, metandrostenolon, dan nondrolon. Efek samping yang
mungkin terjadi, virilisasi, retensi air dan garam, perubahan hati, dan
amenore.
Imunosupresif, seperti siklosporin, globulin antitimosit. Champlin,
dkk menyarankan penggunaannya pada pasien > 40 tahun yang tidak
menjalani transplantasi sumsum tulang dan pada pasien yang telah
mendapat transfusi berulang. Transplantasi sumsum tulang.
6. Anemia Hemolitik
Pada anemia hemolitik terjadi penurunan usia sel darah merah
(normal 120 hari ), baik sementara atau terus-menerus. Anemia terjadi
hanya bila sumsum tulang telah tidak mampu mengatasinya karena usia sel
darah merah sangat pendek, atau bila kemampuannya terganggu oleh
sebab lain. Tanda-tanda hemolisis antara lain ikterus dan splenomegali.
Etiologi anemia hemolitik dibagi sebagai berikut :
a. Intrinsik : kelainan membrane, kelainan glikolisis, kelainan enzim, dan
hemoglobinopati.
b. Ekstrinsik : gangguan sistem imun, mikroangiopati, infeksi ( akibat
plasmodium, klostridium, borrelia ), hipersplenisme, dan luka bakar
Penatalaksanaan :
Penatalaksanaan anemia hemolitik disesuaikan dengan penyebabnya.
Bila karena reaksi toksik-imunologik, yang dapat diberikan adalah
kortikosteroid ( prednisone, prednisolon ), kalau perlu dilakukan
splenektomi. Apabila keduanya tidak berhasil, dapat diberikan obat-obat
sitostatik, seperti klorambusil dan siklofosfamid.
LAPORAN PENDAHULUAN
TROMBOSITOPENIA
A. Definisi
Trombositopenia adalah istilah medis yang digunakan untuk penurunan
jumlah platelet dalam darah di bawah batas minimal. Takaran normal platelet
adalah 150.000 hingga 450.000 per mikroliter. Platelet yang sering juga
disebut trombosit memiliki fungsi penting dalam tubuh manusia, yaitu untuk
membantu proses pembekuan darah. Ini supaya pendarahan berlebihan tidak
terjadi.
Trombositopenia bisa dialami oleh anak-anak maupun orang dewasa
dan akan menyebabkan penderitanya lebih rentan mengalami pendarahan.
Meski jarang terjadi, trombositopenia yang tidak ditangani dapat memicu
pendarahan dalam yang bahkan bisa berakibat fatal. Terutama jika jumlah
platelet penderita berada di bawah angka 10.000 per mikroliter.
Trombositopenia merupakan suatu kondisi dimana terjadi kekurangan
jumlah trombosit yang merupakan bagain dari pembekuan darah.
Trombositopenia juga didefinisikan jika jumlah trombosit kurang dari
100.000/mm3 dalam sirkulasi darah. Darah biasanya mengandung sekitar
150.000-350.000 trombosit/mL. Jika jumlah trombosit kurang dari
30.000/mL. bisa terjadi perdarahan abnormal meskipun biasanya baru timbul
jika jumlah trombosit mencapai kurang dari 10.000/mL.
B. Etiologi
Banyak hal yang dapat melatarbelakangi terjadinya trombositopenia.
Pada kondisi normal, sumsum tulang akan memproduksi dan menggantikan
platelet yang sudah rusak. Tetapi jika mengalami trombositopenia, jumlah
platelet dalam darah penderita tidak mencukupi angka yang seharusnya.
Kekurangan ini dapat disebabkan oleh produksi platelet yang menurun atau
proses hancurnya platelet lebih cepat dari proses produksi. Kondisi ini dapat
dipicu oleh beberapa faktor yang meliputi:
a. Penyakit tertentu, seperti kanker darah, limfoma, atau purpura
trombositopenik trombotik.
b. Kelainan darah, contohnya anemia aplastik.
c. Konsumsi alkohol yang berlebihan.
d. Proses kemoterapi atau radioterapi.
e. Infeksi virus, seperti HIV, cacar air, dan hepatitis C.
f. Infeksi bakteri dalam darah.
g. Obat-obatan tertentu, misalnya heparin, kina, atau obat antikonvulsan.
h. Kondisi autoimun, contohnya lupus.
