Necrophilia
Necrophilia
sebagai partner seksnya. Kadang kita berpikiran bahwa penyakit ini hanya
terjadi pada pria saja. Tidak sepenuhnya salah sebab selama ini berita tentang
oknum yang menyetubuhi mayat memang selalu didominasi oleh pria. Padahal
sebenarnya wanita juga bisa mengidap penyakit ini. Hanya saja 90% kasus
necrophilia memang diidap oleh pria.
Namun penyakit ini juga bisa disembuhkan dengan perawatan piskopatologi dan
terapi kognitif.
Di sisi lain, besarnya persentase pria minder dalam berhubungan seksual dengan
manusia normal adalah salah satu akar permasalahannya. Sehingga sangat tidak
dianjurkan bagi partner sex, istri atau pacar untuk meledek pasangannya bila
terjadi kelemahan atau kekurangan dari partner. Hal ini dapat berakibat
traumatic pada pasangan yang berujung ke necrophilia ini.
Sejarah mencatat hal serupa terjadi di Mesir ribuan tahun lalu. Para suami yang takut mayat istrinya
diperlakukan tak senonoh oleh pembalsem, menyimpan mayat istrinya di rumah sampai benar-
benar membusuk. Salah satu yang menjadi legenda hingga kini adalah Raja Herod yang membunuh
istrinya, kemudian berhubungan seks dengan mayatnya selama lebih dari 7 tahun.
Jenis kelamin penderita necrophilia, 90 persen laki-laki dan heteroseksual. Hanya sebagian kecil
yang melibatkan kaum gay dan wanita. Salah satunya, kisah seorang wanita yang bertugas
membalsem mayat di sebuah perusahaan pemakaman. Selama 4 bulan masa kerjanya ia sudah
berhubungan seks dengan banyak mayat lelaki.
Necrophilia adalah kelainan seksual di mana seseorang memiliki hasrat seksual terhadap mayat. Ada tiga
jenis Necrophilia:
1. necrophilic homicide, penderitanya harus membunuh terlebih dahulu untuk mendapatkan mayat dan
memperoleh kepuasan seksual.
2. regular necrophilia, si penderita hanya menggunakan mayat yang sudah mati untuk memperoleh
kepuasan seksual.
3. necrophilic fantasy, si penderita berfantasi berhubungan seks dengan mayat, tetapi tidak
melakukannya.
Dalam studi penelitian yang dilakukan oleh Dr Jonathan Rosman dan Dr Phillip Resnick diperoleh hasil
bahwa dari 122 kasus necophilia didominasi kasus regular necophilia. Umumnya, penderita bekerja di
kamar mayat atau di jasa pemakaman. Data lain menunjukkan bahwa 90% penderita kelainan seksual ini
adalah laki-laki.
Gejala
Hasrat seksual pada mayat atau terangsang melihat mayat
Perawatan
Penderita kelainan seksual ini harus mendapatkan perawatan psikopatologi yang sesuai. Salah satu
perawatan untuk penderita kelaianan seksual ini adalah dengan terapi kognitif.
http://misterisdunia.blogspot.com/2011/08/necrophiliac-bercumbu-dengan-mayat.html
http://sawah31.wordpress.com/2012/10/12/necrophilia-si-pemerkosa-mayat/
http://id.wordpress.com/tag/necrophilia/
MAKALAH
NECROPHILIA
(Penyimpangan Seksual Menyetubuhi Mayat)
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Biologi
Oleh :
Irpan Erpiana ( P17320110027 )
I-C
JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES BANDUNG
2010
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allh SWT, atas segala rahmat dan
karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas individu dengan judul :
“NECROPHILIA”.
Tugas ini untuk mengetahui dan mempelajari pokok permasalahan yang berkaitan
dengan Mata KuliahBiologi.
Mulai perencanaan sampai dengan penyelesaian tugas ini, penulis telah banyak
mendapatkan bantuan-bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini
penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak dan tidak lupa kritik dan
saran yang membangun sangat dinantikan.
Semoga Allah SWT, senantiasa memberikan Rahmat dan Karunia-Nya kepada
semua pihak yang telah memberikan segala bantuan tersebut di atas.
Kepada pembaca atau penulis lain mungkin masih bisa mengembangkan hasil tugas
ini pada ruang lingkup yang lebih luas dan analisis yang lebih tajam. Akhirnya semoga
tugas ini ada manfaatnya.
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar........................................................................................... ii
Daftar Isi.....................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah…………………………………………………1
1.2 Rumusan masalah……………………………………………………….2
1.3 Tujuan penulisan………………………………………………………..2
1.4 Metode penulisan………………………………………………………..2
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………….3
2.1 Penyimpangan seksual…………………………………………………..3
2.2 Apa itu necrophilia.........................................................................10
2.3 Kapan dan dimana necrophilia mulai muncul....................................11
2.4 Siapa yang melakukan penyimpangan necrophilia……………………11
2.5 Bagaimana necrophilia terpenuhi…………………………………...…12
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan........................................................................................16
3.2 Saran…………………………………………………………………...16
Daftar Pustaka...............................................................................................17
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
4 Voyeurisme Mengintip
1. Homoseksual
2. Sadomasokisme
Sadisme seksual termasuk kelainan seksual. Dalam hal ini kepuasan seksual
diperoleh bila mereka melakukan hubungan seksual dengan terlebih dahulu menyakiti
atau menyiksa pasangannya. Sedangkan masokisme seksual merupakan kebalikan dari
sadisme seksual. Seseorang dengan sengaja membiarkan dirinya disakiti atau disiksa
untuk memperoleh kepuasan seksual.
3. Ekshibisionisme
4. Voyeurisme
Istilah voyeurisme (disebut juga scoptophilia) berasal dari bahasa Prancis yakni
vayeur yang artinya mengintip. Penderita kelainan ini akan memperoleh kepuasan seksual
dengan cara mengintip atau melihat orang lain yang sedang telanjang, mandi atau bahkan
berhubungan seksual. Setelah melakukan kegiatan mengintipnya, penderita tidak
melakukan tindakan lebih lanjut terhadap korban yang diintip. Dia hanya mengintip atau
melihat, tidak lebih. Ejakuasinya dilakukan dengan cara bermasturbasi setelah atau
selama mengintip atau melihat korbannya. Dengan kata lain, kegiatan mengintip atau
melihat tadi merupakan rangsangan seksual bagi penderita untuk memperoleh kepuasan
seksual. Yang jelas, para penderita perilaku seksual menyimpang sering membutuhkan
bimbingan atau konseling kejiwaan, disamping dukungan orang-orang terdekatnya agar
dapat membantu mengatasi keadaan mereka.
