DISUSUN OLEH :
KELOMPOK XIX
PRIMA ANUGRAH MUNANDAR G0016174
RADIET ADHRA NUGROHO G0016176
RIO WIJAYANTO G0016184
SEISHA MEI ZERLINA G0016200
SINDY FAJRIYATUL G0016204
SITI ZAHRA AFIFA G0016206
STEFANI DYAH G0016208
SUSANTI WAHYUDI G0016210
SYAFALIKHA DWIZAHRA G0016212
THARRA AUDREYA G0016214
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2018
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KEGIATAN FIELD LAB
TOPIK KETERAMPILAN PEMBINAAN UKS:
KESEHATAN JIWA, NAPZA DAN GANGGUAN BELAJAR
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) ditentukan oleh dua faktor yang
saling berhubungan dan saling tergantung yakni kesehatan dan pendidikan.
Kesehatan merupakan bagian penting untuk tercapainya keberhasilan suatu
pendidikan, sebaliknya pendidikan yang diperoleh akan mempengaruhi
tingkat kesehatan. Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) mempunyai titik berat
pada upaya promotif dan preventif didukung oleh upaya kuratif dan
rehabilitatif yang berkualitas, menjadi sangat penting dan strategis untuk
mencapai status kesehatan yang setinggi-tingginya pada anak sekolah.
Pelaksanaan UKS ditingkat pendidikan dasar (TK dan SD) berbeda
dengan tingkat menengah (SMP dan SMA). Pelaksanaan UKS pada tingkat
pendidikan menengah lebih difokuskan pada upaya preventif perilaku
berisiko seperti penyalahgunaan NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan
Zat Adiktif lainnya), kehamilan tidak diinginkan, abortus yang tidak
aman,infeksi menular seksual, kesehatan reproduksi remaja, kecelakaan
dan trauma lainnya. Perilaku ini rentan dilakukan remaja karena sesuai
dengan ciri dan karakteristik remaja yang selalu ingin tahu, suka tantangan
dan ingin coba-coba hal baru. Untuk mengatasi hal tersebut, Kementerian
Kesehatan RI telah memberikan perhatian khusus terhadap masalah
kesehatan remaja melalui pengembangan konsep ”Pelayanan Kesehatan
Peduli Remaja” (PKPR). PKPR dilakukan secara proaktif untuk
mendorong dan meningkatkan keterlibatan dan kemandirian remaja dalam
memelihara dan meningkatkan derajat kesehatannya.
1
UKS dilakukan atas kerjasama berbagai sektor yang terlibat.
Kerjasama ini dilakukan oleh petugas kesehatan, petugas sekolah, peserta
didik, pemerintah setempat, orang tua murid dan kalangan lain dalam
masyarakat. UKS telah dikukuhkan pelaksanaanya secara terpadu lintas
sektor dan lintas program dalam surat keputusan bersama (SKB) Menteri
Pendidikan, Menteri Kesehatan, Menteri Agama dan Menteri Dalam
Negeri Republik Indonesia Nomor : 0408/U/1984, Nomor :
74/Tn.1984, Nomor : 60 Tahun 1984 tanggal 3 September 1984 tentang
Pokok Kebijaksanaan Usaha Kesehatan Sekolah.
Peran petugas kesehatan dalam pelaksanaan UKS merupakan bagian
dari keberhasilan UKS itu sendiri. Petugas kesehatan memiliki peran
dalam memberikan pendidikan kesehatan dan upaya kesehatan dasar dalam
pelaksanaan program UKS. Mahasiswa kedokteran merupakan calon
petugas kesehatan yang nantinya juga memiliki peran dalam pelaksanaan
UKS sudah sepatutnya memiliki pengetahuan dan pemahaman terhadap
pelaksanaan progam UKS itu sendiri. Hal ini, akan dilakukan melalui
kegiatan laboratorium lapangan (Field Lab) Pembinaan UKS : NAPZA
pada tingkat pendidikan menengah (SMP dan SMA).
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mengikuti pembelajaran ini, diharapkan mahasiswa mampu
melakukan Pembinaan UKS: Kesehatan Jiwa (NAPZA: Narkotika
Psikotropika dan Zat Adiktif, dan Gangguan Belajar). Adapun learning
outcome pembelajaran ini adalah diharapkan mahasiswa:
1. Mampu mengetahui pelaksanaan UKS di SMP dan SMA di wilayah
kerja Puskesmas.
2. Mampu memberikan masukan dan motivasi untuk meningkatkan
2
pembinaan dan pengembangan UKS kepada pengelola UKS masing-
masing SMP dan SMA di wilayah kerja Puskesmas.
