Disusun Oleh :
01110013
Fakultas Ekonomi
Akuntansi
UNIVERSITAS NAROTAMA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam mekanisme pasar bebas diberi kebebasan luas kepada pelaku bisnis untuk melakukan
kegiatan dan mengembangkan diri dalam pembangunan ekonomi. Disini pula pelaku bisnis
dibiarkan bersaing untuk berkembang mengikuti mekanisme pasar. Peluang-peluang yang
diberikan pemerintah telah memberi kesempatan pada usaha-usaha tertentu untuk melakukan
penguasaan pangsa pasar secara tidak wajar.
Keadaan tersebut didukung oleh orientasi bisnis yang tidak hanya pada produk, promosi dan
kosumen tetapi lebih menekankan pada persaingan sehingga etika bisnis tidak lagi diperhatikan
dan akhirnya telah menjadi praktek monopoli, persengkongkolan dan sebagainya. Masalah
pelanggaran etika sering muncul antara lain seperti, dalam hal mendapatkan ide usaha,
memperoleh modal, melaksanakan proses produksi, pemasaran produk, pembayaran pajak,
pembagian keuntungan, penetapan mutu, penentuan harga, pembajakan tenaga professional,
blow-up proposal proyek, penguasaan pangsa pasar dalam satu tangan, persengkokolan,
mengumumkan propektis yang tidak benar, penekanan upah buruh dibawah standar, insider
traiding dan sebagainya. Biasanya faktor keuntungan merupakan hal yang mendorong terjadinya
perilaku tidak etis dalam berbisnis.
BAB II
Etika bisnis merupakan pemikiran atau refleksi tentang moralitas dalam ekonomi atau bisnis dan
semua pihak yang terkait dengan para kompetitor untuk menghindari penyimpangan-
penyimpangan ilmu ekonomi dan mencapai tujuan atau mendapatkan profit, sehingga kita harus
menguasai sudut pandang ekonomi, hukum, dan etika atau moral agar dapat mencapai target
yang dimaksud. Moralitas berarti aspek baik atau buruk, terpuji atau tercela, dan karenanya
diperbolehkan atau tidak, dari perilaku manusia. Moralitas selalu berkaitan dengan apa yang
dilakukan manusia, dan kegiatan ekonomis merupakan suatu bidang perilaku yang sangat
penting. Tetapi belum pernah etika bisnis mendapat begitu banyak perhatian seperti sekarang.
Perlu diketahui tentang pendekatan diskritif etika dan moral yang meneliti dan membahas secara
ilmiah, kritis, rasional atas sikap dan perilaku pembisnis sebagai manusia yang bermoral
manusiawi. Pendekatan ini menganalisa fakta-fakta keputusan bisnis dan patokan bermoral serta
mampu menggambarkan pengambilan sikap moral dan menyusun kode etik atau kitab UU
berdasarkan keyakinan moral. Oleh sebab itu didefenisikan secara kritis istilah etika seperti
keadilan, baik, yang utama atau prioritas, tanggung jawab, kerahasiaan perusahaan, kejujuran
dan lain-lain, maka bisnis juga mempunyai kode etik dan moral. Dalam berbisnis kita juga harus
mengetahui tentang deontologi karena deontologi didasarkan prinsip-prinsip pengelolaan ilmu
ekonomi yang berproses pada kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi sebelum pengambilan
keputusan bisnis dan didasarkan pada aturan-aturan moral atau etika yang mengatur proses yang
berakhir pada keputusan bisnis. Jadi deontologi menilai baik buruknya aturan-aturan dan prinsip-
prinsip yang mendahului keputusan bisnisnya, serta menguji apakah prinsip-prinsip sudah
dijalankan serta merupakan kewajiban bagi pelaku atau yang terlibat didalam proses
pengambilan keputusan dan pelaksanaan bisnis tersebut..
Perilaku tidak etis dalam kegiatan bisnis sering juga terjadi karena peluang-peluang yang
diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang kemudian disahkan dan disalah gunakan
dalam penerapannya dan kemudian dipakai sebagai dasar untuk melakukan perbuatan-perbuatan
yang melanggar etika bisnis.
“Dalam perang paten telepon pintar (smartphone), banyak hal yang dipertaruhkan. Perusahaan
terkait tak akan ragu mengeluarkan uang banyak demi menjadi pemenang,” kata pengacara dari
Latham & Watkins, Max Grant, dikutip dari Bloomberg, Jumat, 24 Agustus 2012. Menurut dia,
ketika persoalan hak cipta sudah sampai di meja hijau, maka perusahaan tidak lagi memikirkan
bagaimana mereka harus menghemat pengeluaran keuangan.
Sebagai gambaran, Grant mengatakan, pengacara Apple diketahui memperoleh komisi US$
1.200 atau sekitar Rp 11,3 juta per jamnya untuk meyakinkan hakim dan juri bahwa Samsung
Electronics Co telah menyontek atau mencuri desain smartphone Apple. Perusahaan yang
dipimpin Tim Cook itu juga sudah menghabiskan total US$ 2 juta atau sekitar Rp 18,9 miliar
hanya untuk menghadirkan saksi ahli.
Meski kelihatan besar, uang untuk pengacara dan saksi ahli tersebut sebenarnya tergolong kecil
dan masih masuk akal di “kantong” Apple ataupun Google. Sebagai contoh, biaya US$ 32 juta
yang dikeluarkan Apple dalam perang paten melawan Motorola Mobility setara dengan hasil
penjualan Apple iPhone selama enam jam.
BAB III
3.1 Kesimpulan
Upaya hukum pihak Apple pada bulan Februari lalu sempat mengalami kemunduran saat hakim
Koh menolak permintaan Apple untuk melarang penjualan perangkat Samsung di Amerika
Serikat. Menurut Koh, paten desain Apple terlalu luas dan bahkan beberapa di antaranya
memiliki kemiripan dengan konsep yang ada di serial Knight Rider tahun 1994. Atas putusan
tersebut Apple melakukan upaya banding dan menyewa sebuah firma hukum terkenal di Los
Angeles untuk meningkatkan upaya perang paten yang sedang berlangsung.
3.2 Saran
Pelanggaran yang dilakukan kedua perusahaan technology terbesar ini tentu akan membawa
dampak yang buruk bagi perkembangan ekonomi, bukan hanya pada ekonomi tetapi juga
bagaimana pendapat masyarakat yang melihat dan menilai kedua perusahaan technology ini
secara moral dan melanggar hukum dengan saling bersaing dengan cara yang tidak sehat. Kedua
kompetitor ini harusnya professional dalam menjalankan bisnis, bukan hanya untuk mencari
keuntungan dari segi ekonomi, tetapi harus juga menjaga etika dan moralnya dimasyarakat yang
menjadi konsumen kedua perusahaan tersebut serta harus mematuhi peraturan-peraturan yang
dibuat.