Anda di halaman 1dari 16

HUMAN PAPILLOMA VIRUS (HPV)

i
Kata Pengantar

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul....................................................................................................................i

Kata Pengantar..................................................................................................................ii

Daftar Isi...........................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..............................................................................................................1
B. Tujuan...........................................................................................................................2
C. Manfaat.........................................................................................................................2

BAB II ISI

A. Pengertian HPV..........................................................................................................3
B. Genom HPV...............................................................................................................3
C. Proses Onkologi HPV.................................................................................................4
D. Penularan HPV...........................................................................................................7
E. Manifestasi Klinis HPV..............................................................................................9
F. Pemeriksaan dan Pencegahan...................................................................................10

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan...............................................................................................................11
B. Penutup.....................................................................................................................11

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Kesehatan merupakan faktor penting dalam menunjang segala aktifitas hidup

seseorang. Namun banyak orang yang menganggap remeh sehingga mengabaikan

kesehatan dengan berbagai pola dan gaya hidup yang semaunya sehingga berpengaruh

pada kondisi kesehatan dan kemungkinan mengakibatkan berbagai penyakit-penyakit

yang dapat dialaminya. Salah satu masalah kesehatan khususnya pada perempuan yang

mendapatkan perhatian penting yaitu kanker serviks yang disebabkan oleh Human

Papillomavirus (HPV). Berdasarkan data WHO pada tahun 2012, kanker serviks

merupakan kanker keempat yang paling umum pada wanita, dengan perkiraan 265.563

kematian dan 527.624 kasus baru pada tahun 2012. Sebagian besar (±85%) dari beban

global terjadi di daerah yang kurang berkembang, dimana ia menyumbang hampir 12%

dari semua kanker wanita. (Bruni L, 2015)

International Agency for Research on Cancer (IARC) telah memperkirakan pada

tahun 2050 populasi perempuan usia 15 tahun ke atas yang menderita kanker serviks di

seluruh dunia mencapai tiga miliar. Di Indonesia sendiri, menurut data pada tahun 2012,

merupakan penyakit nomor dua paling umum yaitu sekitar 20.928 kasus kanker serviks

baru per tahun dan 9.498 kasus di antaranya berakhir dengan kematian. (Bruni L, 2015).

Prevalensi kanker leher rahim merupakan salah satu jenis kanker tertinggi pada pasien

rawat inap maupun rawat jalan di seluruh RS di Indonesia, dengan jumlah pasien kanker

leher rahim sebanyak 5.349 orang (12,8 %).

Tingginya kasus kanker serviks berhubungan dengan minimnya akses terhadap

fasilitas kesehatan dan juga terbatasnya, pengetahuan tentang faktor risiko, pencegahan,

deteksi dini, dan terapi terhadap lesi prakanker serviks. Kejadian kanker serviks akan

sangat mempengaruhi hidup dari penderitanya dan keluarganya serta juga akan sangat

mempengaruhi sektor pembiayaan kesehatan oleh pemerintah. Oleh sebab itu

peningkatan upaya penanganan kanker serviks, terutama dalam bidang pencegahan dan

deteksi dini sangat diperlukan oleh setiap pihak yang terlibat. (Kemenkes, 2018)

1
B. Tujuan

1. Mengetahui pengertian dari HPV

2. Mengetahui Genom HPV

3. Mengetahui proses onkologi HPV

4. Mengetahui penularan HPV

5. Mengetahui faktor resiko penularan HPV

6. Mengetahui manifestasi Klinis

7. Mengetahui pemeriksaan dan pencegahan HPV

C. Manfaat

Makalah ini bisa menambah referensi dan pengetahuan kepada mahasiswa,

akademisi dan masyarakat luas tentang virus HPV mulai dari pengertian, proses onkologi,

penularan dan manifestasi klinisnya. Sehingga, bisa dilakukan pencegahan agar tidak

terjadi penularan virus HPV.