5. Fetishisme
Fatishi berarti sesuatu yang dipuja. Jadi pada penderita fetishisme, aktivitas
seksualnya disalurkan melalui bermasturbasi dengan BH (breast holder), celana dalam,
kaos kaki, atau benda lain yang dapat meningkatkan hasrat atau dorongan seksual.
Sehingga, orang tersebut mengalami ejakulasi dan mendapatkan kepuasan. Namun, ada
juga penderita yang meminta pasangannya untuk mengenakan benda-benda favoritnya,
kemudian melakukan hubungan seksual yang sebenarnya dengan pasangannya tersebut.
Adalah orang dewasa yang yang suka melakukan hubungan seks / kontak fisik yang
merangsang dengan anak di bawah umur.
7. Bestially
Bestially adalah manusia yang suka melakukan hubungan seks dengan binatang
seperti kambing, kerbau, sapi, kuda, ayam, bebek, anjing, kucing, dan lain sebagainya.
8. Incest
Adalah hubungan seks dengan sesama anggota keluarga sendiri non suami istri
seperti antara ayah dan anak perempuan dan ibu dengna anak cowok.
9. Necrophilia/Necrofil
Adalah orang yang suka melakukan hubungan seks dengan orang yang sudah
menjadi mayat / orang mati.
10. Zoophilia
Zoofilia adalah orang yang senang dan terangsang melihat hewan melakukan
hubungan seks dengan hewan.
11. Sodomi
Sodomi adalah pria yang suka berhubungan seks melalui dubur pasangan seks baik
pasangan sesama jenis (homo) maupun dengan pasangan perempuan.
12. Frotteurisme/Frotteuris
13. Gerontopilia
adalah suatu perilaku penyimpangan seksual dimana sang pelaku jatuh cinta dan
mencari kepuasan seksual kepada orang yang sudah berusia lanjut (nenek-nenek atau
kakek-kakek). Gerontopilia termasuk dalam salah satu diagnosis gangguan seksual, dari
sekian banyak gangguan seksual seperti voyurisme, exhibisionisme, sadisme, masochisme,
pedopilia, brestilia, homoseksual, fetisisme, frotteurisme, dan lain sebagainya. Keluhan
awalnya adalah merasa impoten bila menghadapi istri/suami sebagai pasangan hidupnya,
karena merasa tidak tertarik lagi. Semakin ia didesak oleh pasangannya maka ia semakin
tidak berkutik, bahkan menjadi cemas. Gairah seksualnya kepada pasangan yang
sebenarnya justru bisa bangkit lagi jika ia telah bertemu dengan idamannya
(kakek/nenek).
Manusia itu diciptakan Tuhan sebagai makhkluk sempurna, sehingga mampu
mencintai dirinya (autoerotik), mencintai orang lain beda jenis (heteroseksual) namun juga
yang sejenis (homoseksual) bahkan dapat jatuh cinta makhluk lain ataupun benda,
sehingga kemungkinan terjadi perilaku menyimpang dalam perilaku seksual amat banyak.
Manusia walaupun diciptakanNya sempurna namun ada keterbatasan, misalnya manusia
itu satu-satunya makhluk yang mulut dan hidungnya tidak mampu menyentuh
genetalianya; seandainya dapat dilakukan mungkin manusia sangat mencintai dirinya
secara menyimpang pula. Hal itu sangat berbeda dengan hewan, hampir semua hewan
mampu mencium dan menjilat genetalianya, kecuali Barnobus (sejenis Gorilla) yang sulit
mencium genetalianya. Barnobus satu-satunya jenis apes (monyet) yang bila bercinta
menatap muka pasangannya, sama dengan manusia. Hewanpun juga banyak yang
memiliki penyimpangan perilaku seksual seperti pada manusia, hanya saja mungkin
variasinya lebih sedikit, misalnya ada hewan yang homoseksual, sadisme, dan sebagainya
*philia (persahabatan).
Istilah ini berasal dari karya Krafft-Ebing tahun 1886. Kelainan ini disebut juga
thanatofilia atau necrolagnia. kelainan seksual ini terjadi pada orang yang suka
melakukan hubungan seks dengan orang yang sudah menjadi mayat / orang mati.
suami yang takut mayat istrinya diperlakukan tak senonoh oleh pembalsem,
1. necrophilic homicide,
2. regular necrophilia,
melakukannya.
masturbasi setelah menguburkan mayat gadis muda yang cantik. Agar mencapai
klimaks ia harus menyentuh mayat si gadis. Kegiatan seksual tak lazim itu
dilakukan setelah sepi dan tak ada orang di sekitar kuburan. Dalam
antara 4-5 kali. Ia bahkan pernah mengisap darah dan urin dari mayat anak
Hanya sebagian kecil yang melibatkan kaum gay dan wanita. Salah satunya,
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
necrophilia adalah penyakit (kelainan) berupa tertarik secara
seksual untuk menyetubuhi mayat yang sudah ada sejak zaman mesir ribuan
tahun lalu.