Trombositopenia juga dapat muncul ketika banyak platelet yang
terperangkap dalam limfa yang membengkak. Ini bisa terjadi pada seorang
wanita selama masa kehamilan. Tetapi kondisi ini akan berangsur-angsur
membaik setelah wanita tersebut melahirkan
C. Epidemiologi
Platelet normal dianggap dalam kisaran 150,000-450,000 per kubik
milimeter (mm 3) darah bagi sebagian besar orang yang sehat. Oleh karena
itu salah satu dapat dianggap thrombocytopenic di bawah rentang tersebut,
meskipun ambang batas untuk diagnosis trombositopenis tidak terikat ke
nomor tertentu.
Insiden trombositopenia diperkirakan kasus baru 50-100 per juta per
tahun, dengan anak-anak akuntansi selama setengah dari jumlah itu. Setidak-
tidaknya 70 persen dari kasus-kasus masa kanak-kanak akan berakhir di
dalam enam bulan pengampunan, apakah diperlakukan atau tidak. [2] [3] [4]
Selain itu, sepertiga dari kasus-kasus kronis yang tersisa dikirimkan selama
masa tindak lanjut pengamatan, dan sepertiga lagi hanya berakhir dengan
trombositopenia ringan (didefinisikan sebagai jumlah platelet di atas 50.000).
D. Patofisiologi
E. Manifestasi Klinis
1. Lelah
2. Adanya darah pada urine dan tinja.
3. Memar-memar pada tubuh.
4. Bintik-bintik merah keunguan pada kulit.
5. Pembengkakan limpa.
6. Sakit kuning.
7. Perdarahan cerebral terjadi 1-5% pada ITP.
8. Perdarahan Gastrointestinal.
9. Menstruasi banyak.
10.Adanya petekhie pada ekstermitas dan tubuh.
11.Perdarahan pada mukosa, mulut, hidung, dan gusi.
12.Muntah darah dan batuk darah
F. Faktor Resiko
1 Sistem kekebalan tubuh yang salah dan akibatnya menyerang trombosit
dan menganggapnya sebagai unsur asing yang berasal dari luar tubuh
2 Wanita lebih cenderung terkena trombositopenia daripada pria
3 Kebanyakan anak yang menderita trombositopenia mengalaminya setelah
terinfeksi virus tertentu, misalnya campak
G. Komplikasi
1. Syok hipovolemik
2. Penurunan curah jantung
3. Purpura
4. Ekimosis
5. Petekie
H. Pemeriksaan Doagnostik
1. Pemeriksaan darah lengkap. Sel darah putih dan merah normal. Trombosit
menurun di bawah 100.000 mm3, sering sampai kurang dari 20.000 mm3.
2. Bleeding Time memanjang dengan waktu pembekuan normal.
3. Pemeriksaan BMP (Bone Marrow Pungion), menunjukan meningkatnyan
megakariositik
4. Penurunan produksi trombosit dibuktikan dnegan aspirasi dan biopsy
sumsum tulang, dijumpaipada segala kondisi yang mengganggu atau
menghambat fungsi sumsum tulang. Kondisi ini meliputi anemia aplastic,
mielofinrosis (penggantian unsur-unsur sumsum tulang dnegan jaringan
fibrosa), leukemia akut, dan karsinoma metastik lain yang mengganti
unsur-unsur sumsum tulang.
I. Penatalaksanaan Medis
1. Menjaga jumlah trombosit dapat di tingkatkan, mencegah terjadinya
perdarahan.
2. Pemberian kortikosteroid seperti Prednison.
3. Pemberian immune Globulin, kombinasi dengan plasmapheresis.
4. Splenektomi
5. Mengatasi infeksi
6. Tranfusi trombosit.
7. Kortikosteroid. Obat ini berfungsi meningkatkan jumlah trombosit
dengan cara menekan sistem kekebalan tubuh. Konsumsi obat bisa
dihentikan ketika jumlah trombosit kembali normal, tapi ikuti saran
dokter ketika harus menghentikan konsumsi obat ini. Obat ini sebaiknya
tidak dikonsumsi untuk jangka panjang. Efek samping obat ini adalah
berat badan bertambah, kadar gula darah tinggi, dan osteoporosis.