D.
2
BAB II
ISI

A. Pengertian HPV (Human Papillomavirus)

Human papilloma virus (HPV) merupakan suatu virus yang dapat

menginfeksi manusia dan terdiri dari 200 tipe. Human papillomavirus (HPV)

adalah virus yang paling sering dijumpai pada penyakit menular seksual dan

diduga berperan dalam proses terjadinya kanker. Terdapat sekitar 130 tipe

HPV yang telah berhasil diidentifikasi dan lebih dari 40 tipe HPV dapat

menginfeksi area genital laki-laki dan perempuan, mulut, serta tenggorokan.

(Setiawati, 2014)

Human Papillomavirus (HPV) termasuk dalam Famili Papovaviridae

yang terdiri atas dua genus yaitu Polyomavirus dan Papillomavirus.

Karakteristik Papillomavirus merupakan virus berukuran kecil dengan

diameter 45-55 nm, memiliki genom sirkular dengan double stranded DNA

dengan kapsid berbentuk icosahedral dan tidak berenvelop. Virus ini

mempunyai tropisme pada sel epitel kulit dan membran mukosa.

B. Genom HPV

Genom HPV terdiri atas beberapa bagian, yaitu bagian Late (L), early (E)

dan bagian non koding (NC). Bagian L terbagi menjadi dua bagian yaitu 95%

bagian adalah L1 mayor (mengkode protein kapsid mayor) dan 5% adalah L2

minor (mengkode protein kapsid minor). Bagian E merupakan 45% dari

genom, gen E terdiri atas E1-E8, tetapi hanya E1, E2, E4, E6 dan E7 yang

banyak diteliti. Sedangkan produk E6 dan E7 merupakan suatu onkoprotein.

Gambar 1. Genom HPV

3
Fungsi gen Early Regions (E) diantaranya E1 dan E2 mempunyai peranan

dalam replikasi dan menurunkan ekspresi E6 dan E7; E3 fungsinya belum

diketahui; E4 berperan pada siklus pertumbuhan sel dan pematangan virus,

mengkode protein kecil yang terlibat dalam transformasi sel hospes dengan

mengganggu sinyal mitosis dan berinteraksi dengan keratin menyebabkan

destabilisasi keratin; E5 menstimulasi proliferasi seluler, menstimulasi

ekspresi E6 dan E7; E6 berperan sebagai onkogen (gen yang termodifikasi

sehingga meningkatkan keganasan sel tumor), menstimulasi pertumbuhan dan

transformasi sel hospes dengan menghambat p53 (protein antikanker alami

dalam tubuh), protein onkosupresor; E7 berperan sebagai onkogen,

menginduksi proliferasi sel dengan menghambat protein pRb (menekan

pertumbuhan tumor), p107 dan p130; E8, fungsinya belum diketahui.

C. Proses Onkogenesis HPV

Saat ini telah ditemukan lebih dari 100 tipe HPV. Klasifikasi berdasarkan

epidemiologi membagi HPV menjadi tiga golongan yaitu risiko

tinggi/onkogenik (tipe 16, 18, 31, 33, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59),

kemungkinan risiko tinggi (26, 53, 66, 68, 73, 82) dan risiko rendah (6, 11, 40,

42, 43, 44, 54, 61, 70, 72, 81). HPV onkogenik tipe 16/18 merupakan

penyebab utama terjadinya kanker serviks. Tipe HPV low risk biasanya tidak

akan menyebabkan kanker serviks.

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses onkogenesis HPV adalah faktor

virus, antara lain tipe virus (kemampuan integrasi, kemampuan ekspresi

onkogen dll) faktor hospes (respons imun humoral dan seluler, multi paritas,

faktor genetik seperti HLA atau Human Leucosite Antigen,p53) dan faktor

lingkungan (merokok, kontrasepsi hormonal, penyakit hubungan seksual,

misalnya: virus Herpes, dan faktor nutrisi

1. Faktor Virus

HPV merupakan faktor inisiator dari kanker serviks yang

menyebabkan terjadinya gangguan epitel serviks. Onkoprotein E6 dan E7

merupakan penyebab terjadinya degenerasi keganasan. Onkoprotein E6

akan berinteraksi dan menginaktivasi protein p53. Fungsi p53 adalah

4
sebagai tumor supressor gene yang bekerja pada fase G1 (fase pertama

pertumbuhan sel) dan p53 pada siklus sel berfungsi menghentikan siklus

sel pada fase G1. Kemampuan p53 menghentikan siklus sel melalui

hambatannya pada kompleks cdk-cyclin. Kompleks ini berfungsi

merangsang siklus sel untuk memasuki fase selanjutnya. Akibat hilangnya

fungsi p53 maka penghentian sel pada fase G1 tidak terjadi, dan perbaikan

DNA tidak terjadi dan sel akan terus masuk ke fase S tanpa ada perbaikan.

