Mega Rista Octavianti-Fuh PDF
Mega Rista Octavianti-Fuh PDF
Oleh:
NIM : 106034001204
Skripsi
Oleh:
Pembimbing
A. Kesimpulan ................................................................................ 68
B. Saran .......................................................................................... 69
LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................ 73
PEDOMAN TRANSLITERASI
1. Konsonan
ب B be
ت T te
ث Ts te dan es
ج j je
خ Kh ka dan ha
د D de
ر R er
ز z zet
س S es
ش Sy es dan ye
غ Gh ge dan ha
ف F ef
ق Q ki
ك K ka
ل L el
م M em
ن N en
و W we
ه H ha
ء „ apostrof
ي Y ye
2. Vocal Tunggal
_َ a Fathah
_ِ i kasrah
_ُ u dammah
3. Vokal Rangkap
dengan huruf, yaitu alif dan lam, dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik
6. Ta Marbûtah
7. Singkatan
H = Tahun Hijriah
M = Tahun Masehi
W = Wafat
tt = Tanpa Tempat
tp = Tanpa Penerbit
ed = editor
BAB I
PENDAHULUAN
Hari demi hari silih berganti, bulan demi bulan terus berjalan, tahun demi
orang sebuah pertanyaan, ke mana dirinya akan dibawa oleh pergantian waktu
tersebut? Apakah keberadaannya di muka bumi ini hanya mengikuti kaki yang
melangkah tanpa memiliki visi dan misi yang jelas untuk menatap hari esok.
didasarkan pada kehendak dan pilihannya itu? Sudahkan yang baik memetik hasil
perbuatan baiknya, dan yang jahat memetik hasil dari kejahatannya? Pada
kenyataan yang terlihat saat ini, tak jarang manusia baik dicambuk oleh kehidupan
dengan cemetinya, dan tak sedikit pula orang yang jahat disuapi dunia dengan
kenikmatannya.1
keberadaannya kekal abadi. Apa yang dinamai “mati” bukanlah akhir dari
1
M. Quraish Shihab, Secercah Cahaya Ilahi (Jakarta:PT Mizan Pustaka, 2007), cet ke-2,
h. 494.
perjalanan keberadaan manusia, melainkan hanya satu peristiwa dari beberapa
terpadu dalam mengungkap semua tujuannya, baik tujuan itu berupa berita
gembira atau peringatan;kisah yang terjadi atau yang akan terjadi. Salah satu
Manusia diciptakan oleh Allah mulai dari tiada menjadi ada, kemudian
tiada dan kembali ada. Dalam pandangan al-Qur‟ân kematian dan kehidupan tidak
hanya sekali, melainkan dua kali. Firman Allah swt dalam surat Ghâfir/40: 11
berikut :
2
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia arti visualisasi adalah 1) pengungkapan suatu
gagasan atau pesanan dengan menggunakan bentuk gambar, tulisan (kata dan angka), peta juga
grafik, 2) proses pengubahan konsep menjadi gambar untuk disajikan lewat televisi oleh produser.
Lihat. DepDikBud., Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta : Balai Pustaka, 1990), cet. Ke-3,
lihat juga JS. Badudu dan Sultan Muhammad Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta :
Pustaka Sinar Harapan, 1994), cet. Ke-3.
Kematian pertama dialami manusia sebelum kelahirannya, sedangkan kematian
kedua yaitu saat ia meninggalkan dunia yang fana ini. Kehidupan yang pertama
adalah saat manusia menarik dan menghembuskan nafas di dunia, dan kehidupan
kematian tidak memilih usia, waktu dan tidak pula tempat, karena sejatinya naluri
manusia menginginkan dirinya untuk hidup seribu tahun, dan tak ingin
menciptakan manusia tidaklah main-main juga tidak dibiarkan begitu saja tanpa
3
Barzakh makna aslinya adalah suatu halang-rintangan yang terletak di antara dua barang
atau suatu halang rintangan. Dalam hal ini barzakh mengandung arti jangka waktu antara mati dan
hari kiamat.
4
TIM DEPAG RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008), cet.
Ke-1, vol. 6, hal. 554.
Keimanan kepada Allah tidaklah sempurna kecuali dengan keimanan
kepada Hari Akhir, karena pokok keimanan adalah percaya kepada Allah swt dan
Hari Akhir. Hal ini disebabkan keimanan kepada Allah menuntut amal perbuatan,
Sesungguhnya hari akhir itu pasti akan datang, dan sampai saat ini tak ada
seorang pun yang dapat mengetahui kapan ia datang, Allah swt pun sengaja
Allah swt telah merahasiakan akan datangnya Hari Kiamat, agar manusia
ladang bagi manusia untuk bercocok tanam yaitu untuk berbuat amal kebajikan,
dan akhirat sebagai tempat untuk menuai yaitu sebagai tempat untuk menerima
ganjaran, maka di sinilah Allah swt menyediakan tempat bagi hamba-Nya yang
5
TIM DEPAG RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008), cet.
Ke-1, vol. 10, hal. 454.
6
M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an (Jakarta:PT Mizan Pustaka, 2007), cet ke-1,
hal 109.
7
TIM DEPAG RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008), cet.
Ke-1, vol. 6, hal. 119.
mengikuti tuntunan –Nya, yaitu berupa Surga. Surga yang Allah sediakan, di
yang mengalir di bawahnya, sungai anggur yang tidak memabukkan, juga terdapat
Ra‟d/13: 35 berikut :
8
TIM DEPAG RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008), cet.
Ke-1, vol.2, hal.112.
memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari
Rabb mereka, sama dengan orang yang kekal dalam Jahannam dan diberi
minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong ususnya?.”9
dan jelita yang tak pernah tersentuh oleh manusia dan jin, didalamnya pun
“Di dalam surga itu mereka diberi minum segelas (minuman) yang
campurannya adalah jahe.”10
pun terdapat visualisasi akan Neraka, yaitu yang telah Allah sediakan bagi orang-
orang yang tidak patuh terhadap-Nya. Persediaan didalamnya tak lain adalah
pohon zaqqum dan air yang mendidih. Firman Allah dalam surat al-Wâqiah/56: 52
dan 54 berikut :
Dalam hadis Qudsi yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah, Allah
mengatakan :
9
TIM DEPAG RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008), cet.
Ke-1, vol. 9, hal. 321.
10
TIM DEPAG RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008),
cet. Ke-1, vol. 10, hal. 478.
“Kusediakan bagi hamba-hamba-Ku yang saleh segala kenikmatan
yang belum pernah dilihat oleh mata, belum didengar telinga, bahkan
belum pernah tergambar dalam hati sanubari manusia.”11
Allah telah menyediakan tempat balasan untuk manusia di akhirat kelak, namun
yang demikian itu belum sama sekali diketahui oleh manusia. Sedangkan sejauh
ini, telah diketahui banyaknya visualisasi akan Surga dan Neraka, di dalam buku-
buku, majalah, atau bahkan di film apakah yang demikian itu semata-mata
Apakah yang difikirkan tentang Surga dan Neraka jauh dari keadaan
keindahan-keindahan lainnya, bukankah hal yang demikian itu sudah ada di dunia
metode deskripsi dalam al-Qur'an adalah metode yang diunggulkan dalam gaya
bahasa al-Qur'an. Sebagaimana yang di tulis Sayyid Qutb dalam bukunya Taswir
11
Abu al Husein Muslim bin al-Hajjâj Abu al- Hasan al-Qusyaîrî an-Naisabûri, Shahîh
Muslim (Beirut: Dar al Âfâq al Jadîdah), juz. 8, hal 143.
dan imajinatif tentang makna abstrak, kondisi psikis, peristiwa konkret, adegan
ilmiah.
skripsi ini, karena kandungan ayat tersebut dapat dijadikan pedoman bagi umat
Islam untuk memahami pesan serta makna dari visualisasi surga dan neraka.
Atas dasar tersebut dan melihat latar belakang di atas, penulis akan
12
Sayyid Qutb, Qiamat, Mengungkap Berita-berita Besar Tentang Hari Akhir dalam al-
Qur'an, terj. Nurul Karimah (Yogyakarta:Uswah,2007), hal. 379.
13
Metode tematik adalah menghimpun ayat-ayat al-Qur‟an yang memiliki maksud yang
sama dalam arti sama-sama membicarakan satu topik masalah dan menyusunnya berdasarkan
kronologi serta sebab turunnya ayat tersebut. Lihat Abd al-Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir
Maudhui, terj. Suryan A. Jamrah (Jakarta: raja Grafindo, 1994), h. 45-46.
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah
adalah deskripsi. Deskripsi dalam al-Qur'an memiliki satu makna yaitu keserasian
neraka?
Agar pembahasan dalam penelitian ini jelas dan terarah dengan baik, maka
penulis membatasi pada surat al-Ra‟d ayat 35, Muhammad ayat 15, al-Wâqiah
ayat 52,54, 56,58, al-Insân ayat 17 dan al-Naba ayat 25. Pembatasan pada surat
tersebut dengan alasan karena ayat tersebut telah mewakili akan visualisasi
tentang Surga dan Neraka, ayat tersebut pun yang sering di ingat oleh masyarakat
luas dan penulis memfokuskan penulisan skripsi ini hanya pada kajian mengenai
visualisasi Surga dan Neraka saja, tidak dengan amal-amal perbuatan yang dapat
C. Kajian Pustaka
Telah banyak beberapa tulisan, baik itu berbentuk buku maupun artikel
yang membahas dan berhubungan tentang surga dan neraka. Akan tetapi masih
proses kehidupan manusia di dunia hingga ke akhirat. Namun, dalam buku ini
Karangan Sayyid Qutb.15 Buku ini penulis mendapatkan informasi, bahwa salah
satu gaya yang diunggulkan al-Qur‟an dalam berekspresi adalah visualisasi atau
14
Anwar Junus, Perjalanan Manusia Menuju Tuhannya (Jakarta: NizhamPress, 2007),
cet. Ke-1.
