Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam buku yang berjudul “Dasar-Dasar Hukum dan Pengadilan,”
Prof. Subekti, S.H. mengatakan, bahwa hukum itu mengabdi pada tujuan
Negara yang dalam pokoknya ialah: mendatangkan kemakmuran dan
kebahagiaan pada rakyatnya. Menurut Prof.Kansil tujuan Negara tersebut
yaitu “keadilan” dan “kemakmuran”. Pada dasarnya Tuhan Yng Maha Esa
telah memberikan kecakapan atau kemampuan untuk meraba atau
merasakan keadaan yang dinamakan adil tersebut (Kansil 1989:41). Namun,
pada kenyataanya masih banyak masyarakat yang belum mengetahui
mengenai hukum, salah satunya warga negara Indonesia, yang padahal
hukum tujuannya untuk menciptakan keadilan,kepastian,dan kemanfaatan.
Bahkan, mahasiswa hukum pun masih belajar untuk memahami mengenai
hukum.
Salah satu hukum yang sudah ada di masyarakat adalah mengenai
hukum adat. Di dalam Negara Republik Indonesia ini, adat yang dimiliki
oleh daerah suku-suku bangsa adalah berbeda-beda, meskipun dasar serta
sifatnya adalah satu, yaitu ke-Indonesiaannya. Oleh karena itu, maka adat
Indonesia itu dikatakan merupakan “Bhineka”
(berbeda-beda di daerah suku-suku bangsanya), “Tunggal Ika” (tetapi tetap
satu juga, yaitu dasar dan sifat ke-Indonesiaannya (Soerojo
Wignnojodipoero 1967: 13).
Perbedaan itulah yang menjadikan hukum adat di Indonesia berbeda-
beda. Setiap wilayah Indonesia memiliki perbedaan hukum adat. Selain itu
ada yang masihmenggunakan hukum adat maupun tidak. Hukum adat pun
dibagi lagi ada hukum perdata adat maupun hukum pidana adat. Dalam
Laparon ini merupakan analisis hukum pidana adat yang lebih spesifik
hukum pidana adat mengenai kumpul kebo.

1
Maka dari itu Laporan ini dibuat sebagai bahan pembelajaran
mengeanai hal-hal yang telah disebutkan diatas.

1.2 Rumusan Masalah

Permasalah yang dapat diambil dari latar belakang pada 1.1 tersebut adalah:

1. Bagaimanakah hukum pidana adat kumpul kebo berdasarkan undang-


undang?
2. Seperti apakah hukum pidana adat kumpul kebo yang ada di Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penyusunan


makalah ini adalah:

1. Mengetahui mengenai hukum pidana adat kumpul kebo berdasarkan


undang-undang.
2. Mengetahui mengenai pidana adat kumpul kebo yang ada di Indonesia.

2
BAB II

KAJIAN TEORI

2.2. Pengertian Hukum Adat


Pengertian hukum adat menurut Prof. Dr. Supomo, S.H. Dalam
karangan beliau “Beberapa Catatan mengenai kedudukan hukum
adat”, member pengertian hukum adat sebagai hukum yang tidak
tertulis di dalam peraturan-peraturan legislative (unstatutory law)
meliputi peraturan-peraturan hidup yang meskipun tidak diterapkan
oleh yang berwajib, toh ditaati dan didukung oleh rakyat berdasarkan
atas keyakinan bahwasanya peraturan-peraturan tersebut mempunyai
kekuatan hukum.
Sedangkan menurut Dr.Sukanto, dalam buku beliau “Meminjam
hukum Adat Indonesia”mmengartika hukum adat sebagai kompleks
adat-adat yang kebanyakan tidak dikitabkan, tidak dikodifikasi dan
bersifat paksaan, mempunyai sanksi, jadi mempunyai akibat hukum
(Soerojo Wignnojodipoero 1967: 13).

2.3. Pengertian Kumpul Kebo (samenleven)


Istilah kumpul kebo digunakan dibeberapa wilayah di Indonesia.
Masih banyak masyarakat yang belum mengerti apa yang dimaksud
dengan kumpul kebo.
Kumpul kebo yaitu berasal dari kata “kumpul” yang artinya
berkumpul dan dalam bahasa jawa atau sunda “kebo” yang artinya
kerbau. Jadi, kumpul kebo atau bisa disebut kumpul kerbau dalam
bahasa Indonseia adalah suatu perbuatan asusila yaitu berhubungan
badan atau hidup seperi hal nya suami istri antar permpuan dan laki-
laki yang dikehendaik keduanya tanpa ikatan pernikahan
(cohabitation). Maka, berdasarkan pengertian, perbuatan sama
dengan apa yang dilakukan kerbau, yaitu berkumpul dalam satu
kandang tanpa ikatan apapun.

3
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Kumpul Kebo dalam Undang-Undang

Di beberapa negara sebenarnya telah mengatur mengenai tindak pidana


cohabitation atau di Indonesia sering disebut kumpul kebo. Namun, dalam
kejahatanya elmen-elmen yang dikandung pada setiap negara berbeda.
Contoh dalam KUHP Republik Federal Yugoslavia 1951 Pasal 193,
Norwegia dan Polandia) bahwa cohabitation merupakan tindak pidana bilka
dilakukan dengan anak kandung. Selain itu di Cina cohabitation dinaggap
tindak pidana apabila dilakukan dengan suami atau istri dari anggota
angkatan bersenjata.