Sel abnormal ini akan terus berploriferasi tanpa kontrol. Selain itu

hilangnya fungsi p53 menyebabkan apoptosis tidak berjalan. Apoptosis

bekerja dengan membuang sel yang sudah tidak diperlukan oleh tubuh

yang bersifat menguntungkan. Inaktivasi p53 dengan cara meningkatkan

degradasi melalui ubiquitin-dependent proteolysis.

Pada karsinoma serviks didapatkan penurunan aktivitas Bcl-2,

Bak, caspase 3 dan caspase 6, yang mempunyai fungsi antiapoptosis.

Onkoprotein E7 menghambat proses perbaikan sel melalui mekanisme

berbeda. Pada proses regulasi siklus sel di fase G0 dan G1 pRb berikatan

dengan E2F, ikatan ini menyebabkan E2F menjadi tidak aktif (E2F

merupakan protein yang akan merangsang siklus sel).

Masuknya onkoprotein E7 ke dalam sel, menyebabkan terjadinya

ikatan E7 dengan pRb, ikatan ini menyebabkan E2F bebas terlepas dan

merangsang proto-onkogen c-myc dan N-myc yang selanjutnya akan

terjadi proses transkripsi sehingga siklus sel berjalan. Kekuatan ikatan

protein E7 dengan pRb berbeda-beda di antara beberapa jenis virus HPV.

Ikatan E7 HPV tipe 6 dan 11 kurang kuat dibandingkan dengan E7 HPV

16 ataupun 18. Integrasi DNA virus dengan genom sel tubuh merupakan

awal dari proses yang mengarah ke transformasi.

Integrasi DNA virus dimulai pada daerah E1-E2. Integrasi tersebut

menyebabkan E2 tidak berfungsi sehingga menyebabkan overekspresi E6

dan E7. Hal tersebut menyebabkan siklus sel tidak terkontrol, perbaikan

DNA dan apoptosis tidak terjadi.

5
2. Faktor Hospes

HPV sendiri tidak cukup menyebabkan progresi ke arah

keganasan. Penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa surveilance imun

seluler penting untuk mengontrol perkembangan kanker serviks. Faktor-

faktor yang menyebabkan HPV terhindar dari sistem imun adalah fase

viremia relatif tidak terjadi sehingga tidak menstimulasi respons imunm,

protein virus diproduksi sangat sedikit, ekspresi HPV dan pelepasan virus

matang di lapisan atas epitel sehingga tidak mudah terdeteksi oleh sistem

imun, infeksi HPV bersifat sitopatik ( perubahan atau kelainan struktur

yang timbul dalam sel inang yang diakibakan oleh infeksi virus) , viral

early proteins menghambat ekspresi MHC kelas I, E7 (tipe 16 dan 18)

menghambat induksi interferon, E5 menginaktivasi antigen processing

system, sel langerhans tidak mempunyai respons terhadap antigen kapsid

HPV.

Selain itu, HLA juga berperan dalam proses onkogenesis HPV.

Beberapa studi menyebutkan bahwa HLA-B-15 bersifat protektif terhadap

perkembangan cervical intraepithelial neoplasia III atau invasive cervical

cancer. 10 HLA-B-44, HLA-B-1 atau HLA-B-57 yang terinfeksi dengan

HPV 16 varian L832 akan meningkatkan risiko kanker serviks sebanyak

4-5 kali lipat

3. Faktor Lingkungan

Kemungkinan mekanisme rokok menginduksi kanker serviks

adalah karena menurunkan respons imun (penurunan sel langerhans

serviks, yang merupakan komponen utama respons imun selular) terhadap

infeksi HPV sehingga infeksi menjadi persisten. Komponen rokok yaitu

benzo(a)pyrene dan n-methyl n-nitrosourea pada rokok, menginduksi

metaplasia dan proliferasi epitel serviks secara in vitro dan in vivo.