15
Sayyid Qutb, Taswir al-Fanni fi al-Qur’an, Keindahan al-Qur’an yang Menakjubkan
(Jakarta : RabbaniPress, 2004), cet. Ke-1.
16
Jamal Abdurrahman, Indahnya Bidadari Surga (Jakarta: Rabbani Press, 2004), cet.
Ke-1.
yang suci, matanya yang indah, kesuciannya, juga bahan penciptaannya. Dalam
hal ini citra bidadari telah digambarkan dan menjadikan dorongan yang kuat bagi
kaum pria untuk mendapatkannya, lalu sugesti macam apakah yang bisa diberikan
untuk wanita?
Neraka, namun terkadang informasi yang didapatkan belumlah terkuak, maka dari
itu tujuan penelitian ini adalah pertama, mengetahui peran dan fungsi dari
visualisasi surga dan neraka. Kedua, mengetahui penafsiran mufasir pada ayat-
ayat tentang visualisasi surga dan neraka. Ketiga, sebagai syarat untuk
adalah untuk menambah kemajemukan dalam berfikir juga sebagai media untuk
bahwa dunia bukanlah segalanya, karena masih ada kehidupan yang kekal
nantinya.
E. Metodologi Penelitian dan Teknik Penulisan
menggali informasi atau pesan dari bahan-bahan tertulis yang tersedia berupa
buku-buku. Sumber data primer adalah Al-Qur‟an. Adapun sumber data sekunder
berupa kitab-kitab syarah hadis dan kitab-kitab Tafsir karya Quraish Shihab, yaitu
Tafsîr al-Misbâh: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an dan juga Tafsîr al-
Sya’râwi karya Syeikh Mutawalli al-Sya‟râwi, serta salah satu karya monumental
dari salah seorang mufassir ternama yaitu Sayyid Qutb, dengan judul bukunya
arah tersebut. Karya-karya ini dijadikan bahan tambahan bagi sumber primer. Dari
sumber primer maupun sekunder, diharapkan diperoleh data kualitatif sesuai yang
interpretasi dan studi komparasi sehingga dapat memberi pengertian dan konklusi
ini.
karya ilmiyah, skripsi, tesis dan desertasi yang diterbitkan UIN Jakarta Press pada
tahun 2006/2007.
E. Sistematika Penulisan
bab, yakni :
pengertian Surga dan Neraka dan nama-namanya, juga sifat Surga dan Neraka.
yaitu manusia di alam arwah, manusia di alam rahim, manusia di alam dunia,
manusia di alam barzakh, manusia di alam akhirat. Pada bab dua ini di rasa perlu
untuk membahas akan hal tersebut, sebagai estafet pendukung untuk menuju
hingga akhir dari kehidupannya di dunia serta keterkaitan antara dunia dan
akhirat.
minuman ahli surga dan neraka, dan analisis penulis terhadap ayat-ayat tentang
dan saran.
BAB II
NERAKA
hal yang mendasar dan bersifat abstrak. Hal-hal tersebut diungkap al-Qur‟an
retorika yang indah. Dengan analogi yang benar, ia akan lebih dekat dengan
pemahaman suatu ilmu yang telah diketahui secara yakin. Tamtsîl (perumpamaan)
gaib dengan yang hadir, yang abstrak dengan yang konkrit, atau dengan
17
Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an, terj. Aunur Rafiq el-Mazni
(Jakarta: Pustaka al-Kausar, 2006), hal. 352.
Al-Qur‟an yang dipandang sebagai kitab yang Agung ini memiliki banyak
terhadap Surga dan Neraka. Tak jarang bahkan sering terdengar penjelasan
mengenai Surga dan Neraka, dan seakan jiwa ini pun terhanyut dibawa olehnya.
suatu gagasan atau pesanan dengan menggunakan bentuk gambar, tulisan (kata
dan angka), peta juga grafik, proses pengubahan konsep menjadi gambar untuk
tersebut dibuat oleh Allah swt agar manusia dapat berpikir, sebagaimana firman-
18
DepDikBud., Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta : Balai Pustaka, 1990), cet. Ke-
3, lihat juga JS. Badudu dan Sultan Muhammad Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta :
Pustaka Sinar Harapan, 1994), cet. Ke-3.
ketakutannya kepada Allah. dan perumpamaan-perumpamaan itu kami
buat untuk manusia supaya mereka berfikir.” 19
perkataan yang menarik dan padat serta mempunyai pengaruh yang mendalam
terhadap jiwa, baik yang yang berupa tasybih20 ataupun perkataan bebas lepas.
Visualisasi digunakan pula untuk menunjukkan arti keadaan dan kisah yang
menakjubkan.21
yang bisa diambil darinya, baik untuk manusia pada umumnya maupun umat
Islam pada khususnya. Adapun di antara manfaat dengan adanya visualisasi ini
ma’qul yaitu yang hanya bisa dijangkau oleh akal, dalam bentuk konkrit yang
dapat dirasakan oleh indera manusia, sehingga akal mudah untuk menerimanya.
Sebab pengertian-pengertian abstrak tidak akan tertanam dalam benak kecuali jika
19
TIM DEPAG RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008),
vol. 10, hal. 73.
20
Tasybih adalah petunjuk adanya saling keterkaitan suatu perkara dengan yang lainnya
dalam hal makna, kemudian diisyaratkan adanya qarinah dan perangkat atau alat yang digunakan
untuk tasybih tersebut, baik lafal maupun hanya ditakdirnya. Lihat. Abdullah Karim, ilmu tafsir
imam as-suyuti (Banjarmasin: COMDES Kalimantan, 2004), hal. 65.
21
Mannâ Khalîl al-Qaţţân, Mabâhits fi ‘Ulûmil Qur’an, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, ter.
Mudzakir AS (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2007), cet. Ke-11, hal. 402.
22
, Mannâ Khalîl al-Qaţţân, Mabâhits fi ‘Ulûmil Qur’an, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, ter.
Mudzakir AS, hal. 409.
Ketiga, mengumpulkan makna yang menarik lagi indah dalam ungkapan
yang padat.
dengan isi matsâl, jika ia merupakan yang disenangi jiwa. Seperti ketika Allah
Allah, dimana hal itu akan memberikan kepadanya kebaikan yang banyak.
dipandang buruk oleh orang banyak. Misalnya matsâl tentang keadaan orang yang
memuaskan hati. Allah swt banyak menyebut amtsâl di dalam al-Qur‟an untuk
Perkataan Surga berasal dari bahasa arab yaitu Jannah dengan akar
katanya yaitu Janna. Kata tersebut berasal dari kata Janana pada asalnya berarti
tertutup, yaitu tidak dapat dijangkau oleh panca indera manusia. Dari akar kata
pemakaiannya sehingga terbentuk kata lain. Misalnya, janin diartikan sang cabang
bayi yang masih berada di dalam kandungan ibunya. Diartikan demikian karena
bayi tersebut masih tertutup oleh perut ibunya. Salah satu makhluk halus ciptaan
Allah disebut jin karena hakekat dan wujudnya tidak dapat diketahui oleh indera
manusia. Seseorang yang gila disebut majnun, karena akalnya tertutup. Kebun
dinamakan jannah, kata ini diartikan juga dengan Surga karena hakikat Surga
Surga adalah suatu tempat di alam akhirat yang penuh segala macam
kesenangan dan kenikmatan yang belum terlihat oleh mata, terdengar oleh telinga
dan belum pernah tergores dalam hati manusia, yang telah disediakan oleh Allah
keselamatan dari setiap musibah dan dari segala yang dibenci. Firman Allah swt
23
A. Rahman Ritonga, Ensiklopedi al-Qur’an : Kajian Kosakata, vol, 1, hal.386.
24
M. Ali Chasan Umar, Surga dan Kenikmatannya (Semarang: CV. Toha Putra), hal. 9.
Dar al-Khulud yaitu karena penghuninya tidak akan meninggalkannya
Dar al-Muqamah yaitu karena mereka tinggal di dalamnya, tidak mati dan
tidak pindah dari sana selamanya, artinya adalah tempat tinggal yang abadi,
25
TIM DEPAG RI, al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008),
vol. 8, hal. 166.
“Di dekatnya ada surga tempat tinggal.”
“Yaitu surga 'Adn yang Telah dijanjikan oleh Tuhan yang Maha
Pemurah kepada hamba-hamba-Nya, sekalipun (syurga itu) tidak nampak.
Sesungguhnya janji Allah itu pasti akan ditepati.”
Firdaus yaitu kebun yang didalamnya terdapat anggur, kata ini digunakan
untuk semua Surga dan ada juga yang mengatakan bahwa kata ini digunakan
untuk Surga yang paling tinggi dan utama, firman Allah surat al-Mu‟minun/23:
10-11
Jannah an-Na’im yaitu kata ini juga digunakan untuk semua Surga karena
26
TIM DEPAG RI, al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008),
vol. 6, hal. 470.