3.2 Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis memberikan keleluasaan pada pembaca yang
hendak melengkapi makalah dari sumber yang berbeda. dan semoga dengan selesainya
makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Jakarta : Grasindo
http://forum.kafegaul.com/archive/index.php/t-176776.html, 25 Dese
mber 2010
http://setengahbaya.info/tag/necrophilia, 27 Desember 2010
http://makalahdanskripsi.blogspot.com/2009/03/penyimpangan-seksual.html, 30 Desember
2010
http://asaborneo.blogspot.com/2010/01/apa-itu-nekrofilia-kelainan-seks-
OLEH : ERFANDI
A. Pengertian
Sek merupakan kegiatan fisik, sedangkan seksualitas bersifat total, multi-determined dan multi-
dimensi. Oleh karena itu seksualitas bersifat holistik yang melibatkan aspek biopsikososial kultural dan
spiritual
Tingkat kesadaran diri perawat terhadap seksualitas mempunyai dampak langsung pada
kemampuannya melakukan intervensi keperawatan, menurut Stuart & Sundeen (1995), empat tahap
2. Tahap Ansietas
3. Tahap Marah
4. Tahap Tindakan
Dengan memahami ke empat tahap perkembangan kesadaran perawat tentang seksualitas, akan
memudahkan dan memungkinkan perawat untuk menjalankan empat tugas utamanya sebagai
1. Pertimbangan Perkembangan
Proses perkembangan manusia mempengaruhi aspek psikososial, emosional dan biologik
kehidupan yang selanjutnya akan mempengaruhi seksualitas individu
Hanya aspek seksualitas yang telah dibedakan sejak fase konsepsi
Tubuh, jiwa dan emosi yang sehat merupakan persyaratan utama untuk dapat mencapai
kepuasan seksual
Trauma atau stress dapat mempengaruhi kemampuan individu untuk melakukan kegiatan
atau fungsi kehidupan sehari-hari yang tentunya juga mempengaruhi ekspresi seksualitasnya,
termasuk penyakit
Kebiasaan tidur, istirahat, gizi yang adekuat dan pandangan hidup yang positif
mengkontribusi pada kehidupan seksual yang membahagiakan
4. Konsep Diri
6. Agama
7. Etik
Seksualitas yang sehat menurut Taylor, Lilis & Le Mone (1997) tergantung pada
terbebasnya individu dari rasa berssalah dan ansietas
Apa yang diyakini salah oleh seseorang, bisa saja wajar bagi orang lain
1. Transeksualisme : Rasa tidak nyaman yang menetap dan adanya ketidakwajaran seks
dengan preokupasi yang menetap (sedikitnya untuk 2 tahun) dengan menyisihkan
karakteristik seks primer dan sekunder dan memperoleh karakteristik lawan jenis
2. Gangguan identitas jender pada masa kanak-kanak, remaja dan dewasa : Tekanan yang
kuat dan menetap mengenai status sebagai laki-laki atau perempuan dengan keinginan
yang kuat untuk berjenis kelamin lawan seks dan penanggalan struktur anatomis individu
3. Pedofilia : terjadinya hubungan yang menetap, sedikitnya berlangsung selama 6 bulan
antara rangsangan dan keinginan seksual, tindakan, fantasi atau rangsangan lain yang
melibatkan seorang anak atau lebih yang berusia 13 tahun kebawah
4. Eksibisionisme : Terjadinya hubungan yang menetap, sedikitnya berlangsung selama 6
bulan, antara rangsangan dan keinginan seksual, tindakan, fantasi atau rangsangan lain
dengan memamerkan genitalnya kepada orang asing/orang yang belum dikenal
5. Sadisme Seksual : Terjadinya hubungan yang menetap, sedikitnya berlangsung selama 6
bulan antara rangsangan dan keinginan seksual, tindakan, fantasi atau rangsangan lain
yang menimbulkan kesakitan yang nyata atau stimulasi psikologis dan penderitaan fisik
6. Masokisme Seksual : terjadinya hubungan yang menetap, sedikitnya berlangsung selama
6 bulan, antara rangsangan dan keinginan seksual, tindakan ,fantasi atau rangsangan lain
yang melibatkan penghinaan, pemukulan, pengikatan atau hal-hal lain yang sengaja
dilakukan untuk menderita
7. Voyeurisme : terjadinya hubungan yang menetap, sedikitnya berlangsunag selama 6
bulan, antara rangsangan dan keinginan seksual, tindakan, fantasi atau rangsangan lain
yang melibatkan pengamatan terhadap orang-orang yang telanjang, sedang menanggalkan
pakaian atau sedang melakukan kegiatan seksual tanpa diketahui mereka
8. Fetisisme : terjadi hubungan yang menetap, sedikitnya berlangsung selama 6 bulan,
antara rangsangan dan keinginan seksual, tindakan, fantsi atau rangsangan lain dengan
menggunakan objek mati
9. Fetisisme Transvestik : Terjadinya hubungan yang menetap, sedikitnya berlangsung
selam 6 bulan, antara rangsangan dan keinginan seksual, tindakan, fantasi atau
rangsangan lain dengan menggunakan pakaian orang lain
10. Frotterurisme : Terjadinya hubungan yang menetap, sedikitnya berakhir 6 bulan antara
rangsangan dan keinginan seksual, tindakan, fantasi atau rangsangan lain meraba tanpa
persetujuam pihak lain
11. Gangguan keinginan Seksual Hipoaktif : Defisit yang menetap/berulang atau tidak
terdapatnya fantasi seksual dan keinginan untuk melakukan kegiatan seksual
12. Gangguan Keengganan Seksual : Keengganan yang berlebihan dan menetap dan
menghindari semua atau hampir semua kontak dengan pasangan seksual
13. Gangguan Rangsangan Seksual : Kegagalan yang menetap dan sebagian untuk mencapai
atau mempertahankan respons fisiologis dari kegiatan seksual atau hilangnya kepuasan
seksual selama kegiatan seksual dilakuak
14. Hambatan Orgasme : Keterlambatan yang menetap atau tidak adanya orgasme yang
menyertai pada saat fase puncak hubungan seksual, walaupun menurut tenaga profesional
terhadap intensitas, lama dan fokus yang sesuai dengan usia individu
F. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
Berikut ini pedoman wawancara yang baik dalam mengumpulkan data yang berkaitan dengan aspek
psikoseksual :
a. menggunakan pendekatan yang jujur dan berdasarkan fakta yang menyadari bahwa klien sedang
c. Memberikan waktu yang memadai untuk membahas masalah seksual, jangan terburu-buru
d. Menggunakan pertanyaan yang terbuka, umum dan luas untuk mendapatkan informasi mengenai
e. Jangan mendesak klien untuk membicarakan mengenai seksualitas, biarkan terbuka untuk
f. Masalah citra diri, kegiatan hidup sehari-hari dan fungsi sebelum sakit dapat dipakai untuk mulai
