Dosen Pembimbing :
Disusun Oleh :
Kelompok 2
Dewasa ini banyak mahasiswa yang kurang memahami cara merumuskan hipotesis
dan memilih pendekatan dala penelitian sehingga banyak terjadi kesalah dalam membuat
proses penelitian. Sehingga diperlukan sumber yang valid mengenai cara merumuskan
Hipotesis dan memilih pendekatan dalam penelitian .
A. Pengertian
Setelah penelitian mengadakan penelaahan yang mendalam terhadap berbagai sumber
untuk menentukan anggapan dasar, maka langkah berikutnya adalah merumuskan hipotesis.
Agar dapat lebih mudah dipahami pengertian ini, perlu dikutipkan pendapat Prof.Drs.
Sutrisno Hadi MA, tentang pemecahan masalah. Seringkali peneliti tidak dapat memecahkan
permasalahannya hanya dengan sekali jalan permasalahan itu akan diselesaikan segi demi
segi dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk tiap-tiap segi dan mencari
jawabannya melalui penelitian yang dilakukan.
Jawaban terhadap permasalahan ini dibedakan atas dua hal sesuai dengan taraf
pencapaiannya yaitu:
1. Jawaban permasalahan yang berupa kebenaran pada taraf teoritik dicapai melalui
membaca.
2. Jawaban permasalahan yang berupa kebenaran pada praktik dicapai setelah penelitian
selesai yaitu setelah pengelolahan terhadap data.
Sehubungan dengan pengertian tersebut maka dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang
bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang
terkumpul.
Dari arti katanya hipotesis memang berasal dari dua penggalan kata “hypo” yang artinya
di bawah dan “thesa” yang artinya “kebenaran”. Jadi hipotesis yang kemudian cara
menulisnya disesuaikan dengan ejaan bahasa Indonesia menjadi hipotesa dan berkembang
menjadi hipotesis.
Apabila peneliti telah mendalami permasalahan penelitiannya dengan seksama serta
menetapkan anggapan dasar, maka lalu membuat suatu teori sementara, yang kebenarannya
masih perlu diuji di bawah kebenaran. Inilah hipotesis penelitian harus berpikir bahwa
hipotesisnya itu dapat diuji. Selanjutnya peneliti akan bekerja berdasarkan hipotesis ini.
Peneliti mengumpulkan data-data yang paling berguna untuk membuktikan hipotesis.
Berdasarkan data yang terkumpul peneliti akan menguji apakah hipotesis yang dirumuskan
dapat naik status menjadi tesa, atau sebaliknya, tumbang sebagai hipotesis, apabila ternyata
tidak terbukti.
Hipotesis merupakan jawaban sementara dari rumusan masalah yang terdapat pada suatu
penelitian.penelitian yang membutuhkan hipotesis merupakan penelitian kuantitatif,
sedangkan pada penelitian kualitatif diharapkan menemukan hipotesis kemudian diuji
menggunakan pendekatan kuantitatif.
Hal yang sangat perlu diperhatikan oleh peneliti adalah bahwa ia tidak boleh mempunyai
keinginan kuat agar hipotesisnya terbukti dengan cara mengumpulkan data yang hanya bisa
membantu memenuhi keinginannya, sehingga mengarah ke terbuktian hipotesis. Peneliti
harus bersikap objektif terhadap data yang terkumpul.
Peneliti dapat bersikap 2 hal terhadap hipotesis yang sudah dirumuskan
1. Menerima keputusan seperti apa adanya seandainya hipotesisnya tidak terbukti
2. Mengganti hipotesis seandainya melihat tanda-tanda bahwa data yang terkumpul tidak
mendukung terbuktinya hipotesis.
Apabila peneliti mengambil hak kedua, maka di dalam laporan penelitian harus dituliskan
proses penggantian ini. Dengan demikian peneliti telah terbukti jujur dan tegas, sesuatu yang
memang sangat diharapkan dari seorang peneliti.