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-
amal saleh, bagi mereka surga yang penuh kenikmatan.”27
Amin adalah aman dari segala keburukan, penyakit, dan setiap yang dibenci. Ialah
kerusakan dan kekurangan lainnya, dan penghuninya aman dari keluar, terganggu
mereka tidak takut terputusnya buah-buahan dan tidak pula akibat buruknya, juga
aman untuk tidak keluar darinya sehingga mereka tidak menghawatirkannya, dan
juga dari kematian, sehingga mereka tidak takut akan mati di dalamnya, firman
semua yang diinginkan berupa tempat yang baik. Qidam sidq ditafsirkan dengan
amal-amal yang Surga diperoleh dengannya, firman Allah surat al-Qamar/54: 54-
55.29
27
TIM DEPAG RI, al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008),
vol. 7, hal. 537.
28
TIM DEPAG RI, al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008),
vol. 9, hal. 184.
29
Abdul Lathif „Asyur, Kenikmatan dunia hanya sedikit Dibanding Akhirat:
Mengungkap Keajaiban Surga (Jakarta: Cendekia Sentra Muslim, 2000), hal. 19-22.
“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu di dalam taman-
taman dan sungai-sungai. Di tempat yang disenangi di sisi Tuhan yang
berkuasa.”30
Perkataan Neraka berasal dari bahasa arab yaitu Nâr, akar katanya adalah
Nawwara atau Anâra kata Nâr merupakan bentuk mufrad jamaknya adalah Nîrân
yang berarti Idhâ’ah yaitu cahaya. Kata an-nâr digunakan untuk menunjukkan
rasa panas, baik panasnya perasaan atau panasnya api juga panas berkecamuknya
perang. Disamping itu juga punya makna jahannam, yaitu Neraka. Menurut
Fakhru râzi kata al-nâr dan nîran berbeda, sebab al-nâr tidak akan membakar
kata al-nâr adalah tempat azab akhirat yang sudah diyakini adanya, tetapi tidak
dibahas hakikat al-nâr itu sendiri dan tidak pula diserupakan dengan api yang ada
di dunia. Makna kedua tersebut diatas adalah makna yang terdapat dalam al-
Qur‟an. Kata al-nâr dalam al-Qur‟an hanya memiliki dua arti, yaitu pertama api
:174
30
TIM DEPAG RI, al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008),
vol. 9, hal. 584.
kiamat dan tidak mensucikan mereka dan bagi mereka siksa yang amat
pedih.”
Hâwiyah yaitu marupakan akar kata dari hawa artinya jatuh dari tempat yang
tinggi ke tempat yang dalam, firman Allah swt surat al-Qâri‟ah/101: 8-11
31
Munawarotul Ardi, Ensiklopedi al-Qur’an: Kajian Kosakata al-Qur’an, vol 2, hal. 709.
32
TIM DEPAG RI, al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008),
vol. 1, hal. 76.
33
TIM DEPAG RI, al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008),
vol. 9, hal. 442.
Jahim yaitu api yang menghanguskan, firman Allah swt surat al-Infitar/82 : 14
Sa’îr yaitu api yang menyala, firman Allah swt dalam surat al-Mulk/67: 5
Saqar yaitu berasal dari kata saqara artinya teriknya matahari menghanguskan
34
TIM DEPAG RI, al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008),
vol. 10, hal. 220.
“Aku akan memasukkannya ke dalam (neraka) Saqar. Tahukah
kamu apakah neraka Saqar itu?. Saqar itu tidak meninggalkan dan tidak
membiarkan. Neraka Saqar adalah pembakar kulit manusia. Dan di atasnya
ada sembilan belas Malaikat penjaga.”
Laza yaitu nyala api, firman Allah swt surat al-Ma‟ârij/70: 15-18
Hutamah yaitu neraka yang membakar manusia sampai ke ulu hatinya. Firman
“Dan tahukah kamu apa Huthamah itu?, yaitu api yang disediakan
Allah yang dinyalakan, yang membakar sampai ke hati.”
Telah disebutkan di atas akan nama-nama Surga dan juga Neraka, namun
di dalam al-Qur‟an tidak terdapat penjelasan yang lebih spesifik mengenai nama-
nama itu. Maka dari itu tidaklah dapat dipastikan apakah nama-nama tersebut
adalah pintu yang berarti tempat masuk dan keluar dari satu ruangan ataukah yang
35
TIM DEPAG RI, al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008),
vol. 10, hal. 328.
C. Sifat Surga dan Neraka
dalam al-Qur‟an yang mengatakan akan kekekalan keduanya, seperti lafadz ulâika
ashâbul jannati hum fîha khôlidûn atau ulâika ashâbunnâri hum fîha khôlidûn.
Kata Khâlid memiliki arti kekal, abadi. Merujuk pada akar katanya yaitu
Khalada yang artinya tetap dan kekal. Kekekalan yang ditunjuk Khalada dapat
36
M. Rusydi Kholid, Khâlid, Ensiklopedi al-Qur’an: Kajian Kosakata, hal. 451.
37
Penunjukkan pada makna “kekekalan sementara” terlihat pada celaan al-Qur‟an pada
orang-orang kafir kaum Ad masa Nabi Hud yang membangun benteng-benteng yang tinggi
seakan-akan mereka hidup kekal di dunia, tidak mati, firman Allah surat al-Syu‟arâ/26: 129
berikut :
“Dan kamu membuat benteng-benteng dengan maksud supaya kamu kekal (di
dunia)?”
Terdapat pula daam surat al-Humazah/3: 104, yaitu tentang perilaku orang-orang tamak
yang menganggap harta bendanya dapat membuatnya kekal di dunia.
tidaklah kekal, terlebih jika di dalam ayat tersebut terdapat kalimat pengecualian,
38
Penunjukan makna “kekekalan sesungguhnya” terlihat pada penyebutan hari akhirat,
hari kekekalan, hari yang tiada batas akhirnya. Kekekalan tersebut meliputi segalanya pada hari
akhirat, seperti penghuni Surga kekal di dalamnya, firman Allah surat al-Baqarah/2: 25 berikut :
“Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat
baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di
dalamnya. setiap mereka diberi rezki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka
mengatakan : "Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu." mereka diberi buah-
buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang Suci dan mereka
kekal di dalamnya”
Penghuni Neraka juga tinggal kekal di dalamnya, firman Allah surat al-Baqarah/2: 39
berikut :
“Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat kami, mereka itu
penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”
Pada ayat tersebut terdapat pengecualian, jika pengecualian dipahami
secara apa adanya, maka akan member kesan bahwa ada orang-orang yang masuk
Surga yang tidak kekal di dalamnya. Hal ini tentunya bertentangan dengan sekian
teks keagamaan yang telah menetapkan bahwa siapa yang masuk Surga maka
Pada ayat di atas para ulama memahami dalam arti orang-orang yang
diberi kebahagiaan oleh Allah, akan masuk Surga dan kekal di dalamnya, sejak
awal perhitungan sampai waktu yang tidak terbatas. Kecuali orang-orang yang
mukmin yang banyak berbuat maksiat. Mereka itu akan berada di Neraka sesuai
azab yang pantas untuk mereka, kemudian keluar dari sana dan masuk ke Surga,
dengan kata lain pendapat ini menyatakan bahwa yang dikecualikan disini adalah
mereka yang tidak kekal di Neraka yang ditunjuk oleh pengecualian ayat yang
berbicara tentang penghuni Neraka, tetapi ada juga yang memahami kata
pengecualian pada ayat tersebut dalam arti dan sehingga artinya mereka kekal di
dalamnya selama ada langit dan bumi dan lebih dari itu sepanjang kelebihan
berfungsi menunjukkan kekuasaan Allah swt yang mutlak. Memang Allah telah
menetapkan atas diri-Nya mengekalkan Surga dan juga Neraka. Ketetapan itu
tidak akan berubah, namun jika Dia berkehendak mengubahnya, maka itu pun
39
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan Kesan dan Keserasian al-Qur’an (Jakarta:
Lentera Hati, 2002), vol. 13, hal.341.
dalam wewenang-Nya, karena tidak ada yang wajib bagi Allah, tidak ada juga
40
M. Quraish Shihab, Tafsîr al-Misbâh: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, hal.
341.
BAB III
diciptakan oleh Allah swt dalam bentuk ruh. Ruh dalam bahasa arab berarti nafas,
angin. Ruh inilah yang merupakan hakekat manusia yakni yang menghidupkan
mengetahui, memahami dan mengerti tentang sesuatu. Ruh merupakan zat murni
yang tinggi dan hidup. Keberadaan ruh berbeda dengan tubuh. Jika tubuh dapat
diketahui, dilihat dan diraba dengan panca indera, maka sebaliknya ruh adalah
air kedalam bunga, utuh tidak larut dan tidak terpecah-pecah, untuk memberikan
Allah Maha Tahu tentang sifat manusia yang salah satunya adalah mudah
lalai dan lupa, maka jauh sebelum ruh tersebut ditiupkan ke jasmaninya, Allah swt
membuat semacam dialog dan janji setia ruh selaku makhluk dan Tuhan selaku
Sang Khalik, dengan ini menegaskan bahwa janji atau kesaksian manusia itu perlu
diadakan, agar manusia nanti pada hari kiamat pada saat dimintakan
memang lengah. Firman Allah swt dalam surat al-A‟râf/7: 172 berikut :
41
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam (Jakarta: Ichtiar Baru Van
Hoeve, 1944), Jilid 4, hal. 174.