g. Amati klien selama interaksi, dapat memberikan informasi tentang masalah ap yang dibahs, bigitu
h. Minta klien untuk mengklarifikasi komunikasi verbal dan nonverbal yang belum jelas
i. Berinisiatif untuk membahas masalah seksual berarti menghargai kjlien sebagai makhluk seksual,
Perlu dikaji berbagai mekanisme koping yang mungkin digunakan klien untuk mengekspresikan
b. Denial, mungkin digunakan untuk tidak mengakui adanya konflik atau ketidakpuasan seksual
c. Rasionalisasi, mungkin digunakan untuk memperoleh pembenaran atau penerimaan tentang motif,
2. Diagnosa Keperawatan
1. Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan struktur dan fungsi tubuh, penganiayaan fisik
(seksual), depresi
Batasan Karakteristik :
Tidak adanya hasrat untuk aktivitas seksual
Perasaan jijik, ansietas, panik sebagai respons terhadap kontak genital
Tidak adanya pelumasan atau sensasi subjektif dari rangsangan seksual selama aktivitas
seksual
Kegagalan untuk mencapai atau mempertahankan ereksi penis selama aktivitas seksual
Ketidakmampuan untuk mencapai orgasme atau ejakulasi
Ejakulasi prematur
Nyeri genital selama koitus
Kontriksi vagina yang mencegah penetrasi penis
Pasien akan mengidentifikasi stresor yang berperan dalam penurunan fungsi seksual dalam
1 minggu
Pasien akan mendiskusikan patofisiologi proses penyakitnya yang menimbulkan disfungsi
seksual dalam 1 minggu
Untuk pasien dengan disfungsi permanen karenan proses penyakit : pasien akan
mengatakan keinginan untuk mencari bantuan profesional dari seorang terapis seks supaya
belajar alternatif cara untuk mencapai kepuasan seksual dengan pasangannya dalam dimensi
waktu ditetapkan sesuai individu
Pasien akan mendapatkan kembali aktivitas seksual pada tingkat yang memuaskan untuk
dirinya dan pasangannya (dimensi waktu ditentukan oleh situasi individu)
Intervensi :
1. Kaji riwayat seksual dan tingkat kepuasan sebelumnya dalam hubunngan seksual
3. Bantu pasien menetapkan dimensi waktru yang berhubungan dengan awitan masalah dan
diskusikan apa yang terjadi dalam situasi kehidupannya pada waktu itu
6. Anjurkan pasien untuk mendiskusikan proses penyakit yang mungkin menambah disfungsi seksual
7. Dorong pasien untuk menanyakan hal-hal yang berkenaan dengan seksual dan fungsi yang
2. Perubahan pola seksualitas berhubungan dengan pilihan sksual yang berbeda, penyesuaian diri
Batasan Karakteristik :
Laporan adanya kesukaran, pembatasan atau perubahan dalam perilaku atau aktivitas seksual
Laporan bahwa getaran seksual hanya dapat dicapai melalui praktik yang berbeda
Hasrat untuk mengalami hubungan seksual yang memuaskan dengan individu lain tanpa butuh
2. pasien dan pasangannya akan saling berkomunikasi tentang cara-cara dimana masing-masing
Intervensi :
1. Ambil riwayat seksual, perhatikan ekspresi area ketidakpuasan pasien terhadap pola seksual
2. Kaji area-area stress dalam kehidupan pasien dan periksa hubungan dengan pasangan seksualnya
3. Catat faktor-faktor budaya, sosial, etnik dan religius yang mungkin menambah konflik yang
5. Bantu terapis dengan perencanaan modifikasi perilaku untuk membantu pasien yang berhasrat
6. Jika perubahan pola seksualitas berhubungan dengan penyakit atau pengobatan medis, berikan
informasi untuk pasien dan pasangannya berkenaan dengan hubungan antara penyakit dan perubahan
seksual
1. Pasien mampu menghubungkan faktor-faktor fisik atau psikososial yang mengganggu fungsi
seksual
2. Pasien mampu berkomunikasi dengan pasangannya tentang hubungan seksual mereka tanpa
3. Pasien dan pasangannya mengatakan keinginan dan hasrat untuk mencari bantuan dari terapi seks
yang profesional
4. Pasien mengatakan kembali bahwa aktivitas seksualnya ada pada tahap yang memuaskan dirinya
dan pasangannya
5. Pasien dan pasangannya mengatakan modifilkasi dalam aktivitas seksual dalam berespon pada
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanak dan masa dewasa,
berlangsung antara usia 10 sampai 19 tahun. Masa remaja terdiri dari masa remaja awal ( 10-14 tahun ),
masa remaja penengahan ( 14-17 tahun ) dan masa remaja akhir ( 17-19 tahun ).
Pada masa remaja, banyak terjadi perubahan baik biologis, psikologis maupun social. Tetapi
umumnya proses pematangan fisik terjadi lebih cepat dari proses pematangan kejiwaan (psikolososial).
Seorang remaja tidak lagi dapat disebut sebagai anak kecil, tetapi belum juga dianggap sebagai orang
dewasa, disatu sisi ia ingin bebas dan mandiri, lepas dari pengaruh orang tua, di sisi lain pada dasarnya ia
tetap membutuhkan bantuan dukungan orang tuanya. Orang tua tidak mengetahui atau memahami
perubahan yang terjadi sehingga tidak menyadari bahwa anak mereka telah tumbuh menjadi seorang
remaja. Orang tua menjadi bingung menghadapi labilitas emosi dan perilaku remaja, sehingga tidak
jarang terjadi konflik diantara keduanya.
Kondisi yang merupaka stresor bagi remaja antara lain timbul berbagai keluhan fisik yang tidak
jelas penyebabnya, maupun berbagai permasalahan yang berdampak social. Beberapa jenis gangguan
jiwa yang banyak terjadi pada remaja antara lain :
4. Bunuh diri
5. Gangguan depresi
6. Gangguan psikotik
Kondisi seperti ini, bila tidak segera diatasi dapat berlanjut sampai dewasa dan dapat berkembang
kearah yang lebih negatif. Maka dari itu, kami disini ingin membahas salah satu gangguan jiwa pada
remaja yaitu ”Gangguan Obsesif – Kompulsif”.
B. Perumusan Masalah
Dalam penyusunan makalah ini, kami merumuskan masalah pada asuhan keperawatan jiwa .
C. Tujuan Penyusunan
Tujuan umum : Meningkatkan pengetahuan mahasiswa tentang kesehatan jiwa remaja sehingga
dapat menciptakan lingkuangan yang kondusif untuk perkembangan anak.
Tujuan khusus :
1. Memberikan pembekalan kepada tenaga kesehatan untuk dapat menyampaikan informasi kepada
masyarakat mengenai kesehatan jiwa remaja.
2. Meningkatkan peran serta mahasiswa dalam menangani remaja bermasalah dan upaya pencegahannya.
D. Manfaat Penyusunan
Untuk mengetahui proses asuhan keperawatan jiwa terutama gangguan jiwa pada anak dan
remaja.
E. Metode Penyusunan
kemudian disimpulkan).