B. Jenis-jenis hipotesis
Tentu saja kesimpulan ini salah menurut norma umum. Pembuktian hipotesis mungkin
benar. Akibatnya bisa berbahaya apabila disimpulkan oleh siswa atau mahasiswa bahwa tidak
ada gunanya mereka belajar, apabila disimpulkan pada point kedua oleh remaja pedesaan
maka akan banyak terjadi pernikahan muda tanpa memikirkan usia ketika menikah. Apabila
disimpulkan pada point ketiga oleh masyarakat awam maka orang-orang tidak akan waspada
terhadapa virus corona karena menganggap suatu virus dapat berkembang atau tidaknya
hanya karena iklim di suatu tempat . Yang salah adalah perumusan hipotesis nya. Dalam hal
lain dapat terjadi perumusan hipotesisnya benar tetapi ada kesalahan dalam penarikan
kesimpulan. Apabila terjadi hal yang demikian kita tidak boleh menyalakan hipotesisnya.
Kesalahan penarikan kesimpulan tersebut barangkali disebabkan karena kesalahan
sampel, kesalahan perhitungan ada pada variabel lain yang mengubah hubungan antara
variabel belajar dan variabel prestasi yang pada saat pengujian hipotesis ikut berperan.
Misalnya:
Faktor untung-untungan,: faktor soal tes yang sudah bocor, faktor menyontek, dan
sebagainya.
Faktor sampel dimana sempel yang diambil adalah orang tua muda dikota, faktor
riwayat kesehatan, dan sebagainya
Faktor metode penelitian, ketahanan tubuh masyarakat, kuatnya konsumsi rempah-
rempah sebagai anti body.
Daerah
Penerimaan Ho Daerah kritik 2.5%
Daerah kritik 2.5% 95%
Apabila kita mengetahui nilai z-score, dari N-120, dan dari z score dengan rumus
X− X
Rumus Z=
SD
Daerah
Penerimaan Ho
1.96
1.70 %
Besar nya z score 1,70 terletak di daerah penerimaan hipotesis nihil. Ini berarti bahwa
hipotesis nihil yang dirumuskan diterima, atau dengan kata lain hipotesis kerja ditolak.
Uji Hipotesis
a. Menentukan Ho dan Hi, yang pada prinsipnya adalah menguji karakteristik populasi
berdasarkan hasil informasi dari suatu sampel.
b. Menentukan taraf signifikan (ɑ), yaitu probabilitas kesalahan menolak hipotesis yang
ternyata benar. Jika dikatakan ɑ=5% berararti resiko kesalahan dalam mengambil
keputusan adalah 5%
c. Menentukan apakah akan dilakukan uji satu sisi atau uji dua sisi
Pada skripsi berjudul Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Demonstrasi Bisu Dengan
Media Foto Terhadap Penguasaan Kosakata Verba Doushi Bahasa Jepang Siswa Kelas X
Bahasa SMA Negeri 1 Krian Tahun Ajaran 2013/2014 karya Aryani Puspitasari terdapat
hipotesis pada bab pendahuluan berupa:
ada pengaruh positif terhadap model pembelajaran kooperatif demonstrasi bisu dengan media
foto terhadap penguasan kosakata verba doushi bahasa jepang pada siswa kelas X Bahasa
SMA Negeri 1 krian tahunajaran 2013/2014.
Hipotesis diterima jka hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan diatas, dan jika ditolak
maka hasil penelitian ini bertentangan dengan pernyataan.
Ho : tidak ada pengaruh yang signifikan dari pembelajaran kooperatif demonstrasi bisu
dengan media foto terhadap penguasan kosakata verba doushi bahasa jepang pada
siswa kelas X Bahasa SMA Negeri 1 krian tahunajaran 2013/2014.
H1 : ada pengaruh yang signifikan dari pembelajaran kooperatif demonstrasi bisu dengan
media foto terhadap penguasan kosakata verba doushi bahasa jepang pada siswa kelas
X Bahasa SMA Negeri 1 krian tahunajaran 2013/2014.