3. Mampu merinci manajemen program dan prosedur Pembinaan UKS
khususnya tentang pembinaan kesehatan jiwa remaja terutama
NAPZA dan gangguan belajar.
4. Mengkaji dan memberikan pendidikan kesehatan tentang Pembinaan
UKS: Kesehatan Jiwa (NAPZA: Narkotika Psikotropika dan Zat
Adiktif, hubungannya dengan Gangguan Belajar) kepada pengelola
atau sasaran UKS masing-masing SMP dan SMA di wilayah kerja
Puskesmas.
3
BAB II
kegiatan :
4
Kegiatan :
Kegiatan :
Kami berangkat dari kampus UNS pada pukul 06.30 WIB dan sampai di
puskesmas pada pukul 07.00 WIB. Kami menemui Kepala Puskesmas dan
langsung menuju tempat penyuluhan yaitu MTsN 5 Karanganyar. Kami tiba
di sekolah pukul 08.30 WIB. Sebelum melakukan penyuluhan kami diberi
beberapa arahan oleh Kepala Puskesmas dan Kepala Sekolah mengenai hal-
hal yang harus ditekankan dan sikap saat penyuluhan. Kami melakukan
5
penyuluhan di 4 kelas, yang masing-masing kelas terdiri dari gabungan duaa
kelas. Kami membagi diri menjadi 4 kelompok kecil yang beranggotakan 2
orang, 2 orang lain bertugas dokumentasi dan koordinasi.
Kegiatan :
Pada pertemuan ketiga kegiatan field lab ini, kami nantinya akan
melaksanakan presentasi hasil kegiatan selama di lapangan dan
mengumpulkan laporan kepada puskesmas Tasikmadu
6
BAB III
PEMBAHASAN
B. Program UKS
Program UKS merupakan bagian penting untuk menciptakan perilaku
hidup bersih dan sehat peserta didi. Berdasarkan PBM tahun 2014 Kegiatan
UKS dilaksanakan melalui trias UKS yaitu pendidikan kesehatan (health
education), pelayanan kesehatan (health service) dan pembinaan lingkungan
sekolah sehat.
1. Pendidikan kesehatan
2. Pelayanan Kesehatan
10
dini penggunaan obat terlarang pada anak remaja di lingkungan sekolah
merupakan langkah yang harus ditempuh oleh UKS, sehingga peserta didik
menjadi sehat jasmani dan rohani serta memiliki kemampuan belajar yang
tinggi.
C. NAPZA
NAPZA adalah akronim dari Narkotik, Alkohol, Psikotropika, dan Zat
Adiktif lainnya (Kemenkes 2010). NAPZA adalah zat alami atau sintetis
yang bila dikonsumsi menimbulkan perubahan fungsi fisik dan psikis, serta
menimbulkan ketergantungan (BNN, 2004). Pengertian NAPZA menurut
kemenkes adalah zat yang mempengaruhi struktur atau fungsi beberapa
bagian tubuh orang yang mengonsumsinya. Manfaat maupun risiko
penggunaan NAPZA bergantung pada seberapa banyak, seberapa sering,
cara menggunakannya, dan bersamaan dengan obat atau NAPZA lain yang
dikonsumsi (Kemenkes, RI, 2010). NAPZA adalah istilah pengganti dari
substances dalam pedoman diagnostic DSM-IV TR dan drugs dalam buku-
buku WHO.
1. Jenis-Jenis NAPZA
NAPZA dibagi dalam 3 jenis, yaitu narkotika, psikotropika, dan bahan
adiktif lainnya.
a. Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman, baik sintetis maupun bukan sintetis, yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran dan hilangnya
rasa. Zat ini dapat mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan
dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika memiliki daya adiksi
11
(ketagihan) yang sangat berat. Narkotika juga memiliki daya toleran
(penyesuaian) dan daya habitual (kebiasaan) yang sangat tinggi. Ketiga
sifat narkotika inilah yang menyebabkan pemakai narkotika tidak
dapat lepas dari narkotika. Berdasarkan Undang-Undang No. 35 Tahun
2009, jenis narkotika dibagi ke dalam 3 kelompok yaitu narkotika
golongan I, golongan II, dan golongan III.
1) Narkotika golongan I adalah : narkotika yang paling berbahaya.
Daya adiktifnya sangat tinggi. Golongan ini tidak boleh digunakan
untuk kepentingan apapun kecuali untuk penelitian atau ilmu
pengetahuan. Contohnya ganja, heroin, kokain, morfin, opium, dan
lain-lain.
2) Narkotika golongan II adalah narkotika yang memiliki daya adiktif
kuat, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya
adalah petidin dan turunannya, benzetidin, betametadol, dan lain-
lain.