Tinjauan teoritis
Berdasarkan pertumbuhan dan perkembangan, remaja adalah usia yang rentan, konsep diri nya
belum matang, masih terlalu mudah meniru perilaku dari idolanya, kemampuan analisisnya masih
rendah, kemampuan kontrol emosi juga masih rendah. Apakah tidak ada aspek positif dari remaja? tentu
saja banyak diantaranya :
a. Spontanitas
Mereka secara spontan melakukan suatu kegiatan tanpa pertimbangan rasional dan analisa berpikir,
ketika salah seorang teman mereka merokok dan terlihat "Gentleman" di mata mereka maka secara
mencuri - curi mereka akhirnya merokok. Petualang, mereka senang sekali bereksplorasi dengan
berbagai situasi dan keadaan, ketika sedang hangatnya friendster mereka makai friendster, ketika lagi
demam facebook maka mereka ikut membuat account facebook.
b. Kebebasan
Mereka menuntut kebebasan dari orangtuanya untuk melakukan apa yang ingin mereka lakukan, jika
kebebasan ini terfasilitasi maka mereka akan menjadi generasi kreatif yang mampu mengharumkan
nama bangsa.
a. Tawuran, ketika melihat film Only The Strong maka mereka berkeinginan menjadi jagoan, kemudian
mereka mengumpulkan teman - teman mereka dan akhirnya menyerang kelompok remaja lain untuk
menunjukkan eksistensinya.
b. Sex Bebas, kurangnya kontrol orang tua dan terlalu mudahnya akses ke situs - situs porno membuat
mereka memiliki keinginan untuk mencoba, percobaan pertama menjadi pengalaman menyenangkan
akhirnya kecanduan menjadi sebuah pengalaman yang berulang.
c. Penyalahgunaan obat, masa remaja adalah masa transisi, mereka membutuhkan sebuah pembentukan
identitas sehingga ketika ada masalah yang menekan psikologis mereka, kemudian mereka tidak
menemukan seseorang yang mau membantu mereduksi tekanan psikologis mereka akhirnya mereka
melarikan diri ke obat - obatan terlarang, minuman keras bahkan narkotika.
d. Terlibat kegiatan kriminal ringan, karena mereka masih labil masih mudah dibujuk maka bujukan untuk
melakukan sebuah perbuatan kriminal bisa menjadi ajang pembuktian siapa mereka, akibatnya mereka
harus berurusan dengan aparat akibat kesalahan mereka tersebut.
Masih banyak hal lain yang terjadi pada remaja, salah satu hal menyakitkan yang menimpa
remaja adalah gangguan jiwa, mengapa remaja bisa terkena gangguan jiwa dan apa penyebabnya?
a. Sibling rivalry, persaingan dengan sudara kandung, "seorang anak yang dibandingkan dengan sauadara
kandungnya secara terus menerus dan dalam jangka waktu lama maka dia bisa mengalami gangguan
konsep diri harga diri rendah"
b. Loneliness, kesepian atau kesendirian adalah sebuah situasi dimana anak tidak memiliki teman, jarang
bermain dengan teman sebaya karena berbagai alasan, diharuskan mengasuh adik, diminta bekerja oleh
orang tua, dipekerjakan oleh orang lain dll, resiko yang mungkin muncul adalah halusinasi
c. Salah pergaulan, jika anak salah berkumpul dengan grup yang salah maka mereka bisa melakukan
perilaku kekerasan secara kelompok.
d. Karena status orang tua, seorang anak yang memiliki seorang bapak yang ditetapkan menjadi tersangka
kasus korupsi kemudian ditahan maka anak tersebut akan berusaha menghindar dari sosial atau
melakukan isolasi social
Banyak kejadian yang bisa terjadi pada remaja, peran kita sangat dibutuhkan untuk mencegah hal
- hal negatif terjadi pada remaja - remaja yang kita kenal, remaja - remaja yang kelak akan meneruskan
tongkat estafet pembangunan, berikan contoh positif kepada mereka lewat tayangan sinetron yang
mendidik, tayangan televisi yang mendidik, film - film yang mendidik. Karena semakin gencar bentuk -
bentuk penyimpangan memasuki alam bawah sadar maka ledakan emosi dan gangguan jiwa hanya
menunggu waktu.
Gangguan jiwa pada anak-anak merupakan hal yang banyak terjadi, yang umumnya tidak
terdiagnosis dan pengobatannya kurang adekuat. Masalah kesehatan jiwa terjadi pada 15% sampai 22%
anak-anak dan remaja, namun yang mendapatkan pengobatan jumlahnya kurang dari 20% ( keys, 1998 ).
Gangguan hiperaktivitas-defisit perhatian (ADHD / Attention Deficit-Hyperactivety) adalah gangguan
kesehatan jiwa yang paling banyak terjadi pada anak-anak, dimana indensinya diperkirakan antara 6%
sampai 9%.
Diagnosis gangguan jiwa pada anak-anak dan remaja adalah perilaku yang tidak sesuai dengan
tingkat usianya, menyimpang bila dibandingkan dengan norma budaya, yang mengakibatkan kurangnya
atau terganggunya fungsi adaptasi (Townsend, 1999). Dasar untuk memahami gangguan yang terjadi
pada bayi, anak-anak, dan remaja adalah sdengan menggunakan teoi perkembangan. Penyimpangan dari
norma-norma perkembangan merupakan tanda bahaya penting adanya suatu masalah.
Gangguan spesifik dengan awitan pada masa kanak-kanak meliputi redartasi mental, gangguan
perkembangan, gangguan eliinasi, gangguan perilaku disruptif, dan gangguan ansietas. Gangguan yang
terjadi pada anak-anak dan juga terjadi pada masa dewasa adalah gangguan mood dan gangguan
psikotik. Gejala-gejala gangguan jiwa pada anak-anak atau remaja berbeda dengan orang dewasa yang
mengalami gangguan serupa.