8. Thrombopoietin receptor agonist. Obat ini berfungsi meningkatkan
produksi trombosit oleh sumsum tulang.
9. Intravenous immune globulin (IVIG). Obat ini berfungsi untuk
meningkatkan jumlah sel darah sebelum operasi dan menghentikan
pendarahan kritis.
10. Terapi biologis. Contoh obat biologis adalah rituximab. Obat ini
diberikan jika kortikosteroid tidak dapat membantu. Obat ini berfungsi
untuk mengurangi aktivitas sistem kekebalan tubuh.
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Anamnesis
Pada anamnesis, bagian yang dikaji adalah keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, dan riwayat penyakit terdahulu.
b. Keluhan Utama
Perdarahan dan keputihan.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien datang dengan keluhan perdarahan pasca coitus dan terdapat
keputihan yang berbau tetapi tidak gatal. Perlu ditanyakan pada pasien atau
keluarga tentang tindakan yang dilakukan untuk mengurangi gejala dan hal
yang dapat memperberat, misalnya keterlambatan keluarga untuk memberi
perawatan atau membawa ke rumah sakit dengan segera, serta kurangnya
pengetahuan keluarga.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan pada pasien dan keluarga, apakah pasien pernah
mengalami hal yang demikian dan perlu ditanyakan juga apakah pasien
pernah menderita penyakit infeksi.
e. Riwayat Keluarga
Perlu ditanyakan apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit
seperti ini atau penyakit menular lain.
f. Psikososial
Dalam pemeliharaan kesehatan dikaji tentang pemeliharaan gizi di rumah
dan bagaimana pengetahuan keluarga tentang penyakit kanker serviks.
g. Pemeriksaan Fisik Fokus
1. Kepala
a) Rambut : bersih, tidak ada ketombe, dan tidak rontok
J. Wajah : tidak ada oedema, Ekspresi wajah ibu menahan nyeri
(meringis), Raut wajah pucat.
b) Mata : konjunctiva tidak anemis
c) Hidung : simetris, tidak ada sputum
d) Telinga : simetris, bersih, tidak ada serumen
e) Mulut : bibir tidak kering, tidak sianosis, mukosa bibir lembab, tidak
terdapat lesi
f) Leher : tidak ada pembesaran kelenjer tiroid dan tidak ada pembesaran
kelenjer getah bening
2. Dada
b) Inspeksi : simetris
c) Perkusi : sonor seluruh lap paru
d) Palpasi : vocal fremitus simetri kana dan kiri
e) Auskultasi : vesikuler, perubahan tekanan darah
3. Cardiac
a) Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
b) Palpasi : ictus cordis teraba, v Perubahan denyut nadi
c) Perkusi : pekak
d) Auskultasi : tidak ada bising
4. Abdomen
a) Inspeksi : simetris, tidak ascites, posisi tubuh menahan rasa nyeri di
daerah abdomen.
b) Palapasi : ada nyeri tekan
c) Perkusi : tympani
d) Auskultasi : bising usus normal
5. Genetalia
Inspeksi
a. Ada lesi.
b. Keluarnya cairan encer dari vagina dan berbau busuk.
c. Pendarahan yang terjadi, volume darah yang keluar.
d. Urine bercampur darah (hematuria).
Palpasi
Pembengkakan di daerah uterus yang abnormal
6. Ekstremitas dan Kulit
Tidak oedema, Kelemahan pada pasien, Keringat dingin.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1 Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan anemia trombositopenia.
2 Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual
dan muntah.
3 Nyeri akut berhubungan dengan pertumbuhan jaringan abnormal.
4 Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan port de entrée bakteri.
5 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan paska anastesi.
6 Harga diri rendah berhubungan dengan timbulnya keputihan dan bau.
7 Risiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan.
8 Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan fistula pada vagina.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan anemia
trombositopenia.
Tujuan : mampu mengenali dan menangani anemia pencegahan terhadap
terjadinya komplikasi perdarahan.
Intervensi :
1. Kolaborasi dalam pemeriksaan hematokrit Hb serta jumlah
trombosit.
