Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

LEUKOPLAKIA

Disusun Oleh:
Andre Prawiradinata
G99162128
Periode: 4 –   16 Desember 2017

Pembimbing:
Vita Nirmala Ardanari, drg., Sp.Pros., Sp.KG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU GIGI DAN MULUT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR.
MOEWARDI SURAKARTA
2017

i
DAFTAR ISI

Halaman Judul i

Daftar Isi ii

Pendahuluan iii

Leukoplakia

A. Definisi 1

B. Anatomi 1

C. Epidemiologi 4

D.Etiologi 5

E. Patofisiologi 7

F.Tanda dan Gejala 7

G.Klasifikasi 8

H. Diagnosis 12

I.   Penatalaksanaan 12

J. Prognosis 14

Daftar pustaka 16

ii
PENDAHULUAN

Istilah leukoplakia pertama kali digunakan oleh Schimmer pada tahun


1877, untuk menerangkan sebuah lesi putih pada lidah yang kemungkinan
merupakan gambaran klinis glositis sifilis. Leukoplakia memiliki gambaran tipis,
berupa bercak
 putih pada gusi, pipi bagian dalam dan kadang-kadang ditemukan pada lidah.
Inisiden terjadinya leukoplakia pada suatu populasi sekitar 0,1% (Neville dan Day,
2002).
Leukoplakia merupakan suatu istilah lama yang digunakan untuk
menunjukkan adanya suatu bercak putih atau plak yang tidak normal yang terdapat
 pada membran mukosa. Pendapat lain mengatakan bahwa leukoplakia hanya
merupakan suatu bercak putih yang terdapat pada membran mukosa dan sukar untuk
dihilangkan atau terkelupas.
Meskipun leukoplakia tidak termasuk dalam jenis tumor, lesi ini sering
meluas sehingga menjadi suatu lesi pre-cancer (Hasibuan, 2004). Untuk menentukan
diagnosis yang tepat, perlu dilakukan pemeriksaan yang teliti baik secara klinis
maupun histopatologis, karena lesi ini secara klinis mempunyai gambaran yang
serupa dengan “lichen plannus” dan “white sponge naevus” (Ibsen, 2004).

iii
LEUKOPLAKIA

A. Definisi
Menurut World Health Organization (WHO), Leukoplakia merupakan lesi
 putih keratosis berupa bercak atau plak pada mukosa mulut yang tidak dapat
diangkat dari mukosa mulut secara usapan atau kikisan dan secara klinis maupun
histologis berbeda dengan penyakit lain di dalam mulut serta tidak dapat
dihubungkan dengan sebab fisik atau kimia kecuali penggunaan tembakau
(Neville dan Day, 2002; Saukos, 2008).
B. Anatomi Mulut
Mulut adalah suatu rongga terbuka yang merupakan jalan masuk sistem
 pencernaan berisi organ asesoris berfungsi dalam proses awal pencernaan.

Gambar 1. Rongga Mulut

1
Bagian-bagian yang terdapat pada mulut:
1. Bibir 
Tersusun dari otot rangka (orbikularis mulut) dan jaringan ikat.
Permukaan luar bibir yang dilapisi kulit dan mengandung folikel rambut,
kelenjar keringat serta kelenjar subasea. Sedangkan permukaan dalam bibir
adalah membran mukosa.

Gambar 2. Anatomi bibir


2. Gigi (dens)

Gambar 3. Anatomi gigi

2
Bagian-bagian gigi:
a. Mahkota gigi atau corona, merupakan bagian yang tampak di atas
gusi. Terdiri atas:
1) Lapisan email, merupakan lapisan yang paling keras.
2) Tulang gigi (dentin), di dalamnya terdapat saraf dan pembuluh darah.
3) Rongga gigi (pulpa), merupakan bagian antara corona dan radiks.
4) Leher gigi atau kolum, merupakan bagian yang berada di dalam gusi.
5) Akar gigi atau radiks, merupakan bagian yang tertanam pada tulang
rahang. Akar gigi melekat pada tulang rahang dengan perantaraan
semen gigi.
6) Semen gigi melapisi akar gigi dan membantu menahan gigi
agar tetap melekat pada gusi. Terdiri atas:
a) Lapisan semen, merupakan pelindung akar gigi dalam gusi.
 b) Gusi, merupakan tempat tumbuh gigi.
3. Lidah
Lidah dilekatkan pada dasar mulut oleh frenulum lingua yang berfungsi
untuk menggerakkan makanan saat dikunyah atau ditelan, atau untuk
 pengecapan dan produksi bicara.