1. Gangguan perkembangan pervasif. Ditandai dengan masalah awal pada tiga area perkembangan utama :
perilaku, interaksi sosial, dan komunikasi.
a. Retardasi mental
Muncul sebelum usia 18 tahun dan dicirikan dengan keterbatasan sustandar dalam berfungsi, yang
dimanifestasikan dengan fungsi intelektual secarasignifikan berada dibawah rata-rata (mis., IQ dibawah
70) dan keterbatasan terkait dalam dua bidang ketrampilan adaptasi atau lebih (mis., komunikasi,
perawatan diri, aktivitas hidup sehari-hari, ketrampilan sosial, fungsi dalam masyarakat, pengarahan diri,
kesehatan dan keselamatan, fungsi akademis, dan bekerja.
b. Autisme
Dicirikan dengan gangguan yang nyata dalam interaksi sosial dan komunikasi, serta aktivitas dan minat
yang terbatas (Johnson, 1997). Gejala-gejalanya meliputi kurangnya responsivitas terhadap orang lain,
menarik diri dan berhubungan sosial, kerusakan yang menonjol dalam komunikasi, dan respon yang
aneh terhadap lingkungan (mis., tergantung pada benda mati dangerakan tubuh yang berulang-ulang
seperti mengepakkan tangan, bergoyang-goyang, dan memukul-mukul kepala).
Dicirikan dengan keterlambatan perkembanga yang mengarah pada kerusakan fungsional pada bidang-
bidang, seperti membaca, aritmatika, bahasa, dan artikulasi verbal.
Dicirikan dengantingkat gangguan perhatian, impulsivitas, dan hiperaktivitas yang tidak sesuai dengan
tahap perkembangan. Menurut DSM IV, ADHD pasti terjadi di sekitanya dua tempat (mis., disekolah dan
di rumah) dan terjadi sebelum usia 7 tahun (DSM IV, 1994).
b. Gangguan perilaku
Dicirikan dengan perilaku berulang, disuptif, dan kesengajaan untuk tidak patuh, termasuk melanggar
norma dan peraturan social. Sebagian besaranak-anak dengan gangguan ini mengalami penyalahgunaan
zat atau gangguan kepribadian antisocial setelah berusia 18 tahun. Contoh perilaku pada anak-anak
dengan gangguan ini meliputi mencuri, berbohong, menggertak, melarikan diri, membolos,
menyalahgunakan zat, melakukan pembakaan, bentuk vandalisme yang lain, jahat terhadap binatang,
dan seranga fisik terhadap orang lain.
Gangguan ini merupakan bentuk gangguan perilaku yang lebih ringan, meliputi perilaku yangkurang
ekstrim. Perilaku dalam gangguan ini tidak melanggar hak-hak orang lain sampai tingkat yang terlihat
dalam gangguan perilaku. Perilaku dalam gangguan ini menujukkan sikap menentang, seperti
berargumentasi, kasar, marah, toleransi yang rendah erhadap frustasi, dan menggunakan minuman
keras, zat terlarang, atau keduanya.
3. Gangguan ansietas sering terjadi pada masa kanak-kanak atau remaja dan berlanjut ke masa dewasa
a. Gangguan obsesif kompulsif, gangguan ansietas umum, dan fobia banyak terjadi pada anak-anak dan
remaja, dengan gejala yang sama dengan yang terlihat pada orang dewasa.
b. Gangguan ansietas akibat perpisahan adalah gangguan masa kanak-kanak yang ditandai dengan rasa
takut berpisah dari orang yangpaling dekat dengannya. Gejala-gejalanya meliputi menolak pergi ke
sekolah, keluhan somatic, ansietas berat terjadap perpisahan dan khawatir tentang adanya bahaya pada
orang-orang yang mengasuhnya.
4. Skizofrenia
a. Skizofrenia anak-anak jarang terjadi dan sulit didiagnosis. Gejala-gejalanya dapat meneyrupaigangguan
pervasive, seperti autisme. walaupun penelitian tentang skizofrenia anak-anak sangat sedikit, namun
telah dijumpai perilaku yang khas (Antai-Otong, 1995b), seperti beberapa gangguan kognitif dan
perilaku, menarik diri secara social, komunikasi.
b. Skizofrenia pada remaja merupakan hal yang umum dan insidensinya selama masa remaja akhir sangat
tinggi. Gejala-gejalanya mirip dengan skizofrenia dewasa. Gejala awalnya meliputi perubahan ekstrim
dalamperilaku sehari-hari, isolasi social, sikap yang aneh, penurunan nilai-nilai akademik, dan
mengekspresikan perilaku yang tidak disadarinya.
5. Gangguan mood
a. Gangguan ini jarang terjadi pada masa anak-anak dan remaja dibanding pada orang dewasa (Kelter,
1999). Prevalensi pada anak-anak dan remaja berkisar antara 1% sampai 5% untuk gangguan depresi.
Eksistensi gangguan biolar (jenis manik) pada anak-anak masih controversial. Prevalensi penyakit bipolar
pada remaja diperkirakan 1%. Gejala depresi pada anak-anak sama dengan yang diobservasi pada orang
dewasa.
b. Bunuh diri. Adanya gangguan mood merupakan faktor yang serius untuk bunuh diri. Bunuh diri adalah
penyebab kematian utama ketiga padaindividu berusia 15 sampai 24 tahun. Tanda-tanda bahaya bunuh
diri pada remaja meliputi menarik diri secara tiba-tiba, berperilaku keras atau sangat memberontak,
menyalahgunakan obat atau alkohol, secara tidak biasanya mengabaikan penampilan diri, kualitas tugas-
tugas sekolah menurun, membolos, keletian berlebihan dan keluhan somatic, respon yang buruk
terhadap pujian, ancaan bunuh diri yang terang-terangan secara verbal, dan membuang benda-benda
yang didapat sebagai hadiah ( Newman, 1999)
a. Gangguan ini banyak terjadi ; diperkirakan 32% remaja menderita gangguan penyalahgunaan zat
(Johnson, 1997). Angka penggunaan alkohol atau zat terlarang lebih tinggi pada anak laki-laki disbanding
perempuan. Risiko terbesar mengalami gangguan ini terjadi pada mereka yang berusia antara 15 sampai
24 tahun. Pada remaja, perubahan penggunaan zat dapat berkembang menjadi ketegantungan zat dalam
waktu2 tahun sedangkan pada orang dewasa membutuhkan waktu antara 15 sampai 20 tahun.
b. Komorbiditas dengan gangguan psikiatrik lainya merupakan hal yang banyak terjadi, termasuk gangguan
mood, gangguan ansietas, dan gangguan perilaku disruptif.
c. Tanda-bahaya penyalahgunaan zat pada remaja, diantaranya adalah penurunan fungsi sosial dan
akademik, perubahan dari fungsi sebelumnya, seperti perilaku menjadi agresif atau menarik diri dari
interaksi keluarga, perubahan kepribadian dan toleransi yang rendah terhadap frustasi, berhubungan
dengan remaja lain yang juga menggunakan zat, menyembunyikan atau berbohong tentang penggunaan
zat.