dalam dan bersifat aktif. Allah bertanya kepada ruh-ruh tersebut “Alastu
“Bala syahidna” artinya “betul, kami telah menyaksikan”. Pernyataan inilah yang
harus dipegang terus selama hidup di dunia kelak. Bahkan pada ayat selanjutnya
Allah swt mengingatkan, agar nanti di hari kiamat, manusia tidak mengatakan
bahwa mempersekutukan Allah itu memang sudah dari orang tua mereka sejak
orang dahulu? Hal ini dimaksudkan agar orang-orang musyrik itu jangan
sedang mereka tidak tahu menahu bahwa mempersekutukan Tuhan itu salah, tak
ada lagi jalan bagi mereka, hanyalah meniru orang-orang tua mereka yang
mempersekutukan Tuhan itu. Karena itu mereka menganggap bahwa mereka tidak
liang kubur, sepanjang waktu, tiada henti sedikit pun. Bahkan lebih dari itu, ketika
firman-firman Allah dan kebenaran hari akhirat dengan segala keadaannya. Maka,
perjalanan hidup ini tidak lebih dari proses bersyahadat, yaitu pembuktian bahwa
disampaikan oleh para rasul adalah benar. Bahwa kematian adalah benar. Bahwa
kehidupan dunia dan akhirat adalah benar. Bahwa manusia adalah seorang hamba
yang tidak punya apa-apa di hadapan-Nya adalah benar. Bahwa tidak satu
kekuatan pun selain Dia adalah benar. Karena itu, Dia adalah Tuhan, Penguasa
42
Muhammad Baihaqi, Perjalanan Roh Manusia Melalui Empat Alam, hal 19.
Alam semesta sesungguhnya.43 Jadi, sesungguhnya manusia sudah sejak awal
dibekali atau diberi fithrah islam, dan telah dibekali dengan iman serta tauhid.
Sebagai konsekwensi logis dari janji dan fitrah yang diterimanya itu, maka
merupakan janji ruh di awal kejadiannya, maka ini merupakan dasar pokok dari
Alam kedua yang pasti dan harus dilalui manusia dalam menuju
pertumbuhan hidupnya adalah alam rahim. Alam rahim merupakan alam tempat
benih atau calon manusia yang berada di rahim ibu, yaitu sejak manusia
dijelmakan oleh Allah dalam bentuk benih, hingga saatnya ia lahir ke alam dunia.
Rahim dalam bahasa arab artinya kasing sayang, hal yang demikian itu di
karenakan benih atau calon manusia yang berada di dalamnya adalah sangat di
kasihi dan disayangi sedemikian rupa, baik oleh ibu yang sedang mengandungnya,
maupun bapaknya ataupun siapa saja yang mengetahui bahwa wanita itu hamil,
Proses penciptaan manusia melibatkan ibu dan bapak. Keterlibatan ibu dan
bapak mempunyai pengaruh menyangkut bentuk fisik dan psikis anak, tetapi ada
43
Agus Mustafa, Syahadat di alam Rahim (Surabaya: PADMA Press, 2007), hal. 17.
juga penciptaan manusia yang tidak melibatkan ibu dan bapak tetapi hanya Allah
swt, yaitu penciptaan Adam, serta terdapat pula penciptaan manusia yang
melibatkan Allah swt beserta seorang ibu, yaitu penciptaan Isa. Pembahasan ini
Setelah sub bab yang lalu menjelaskan akan perjanjian semua ruh-ruh akan
menjadi manusia, ataupun yang nantinya keguguran, maka pada sub bab ini
tanah. Ilmu pengetahuan modern telah menetapkan bahwa tubuh manusia terdiri
zat kimia diantaranya adalah karbon, oksigen, hidrogen, fosfor, sulfur, nitrogen,
44
TIM DEPAG RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008),
vol. 6, hal. 475.
kalsium, potasium, sodium, magnesium, klorine, zat besi, tembaga, yodium,
terdapat di dalam tanah, meskipun berbeda kadarnya antara satu manusia dan
manusia lainnya.
Maksud penciptaan manusia secara umum dari tanah adalah bahwa bukan
serta merta di buat dari tanah secara langsung akan tetapi merupakan sebuah
tahapan, yaitu ketika hidup tentu manusia membutuhkan makanan, makanan yang
berasal dari tanah, maka ketika tumbuh-tumbuhan tersebut dikonsumsi dan masuk
suami isteri dan disanalah bertemunya sperma laki-laki dan ovum perempuan, lalu
dengan sel telur betina sejenis zygot yang dalam bahasa al-Qur‟an disebut dengan
mani46 (nutfah)47 yang disimpan dalam tempat yang kokoh, yaitu rahim seorang
45
Muhammad Kamil Abdushshomad, Mukjizat Ilmiah Dalam al-Qur’an, terj. Alimin,
Ghaniem Ihsan (Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2004), hal. 194. Kalsium terdapat pada kacang-
kacang-kacangan dan buah-buahan, fosfor terdapat pada kacang-kacangan, zat besi terdapat pada
tepung gandum, buah-buahan dan sayur-sayuran, natrium terkandung di dalamnya garam dapur,
kalium tedapat pada buah-buahan dan sayur-sayuran, magnesium tedapat pada kacang-kacangan,
buah-buahan dan sayur-sayuran dan zink terdapat pada makanan hasil laut.
46
Bentuk air mani yang disebutkan al-Qur‟an memiliki tiga maksud, yaitu mani
jantan:sperma laki-laki yang terdapat di dalam mani, lalu mani betina:ovum yang terdapat dalam
ovari, mengalami ovulasi satu kali dalam sebulan, kemudian gamet: mani campuran dari sperma
laki-laki dan ovum wanita ketika terjadi pembuahan. Lihat. Muhammad Kamil Abdushshomad,
Mukjizat Ilmiah Dalam al-Qur’an, hal. 194-195.
ibu, menetapnya telur dalam rahim sang ibu terjadi karena tumbuhnya jonjot
(villi) yakni perpanjangan telur yang akan menghisap dari dinding rahim, berupa
zat-zat protein yang diperlukan bagi membesarnya telur. Seperti akar tumbuh-
rahim. Al-Qur‟an menyebut hal ini dengan nama „alaqoh “sesuatu yang
melekat”.48, kemudian „alaqoh tersebut atau yang disebut sebagai segumpal darah
itu dijadikan segumpal daging (mudghah). Setelah itu peralatan tubuh mulai
pembuluh darah, daging, tulang, bahkan kaki, tangan, dan organ tubuh lainnya.49
Fase ketiga ini atau tahap evolusi janin merupakan fase perkembangan
yang cepat, dimana dalam fase ini tulang belulang rawan berubah menjadi tulang
belulang keras, hal yang demikian sering disebut dengan segumpal daging yang
daging. Sementara dalam rahim janin di bungkus oleh suatu selaput yang disebut
dengan “kulit ketuban”. Kulit ketuban ini penuh dengan cairan yang melakukan
berbagai fungsi bagi janin antara lain ialah melindunginya dari sentuhan keras dan
Adapun untuk berapa lamanya benda cair (mani) tersimpan dalam rahim
sang ibu, dan berapa lama segumpal darah tersimpan sebelum menjadi segumpal
47
Achmad Baiquni, al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman (Jakarta: Dana Bhakti
Prima Yasa, 1996), cet. Ke-1, h. 185-186. Lihat juga Maurice Bucaile, Asal Usul Manusia:
Menurut Bibel al-Qur’an Sains (Bandung: Mizan, 1988), cet. Ke-12, hal. 215.
48
Maurice Bucaille, Asal usul manusia: Menurut Bible Qur’an dan Sains, hal. 236.
49
Utsman Najati, al-Qur’an dan ilmu Jiwa (Pustaka: Bandung, 1985), cet. Ke-1, hal. 275-
276.
50
Utsman Najati, al-Qur’an dan Ilmu Jiwa, hal. 275-276.
“Dari Abdullah ra katanya : Rasulullah saw, yang mutlak benar
menceritakan kepada kami, sesungguhnya proses penciptaan seseorang
kamu setelah berada dalam rahim ibunya selama 40 hari, kemudian dia
menjadi „alaqoh (segumpal darah) selama empat puluh hari. Kemudian
menjadi mudghah (segumpal daging), selama 40 hari, kemudian diutus
malaikat meniupkan ruh jiwa terhadapnya. Kemudian diperintahkan
kepada malaikat menulis empat ketetapan, yaitu mengenai rezekinya,
ajalnya, amalnya dan celaka atau bahagia.”51
Setiap bayi manusia yang dilahirkan ke dunia ini dalam keadaan suci dan
tak memiliki dosa apa-apa, selanjutnya kedua orang tuanya lah yang akan
51
Muhammad bin Ismâîl bin Ibrâhim bin al-Mughîrah al-Bukhârî, Sahîh Bukhâri,
(Beirût: Dar Ibn Katsîr) juz. 6, hal. 2433.
52
Muhammad bin Ismâîl bin Ibrâhim bin al-Mughîrah al-Bukhârî, Sahih Bukhari (Beirût:
Dar Ibn Katsîr) juz 1, hal. 465.