2. Berikan cairan secara cepat.
3. Pantau dan atur kecepatan infus.
4. Kolaborasi dalam pemberian infus
4. EVALUASI
Hasil yang diharapkan dari tindakan keperawatan adalah :
a. Mampu mengenali dan menangani anemia pencegahan terhadap terjadinya
komplikasi pendarahan.
b. Kebutuhan nutrisi dan kalori pasien tercukupi kebutuhan tubuh.
c. Melaporkan nyeri berkurang.
d. Tidak ada tanda-tanda vital infeksi.
e. Pasien bebas dari pendarahan dan hipoksis jaringan.
f. Pasien mampu mempertahankan tingkat aktivitas yang optimal.
BAB IV ANAMNESIS
A. DATA SUBYEKTIF
1. IDENTITAS
Nama : Ny. b Nama Suami : tn. l
Umur :49 th Umur : 51 th
Agama : islam Agama : islam
Pendidikan : sd Pendidikan : sd
Pekerjaan : irt Pekerjaan : swasta
Penghasilan : - Penghasilan : -
Alamat : desa wringin kec Alamat : desa wringin kec
wringin Bondowoso wringin bondowoso
No Reg : 11446943
Diagnosa Medis : ca serviks 3b + anemia + trombositopenia
2. KELUHAN
a. Saat MRS
Pasien mengatakan akan Kemoterapi
b. Saat Pengkajian (Keluhan Utama)
Pasien mengatakan lemas, sakit dada dan pinggangnya, keluar darah yang
berbau tidak enak
3. RIWAYAT KESEHATAN
3.1 Penyakit yang lalu
Pasien mengatakan kalau didiagnosis ca serviks 3b dan slalu melakukan
kemo diruang 9
3.2 Penyakit sekarang
Ca serviks 3b
3.3 Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan tidak ada riwayat penyakit kanker dikeluarga
4. RIWAYAT OBSTETRI / KEBIDANAN
4.1 Riwayat Menstruasi
Amenorhea : ± 2 bulan Teratur/tdk : tidak teratur
Menarche : 11 tahun Dismenorhea: pernah
Lama : > 15 hari Flour Albus : tidak pernah
Banyak : ............... Siklus : teratur
6. RIWAYAT KB
Kb suntik 3 bulan
7. RIWAYAT PERNIKAHAN
Usia 11 th berapa kali 1x
Jarak perkawinan & kehamilan pertama 4 bulan
8. RIWAYAT PSIKOSOSIAL SPIRITUAL & KELUARGA
Pasien mengatakan beragama islam dan pasien melakukan ibadah sholat 5
waktu
9. POLA AKTIFITAS
-keramas : 2x/minggu
6. Pola Sexualitas - -
B. DATA OBJEKTIF
1. KEADAAN UMUM :
- Kesadaran : compos mentis
- TTV : 110/80 mmhg
- TB : 156 cm
- BB : 54 kg
2. PEMERIKSAAN FISIK
a. Pemeriksaan Kepala ( Inspeksi, Palpasi)
- Rambut :tidak ada rambut (gundul)
- Wajah : simetris, luka (-), kemerahan dan odeme (-)
- Mata : simetris, cekung, anemis
- Hidung :simetris, bersih, lesi (-), kotoran (-), sumbatan (-)
- Mulut : kering, sedikit kotor (+), lesi (-)
- Telinga : simetris, sedikit kotor (+), peurunan pendengaran (-), lesi
(-)
b. Pemeriksaan Leher : lesi (-),simetris, benjolan (-), turgor kering (+)
c. Pemeriksaan Thorax (Inspeksi, Palpasi, Auskultasi)
- Payudara
Inspeksi : simetris, lesi (-), odem (-), areola (-), putting (-), pembesaran
kelenjar limfe axillar dan clavikula (-)
Palpasi : secret dari putting (-), nyeri tekan (-), massa (-)
- Jantung
I : Ictus Cordis Tidak Tampak
P : dinding thorak tidak teraba kuat
P : dullness
A : irama jantung regular, murmur (-) dan gallop (-)
- Paru
I : Thorax normal, retraksi dinding (+), reguler
P: nyeri tekan (-)
P: vocal premitus, kiri lebih redup dari kanan
A: whezzing rr = 20x/m
b. Radiologi
..................................................................................................................