Hipotesis penelitian
Respon siswa positif terhadap pembelajaran kanji menggunakan media aplikasi “Kanben
(kanji no benkyou)” karena membantu siswa mempelajari kanji.
Pada hasil penelitian tidak disampaikan apakah hipotesis peneliti diterima atau tidak.
Namun pada bagian abstrak disampaikan bahwa berdasarkan t hitung bahwa tidak ada
pengaruh penggunaan media aplikasi “kanben(kanji no benkyou)”terhadap kemampuan
penguasaan kanji level shokyuu (dasar) pada siswa kelas XI Bahasa SMA di Kota Surabaya
tahun pelajaran 2018/2019 , serta respon siswa positi terhadap penggunaan media aplikasi
“kanben(kanji no benkyou)”terhadap kemampuan penguasaan kanji level shokyuu
(dasar)didasarkan angket yang telah disebar. Peneliti hanya merumuskan Ho tanpa
merumuskan Ha, terdapa hipoteis deskriptif yang kurang tepat
Memilih Pendekatan
A. Jenis-jenis Pendekatan
Langkah memilih pendekatan ini sebenarnya bisa lebih tepat ditempatkan setelah
peneliti menentukan dengan tegas variabel penelitian. Dalam hal ini penulis berpendapat
bahwa antara penentuan variabel penelitian dan pemilihan pendekatan sebenarnya dilakukan
maju-mundur, bolak-balik. Variabel penelitian memang sangat menentukan bentuk atau jenis
pendekatan. Namun, jelas pendekatan juga tidak dapat diabaikan peranannya dalam
menentukan perincian variabel secara teliti. Oleh karena itu, hanya karena alasan bahwa 2 hal
tersebut tidak dapat dibicarakan sekaligus, dan yang satu harus mendahului yang lain, maka
pembicaraan masalah pemilihan pendekatan ini penulis dahulukan.
Di dalam bab terdahulu sudah disinggung berbagai jenis penelitian menurut
pendekatan atau approach-nya. Secara singkat pendekatan penelitian dapat dibedakan atas
beberapa jenis, tergantung dari sudut pandangannya, walaupun sebenarnya antara jenis yang
satu dengan jenis yang lain kadang-kadang saling over lapping.
1. Jenis pendekatan menurut teknik samplingnya adalah:
pendekatan populasi,
pendekatan sampel,
pendekatan kasus.
2. Jenis pendekatan menurut timbulnya variabel adalah:
pendekatan non-eksperimen,
pendekatan eksperimen.
3. Jenis pendekatan menurut pola-pola atau sifat penelitian non- eksperimen.
Sehubungan dengan pendekatan jenis ini, maka dibedakan atas:
a) penelitian kasus (case-studies),
b) penelitian kausal komparatif,
c) penelitian korelasi,
d) penelitian historis,
e) penelitian filosofis.
Namanya adalah Penelitian Tindakan Kelas, terdiri dari tiga kata yang dapat dipahami
pengertiannya sebagai berikut.
Ada beberapa orang ahli yang menekuni penelitian tindakan ini. namun dalam sajian
ini dikemukakan pendapkat tentang model penelitian tindakan antara lain Kurt Lewin,
Kemmis, Henry, Mc Taggart, John Elliott, dan Hopkins. Ahli yang pertama kali menciptakan
model penelitian tindakan adalah Kurt Lewin, tetapi yang sampai sekarang banyak dikenal
adalah Kemmis dan Mc Taggart (1988).
Model yang dikembangkan oleh Kurt Lewin didasarkan atas konsep pokok bahwa
penelitian tindakan terdiri dari empat komponen pokok yang juga menunjukkan langkah,
yaitu:
(a) perencanaan atau planning,
(b) tindakan atau acting.
(c) pengamatan atau observing, dan
(d) refleksi atau reflecting.