Mekanisme ketiga produk samping rokok secara langsung menyebabkan

transformasi sel yang diinfeksi oleh HPV. Sedangkan radikal bebas yang

6
terbentuk menyebabkan kerusakan DNA dan aktivasi prokarsinogen.

Konsumsi lebih dari 10 batang rokok per hari meningkatkan risiko

menderita kanker serviks.

Estrogen dapat menginduksi transaktivasi genom virus, epitel

skuamosa serviks mempunyai reseptor estrogen sehingga pemberian

estrogen dapat menyebabkan ploriferasi epitel. Estrogen juga dapat

menginduksi onkogenesis secara langsung pada epitel serviks. Wanita

yang menggunakan kontrasepsi oral lebih dari 5 tahun meningkatkan

risiko relatif untuk berkembang menjadi karsinoma serviks.

Defisiensi folat merupakan salah satu faktor nutrisi yang

memegang peranan dalam proses karsinogenesis serviks. Defisiensi folat

menyebabkan inkorporasi DNA HPV pada situs kromosom yang rapuh

sehingga memudahkan terjadinya transformasi ke arah keganasan.

Infeksi herpes simplex virus-2 (HSV2) memungkinkan HPV

masuk ke lapisan epitel lebih dalam, inflamasi yang disebabkan virus

herpes mengganggu respons imun terhadap HPV dan infeksi HSV

menstimulasi DNA HPV untuk bereplikasi dan berintegrasi pada DNA sel

epitel serviks. (Rusmana, 2009)

D. Penularan HPV

HPV merupakan virus yang menginfeksi kulit (epidermis) dan membran

mukosa manusia, seperti mukosa oral, esofagus, laring, trakea, konjungtiva,

genital, dan anus. HPV tidak pernah menginfeksi mukosa saluran cerna. Virus

ini terutama ditularkan melalui hubungan seksual termasuk oral sex, anal sex,

dan hand sex. Virus ini juga dapat menular melalui kontak nonseksual seperti

transmisi vertikal ibu kepada bayinya (sangat jarang terjadi), penggunaan alat-

alat yang telah terkontaminasi seperti handuk, sarung tangan, dan pakaian.

Virus menular melalui kontak langsung dengan lesi yang telah terinfeksi.

Masa inkubasi HPV 3-4 bulan (bervariasi 1 bulan hingga 2 tahun). HPV

membelah berkali-kali bila respon imun rendah, misalnya pada kasus HIV,

merokok, hamil, dan malnutrisi. HPV tidak dapat disembuhkan, individu yang

terinfeksi akan selalu membawa virus. (Setiawati, 2014)

7
Meskipun faktor usia juga berhubungan dengan kebiasaan atau perilaku

seksual yang beresiko (seperti mempunyai banyak pasangan seksual, tidak

menggunakan kondom pada saat berhubungan), ada juga bukti lain yang

menyatakan bahwa remaja dan wanita usia dewasa muda lebih rentan terhadap

infeksi HPV dibandingkan wanita usia dewasa karena alasan biologis. Pada

wanita dewasa, tipe sel predominan pada daerah genital adalah sel skuamosa,

sedangkan pada remaja dan wanita dewasa muda adalah tipe kolumner dan

metaplastik. Selama masa tumbuh kembang, bayi yang baru dilahirkan

mempunyai epitel tipe squamo-columnar junction pada daerah ectocervix

(lapisan paling luar pada serviks). Ketika mencapai masa pubertas, secara

bertahap, epitel kolumner akan mengalami perubahan menjadi epitel

skuamosa. Selama proses ini, yang disebut metaplasia skuamosa, akan

terbentuk suatu daerah yang sangat luas dan terdiri dari sel transitional

squamous, glandular dan sel metaplastik, dimana kesemuanya ini merupakan

kondisi yang sangat memudahkan terjadinya replikasi HPV. Tidak hanya itu,

proses perubahan sifat dan tipe epitel ini dapat menyebabkan terjadinya

perubahan genetik sel epitel skuamosa metaplastik, akibat rangsangan dari

HPV, yang apabila terjadi infeksi yang bersifat menetap pada daerah tersebut

akan menyebabkan terjadinya lesi intraepitelial skuamosa tipe tinggi (High-

grade Squamous Intraepithelial Lesions/HSIL).