BAB III
PEMBAHASAN
- Obsesif adalah pikiran, perasaan, ide, atau sensasi yang menggangu (intrusif).
(Sinopsis Psikiatri : Kaplan dan Sadock, Edisi Ketujuh Jilid Dua : 40)
- Obsesif adalah isi pikiran yang kukuh (”Persistent”) timbul, biarpun tidak diketahuinya bahwa hal itu
tidak wajar atau tidak mungkin.
(Catatan ilmu kedokteran Jiwa : W.F Maramis : 116)
- Kompulsi adalah pikiran atau yang disadari, dilakukan dan rekuren, seperti menghitung, memeriksa,
mencari, dan menghindari.
(Sinopsis Psikiatri : Kaplan dan Sadock, Edisi Ketujuh Jilid Dua : 40 - 41)
2. Etiologi
Faktor predisposisi dan faktor presipitasi, Faktor predisposisi yang mungkin mengakibatkan timbulnya
gangguan proses pikir obsesif dan kompulsif adalah :
a. Faktor Biologis
- Neurotransmiter
Suatu disregulasi serotinin adalah terlibat dalam pembentukan gejaa osesif dan kompulsif dari gangguan.
Data menunjukkan bahwa obat serotonergik adalah lebih efektif dibandingkan obat yang mempegaruhi
neurotransmitter lain.
Dengan menggunakan PET (Positron Emession Thomography) ditemukan peningkatan aktivitas (sebagai
contohnya : metabolisme dan aliran darah) dilobus frontalis, ganglia basalis (khususnya kaudata), dan
singulum pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif.
- Genitika
Pada penelitian kesesuaian pada anak kembar untuk gangguan obsesif-kompulsif telah secara konsisten
menemukan adanya angka kesesuaian yang lebih tinggi secara bermakna pada kembar monozigotik
dibandingkan kembar dizigotik.
b. Faktor Perilaku
Menurut ahli teori belajar, obsesif adalah stimulasi yang dibiasalan. Stimulasi yang relatif netral menjadi
disertai dengan responden dengan memasangkannya dengan peristiwa yang secara alami adalah
berbahaya atau menghasilkan kecemasan. Jadi objek pikiran yang sebelumnya netral menjadi stimuli
yang terbiasakan yang mampu menimbulkan kecemasan atau gangguan. Kompulsi dicapai dalam cara
yang berbeda, seseorang menemukan bahwa tindakan tertentu menurunkan kecemasan yang berkaitan
dengan pikiran obsesional.
c. Faktor Psikososial
d. Faktor Kepribadian
Gangguan obsesif-kompulsif adalah berbeda dari gangguan kepribadian obsesif-kompulsif tidak memiliki
gejala kompulsif pramorbid ; dengan demikian, sejak kepribadian tersebut tidak diperlukan atau tidak
cukup untuk perkembangan ganguan obsesif-kompulsif.
a. Suatu gangguan atau impuls yang memaksa dirinya secara bertubi-tubi dan terus menerus ke dalam
kesadaran seseorang.
b. Suatu perasaan ketakutan yang mencemaskan, yang menyebabkan orang melakukan tindakan kebalikan
melawan gagasan atau impuls awal.
c. Obsesif dan kompulsif adalah asing bagi ego (ego-alien) ; yaitu ia dialami sebagai makhlu asing bagi
pengalaman seseorang tenang dirinya seagai makhluk psikologis.
d. Tidak peduli bagaimana jelas dan memaksanya obsesif atau kompulsi tersebut, orang biasanya
menyadarinya sebagai mustahil dan tidak masuk akal.
e. Orang yang menderita akibat obsesif dan kompulsi biasanya merasakan suatu dorongan yang kuat untuk
menahannya, tetapi kira-kira separuh dari semua pasien memiliki pertahanan yang kecil terhadap
kompulsi. Kira-kira 80% dari semua pasien percaya bahwa kompulsi adalah irasional.
f. Gambaran obsesif dan kompulsi adalah heterogen pada orang dewasa, demikian juga pada anak-anak
remaja.
4. Psikodinamik
Individu yang mengalami OCD diduga menggunakan empt tipe mekanisme pertahanan : regresi,
isolasi, formasi reaksi, dan undoing. Individu penderita OCD diyakini mengalami regresi dan menjadi
terfiksasi pada tahap anal menurut freud.
Mereka yang mengalami tipe kompulsi rapid an teratur dikatakan berada pada tahap anal – retentive
; tipe berantakan atau agresif dikatakan berada pada tahap anal – eksplosif. Misalnya, klien yang tidak
ingin merawat orangtuanya yang sakit, tetapi menyadari bahwa hal tersebut tidak dapat diterima secara
social, mengalami regresi ketingkat perkembangan sebelumnya (anal – retentive) dan melakukan ritual
yang memberikan rasa nyaman, misalnya mencuci atau mengupayakan segala sesuatu menjadi teratur ;
mengisolasi peristiwa tersebut dari emosi dan tidak nyaman dengan emosi (ansietas); menggunakan
formasi reaksi untuk menyingkirkan pikiran tidak mau merawat orang tuanya; dan menjadi seorang “
anak – super “’, erawat orangtuanya dengan baik dan menjaga kebersihan lingkungan sehingga
menggagalkan (undoing) impuls awal yang tidak dapat diterima untuk mengabaikan kebutuhan
orangtuanya.
Persamaan menarik yang mengaitkan OCD dengan regresi ialah observasi bahwa jika ritual OCD
individu terganggu, ia harus memulai lagi dari awal. Hal ini serupa dengan orangtua yang ingin
mendapatkan pokok cerita kemudian memotong cerita anaknya yang berusia empat tahun hanya untuk
menemukan bahwa anak tersebut harus memulai kembali cerita tersebut dari awal. Pada akirnya cerita
tersebut memakan waktu dua kali lebih lama.