3) Narkotika golongan III adalah : narkotika yang memiliki daya
adiktif ringan, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian.
Contohnya adalah kodein dan turunannya.
b. Psikotropika
Adalah zat atau obat bukan narkotika, baik alamiah maupun sintetis,
yang memiliki khasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada
susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas
normal dan perilaku. Psikotropika adalah obat yang digunakan dokter
untuk mengobati gangguan jiwa. Berdasarkan Undang-Undang No. 5
tahun 1997, psikotropika dapat dikelompokkan ke dalam 4 golongan
yaitu:
12
1) Golongan I adalah psikotropika dengan daya adiktif yang sangat
kuat, belum diketahui manfaatnya untuk pengobatan, dan sedang
diteliti khasiatnya. Contohnya adalah MDMA, ekstasi, LSD, dan
STP.
2) Golongan II adalah psikotropika dengan daya adiktif kuat serta
berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah
amfetamin, metamfetamin, metakualon, dan sebagainya.
3) Golongan III adalah : psikotropika dengan daya adiksi sedang serta
berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah
lumibal, buprenorsina, fleenitrazepam, dan sebagainya.
4) Golongan IV adalah : psikotropika yang memiliki daya adiktif
ringan serta berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya
adalah nitrazepam (BK, mogadon, dumolid), diazepam, dan lain-
lain.
c. Bahan Adiktif Lainnya
Golongan adiktif lainnya adalah zat-zat selain narkotika dan
psikotropika yang dapat menimbulkan ketergantungan. Contohnya :
1) Rokok
2) Kelompok alkohol dan minuman lain yang memabukkan dan
menimbulkan ketagihan
3) Thinner dan zat-zat lain, seperti lem kayu, penghapus cair, aseton,
cat, bensin, yang bila dihisap, dihirup, dan dicium dapat
memabukkan.
13
2. Penyalahgunaan NAPZA
Penyalahgunaan NAPZA adalah penggunaan NAPZA yang bersifat
patologis, paling sedikit telah berlangsung satu bulan lamanya sehingga
menimbulkan gangguan dalam pekerjaan dan fungsi sosial. Sebetulnya
NAPZA banyak dipakai untuk kepentingan pengobatan, misalnya
menenangkan klien atau mengurangi rasa sakit. Tetapi, karena efeknya
“enak” bagi pemakai, maka NAPZA kemudian dipakai secara salah, yaitu
bukan untuk pengobatan tetapi untuk mendapatkan rasa nikmat.
Penyalahgunaan NAPZA secara tetap ini menyebabkan pengguna merasa
ketergantungan pada obat tersebut sehingga menyebabkan kerusakan fisik
(Sumiati, 2009). Menurut pasal 1 UU RI No. 35 Tahun 2009
ketergantungan adalah kondisi yang ditandai oleh dorongan untuk
menggunakan narkotika secara terus menerus dengan takaran yang
meningkat agar menghasilkan efek yang sama dan apabila
penggunaannya dikurangi dan atau dihentikan secara tiba-tiba,
menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas.
Ketergantungan terhadap NAPZA dibagi menjadi 2, yaitu (Sumiati,
2009) :
1. Ketergantungan fisik adalah keadaan bila seseorang mengurangi atau
menghentikan penggunaan NAPZA tertentu yang biasa ia gunakan, ia
akan mengalami gejala putus zat. Selain ditandai dengan gejala putus
zat, ketergantungan fisik juga dapat ditandai dengan adanya toleransi.
2. Ketergantungan psikologis adalah suatu keadaan bila berhenti
menggunakan NAPZA tertentu, seseorang akan mengalami kerinduan
yang sangat kuat untuk menggunakan NAPZA tersebut walaupun ia
tidak mengalami gejala fisik.
14
D. Hasil Penyuluhan
Kelompok kami melakukan pengambilan data dengan mengadakan
pretest dan post test yang dikerjakan oleh murid-murid di MTs dimana berisi
materi tentang UKS dan NAPZA, hasil pengujian kami adalah sebagai
berikut:
15
Rizqi Maulaya 83 83
Sindi Nurfatika 67 100
Siti Yuniarti 67 83
Tegar Dwi Raharjo 83 100
Uswatun Hasanah 67 67
Vanty Andrianto 50 100
Berdasarkan nilai rata-rata dari pre test dan post test yang kami lakukan
di atas maka dapat kami simpulkan bahwa siswa di MTsN 5 Karanganyar
mengalami peningkatan dari 77,14 menjadi 88,39 yang menunjukkan bahwa
tingkat pengetahuan siswa dari MTsN 5 Karanganyar mengenai NAPZA dan
bahayanya mengalami peningkatan dan penyuluhan yang kami lakukan
cukup berhasil untuk meningkatkan pengetahuan siswa. Hal ini
menunjukkan bahwa penyuluhan NAPZA dan bahaya rokok bagi siswa
cukup penting untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi siswa agar
tidak terjerumus pada bahaya NAPZA dan rokok sehingga diharapkan
dengan meningkatnya pengetahuan siswa maka dapat menurunkan
prevalensi dari pengguna NAPZA dan rokok terutama dari kalangan remaja
sehingga nantinya dapat tercipta generasi penerus bangsa yang lebih baik
lagi.