Gambar 4. Anatomi Lidah

3
4. Kelenjar ludah ( glandula sallivatorius)
Kelenjar saliva dibagi atas 2 kelompok, yaitu: kelenjar saliva mayor dan
kelenjar saliva minor. Kelenjar saliva mayor merupakan struktur berpasangan
yang terdiri atas kelenjar parotis, kelenjar submandibular, dan kelenjar
sublingual. Sedangkan kelenjar saliva minor terdiri atas kelenjar labialis,
kelenjar bukalis, kelenjar palatinus (kelenjar Weber), kelenjar retromolar
(kelenjar Carmalat), dan kelenjar lingualis. Kelenjar lingualis dibagi menjadi
3 kelompok, yaitu: inferior apical  (kelenjar Blandin Nuhn),taste buds
(kelenjar Ebner), dan kelenjar lubrikasi posterior . 

Gambar 5. Anatomi kelenjar saliva

C. Epidemiologi
Estimasi prevalensi global leukoplakia berkisar antara 0,5% - 3,46% dan
 perubahan keganasan dari leukoplakia sekitar 0,7% - 2,9% (Feller, 2012).
Leukoplakia banyak ditemukan di India dimana masyarakat banyak merokok
(Petti, 2003). Leukoplakia sering ditemukan pada laki-laki, dan prevalensi
meningkat seiring bertambahnya usia. Menurut perkiraan, leukoplakia lebih
 banyak dijumpai pada laki-laki berusia di atas 40 tahun (Napier, 2008).

4
DAFTAR PUSTAKA

Brouns ER, Baart JA, Bloemena E, Karagozoglu H, van der Waal I (2013). The
relevance of uniform reporting in oral leukoplakia: definition, certainty factor
and staging based on experience with 275 patients. Med Oral Patol Oral Cir
 Bucal 18(1):e19-26

Budiasuri AM (2002).  Leukoplakia: lesi praganas rongga mulut yang


sering dijumpai.

Burket. Lesi merah dan lesi putih pada mukosa mulut. Dalam Ilmu Penyakit Mulut,
 Diagnosis dan terapi. Alih Bahasa : Drg. P. P. Sianita Kurniawan. Edisi
kedelapan. 1994: 299-316.

Cade JE (2017). Hairy Leukoplakia. Diakses tanggal 25 Juli 2017 pada


http://emedicine.medscape.com/article/279269-overview

Feller L, Lemmer J. (2012). Oral leukoplakia as it relates to HPV infection: A review.


 International Journal of Dental Hygiene, 2: 540-561.

Guilgen NGBV, Kang S, Tommasi MHM, Vieira I, Machado MAN, Lima AAS

(2014). Oral erythroleukoplakia  –   a potentially malignant disorder.  Polski

 Przeglad Otorynolaryngologiczny 4: 20-24

Hasibuan S (2004). Deteksi Dini dan Diagnosis Kanker Rongga Mulut. USU Digital


Library.

Kai HL, Ajith DP (2009). Oral white lesions: pitfalls of diagnosis. MJA volume 190.
 No. 5. 190: p. 276

16
Kayalvizhi EB, Lakshman VL, Sitra G, Yoga S, Kanmani R, Megalai N (2016). Oral
leukoplakia: A review and its update.  Journal of Medicine, Radiology,
 Pathology & Surgery 2(2):18-22

Lodi G, Porter S (2008). Management of potentially malignant disorders: evidence


and critique. Journal of Oral Pathology and Medicine 37(2): 63-69

Longshore SJ, Camisa C (2002). Detection and management of premalignant oral


leukoplakia. Dermatol Ther 15: 229-235

Parlatescu I, Gheorghe C, Coculescu E, Tovaru S (2014). Oral Leukoplakia  –  an


Update. Maedica Buchar 9(1): 88-93

Roed-Petersen B, Gupta PC, Pindborg JJ, Singh B (1972). Association between oral
leukoplakia and sex, age, and tobacco habits. Bull World Health
Organ 47:13- 9

Soames JV, Southam JC (1999) Oral Pathology. Oxford: Oxford University of Press.
 p: 139-140

Soukos N (2008). Oral Leukoplakia, Idiopathic. In Medscape Reference.


http://emedicine.medscape.com/article/853864-overview#showall - diakses
13 Desember 2017

Van der Waal, I (2009) Potentially malignant disorders of the oral and oropharyngeal
mucosa; terminology, classification and present concepts of management.
Oral Oncol 45: 317-323

Warnakulasuriya S, Johnson NW, can der Waal I. (2007). Nomenclature and


classification of potentially malignant disorders of oral mucosa.  Journal of
Oral & Pathology Medicine, 36: 575-580

17

Anda mungkin juga menyukai