Semakin dini usia pertama kali melakukan hubungan seksual akan

mempercepat proses perubahan dan pematangan serviks, dimana pada

kelompok remaja yang telah aktif secara seksual, dan mempunyai pasangan

seksual lebih dari satu, ditemukan lebih banyak epitel serviks yang telah matur

dibandingkan pada kelompok remaja yang tidak aktif secara seksual.

Berdasarkan meta-analisis dari 20 penelitian, resiko perkembangan gejala

sisa (sequelae) infeksi HPV dapat diturunkan dengan penggunaan kondom.

Penjelasan mengenai mekanisme, secara molekuler, bagaimana kondom dapat

mencegah perkembangan infeksi masih belum diketahui secara pasti, namun

diperkirakan bahwa penggunaan kondom dapat mengurangi jumlah virus yang

ditransmisikan. Pada akhirnya, dengan menurunkan jumlah virus yang

8
ditularkan, kondom dapat menurunkan kemungkinan perkembangan infeksi

HPV dan membantu mempercepat pemulihan.

E. Faktor Resiko Penularan HPV

Faktor yang paling penting dalam proses perkembangan kanker serviks

adalah adanya infeksi HPV tipe resiko tinggi yang bersifat menetap. Lagipula,

remaja dengan imunitas seluler yang rendah mempunyai angka insiden infeksi

HPV yang tinggi dan membutuhkan waktu yang lama untuk sembuh. Faktor

resiko lainnya, untuk kanker serviks invasif, adalah merokok, mengkonsumsi

alkohol, mempunyai pasangan seksual (pria) yang tidak disunat

(uncircumcised), paritas tinggi (melahirkan lebih dari 3 kali), ada riwayat

penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka waktu lama, dan adanya infeksi

HSV atau C. Trachomatis

F. Manifestasi Klinis

Perlu diwaspadai, sebagian besar infeksi HPV bersifat asimptomatis dan

hanya dapat terdeteksi setelah melakukan tes DNA HPV. Pada individu yang

tampak sehat meski terinfeksi HPV, lebih dari 75% diantaranya akan sembuh

dari infeksi dalam waktu 30 bulan. Hal ini terutama terjadi pada mereka yang

terinfeksi HPV tipe resiko rendah.

HPV dapat menyebabkan terjadinya kutil kelamin (genital warts), juga lesi

pre-kanker dan kanker serviks. HPV, diperkirakan, ikut terlibat sebagai

penyebab keganasan pada daerah vulva, vagina, penis dan anus serta beberapa

keganasan pada kulit dan pharing. Saat ini, telah diketahui, ada 40 tipe HPV

yang diketahui dapat menyebabkan infeksi pada mukosa genital dan telah

terklasifikasi menurut derajat kemampuan oncogenic (pencetus atau penyebab

kanker). HPV tipe resiko rendah dapat menyebabkan lesi yang bersifat jinak

(benign), termasuk kutil kelamin dan lesi tingkat ringan di daerah genital,

tetapi tidak ditemukan pada kasus–kasus kanker genital. HPV tipe resiko

tinggi mampu menyebabkan lesi pra-kanker tingkat ringan maupun berat,

namun begitu istilah “resiko tinggi” diberikan karena HPV tipe ini sering

ditemukan pada kanker yang invasive.