Satu di antara bermacam-macam lokasi atau setting penelitian tindakan adalah yang
dikenal dengan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dalam bahasa Inggris adalah
Classroom Action Research (CAR). Penelitian tindakan kelas ini dilakukan misalnya untuk
meningkatkan efektivitas metode mengajar, pemberian tugas kepada siswa, penilaian, dan
lain sebagainya. Dalam hal guru yang mengajar perlu berkolaborasi dengan seorang atau tim
peneliti. Baik peneliti maupun guru secara bersama-sama membuat rancangan penelitiannya,
selanjutnya guru itulah yang melaksanakan di kelas, tim peneliti yang mengadakan
pengamatan. Sesudah proses pengamatan selesai, guru dan tim peneliti mengadakan refleksi
dalam bentuk diskusi bersama. Dalam kesempatan ini guru menceritakan bagaimana hasil
evaluasi diri ketika melaksanakan tindakan, lalu tim peneliti mengemukakan hasil
pengamatannya sehingga terjadi proses refleksi yang rumit tetapi runtut.
Saat ini penelitian tindakan kelas sangat dianjurkan untuk dilaksanakan di semua
jenjang dan jenis sekolah. Keunggulan penelitian ini adalah karena guru diikutsertakan dalam
penelitian sebagai subjek yang melakukan tindakan, yang diamati, sekaligus yang diminta
untuk merefleksikan hasil pengalaman selama melakukan tindakan, tentu lama kelamaan
akan terjadi perubahan dalam diri mereka suatu kebiasaan untuk mengevaluasi diri (self
evaluation). Keuntungan lain adalah bahwa dengan tumbuhnya budaya meneliti pada guru
dari dilaksanakannya PTK yang berkesinambungan, berarti kalangan guru makin
diberdayakan mengambil prakarsa profesional yang semakin mandiri, percaya diri, dan makin
berani mengambil risiko dalam mencobakan hal-hal yang baru (inovasi) yang patut diduga
akan memberikan perbaikan serta peningkatan. Pengetahuan yang dibangunnya dari
pengalaman semakin banyak dan menjadi suatu teori, yaitu teori tentang praktik
pembelajaran yang dilaksanakan di kelasnya. Lebih jauh lagi dapat diharapkan bahwa guru
akan menjadi terbiasa berkolaborasi dengan peneliti yang mungkin berdampak pada
keberanian menyusun sendiri tindakan kelas, mengembangkan kurikulum dari bawah, dan
menjadikan guru bersifat mandiri.
Untuk melakukan sesuatu, bahkan ntuk yang sangat sederhana sekalipun, kita
memang harus mengerahkan Perhatian, harus ada niat melakukan, dan siap melakukan
dengan serius, tapi perlu diiringi rasa santai, agar tidak ada rasa terbebani. Melakukan
penelitian tindakan kelas, dapat dianggap bekerja seperti biasanya saja, tanpa ada kekakuan,
baik situasi maupun tindakannya sendiri.
Apabila di bagian terdahulu sudah dikenal berbagai jenis penelitian, maka penelitian
tindakan yang tepat mengarah ke jenis penelitian itu adalah yang disebutkan sebagai
penelitian eksperimen. Penelitian tindakan ini dapat dimasukkan dalam kelompok penelitian
eksperimen dengan ciri yang khusus. Jika dalam penelitian eksperimen ini si peneliti sekadar
ingin mengetahui akibat dari perlakuan, tindakan, atau "sesuatu" yang dilakukan, dalam
penelitian tindakan, si peneliti mencermati betul-betul selama proses dan akibat tindakan,
sehingga diperoleh informasi yang mantap tentang dampak perlakuan yang dibuat. Dengan
kalimat sederhana dapat dikatakan bahwa penelitian tindakan adalah penelitian eksperimen
berulang dan berkelanjutan. Jika ada yang menanyakan, penelitian tindakan termasuk
kuantitatif atau kualitatif, jawaban dari pertanyaan itu adalah kualitatif, karena menggali
informasi secara rinci. Namun demikian, penelitian tindakan tidak menolak penggunaan
angka-angka untuk melengkapi data penelitiannya agar pengambilan keputusannya lebih
tepat. Peneliti boleh saja menyebarkan angket kepada siswa untuk mengetahui bagaimana
reaksi dan pendapat mereka. Data yang terkumpul boleh saja dianalisis dengan rumus
statistik, baik sederhana maupun dengan rumus-rumus.