Maka, inilah yang dikatakan bahwa fitrah manusia dalam beragama adalah
agama islam, yaitu ia bertauhid akan keesaan Allah swt sebagaimana janjinya
Setelah cukup masanya manusia itu berada di alam rahim seperti yang
telah dibahas pada sub bab sebelumnya, yaitu kurang lebih sembilan bulan berada
di dalam kandungan, maka pada saat yang telah di tentukan Allah swt, lahirlah
Dari nama tempat kehidupan di pentas ini yaitu dunia maka tercerminlah
subtansinya. Dunia yang dalam bahasa arab adalah dunyâ. Kata ini terambil dari
kata al-dunu’ yang berarti dekat pada zat , tempat, waktu atau kedudukan. Dari
sini juga dapat di pahami dalam arti rendah atau hina. Kedekatan atau kerendahan
mengenai akhirat ini akan di bahas lebih jauh pada sub bab berikutnya). Adapun
kerendahan dan kehinaan itu dapat berubah menjadi ketinggian dan kemuliaan
bila yang berada di tempat itu menghiasinya dengan nilai ilahi, tanpa hal itu maka
dapat dicari dan diperoleh kecuali di kala hidup bermukim di pentasnya. Apapun
aktivitas yang dilakukan –jika semata-mata dilakukan buat dunia- maka itu tidak
menjamin untuk keselamatan. Di Dunia inilah manusia diuji dan diberi cobaan.
53
M. Quraish Shihab, Menjemput Maut : Bekal Perjalanan Menuju Allah swt (Jakarta:
Lentera Hati, 2002), cet. I, hal. 5
Namun demikian janganlah tidaklah pada tempatnya mencerca dunia apalagi
mengumpul bekal perjalanan menuju keabadian, serta aneka pelajaran bagi yang
tempat mengabdi para pecinta Allah swt, tempat berdoa para malaikat, tempat
turunnya wahyu bagi para Nabi dan tempat curahan rahmat bagi yang taat. 54
tempat singgah sementara bagi seorang musâfir dalam perjalanannya. Alam dunia
bersifat syahâdah atau fisika yaitu terlihat. Di alam dunialah Allah menempatkan
selanjutnya. Dunia adalah tempat bercocok tanam akhirat adalah tempat untuk
di akhirat kelak.
Manusia hidup haruslah memiliki tujuan, serta visi dan misi untuk
kedepan. Tanpa tujuan maka kemanakah arah hidup ini akan dibawa. Mungkinkah
hanya mengikuti langkah kaki yang berjalan tanpa mengetahui arah yang pasti,
54
M. Quraish Shihab, Menjemput Maut : Bekal Perjalanan Menuju Allah swt, hal. 6
sehingga bergurau dengan berkata,”hidup itu dijalani saja seperti air yang
memiliki pemikiran seperti itu, apa yang akan terjadi. Bukankah hidup ini harus
memiliki barometer, dan setiap harinya kehidupan kita harus ada peningkatan dan
mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Sesungguhnya Allah swt telah
membaca mata mental yang terdapat dalam dirinya, maka ia akan menemukan
sebuah rumah harta karun, kekayaan potensi yang tidak terbatas, yang dengannya
manusia tidak dapat mengetahui sejauh mana batasan tersebut, itu artinya bahwa
manusia bisa leluasa untuk mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya.
merasa atau mengetahui, maka yang tidak memiliki pengetahuan, tidak merasa,
dan tidak bergerak terhadap dirinya sendiri, maka tidaklah ia hidup. Hidup bagi
manusia hendaknya lah tidak terbatas pada saat ini, atau hari ini atau bahkan
abadi sebagaimana Allah swt Sang Khalik, tidak juga mampu untuk hidup
karyanya, sehingga dinikmati manusia sepanjang masa, dan tercermin juga pada
kekekalan hasil karya-karya itu di akhirat kelak dalam bentuk ganjaran Ilahi yakni
surga.
karakteristiknya hingga mampu ditempati dan dioptimalkan sumber daya yang ada
padanya demi mencukupi kebutuhan dan kehidupan manusia. Dalam bumi inilah
Dunia inilah tempat manusia diberikan ujian, apakah ia akan tetap berada
dalam al-Qur‟an adalah sebagai senda gurau dan permainan saja. Bergurau artinya
adalah adalah sebuah aktifitas yang memiliki permulaan dan juga akhir.
Kehidupan dunia adalah senda gurau, orang yang berbahagia adalah senda gurau
karena suatu saat pasti ada sengsaranya. Mengapa Allah mengatakan hal
demikian, karena banyak manusia yang dengan hartanya itu yang pada hakikatnya
yang sejati. Begitupun dengan orang yang sengsara di dunia, kesengsaraannya itu
hanya berupa senda gurau karena kesengsaraannya itu akan sirna ketika ia
meninggalkan dunia ini, atau mungkin juga bahwa kesengsaraannya akan berakhir
pada kebahagiaan.56
kehidupan dunia ini, ada yang menjadi guru, murid, kepala rumah tangga, ibu
rumah tangga dan lain sebagainya. Dari perannya masing-masing tersebut harus
ada aturan yang diikutinya agar bisa berjalan lancar. Permainan sudah dimulai
halnya seseorang yang sedang bertanding bola, mereka bermain bola, tapi lihatlah
jika main-main pasti akan kalah. Begitupun kehidupan dunia jika manusia hanya
akhirat. Walaupun dunia bukanlah segalanya, tetapi bukan berarti pula harus
berarti harus meninggalkan dunia. Dalam unsur pemenuhan ruhani, maka haruslah
beribadah, dalam beribadah pun memerlukan unsur jasmani, baik itu kesehatan
56
Umay M. Ja‟far Shiddiq, Ketika Manusia Telah Berjanji Kepada Allah (Jakarta: al-
Ghuraba, 2008), cet. I, hal. 210
maupun harta. Untuk mendapatkan harta maka haruslah bekerja, dengan
Alam antara mati dan hari kiamat adalah alam kubur. Namun kata kubur
disini memiliki arti yang luas lagi. Artinya bukan pengertian kubur yang terbentuk
liang lahat di mana manusia yang telah meninggal dikuburkan, melainkan suatu
alam tempat manusia yang telah meninggal bertempat tinggal sementara, sampai
datangnya Hari Kiamat, terlepas orang meninggal tersebut dikuburkan atau tidak.
kebangkitan mereka dari kubur, baik yang dimakamkan dikuburan ataupun yang
tidak. Oleh karena itu alam kubur itu sama dengan alam barzakh. Firman Allah
manusia meninggal haruslah dikubur, dimana secara lahiriah dan secara umum
bahwa manusia telah meninggalkan dan menempatkan yang meninggal pada suatu
57
TIM DEPAG RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008),
vol. 6, hal. 325.
tempat yang terbatas. Namun, ketika jasad seorang manusia meninggal, lalu
ditempatkan di liang lahat yang hanya berukuran 2 x 1 itu apakah ruh nya berada
bertujuan untuk menghormati yang mati, dan mengembalikan jasad yang berasal
kerusakan yang terjadi pada mayat sebagai saudara kemanusiaan. Hal ini
kepada Sang Pencipta, Dialah yang berhak menentukan dimana jiwa itu di
di mana ruh manusia ditempatkan disebut oleh al-Qur‟an adalah barzakh. Barzakh
dari segi pengertian kebahasaan adalah pemisah antara dua hal. Menurut Ibnu
kulli syai’aini sesuatu yang terdapat di antara dua hal dan al-hajizu baina asy-
syai’aini58 pembatas atau penghalang dua hal. Barzakh juga berarti alam yang
dilalui manusia setelah kehidupan di dunia menjelang akhirat kelak, yaitu alam
kubur sebelum manusia akan dihimpun kelak di hari berbangkit. Seorang yang
kembali ke dunia dan belum sampai pada alam akhirat.59 Dalam al-Qur‟an kata
surat al-Furqon/25:53
58
Muhammad Ibnu Manzhur, Lisan al’Arab (Beirut: Dar al-Fikr).
59
Ensiklopedi al-Qur’an : Kajian Kosakata (Jakarta : Lentera Hati, 2007), hal 136.
60
TIM DEPAG RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008),
vol. 9, hal. 598.
Kedua ayat ini menerangkan bahwa Dia mengalirkan dua lautan, yakni air
laut dan air sungai saling bertemu, dan mengalir tetapi antara keduanya ada
menjadikan air sungai asin dan tidak pula air sungai yang tawar itu menjadikan air
laut itu tawar.62 Tidak terjadinya percampuran ini karena adanya dinding
penghalang bagi kedua air tersebut sehingga tidak satu pun dari keduanya yang
Setelah orang meninggal dunia maka, rohani manusia mulai sadar tentang
dunia selama hidupnya, namun lagi-lagi adalah sifat manusia yang pelupa,
sombong. Maka di alam barzakh ini mulai timbul kesadaran dalam dirinya,
orang yang beriman dan beramal sholeh maka ia akan mendapatkan kenikmatan
61
TIM DEPAG RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI), vol. 7,
hal. 26.
62
M. Quraish Shihab, Perjalanan Menuju Keabadian : Kematian, Surga dan Ayat-ayat
Tahlil (Jakarta : Lentera Hati, 2005), cet ke-3, hal 95.
dan kesenangan, sedangkan bagi yang banyak melakukan kesalahan, timbul
kembali lagi ke dunia, tapi apa hendak di kata,”sesal kemudian tiada berguna”.