9
G. Pemeriksaan dan Pencegahan

American Cancer Society menyarankan sebaiknya seorang wanita segera

melakukan pemeriksaan serviks dalam waktu 3 tahun sejak pertama kali

melakukan hubungan seksual. Pemeriksaan dilakukan setiap tahun dengan tes

sitologi Papanicolaou test atau, lebih dikenal dengan, Pap smear. Apabila

selama 3 tahun berturut-turut, pemeriksaan Pap smear memberikan hasil

normal maka pemeriksaan rutin selanjutnya dilakukan setiap 2 tahun. Pada

usia 30 tahun, pemeriksaan serviks dapat dilakukan setiap 2 – 3 tahun sekali

dengan catatan tidak mempunyai faktor resiko (misalnya imunosupresi) atau

adanya riwayat abnormal pada hasil pemeriksaan Pap smear sebelumnya.

Selain Pap smear, pemeriksaan dapat juga dilakukan dengan metode sitologi,

DNA HPV dan colposcopy.

Pencegahan yang bisa dilakukan yaitu dengan vaksinasi HPV. Saat ini, dua

jenis vaksin HPV, kuadrivalen dan bivalen, telah dipasarkan. Keduanya

dikembangkan dari partikel serupa-virus-noninfeksius yang diciptakan melalui

teknik DNA rekombinan. Vaksin kuadrivalen mengandung partikel serupa-

virus-non-infeksius untuk HPV tipe 6, 11, 16 dan 18, sedangkan vaksin

bivalen memiliki target eksklusif yaitu HPV tipe 16 dan 18. Tiga dosis vaksin

intramuskuler direkomendasikan selama periode 6 bulan; sedangkan

kemungkinan kebutuhan untuk dosis booster belum ditetapkan.

Vaksin-vaksin tersebut aman dan keduanya telah terbukti mampu

memberikan proteksi dan hampir lengkap terhadap terhadap lesi-lesi

prakanker dan patologi anogenital lain yang disebabkan oleh tipe-tipe HPV

terkait selama 5-6 tahun observasi. Konsistensi observasi-observasi ini

memberikan harapan bahwa vaksin tersebut juga dapat memberikan proteksi

tinggi terhadap kanker serviks

10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

1. Human papillomavirus (HPV) adalah virus yang paling sering dijumpai

pada penyakit menular seksual dan diduga berperan dalam proses

terjadinya kanker.

2. Human papillomavirus tipe high risk memiliki kecenderungan berintegrasi

dengan genom hospes. Proses integrasi menyebabkan interupsi gen E2

dengan akibat overekspresi E6 dan E7. Produk E6 and E7 berinteraksi

dengan dan menghambat fungsi protein tumor supresor (p53 dan pRb)

secara sinergis.

3. Tiga faktor yang mempengaruhi progresi infeksi yang disebabkan HPV ke

arah keganasan adalah faktor virus, faktor hospes dan faktor lingkungan.

4. HPV merupakan virus yang menginfeksi kulit (epidermis) dan membran

mukosa manusia, seperti mukosa oral, esofagus, laring, trakea, konjungtiva,

genital, dan anus.

5. Sebagian besar infeksi HPV bersifat asimptomatis dan hanya dapat

terdeteksi setelah melakukan tes DNA HPV

6. Pemeriksaan bisa dilakukan dengan berbagai macam seperti papsmear.

Sedangkan untuk pencegahan bisa dilakukan dengan vaksinasi HPV.

B. Saran

Berdasarkan beberapa teori yang telah dipaparkan diatas diketahui bahwa

virus HPV merupakan virus penyebab kanker, sehingga diharapkan masyarakat

bisa melakukan pencegahan dengan vaksinasi HPV dan deteksi dini dengan

papsmear atau IVA.

11
DAFTAR PUSTAKA
Bruni L, D. (2015). 5. Human papillomavirus and Related diseases report in Indonesia. ICO
Information Center on HPVand Cancer.
Kemenkes. (2018). Kepmenkes TENTANG PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN
KEDOKTERAN TATA LAKSANA KANKER SERVIKS.
Rusmana, D. (2009). Aspek Onkologi Human Papillomavirus. Jkm, 9(1'), 95–101.
Setiawati, D. (2014). Human Papilloma Virus Dan Kanker Serviks. Al-Sihah : Public Health
Science Journal.

12

Anda mungkin juga menyukai