Sudah dijelaskan bahwa penelitian tindakan dilakukan oleh peneliti atas dasar
kesadaran untuk meningkatkan kinerja. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan atas dasar
kerelaan.
Ciri terpenting dari penelitian tindakan adalah bahwa penelitian tersebut merupakan
suatu upaya untuk memecahkan masalah, sekaligus mencari dukungan ilmiahnya.
Dari ciri tersebut maka penelitian tindakan dapat dilakukan dengan tujuan, setting dan
lokasinya yang sekaligus tertuang dalam namanya, antara lain:
a. Penelitian tindakan partisipatori (participatory action research) yaitu kegiatan penelitian
yang dilakukan dengan menekankan keterlibatan masyarakat agar merasa ikut serta
memiliki program kegiatan tersebut serta berniat ikut aktif memecahkan masalah berbasis
masyarakat.
b. Penelitian tindakan kritis (critical action research), yaitu penelitian yang dilakukan
dengan menekankan adanya niat yang tinggi untuk bertindak memecahkan masalah dan
menyempurnakan situasi.
c. Penelitian tindakan kelas (classroom action research), yaitu penelitian yang dilakukan
oleh guru ke kelas atau di sekolah tempat ia mengajar dengan penekanan pada
penyempurnaan atau peningkatan proses dan praksis pembelajaran.
d. Penelitian tindakan institusi (institutional action research), yaitu dilakukan oleh pihak
pengelola sekolah sebagai sebuah organisasi pendidikan untuk meningkatkan kinerja,
proses, dan produktivitas lembaga.
Jika kita cermati, pembagian atas empat jenis penelitian tersebut tidak tepat, dan yang
sesuai dengan apa yang kita bahas hanya nomor c dan d, keduanya menunjuk pada ruang
lingkup lokasi. Nomor a dan b dapat dimasukkan ke jenis c atau d. Pemaparan tersebut
dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa penelitian tindakan bukan hanya terbatas di dalam
ruang kelas saja. Penekanan dengan kata "kelas", untuk mempersempit perhatian guru agar
tercurah pada apa yang terjadi dalam sekelompok siswa di kelas.
Dikatakan sebagai kelanjutan penelitian deskriptis karena (a) penelitian tindakan dimulai
dari mencari informasi tentang keadaan sesuatu dalam rangka mencari kelemahan dengan
mendeskripsikan hal-hal yang terkait dengan kelemahan tersebut; (b) selama penelitian
tindakan berlangsung peneliti mengamati terjadinya tindakan kemudian mendeskripsikan
dalam bentuk informasi.
Dikatakan sebagai kelanjutan penelitian eksperimen karena tujuan dari penelitian
tindakan adalah mengetahui dampak dari sesuatu perlakuan, yaitu mencobakan sesuatu,
lalu dicermati akibat dari perlakuan tersebut. Merupakan kelanjutan karena sesudah
diketahui dampak perlakuan, peneliti melanjutkan dengan berpikir tentang perlakuan
yang lebih baik. Perlakuan tersebut dicermati lagi untuk diketahui dampaknya, kemudian
peneliti berpikir tentang perlakuan yang lebih baik, dan sebagainya.