Karena ada dinding yang menghalanginya. Allah berfirman dalam surat al-
Mu‟minun/23: 99-100
dunia agar dapat berbuat baik. Namun, semua hanya perkataan mereka karena di
hadapan mereka terdapat dinding (yaitu alam barzakh) yang tidak mungkin
mereka tembus. Inilah yang menghalangi mereka kembali ke dunia hingga kelak
mereka dibangkitkan kembali pada hari kiamat nanti. Menurut Syeikh Hasanain
Makhluf - beliau merupakan mantan mufti Mesir- sebagaimana yang di kutip oleh
Quraish Shihab, alam roh memiliki perbedaan yang beraneka ragam dengan alam
materi, baik keadaan maupun perkembangannya. Roh adalah urusan Allah yang
63
TIM DEPAG RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008),
vol. 6, hal. 541.
dicampakkan Allah ke dalam tubuh dalam kehidupan dunia ini, sehingga
dia meninggalkan badan itu pada waktu yang telah ditentukan, yang
yaitu alam antara kehidupan dunia dan akhirat, dari saat kematian sampai hari
mendengar bertasbih di kerajaan Allah di mana pun dia di tetapkan berada. Dia
juga berhubungan dengan ruh-ruh yang lain, dan berdialog dengannya serta
bergembira, baik dengan ruh yang masih hidup maupun yang telah mati. Roh
rumah-rumah dan dalam keadaan demikian ia tidak dibatasi oleh tempat atau
terhalangi olehnya.64
manusia menuju ke alam lain yang lebih sempurna, dan pada saat yang sama ia
pun terhalangan menuju alam dunia lagi. Untuk menuju alam yang lebih
sempurna mereka harus menunggu sampai semua orang mati, dan itu baru akan
terjadi saat kebangkitan, yakni setelah dunia ini kiamat. Lamanya seseorang yang
berada di alam barzakh, tak satu orang pun mengetahuinya, karena hal itu
64
M. Quraish shihab, Kehidupan Setelah Kematian : Surga Yang Dijanjikan al-Qur’an
(Jakarta : Lentera Hati, 2008), cet ke-2, hal 95.
E. Manusia di Alam Akhirat
yang digambarkan dengan usia seseorang ataupun usia sebagian umat manusia,
namun juga bukan rentang waktu yang nyata, yang digambarkan dengan usia
dunia, dan juga kehidupan akhirat. Masa dalam kehidupan dunia berbanding jauh
dengan kehidupan akhirat, ia bagaikan satu jam ditengah hari. Ruang kehidupan di
akhirat pun lebih luas dibanding kehidupan di dunia – dimana manusia hidup
dengan ruang lainnya – luas surga dalam kehidupan akhirat sebanding dengan
langit dan bumi dalam kehidupan manusia. Sedangkan luas neraka dalam
kehidupan akhirat mampu menampung seluruh orang kafir dalam setiap masa.
di dunia dan kehidupan baru yakni kehidupan akhirat, baik itu di Surga atau pun
di Neraka. Suasana yang ada dalam kehidupan akhirat tidak akan bisa dirasakan
akhirat. Jadi, setiap manusia pasti akan memasuki empat alam kehidupan, yaitu
alam rahim, alam dunia, alam barzakh dan terakhir alam akhirat. Alam akhirat
inilah merupakan perumahan yang kekal untuk selama-lamanya, yang terdiri dari
surga dan neraka. Setelah itu tidak ada alam lagi. Di dalam al-Qur‟an Allah swt
menyebutkan bahwa kehidupan akhirat itu adalah kekal. Sesuai dengan namanya
65
Ahzami Sami‟un Jazuli, Kehidupan Dalam Pandangan Al-Qur’an, terj. Sari Narulita,
LC,; Miftahul Jannah, dkk, (Jakarta: Gema Insani Press, 2006), cet. I, hal. 123.
yaitu “alam akhirat‟ maka ia merupakan alam yang terakhir. Kehidupan akhirat
adalah kehidupan setelah dunia, dan percaya akan kehidupan akhirat adalah
Dari keterangan tersebut di atas, maka bisa dipahami bahwa yang dimaksud
dengan kehidupan akhirat adalah kehidupan yang kekal, yang tidak ada kematian
kedinamisan hidup di dalamnya. Maka sudah selayaknya bagi orang yang mampu
akhiratnya daripada kehidupan dunianya. Namun, tidak bagi orang yang tidak
hanya omong kosong dan tidak ada satu bukti pun yang menunjukkan
eksistensinya.
BAB IV
maknawiyah atau gambaran yang abstrak. Aneka gambaran kenikmatan dan azab
yang abstrak pun disuguhkan tersendiri dalam beberapa surah. Berikut ini akan
disuguhkan perihal kenikmatan yang ada di Surga serta kepedihan yang ada di
Neraka.
A. Taman-taman Surga
pula pohon yang ditumbuhi dengan berbagai macam buah-buahan, gemericik air
pun terdengar dari aliran sungai, semua indah dipandang mata, udara pun terasa
sejuk. Ini semua merupakan taman yang ada di dunia, lalu bagaimana taman yang
ada di Surga yag telah dipersiapkan Allah, apakah seperti yang dibayangkan,
bertakwa adalah Allah swt. Lalu disampaikanlah janji itu kepada Rasulullah saw,
Pada ayat 35 ini Allah berjanji bahwa Surga hanya diperuntukkan bagi
orang yang muttaqîn. Tidaklah sama ganjaran yang akan diperoleh orang beriman
di akhirat dengan ganjaran yang akan diperoleh orang yang tidak beriman. Ayat
tersebut di atas melukiskan keadaan Surga dan Neraka dalam bentuk simbolis
jannati”.
pada apa yang diketahui saja. Bila nikmat Surga adalah sesuatu yang belum
pernah terlihat oleh mata, didengar oleh telinga dan tidak terbetik dalam hati
seseorang, maka manusia hanya bisa berkata: “tidak ada lafadz untuk hal itu.”
Maka, dengan ini ada perbedaan antara “perumpamaan Surga” dengan “Surga” itu
66
TIM DEPAG RI, al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008),
vol. 5, hal. 112.
67
Mutawalli al-Sya‟râwi, Tafsir al-Sya’râwi (Kairo : Akhbar al-Yaum) jilid. Ke-1, hal
4605.
“Dan di dalam Surga itu terdapat segala apa yang diingini oleh
hati dan sedap dipandang mata dan kamu kekal didalamnya.” 68
Jika direnungi ungkapan Rasulullah ini, jelas sekali kalau ungkapan ini
sangat logis dan sistematis juga gradualis. Pertama, sesuatu yang tidak pernah
terlihat oleh mata” disebutkan karena penglihatan mata sangat terbatas. Telinga
dapat mengetahui apa yang tidak diketahui oleh mata. Dengan telinga, manusia
dapat mendengar apa yang dilihat orang lain, meskipun ia tidak melihatnya.
Telinga dapat mendengar yang dekat dan yang jauh. Namun, nikmat dunia lebih
dari itu semua. Kemudian tingkatan ketiga, “dan tidak pula terdetak dalam hati
manusia.” Apa yang terdetak dalam hati tentu lebih luas dari sekedar apa yang
didengar dan dilihat. Dengan detakan hati, manusia mampu menghayalkan sesuatu
68
TIM DEPAG RI, al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008),
vol. 9, hal. 136.
69
Muslim bin al-Hajjâj Abu al- Hasan al-Qusyaîrî an-Naisabûri, Sahih Muslim (Beirût:
Dar al Âfâq), juz. 8, hal 143.
70
Mutawalli al-Sya‟râwi, Tafsir al-Sya’râwi, jilid. 1, hal 4606.
Bila mendengar akan perumpamaan di Surga, ketahuilah bahwa ini hanya
sekedar perumpamaan untuk mendekatkan makna, karena apa yang ada di Surga
tidak dapat dinyatakan dengan lafadz, sebab tidak ditemukan kenikmatan seperti
itu di dunia. Dalam ayat 35 ini disebutkan bahwa sungai mengalir di bawah Surga.
Ini karena kehidupan bangsa arab saat turunnya al-Qur‟an sangat kekurangan air.
Perbedaan sungai dunia dengan sungai akhirat adalah, bahwa sungai dunia
terbentuk akibat terbelahnya bumi lalu mengalir air melaluinya. Belahan itu
terkadang membuat tepian curam antara tanah dan air. Sedangkan sungai akhirat
adalah untuk menghilangkan rasa laparnya. Bila sudah kenyang dia pun meminta
agar makanan itu dipindahkan dari hadapannya, lalu disajikan kembali pada waktu
makan berikutnya.
tertulis bahwa makanannya tersaji selamanya, padahal kita tahu bahwa setiap
sesuatu bila diambil pasti akan berkurang. Lalu, bagaimana mungkin makanan
Surga tersaji selamanya tanpa berkurang?.” Seorang yang pintar berkata:” Para
dinyalakan, dia bertanya: “apa yang kurang dari terangnya cahaya lampu ini bila
71
Mutawalli al-Sya‟râwi, Tafsir al-Sya’râwi, jilid. 1, hal. 4607.
dikurangi sebuah lampu?.” Mereka menjawab;”tidak ada.” Begitulah Allah
minyak tanah sebagai bahan bakarnya, maka bagaimana bila makanan itu
lagi:”apakah nanti di Surga kita akan buang air?.” Bila di jawab “tidak”, lalu
kemanakah larinya kotoran dari makanan yang kita makan?.” Seorang Arif billah
perut ibu makan melalui tali pusar, dengannya ia tumbuh dan berkembang. Ini
atas jurang perbedaan yang begitu besar antara apa yang dilihat di dunia dengan
seseorang dari terik matahari. Tidak seorang pun tahu apakah Surga ada matahari
atau tidak, karena akal manusia sangat terbatas untuk menghayalkan tentang kuasa
Allah. Penggalan ayat 35 ini dilanjutkan dengan tilka 'uqbattaqu (itulah tempat
dia akan menghadirkan di benaknya pahala dari kesulitan itu, dan bila dia melihat
72
Mutawalli l-Sya‟râwi, Tafsir al-Sya’râwi, jilid. 1, hal. 4608.