Meskipun begitu, masih terdapat beberapa siswa yang nilainya post test-
nya tidak lebih baik dari nilai pre test-nya, hal ini menunjukkan bahwa
masih terdapat beberapa siswa yang masih tingkat pemahamannya masih
belum meningkat meskipun telah dilakukan penyuluhan. Hal ini mungkin
17
dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu kesalahan dari kami yang mungkin
belum jelas dalam menyampaikan materi NAPZA dan bahaya rokok, dapat
juga disebabkan oleh terbatasnya fasilitas seperti proyektor yang
menyulitkan kami untuk menyampaikan materi secara lebih efektif dan dapat
juga disebabkan oleh tidak efektifnya penyampaian materi dengan metode
classical karena jumlah audience yang terlalu banyak sehingga siswa tidak
bisa terfokus kepada pembicara yang dapat menyebabkan kondisi tidak
kondusif dan siswa tidak memperhatikan pembicara yang akhirnya
materipun tidak dapat diserap dengan baik.
18
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Kegiatan Field Lab Pembinaan UKS: Kesehatan Jiwa (NAPZA:
Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif) di Puskesmas Tasikmadu,
Karanganyar berjalan dengan lancar dan edukatif baik bagi pihak mahasiswa
maupun siswa-siswi MTsN 5 Karanganyar.
Kegiatan field lab di Puskesmas Tasikmadu, Karanganyar dilakukan 3
kali. Kegiatan meliputi pemberian surat tugas dan berkas pada saat
koordinasi, penyuluhan mengenai NAPZA ( Narkotika, Psikotropika, dan
Zat adiktif lainnya) pada lapangan kedua, serta pelaporan hasil kegiatan yang
kami lakukan selama kegiatan field lab pada lapangan ketiga.
Hal hal yang dilakukan selama kegiatan field lab antara lain: review
materi tentang NAPZA; penjelasan singkat mengenai NAPZA, materi yang
akan disampaikan ketika penyuluhan serta bentuk penyuluhan yang akan
diadakan di MTsN 5 Karanganyar di Puskesmas Tasikmadu; penyuluhan
mengenai NAPZA serta rokok kepada siswa-siswi kelas 8 MTsN 5
Karanganyar, serta presentasi dan pelaporan dari hasil kegiatan kami.
Penyuluhan meliputi pengertian NAPZA dan rokok serta bahaya-bahaya
yang diakibatkan oleh NAPZA dan rokok. Dalam penyuluhan juga
dilakukan pre test dan post test untuk mengetahui peningkatan pengetahuan
siswa-siswa MTS 5 Karangmojo mengenai NAPZA. Penyuluhan juga
disertai dengan ice breaking sehingga lebih menarik. Respons para siswa
sudah cukup baik terhadap penyuluhan, sekalipun kondisi dibeberapa kelas
19
kurang kondusif dimana masih ada siswa yang tidak memperhatikan dan
kurangnya prasarana seperti proyektor.
Dilihat dari penyuluhan, masih ada siswa-siswi yang masih belum terlalu
paham mengenai NAPZA. Maka dari itu, penyuluhan mengenai NAPZA
sangat penting dalam rangka memberikan informasi yang memadai untuk
masyarakat, terutama remaja.
B. Saran
1. Penyuluhan kesehatan ini diharapkan dapat menyampaikan informasi
serta meningkatkan pemahaman siswa-siswi mengenai NAPZA
(Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif), untuk menumbuhkan
kesadaran dan pencegahan mengingat tingginya prevalensi kejadian di
masyarakat, terutama dikalangan remaja.
2. Peran pihak Puskesmas dalam terkait peningkatan program penyuluhan
NAPZA yang dilakukan secara meluas sangat diperlukan.
3. Mahasiswa diharapkan dapat mempersiapkan diri dengan baik sehingga
tanggap dalam melaksanakan kegiatan Field Lab. Sekalipun terdapat
keterbatasan waktu, diharapkan mahasiswa dapat memaksimalkan
kegiatan Field Lab dan memahami seluruh tujuan pembelajaran
20
DAFTAR PUSTAKA
21
LAMPIRAN
22