Berdasarkan pengertian kumpul kebo yang ada di masyarakat adat dalam


undang-undang belum dicantumkan secara spesifik. Dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana Indonesia (KUHP) Pasal 284 yang tercantum hanya
mengenai perzinaan yang mana hanya berlaku untuk perbuatan yang
dilakukan oleh perempuan dan laki-laki yang padahal sudah diketahui salah
satunya atau keduanya sudah menikah.

Sedangkan dalam Pasal Rancangan Undang-Undang KUHP yang


diserahkan joko widodo kepada Dewan Perwakilan Rakyat berbunyi:

Setiap sorang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar
perkawinan yang sah, dipidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana
dena paling banyak kategori II.

Jadi hukum pidan kumpul kebo pada dasarnya belum dicantumkan dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berlaku di Indonesia. Terkhusus
untuk hubungan antar perempuan dan laki-laki yang keduanya diketahui
belum menikah.

3.2. Hukum Adat Mengenai Kumpul Kebo Di Beberapa Wilayah Indonesia

3.2.1. Hukum pidana adat kumpul kebo (cohabitation) di adat batak toba

4
Dalam hukum adat Batak Toba, keberadaan pasangan kumpul
kebo sangat ditentang. Perbuatan tercela tersebut dianggap menyalai
norma-norma yang ada khususnya norma kesopanan dan kesusilaan.
Pada hukum adat Batak Toba sendiri dikenal sebagai daerah atau suku
yang sangat tegas dalam memberikan sanksi sehingga seseorang yang
melanggar peraturan harus berpikir dua kali lipat. Begitu pun dengan
kumpul kebo, adanya kumpul kebo yang terjadi di suku adat Batak
Toba akan dikenai sanksi adat.apabila ada yang melakukan praktik
kumpul kebo di daerah teritorial mereka maka langkah yang pasti
akan ditempuh adalah dinikahkan. Namun sebelum dinikahkan para
pelanggar aturan yakni pasangan kumpul kebo akan diberikan sanksi
sebagai berikut :

1. Pasangan yang melakukan praktik kumpul kebo akan disuruh


meminta maaf kepada tetua adat dan orang tua kedua belah
pihak.
2. Para pelanggar aturan yakni pasangan kumpul kebo akan
ditempatkan di suatu tempat atau yang biasa disebut
pengasingan
3. Para pelanggar dalam hal ini pasangan kumpul kebo juga
disuruh membayar denda yang jumlahnya ditentukan oleh aturan
adat yang berlaku saat ity
4. Setelah membayar denda barulah pasangan kumpul kebo
diwajibkan melaksanakan upacara pembersihan dan harus
mengundang para kepala dan tetua marga yang disaksikan oleh
para pemuda dan gadis desa
5. Pada upacara tersebut pasangan kumpul kebo diwajibkan untuk
menyembelih paling tidak satu ekor kerbau yang menandakan
bahwa hal tersebut adalah peristiwa besar
6. Setelah upacara tersebut berakhir maka akan dimulailah
pembicaraan untuk menentukan hukuman apa yang diberikan
selanjutnya.

5
7. Untuk menandai bahwa pasangan kumpul kebo tersebut setuju
dengan  adanya hukuman baru yang harus dijalani maka tanda
persetujuan tersebut berupa pemberian ulos(kain) yang
diserahkan oleh kerabat mempelai perempuan kepada mempelai
laki-laki dan kerabatnya , dan dari mereka ini, pihak mempelai
perempuan mendapatkan piso pertama.
8. Setelah itu hukuman selanjutnya akan ditentukan sesuai dengan
kesepakatan pada saat itu.
Begitulah tahapan-tahapan sanksi yang harus dijalani oleh
pasangan kmpul kebo yang melanggar aturan adat Batak Toba. Kasus
ini benar-benar pernah terjadi dan hukuman atau sanksinya juga telah
diterapkan pada saat itu. Pengaturan tentang penyimpangan sosial atau
tindakan yang menyalahi norma adat pada suku Batak Toba memang
telah diterapkan dan dipelihara sejak zaman dahulu oleh masyarakat
adat Batak Toba. Dan terbukti sangat efektif karena semua pihak atau
pun aparat hukum adat yang bertugas menjalankan wewenang dan
amanat dengan sangat konsisten. Apapun dan siapapun yang
melanggar aturan pasti akan mendapatkan balasannya. Bahkan hal
yang belum diatur pada hukum positif pun telah ada pengaturannya
pada hukum adat yang salah satunya adalah pengaturan tentang
hukuman bagi pasangan kumpul kebo yakni dimana seorang pasangan
yang hidup bersama layaknya suami istri tapi tidak melangsungkan
pernikahan secara sah.

3.2.2. Hukum pidana adat kumpul kebo (cohabitation) di adat Pematang Reba,
Kecamatan Rengat Barat

Di Pematang Reba, Kecamatan Rengat Barat, barang siapa yang


mekaukan tindak pidana kumpul kebo akan dikenai hukam denda seekor
kambing dan tidak dibenarkan tinggal di wilayah tersebut selamanya.

6
Hal ini dapat dilihat dari kasus yang dilakukan seorang oknum sipir
yang membawa wanita bukan istrinya kedalam kost-kostannya dan
diinapkan selama beberapa hari. Keduanya diarak warga ke balai desa
karena diduga telah melakukan perbuatan mesum disaat warga sedang
menunaikan ibadah shalat tarawih.
Setelah diketahui keduanya bukan suami istri warga membawanya
ke Polsek Rengat Barat kemudian dibawa kembali ke balai desa untuk
di selesaikan secara adat.

Anda mungkin juga menyukai