Akhir-akhir ini ada satu pendekatan pembelajaran yang dipopulerkan di Jepang, yang
dikenal dengan nama Lesson Study. Kalau dialihbahasakan ke bahasa Indonesia dibaca dari
belakang menjadi Study Lesson, diterjemahkan menjadi "Penelitian Pembelajaran". Makna
dari terjemahan ini adalah bahwa peneliti mencermati proses pembelajaran untuk mengetahui
apakah proses tersebut sudah baik, yaitu memberikan dampak pada siswa yang sedang belajar
sehingga prestasinya juga baik. Terkenalnya Lesson Study hampir bersamaan dengan
Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Jika kita cermati model di dua jenis penelitian tersebut
hampir sama, yaitu sama-sama mengutamakan pengamatan terhadap proses. Mungkin tidak
terlalu salah apabila kita katakan bahwa Lesson Study dan PTK merupakan "saudara
sekandung". Perbedaannya terletak pada pengamat. Pengamat dalam PTK dapat satu orang,
kalau pengamat dalam Lesson Study merupakan kelompok, sehingga dapat mendiskusikan
peristiwa pembelajaran yang baru saja mereka amati.
Dalam pelaksanaan PTK, siswa bukan hanya diajar seperti biasa dan mengerjakan
LKS yang intinya mengerjakan soal-soal setelah mempelajari ringkasan, tetapi harus
melakukan suatu tindakan. Siswa harus aktif bekerja melakukan sesuatu yang diarahkan oleh
guru. Ketika sampai saat refleksi, siswa diajak diskusi, ditanya tentang pembelajaran yang
mereka alami. Dari hasil refleksi itulah guru mengadakan perbaikan untuk perencanaan siklus
kedua. Sekali lagi, jadi inti PTK adalah keaktifan siswa karena dalam pembelajaran siswa
yang diutamakan.
Sebenarnya ada beberapa model yang dapat diterapkan dalam penelitian tindakan
kelas (PTK), tetapi yang paling dikenal dan biasa digunakan adalah model yang dikemukakan
oleh Kemmis & Mc Taggart. Adapun model PTK dimaksud menggambarkan adanya empat
langkah (dan pengulangannya), yang disajikan dalam bagan berikut ini.
Keempat langkah tersebut merupakan satu siklus atau putaran, artinya sesudah
langkah ke-4, lalu kembali ke-1 dan seterusnya. Meskipun sifatnya berbeda, langkah ke-2 dan
ke-3 dilakukan secara bersamaan jika pelaksana dan pengamat berbeda. Jika pelaksana juga
pengamat, mungkin pengamatan dilakukan sesudah pelaksanaan, dengan cara mengingat-
ingat apa yang sudah terjadi. Dengan kata lain, objek pengamatan sudah lampau terjadi.
Secara utuh, tindakan yang diterapkan dalam penelitian tindakan kelas seperti
digambarkan dalam bagan, melalui tahapan sebagai berikut:
Pihak yang melakukan tindakan adalah guru sendiri, sedangkan yang melakukan
pengamatan terhadap berlangsungnya proses tindakan adalah peneliti, bukan guru yang
sedang melakukan tindakan.
Yang dikemukakan dalam kalimat tersebut adalah aturan atau prinsip untuk salah satu
bentuk penelitian tindakan. Bentuk lain adalan peneliti melakukan sendiri pengamatan
terhadap diri sendiri ketika sedang melakukan tindakan. Apabila menerapkan bentuk kedua
ini, peneliti harus mampu melakukan apa yang disebut ngrogoh sukmo (Jawa), yaitu
mengeluarkan jiwa dari badan, untuk mengamati secara objektif apa yang sedang terjadi pada
dirinya (tentu saja pengertian ini mudah terbantah, karena mana ada kegiatan ragawi yang
tidak disertai dengan jiwa). Cara penjelasan ini digunakan sebagai ibarat saja, sekadar untuk
mempermudah pemahaman. Maksud penjelasan tersebut adalah bahwa meskipun terjadi pada
diri sendiri, peneliti yang sekaligus pengamat tersebut diharapkan mampu melakukan
pengamatan diri secara objektif agar kelemahan yang terjadi dapat terlihat dengan wajar,
tidak harus ditutup-tutupi.