..................................................................................................................
..................................................................................................................
4. TERAPI MEDIS
S O A P I
1. Px k/u cukup kes : CM Gangguan 1. Kolaborasi dalam 1. Berkolab
mengatakan - Berbaring perfusi pemeriksaan Dalam
masih lemas Ditempat Tidur jaringan hematocrit HB serta Pemerik
- Hematokrit : perifer jumlah trombosit Hemato
20,90 % 2. Mendemonstrasikan Serba
- Eritrosit : 2,31 siklus sirkulasi yang Trombo
106/µl ditandai dengan : 2. Memon
- Hb : 6,80 g/dl a. Tekanan darah 3. Berkolab
- TD : 110/80 normal dengan
mmhg b. Tidak ada untuk
- N : 88x/m hipertensi pember
- S : 36,9 °C c. Tidak ada analgeti
- RR : 20x/m peningktan TIK 4. Mendisk
- Konjungtiva 3. Mendemonstrasikan penyeba
anemis kemampuan kognitif adanya
- CRT : < 2 detik a. Komunikasi jelas perubah
b. Ada konentrasi snsori
c. Dapat menerima 5. Memon
informasi tanda-ta
peningk
CATATAN PERKEMBANGAN
Nama Klien : Ny. B
Nama Mahasiswa :
No. Register : 11446943
Tanggal : 13 – 01 - 2020
Dx Medis : Ca Serviks + Anemia + Trombositopenia
Ruang Praktik :9
S O A P I
2. Ps mengatakan k/u cukup lemas Resiko 1. Monitor ketat 1. Monito
sering kes = CM Perdarahan tanda-tanda tanda-t
mengeluarkan a. Berbaring di perdarahan perdara
darah dari tempat tidur 2. Catat nilai Hb 2. Catat
kemaluan b. Hematocrit : dan Ht sebelum dan Ht
dengan yang 20,90 % dan sesudah dan
tidak sedap. c. Trombosit : 83 terjadinya terjadin
103/µL perdarahan. perdara
d. Hb : 6,80 g/dl 3. Monitor TTV 3. Monito
e. TD : 110/80 4. Pertahankan 4. Pertaha
mmhg bed rest total bed res
f. N : 88x/m 5. Anjjurkan pasien 5. Anjjurk
g. S : 36,9 °C untuk untuk
h. RR : 20x/m meningkatkan mening
asupan yang asupan
masuk masuk
6. Monitor status 6. Monito
nutris pasien. nutrisi p
CATATAN PERKEMBANGAN
S O A P I
2. px mengatakan px tampak lemas, Nyeri akut 1. Lakukan 1. Melaku
batuk nyeri grimace pengkajian nyeri pengka
pada perut - TD : 100/80 secara secara
bagian bawah mmhg komprehensif kompre
dan punggung - N : 90x/m 2. Ajarkan teknik 2. Mengja
- S : 36,4 °C nonfarmakologi teknik
- Rr : 20x/m 3. Berikan nonfarm
analgesik untuk 3. Membe
mengurangi analges
nyeri mengur
4. Berikan nyeri
informasi 4. Membe
tentang nyeri informa
5. Monitor ttv tentang
5. Memon
BAB V ANALISIS JURNAL
C. Kesimpulan
Radioterapi yang diberikan pada penderita Ca Cervix dapat
mempengaruhi produksi sel darah. Penderita akan memilik peluang yang
sangat besar untuk mengalami kerusakn sumsum tulang sehingga
menyebabkan gangguan system hemopoetik, terutama pada sel trombosit.
Jumlah trombosit akan menunjukkan perubahan yang signifikan setelah
menerima dosis radiasi. Penurunan produksi trombosit dapat menyebabkan
pendarahan karena system pembekuan darahnya terganggu.
DAFTAR PUSTAKA
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta:
MediAction Publishing.
Padila. 2012. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Media.
Prawirohardjo, sarwono, 2010. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan bina pustaka.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: EGC.
Rahayu, Dedeh Sri. 2015. Asuhan Ibu dengan Kanker Serviks. Jakarta: Salemba
Medika.