73
Mutawalli al-Sya’râwi, Tafsir al-Sya’râwi, jilid 1, hal. 4608.
syahwat yang menggiurkan lagi sesaat, diapun akan membayangkan sanksi akibat
kenikmatan sesaat itu hingga menjauhinya, maka bila ditemukan kesulitan dalam
melaksanakan taklif, ketahuilah bahwa balasan dari kesulitan itu adalah balasan
yang indah, karena telah di yakini sabda Rasulullah saw: “Surga dipenuhi dengan
kesulitan dan neraka dipenuhi dengan syahwat.” (HR. Muslim dan Tirmidzi).74
bertakwa. Inilah yang membuat atau yang menjadikan manusia semangat bekerja.
Ganjaran pahala ini adalah akibat perbuatan baik di dunia. Tujuan hakiki dari
setiap proses kehidupan adalah tujuan yang tiada lagi setelahnya kehidupan.
Selama Surga menjamin kehidupan yang tiada setelahnya kehidupan, maka Surga
sangat tepat menjadi tujuan akhir seorang mukmin dengan tetap komitmen pada
taklif iman. Sebaliknya, neraka merupakan ganjaran bagi kaum kafir. Untuk itu
Allah berfirman: wa ‘uqbal kâfirîna an nâr (sedang tempat kesudahan bagi orang-
74
Mutawalli al-Sya’râwi, Tafsir al-Sya’râwi, jilid. 1, hal. 4609.
yang tiada berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tidak
beubah rasanya, sungai-sungai dari khamar yang lezat rasanya bagi
peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang disaring; dan mereka
memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari
Rabb mereka, sama dengan orang yang kekal dalam Jahannam dan diberi
minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong ususnya?.”75
Setelah ayat yang lalu pada surat ini menyatakan perbedaan antara orang
yang beriman dan yang kafir serta perbedaan balasan dan ganjaran mereka, maka
Dalam ayat tersebut terdapat kata matsâl, kata tersebut digunakan dalam
arti perumpamaan yang aneh. Matsâl bukan berarti persamaan antara dua hal, ia
hanya perumpamaan saja. Ada perbedaan antara matsal dengan mitsil, yang kedua
tekanannya lebih banyak pada keadaan atau sifat yang menakjubkan yang
jasmani, ada juga yang mengandalkan kenikmatan ruhani. Ada manusia yang
tidak memenuhi perintah kecuali dengan ancaman, dan ada juga yang malu
75
TIM DEPAG RI, al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008),
vol. 9, hal. 321.
76
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an
(Jakarta: Lentera Hati, 2002), vol. 13, hal. 134
melakukan aneka kebajikan karena malu kepada Allah yang telah
syukur kepada-Nya. Demikian lah manusia berbeda-beda walau pada satu fitrah
sehingga tampil ayat-ayat Allah dengan berbagai cara dan pendekatan seperti
Kata anhâr adalah jamak dari kata nahr yaitu aliran air yang sangat besar
yang biasanya bukan buatan manusia tetapi alami. Dalam kehidupan dunia, kita
tidak menemukan sungai yang mengalir darinya susu, madu atau khamar. Jika
dipahami bahwa di akhirat nanti akan terdapat yang semacam itu, maka yang
sementara ulama. Pakar bahasa dan tafsir Abu Hayyân sebagaimana yang dikutip
oleh Quraish Shihab, ia mengatakan bahwa ayat tersebut di atas dimulai dengan
penyebutan air, karena air adalah sesuatu yang sangat dibutuhkan dan tidak bisa
diabaikan, lalu susu karena ia bagi masyarakat arab dan selainnya dinilai sebagai
salah satu bahan makanan pokok, kemudian disusul dengan khamar karena kalau
seseorang telah puas dengan makanan dan minuman, timbul perasaannya untuk
merasakan yang lezat, dan yang terakhir adalah madu karena ia adalah obat dari
77
M. Quraish Shihab, Tafsîr al-Misbâh: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, vol.
13, hal 135
78
M. Quraish Shihab, Tafsîr al-Misbâh: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, vol.
13, hal 135
Berbeda dengan Abu Hayyân, al-Biqa‟I menulis sebagimana yang dikutip
pula oleh Quraish Shihab, ia mengatakan bahwa konteks ayat ini memberikan
perumpamaan yang menakjubkan, maka yang pertama disebut adalah air karena
bagi masyarakat arab sangat sulit sekali menemukan air dan itu sangatlah mereka
pada kali ketiga adalah khamar karena ia lebih sedikit dari susu, dan terakhir
adalah madu, minuman yang paling enak dan sedikit maka ia disebut yang
terakhir.79
Perumpamaan air sungai dari susu, rasanya asli. Susu adalah minuman
yang menyehatkan. Orang kampung biasanya memeras susu kambing atau sapi,
lalu diminum. Rasanya akan berubah. Maka, Allah menggambarkan air sungai
dari susu yang rasanya tidak berubah lagi menyegarkan. Perumpamaan air sungai
dari madu. Ada jenis madu asli dan palsu, madu hutan dan ternak, madu
kualitas nomor satu. Artinya, Allah telah memberikan yang jauh lebih baik dari
madu dunia tanpa keruh sedikit pun. Allah juga menerangkan bahwa di Surga
terdapat air sungai dari khamar. Tapi khamarnya berbeda dengan khamar dunia.
Khamar di Akhirat tidak merusak sel-sel otak. Lebih dari itu, peminum khamar di
dunia tidak merasakan kenikmatan, karena khamar tersebut terbuat dari alkohol
79
M. Quraish Shihab, Tafsîr al-Misbâh: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, vol.
13, hal. 135.
dengan sekali telan. Berbeda dengan jus mangga, jeruk atau tebu. Peminumnya
“Tidak ada dalam khamar itu alkohol dan mereka tiada mabuk
karenanya.”
walaupun berbeda rasa dan dampaknya sebagai pangan, obat dan lainnya. Air
yang dimakan lahr susu, khamar dan madu melalui proses yang diketahui, tetapi
di akhirat nanti itu semua tidak memerlukan sebab-sebab yang diketahui didunia
ini, hal ini karena jelasnya kekuasaan-Nya disana dank arena juga disana bukan
lagi waktunya ujian dan cobaan.81 Ayat diatas juga menjelaskan bahwa air yang
tidak mengalir dan berubah adalah air yang membahayakan kesehatan, karena di
dalamnya terdapat berbagai macam bakteri dan virus yang dapat membahayakan
khamar. Hal ini karena di dunia ada orang yang tidak merasakan kelezatn khamr,
di samping ada jenis-jenis khamar yang oleh orang tertentu dirasakan lezat dan
80
Mutawalli al-Sya‟râwi, Tafsir al-Sya’râwi, jilid. 1, hal. 4607.
81
M. Quraish Shihab, Tafsîr al-Misbâh: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, vol.
13, hal. 136.
oleh orang lain tidak, maka di ayat dijelaskan bahwa siapa pun peminumnya pasti
merasakan kelezatannya.82
kenikmatan yang bersifat material belum menjamin ketenangan batin kecuali jika
disertai dengan rasa damai akibat hubungan harmonis yang menghapus segala
Demikianlah, yang telah dijelaskan oleh ayat ini mengenai dua balasan
yang berbeda, yaitu pertama, terdapat sungai-sungai berikut segala macam buah-
buahan disertai magfirah dari Allah swt, sedangkan yang kedua, sebuah kekekalan
dalam Neraka dan diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong
B. Bidadari-bidadari Surga
agama- tanpa kesulitan maka dapat ditemukan sekian banyak ayat al-Qurân yang
82
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, vol. 13,
hal. 136.
83
Sayyid Qutb, Tafsir fi Dzilalil Qur’an, terj. As‟ad Yasin (Jakarta: Gema Insani Press,
2004).
Berbicara mengenai kecantikan pada manusia, biasanya pembicaraan
tersebut dikaitkan dengan wanita, hal ini mungkin disebabkan karena wanita
lebih besar daripada laki-laki. Dapat disaksikan bersama ketika para seniman –
seni pahat atau seni suara- sering kali mengekspresikan atau mendendangkan
ketampanan lelaki.
menunjukkan sesuatu yang indah. Jika merujuk pada ayat al-Qur‟an, nampaknya
Setelah ayat-ayat yang lalu dan juga ayat yang akan dibahas yaitu
mengenai keadaan di Surga serta santapan yang ada di dalamnya, maka ayat di
baru akan sempurna begitu pula makan dan minum baru terasa nikmat dan lezat
84
TIM DEPAG RI, al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008),
vol. 9, hal. 633.
Ayat di atas menyebutkan bahwa disamping apa yang telah disebut
sebelumnya, ada juga di dalam Surga itu pendamping penghuninya yaitu bidadari-
bidadari Surga yang bermata indah, kebeningan dan kecemerlangan mata mereka
laksana mutiara yang tersimpan baik sehingga tidak tersentuh sedikit pun oleh
kekeruhan.85
Hûr al ‘Aîn, Hûr bentuk jamaknya adalah Ahwâr atau Haurâ sedangkan
‘Aîn jamaknya adalah ‘Ainâ yang memiliki arti yaitu nampaknya sedikit warna
putih pada mata disela kehitamannya. Ini melukiskan tentang keindahan mata.
