Anda di halaman 1dari 5

EPISTIMOLOGI BAYANI

Makalah:
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah:

PENGANTAR STUDI ISLAM

Dosen Pengampu:

Dr. Mukhammad Zamzami, Lc, M.Fil

Disusun Oleh:

Robiatul Adawiyah (E07219027)

Sal Sabillah Nikatus S. (E97219090)

Salsabila Putri Ramadhani (E97219091)

PROGRAM STUDI TASAWUF DAN PSIKOTERAPI

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Puji
syukur atas anugerahan nikmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Makalah. Serta Solawat dan salam kepada Nabi Muhammad yang telah menuntun kita dari jalan
yang gelap menuju jalan yang terang benderang yakni Addinul Islam.

Penulis juga mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak yang telah membantu
terkhusus bapak Dr. Mukhammad Zamzami, Lc, M.Fil yng telah membimbing penulis dalam
menyelesaikan tugas ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini banyak kekuragan. Oleh karena
itu, Penulis mengharapkan kritik dan saran agar menjadi lebih baik.

Demikian yang dapat Penulis samppaikann kurang lebihnya mohon maaf, semoga dapat
bermafaat bagi pembaca.

Surabaya, 16 Oktober 2019

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut Al-jabiri dalam metodologi bayani terdapat tiga unsur yang mendasari
adanya bayan , yang pertama adanya perbadaan pendapat dalam menghubungkan suatu
arti dan makna. Didalam konteks kaum mu’tazilah mengartikan suatu kata harus sesuai
dengan konteks berbeda dengan kum ahli sunnah yang sangat mengkhawatirkan bila
merubah suatu redaksi teks maka sama halnya merubah ashl yakni suatu ketetapan yang
sangat mendasar.
Yang kedua menganalogi bahasa karena setiap bahasa memiliki kedalam yang
berbeda dalam istilahnya, dan yang ketiga dalam memaknai bahasa tidak dapat diartikan
menggunakan tradisi bahasa daerah lain, harus menggunakan bahasa Arab.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui Epistimologi Bayani
2. Untuk mengetaui apa itu Epistimologi Bayani dalam studi Islam
3. Untuk memahami contoh Epistimologi Bayani
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Epistemologi Bayani

Istilah “Epistemologi” berasal dari bahasa Yunani “episteme” yang berarti pengetahuan dan
“logos” yang berarti perkataan, pikiran atau ilmu. Sebagai cabang filsafat, epistemologi berarti
mempelajari dan menemukan ciri-ciri umum dan kebenaran sejati dari pengetahuan manusia.
Bagaimana sebenarnya pengetahuan itu diperoleh dan diuji kebenarannya? Seberapakah batas-
batas kemampuan manusia untuk mengetahui?.

Maka epistemologi adalah suatu disiplin ilmu yang bersifat evaluatif, normatif, dan kitis.
Evaluatif berarti penilaian, apakah suatu keyakinan, sikap, dan teori pengetahuan dapat dijamin
kebenarannya. Normatif berarti berpegang teguh pada norma atau tolak ukur penalaran bagi
kebenaran pengetahuan. Sedangkan kritis adalah tajam dalam penganalisisan dan menguji
penalaran manusia dari suatu objek.

Dalam bahasa Filsafat pendekatan Bayani dapat diartikan sebagai model pemikiran lewat
teks, dalam hal ini tekslah yang menentukan arah kebenaran. Akal hanya sebagai pencermatan
dan pengukuh kebenaran.1 Dapat disimpulkan Bayani merupakan pendekaatan yang model
pemikirannya didasarkan pada teks suci, misalnya al-Quran.

B. Epistemologi dalam studi Islam

Epistemologi dalam Islam menelaah suatu ilmu menurut pandangan Islam, bagaimana
kebenaran suatu ilmu itu menurut Islam. Islam memperoleh ilmu pengetahuan tidak hanya
melalui empirisme dan rasionalisme seperti tradisi pemikiran di Barat. Melalui intuisi da wahyu
juga dipergunakan dalam mengetahui kebenaran ilmu dalam Islam. Intuisi adalah bentuk ilham
dari Tuhan yang kedudukanya dibawah wahyu.2

Bayani berpedoman pada teks yang berisi tentang lafadz dan ushul furu’. Ushul, yaitu ajaran
islam yang sangat prinsip, pokok, dan mendasar, sehingga umat islam wajib sepakat dalam ushul
dan tidak boleh berbeda, karena perbedaan dalam ushul adalah penyimpangan yang
mengantarkan pada kesesatan, sedangkan furu’ adalah ajaran islam yang sangat penting namun
bukan merupakan prinsip dan tidak mendasar, sehingga umat islam boleh berbeda dalam furu’
karena perbedaan dalaam furu’ bukan merupakan penyimpangan dan tidak mengantarkan pada
kesesatan.
1
Muhammad Abed al-Jabri, op.cit, hal.123
2
M. Zainuddin, M.A, Filsafat ilmu: Perspektif pemikiran Islam, Cetakan pertama (Jakarta: Lintas Pustaka, 2006),
hal. 52-54
Cara memperoleh pengetahuan dari metode Bayani dengan dua cara. Pertama, Berpegang
pada lafaz, dan dengan meggunakan kaidah bahasa arab (nahwu dan shorof) sebagai analisis.
Dan kedua, berpegang pada logika atau rasio sebagai alat analisis tetap dalam lingkup teks asl.
Qiyas merupakan hasil dari suatu masalah yang memiliki kesamaan illat.

Contoh Epistemologi Bayani

Imam Syafi’i menetapkan dalil sebagai acuan hukum syari’ah

Anda mungkin juga menyukai