5. Mekanisme Koping
Sigmun freud menjelaskan tiga mekanisme pertahanan psikologis utama yang menentukan bentuk
dankualitas gejala dan sifat karakter obsesif-kompulsif :
a. Isolasi
Adalah mekanisme pertahanan yang melindungi seseorang dari aspek danimpuls yang mencetuskan
kecemasan.
b. Meruntuhkan (UNDOING)
Adalah suatu tindakan kompulsif yang dilakukan dalam usaha untuk mencegah atau menentukan akibat
yang secara irasional akan dialami pasien akibat pikiran atau impuls obsesional yang menakutkan.
d. Pikiran Magis
Adalah regresi yang mengungkapkan cara pikiran awal, ketimbang impulas ; yaitu fungsi ego dan juga
fungsi id, dipengaruhi oleh regresi yangmelekat padapikiran magis adalah pikiran kemahakuasaan.
e. Faktor prepitasi kebanyakan mengarah kepada kejadian ataupun peristiwa yang menyebabkan stress
karena tidak efektifnya koping individu terhadap stress tersebut.
6. Penatalaksanaan
SSRI adalah obat – obatan terkini yang disetujui untk mengobati OCD. Fluvoksamin (Luvox),
paroksetin (paxil), sertralin (Zoloft), dan fluoksetin (Prozac) disetujui untuk mengobati OCD. SSRI tidak
bisa diberikan bersamaan dngan MAOI karena dapat enyebabkan krisis hipertensi. Pemberian MAIO
harus dihentikan tiga sampai lima minggu sebelum memulai pemberian SSRI untuk menghindari krisis
hipertensi. Keberhasilan terapi OCD dengan menggunakan SSRI memperlihatkan bahwa serotonin
berperan dalam proses penyakit ini.
Antidepresan.
Obat pertama yang ditemukan untuk mengurangi perilaku OCD berulang dan tidak dapat
dikendalikan ialah klomipramin ATS (Anafranil). Obat ini diyakini menghambat reuptake erotonin edan
norepineprin di sinaps. ATS kemungkinan efektif dalam mengobati OCD karena menyekat reuptake
norepineprin dan serotonin. Obat – obatan ini tidak adiktif dan terapi jangka panjang direkomendasikan.
Pemberian MAOI harus dihentikan tiga sampai lima minggu sebelum memulai pemberian ATS untuk
menghindari krisis hipertensi. Ada periode keterlambatan atau sampai tiga minggu sebelum gejala mulai
berkurang. Ansiolitik. Buspiron ansiolitik (BuSpar) dan klonazepam (Klonopin) adalah satu – satunya obat
yang efektif dalam mengatasi OCD.
Lebih dari setengah pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif memiliki onset gejala yang tiba-tiba.
Kira-kira 50%-70% pasien memiliki onset gejala setelah suatu peristiwa yang menyebabkan stress. karena
banyak pasien tetap marahasiakan gejalanya, maka sering kali terlambat 5 sampai 10 tahun sebelum
pasien dating ntuk perhatian psiaktrik, walaupun keterlambatan tersebut keungkinan dipersingkat
dengan meningkatkan kesadaran atau gangguan tersebut diantara orang awam dan professional.
Perjalan penyakit biasanya lama tetapi bervariasi ; bebrapa pasien mengalami perjalan penyakit yang
berfluktuasi, dan pasien lain mengalami perjalan penyakit yang konstan.
Kira-kira 20% - 30% pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif memiliki gangguan defresi berat dan
bunuh dii adalah resiko bagi semua pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif. Suatu prognosis yang
buruk dinyatakan oleh mengolah (bukannya menahan) pada kompulsi, onset pada masa anak-anak,
kompulsi yang aneh (bizarre) perlu perawatan di rumah sakit, gangguan defresi berat yang menyertai,
kepercayaan waham, adanya gagasan yang terlalu dipegang (overvalued) yaitu penerimaan obsesi
dankompulsi dan adanya gangguan kepribadian (terutama gangguan kepribadian skizotipal). Prognosis
yang baik ditandai oleh penyesuaian social dan pekerjaan yang baik, adanya peristiwa pencetus, dan
suatu sifat gejala yang episodik. isi obsesional tampaknya tidak berhubungan dengan prognosis.
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
OCD biasanya diobati di komunitas. Perawat harus meluangkan waktu yang adekuat, mungkin
dengan beberapa kali kunjungan, untuk mengidentifikasi rentang perilaku OCD. Untuk pengkajian yang
akurat, perawat perlu memperoleh informasi yang spesifik tentang perilaku OCD untuk menetapkan
suatu pola perilaku, termasuk perilaku atau ritual yang dilakukan, kapan dan berapa kali dilakukan, dan
respons klien terhadap perilaku mengurangi kecemasan ini.
Pengkajian keperawatan harus mencakup hal-hal berikut :
- Deskripsi perilaku
- Peristiwa / perilaku spesifik individu lain yang meningkatkan dan mengurangi perilaku.
- Jumlah waktu yang diperlukan untuk melakukan setiap pengulangan ritual. Informasi ini dapat
digunakan untuk mengkaji berapa lama waktu yang diluangkan dari aktivitas hidup sehari-hari dan
nantinya akan membantu untuk menetapkan batasan waktu pelaksanaan ritual.
- Masalah Keperawatan
- Diagnosa Keperawatan
a. Isolasi social menarik diri berhubungan dengan tidak efektifnya koping individu
3. Intervensi
f. Klien menggunakan teknik perilaku imajinasi, relaksasi progresif,menghentikan pikiran, dan meditasi
untuk mengurangi ansietas
j. Keluarga memperlihatkan penurunan partisipasi dalam secondary gain klien yang terkait dengan perilaku
OCD dan meningkatkan perhatian selama aktivitas non-OCD.
4. Evaluasi
j. Klien mengerti
Bab iv
Penutup
A. Kesimpulan
Ada beberapa terapi yang bisa dilakukan untuk penatalaksanaan gangguan obsesif-kompulsif
antara lain terapi farmakologi (farmakoterapi) dan terapi tingkah laku. Prognosis pasien dinyatakan beik
apabila kehidupan sosial dan pekerjaan baik, adanya stressor dan gejala yang bersifat periodik.
B. Saran
Diharapkan mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan jiwa sebagai bekal ketika
praktek belajar lapangan jiwa (PBL Jiwa) di rumah sakit jiwa, dan mampu melakukannya secara
komperhensif dan sesuai teori.
Daftar pustaka
Isaac, Ann.2004. Panduan Belajar ; Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatrik . Jakarta : EGC
Keliat, Budi Aaan, dkk. 1990. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC
Hamid, Achir yani S. 1999. Askep Kesehatan Jiwa pada Anak dan Remaja. Jakarta : Widya Medika.