Ada juga yang mengartikannya dengan sipit atau lebar. Namun apapun maknanya
ayat di atas bermaksud menjelaskan bahwa Hûr al ‘Aîn adalah pasangan yang
adalah telur yang tersimpan baik,87 mata mereka laksana Yâqût dan Marjân88
mereka pun belum pernah disentuh oleh jin dan manusia89 dan masih banyak lagi.
85
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, vol. 13,
hal. 551.
86
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, vol. 13,
hal. 25.
87
Hal ini tercatat dalam Surat al-Saffât/37: 48-49 berikut :
“Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang sopan menundukkan
pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni
syurga yang menjadi suami mereka), dan tidak pula oleh jin.”
89
Hal ini juga tercatat dalam surat Surat Al-Rahmân/55: 56 berikut :
menyertai penghuni Surga yang lumrah disebut sebagai bidadari Surga itu, bisa
jadi dalam pengertian yang hakiki adalah makhluk Allah penghuni Surga, bisa
juga kata tersebut di pahami dalam pengertian majazi yakni mata yang sipit dalam
arti pandangannya terbatas hanya tertuju kepada pasangannya atau terbuka untuk
selalu memandang dengan penuh perhatian kepada pasangannya itu, dan mereka
bukanlah dari jenis makhluk yang tinggal di dunia, hal itu karena bidadari tersebut
diciptakan langsung. Suatu ketika Nabi saw pulang dan beliau melihat A‟isyah
akan masuk Surga. Ucapan beliau membuat sang nenek sedih. Rasulullah berkata
bahwa di Surga semua akan menjadi muda belia kembali. Diantara bidadari Surga
dan wanita dunia yang masuk Surga, wanita dunia lebih memiliki keistimewaan,
sangka bila wanita penghuni Surga tersebut akan cemburu atau iri hati, karena
90
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, vol. 13,
hal. 26.
91
Jamal Abdurrahman, Indahnya Bidadari Surga (Jakarta: Rabbani Press, 2004), ter.
Nabhani Idris, hal.98-99.
kedengkian dan kecemburuan dari hati peenghuni Surga, firman Allah swt surat
al-A‟raf/7: 43 berikut :
“Di dalam Surga itu mereka diberi minum segelas minuman yang
campurannya adalah jahe.”92
bidadari-bidadari Surga, maka pada ayat ini menjelaskan perihal minuman yang
segelas minuman yang dicampur dengan jahe. Ketika mendengar nama jahe
92
TIM DEPAG RI, al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008),
vol. 10, hal. 478.
rasanya tak asing lagi di telinga, karena jahe merupakan rempah-rempah yang ada
di dunia yang digunakan untuk bumbu-bumbu masakan dan juga minuman untuk
menghangatkan tubuh, lalu apakah jahe yang dimaksudkan disini sama dengan
atau zanjabil, didaerah arab zanjabil adalah sejenis tumbuhan yang lezat cita
rasanya dan tumbuh didaerah Timur Tengah, biasanya zanjabil digunakan untuk
wewangian oleh orang arab,93 sedangkan jika di Indonesia zanjabil atau jahe
merupakan rempah-rempah yang biasa digunakan untuk bumbu masakan dan juga
didatangkan dari sebuah mata air Surga yang dinamai salsabil, adapun penyebutan
akan zanjabil dan salsabil serta yang lainnya diberikan keterangan sedemikian
yang tiada tara. Kalaulah di Surga terdapat berbagai macam makanan serta
minuman yang dapat menyenangkan hati, maka di Neraka pun terdapat makanan
serta minuman tetapi yang dapat menyayat diri mereka. apakah makanan dan
93
TIM DEPAG RI, al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008), cet.
1, vol. 10, hal. 480.
„Benar-benar akan memakan pohon zaqqum”94
Bagi para penduduk Neraka telah disediakan makanan yaitu berupa pohon
zaqqum. Pohon zaqqum adalah pohon yang sangat buruk bentuk, rasa dan
aromanya serta yang akarnya tumbuh di dasar jurang Neraka. Kata zaqqum
berasal dari kata az-zuqqmah yaitu penyakit lepra. Ada juga yang berpendapat
bahwa ia terambil dari kata tazaqqum yaitu upaya menelan sesuatu yang tidak di
sukai.95
Pohon zaqqum juga merupakan sejenis pohon yang kecil, dengan dedauan
badan manusia. Ia terdapat di daerah tandus dan padang pasir. Namun, bukanlah
tumbuh di dasar jurang Neraka, maka tidaklah di ketahui jenisnya seperti apa,
tetapi Allah swt menjelaskan sifatnya dalam surat al-Wâqiah dan juga surat as-
Saffât.96
pohon zaqqum itu seperti apa, tapi hal itu dilukiskan dengan bahwa mayangnya
seperti kepala setan, padahal kepala setanpun belum terbayang seperti apa. Tetapi
konsep kepala setan ini tetap mengendap dalam rasa karena gemerincing lafalnya
saja mengisyaratkan bahwa jika di sentuh maka terasa kasar, menusuk dan
94
TIM DEPAG RI, al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008),
vol. 9, hal. 136.
95
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, vol. 13,
hal. 562.
96
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, vol.12.
97
Sayyid Qutb, Tafsir Fi Dzilalil Qur’an (Beirut: Dar al Syuruq, 1992), hal. 214.
Selanjutnya, karena rasa lapar pun terus memuncak, maka tetaplah pohon
zaqqum itu disantapnya, dan karena santapan makanan itu haruslah didorong
dengan air guna memuluskannya dan menyegarkan di perut, maka tidak lain dan
tidak bukan ia akan meminum air yang sangat panas. Firman Allah surat al-
Wâqiah/56: 54 berikut :
Bukan air yang bercampur denga jahe, bukan pula susu ataupun madu
tetapi air yang sangat panas itulah yang menjadi minuman mereka. Tentulah air
yang sangat panas tidak dapat mendinginkan gejolak panas dan meredakan haus.
Bayangkan jika pohon zaqqum ini baru sebagai makanan pembuka, lalu
pembuka tersebut.
98
TIM DEPAG RI, al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 2008),
vol. 9, hal. 640.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
yang diunggulkan, hal tersebut agar menjadi pengajaran bagi manusia dan
manusia seharusnya dapat memikirkan apa dibalik itu semua. Adanya visualisasi
Surga dan Neraka adalah untuk menambah keimanan serta untuk menambah
Apa yang terdapat di dalam Surga berupa kenikmatan, itu jauh dari apa
yang dipikirkan dan juga dari yang divisualisasikan. Kenikmatan yang ada di
Surga hanyalah apa yang tidak bisa dilihat oleh mata, tidak didengar oleh telinga
dan tidak pernah terbesit dalam sanubari manusia. Pada intinya seseorang yang
menginginkan sebuah kenikmatan yang tiada tara maka Surga adalah tempatnya.
diBegitu pun dengan siksa Neraka, maha dahsyat akan sebuah siksaan yang belum
Andai Surga dan Neraka tak pernah ada, mungkinkah manusia akan selalu
sujud kepada-Nya. Apakah kita termasuk kepada manusia yang hanya melakukan
ibadah secara otomatis saja tanpa adanya penghayatan, jika ya, maka hal itu
laksana robot yang tidak mengerti esensi dan tujuan yang dilakukannya, ataukah
kita termasuk kepada seseorang yang sadar akan anugrah Allah swt, yang
dengannya kita sadar sehingga kita beribadah dan melakukan aktifitas sebagai
balas jasa, bukan karena mengharapkan Surga atau takut dengan Neraka, dan kita
yakin dimana pun kita akan ditempatkan pasti kita akan mendapatkan tempat yang
baik, kita pun akan memperoleh manfaat ibadah yang kita lakukan.
B. Saran
bentuk visual.
Demikian apa yang telah penulis paparkan, dan penulis berharap agar
dekat tentang Surga dan Neraka, karena masih banyak sub-sub bab mengenai
Al-Bukhârî, Muhammad bin Ismâîl bin Ibrâhim bin al-Mughîrah, Sahih Bukhari
(Beirût: Dar Ibn Katsîr) juz 1.
Al-Naisabûri, Abu al Husein Muslim bin al-Hajjâj Abu al- Hasan al-Qusyaîrî,
Shahîh Muslim (Beirut: Dar al Âfâq al Jadîdah), juz. 8.
Al-Qattan, Manna‟ Khalîl, Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an, terj. Aunur Rafiq el-Mazni
(Jakarta: Pustaka al-Kausar, 2006).
Bucaile, Maurice, Asal Usul Manusia: Menurut Bibel al-Qur’an Sains (Bandung:
Mizan, 1988), cet. Ke-12.
DepDikBud., Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta : Balai Pustaka, 1990), cet.
Ke-3.
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam (Jakarta: Ichtiar Baru Van
Hoeve, 1944), Jilid 4.
Najati, Utsman, al-Qur’an dan ilmu Jiwa (Pustaka: Bandung, 1985), cet. Ke-1.
--------, Tafsir fi Dzilalil Qur’an, terj. As‟ad Yasin (Jakarta: Gema Insani Press,
2004).
Shiddiq, Umay M. Ja‟far, Ketika Manusia Telah Berjanji Kepada Allah (Jakarta:
al-Ghuraba, 2008), cet. I.
--------, Secercah Cahaya Ilahi (Jakarta:PT Mizan Pustaka, 2007), cet ke-2.
--------, Tafsir al-Misbâh: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, vol.12, 13, 14.
Umar, M. Ali Chasan, Surga dan Kenikmatannya (Semarang: CV. Toha Putra).
Zain, Badudu dan Sultan Muhammad, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta :
Pustaka Sinar Harapan, 1994), cet. Ke-3.