Dalam tahap menyusun rancangan, peneliti menentukan titik-titik atau fokus peristiwa
yang perlu mendapatkan perhatian khusus untuk diamati, kemudian membuat sebuah
instrumen pengamatan untuk membantu peneliti merekam fakta yang terjadi selama tindakan
berlangsung. Jika yang digunakan dalam penelitian ini bentuk terpisah, yaitu peneliti dan
pelaksana guru adalah orang yang berbeda, dalam tahap menyusun rancangan harus ada
kesepakatan antara keduanya. Oleh karena pelaksana guru adalah pihak yang paling
berkepentingan untuk meningkatkan kinerja, maka pemilihan strategi pembelajaran
disesuaikan dengan selera guru, agar pelaksanaan tindakan dapat terjadi secara wajar.
Apabila dalam menjelaskan langkah ke-4 yaitu refleksi ini kita gunakan contoh
tindakan terhadap catatan siswa di atas, personil-siswa diminta mengemukakan bagaimana
perasaannya ketika catatan diambil oleh guru, bagaimana reaksi terhadap coretan-coretan
yang dibuat oleh guru, dan cara yang dilakukan oleh guru. Jika guru menggunakan pengamat
luar, diskusi dalam langkah refleksi ditanyakan kepada pengamat apa yang mereka lihat
ketika melakukan pengamatan. Perlu disepakati bersama bahwa yang dimaksud dengan
"pengamatan" dalam penelitian tindakan ini bukan hanya menggunakan mata untuk
penglihatan, tetapi juga hidung untuk penciuman, kulit sebagai alat pencecap, dan juga
telinga sebagai alat pendengar.
Apabila guru pelaksana juga berstatus sebagai pengamat, maka refleksi dilakukan
terhadap diri sendiri. Dengan kata lain guru tersebut melihat dirinya kembali, melakukan
"dialog" untuk menemukan hal-hal yang sudah dirasakan memuaskan hati karena sudah
sesuai dengan rancangan dan mengenali hal-hal yang masih perlu diperbaiki.
Keempat tahap dalam penelitian tindakan tersebut merupakan satu siklus, yaitu satu
putaran kegiatan beruntun, dari tahap penyusunan rancangan sampai dengan refleksi, yang
tidak lain adalah evaluasi. Apabila dikaitkan dengan contoh tindakan perbaikan catatan
sebagaimana dikemukakan dalam bagian terdahulu, maka yang dimaksud dengan bentuk
tindakan adalah pengumpulan catatan, mengoreksi, dan memberikan petunjuk kepada siswa
bagaimana cara membuat catatan yang baik. Jadi bentuk penelitian tindakan tidak pernah
kegiatan tunggal tetapi rangkaian kegiatan yang akan kembali ke asal, yaitu dalam bentuk
siklus. Informasi yang diperoleh dari langkah refleksi, merupakan bahan yang tepat untuk
menyusun perencanaan siklus berikutnya.
Apabila sudah diketahui letak keberhasilan dan hambatan dari tindakan yang baru
selesai dilaksanakan dalam satu siklus, guru pelaksana (bersama peneliti pengamat)
menentukan rancangan untuk siklus kedua. Apakah guru tersebut akan mengulangi
kesuksesan untuk meyakinkan atau menguatkan hasil, atau akan memperbaiki langkah
terhadap hambatan atau kesulitan yang ditemukan dalam siklus pertama? Hasil keputusan
tersebut dijadikan rancangan untuk tindakan siklus kedua. Dengan menyusun rancangan
untuk siklus kedua, maka guru dapat melanjutkan dengan tahap 2,3, dan 4, seperti yang
terjadi dalam siklus pertama. Jika sudah selesai dengan siklus kedua dan guru belum merasa
puas, dapat melanjutkan dengan siklus ketiga, yang cara dan tahapannya sama dengan siklus
terdahulu. Tida ada ketentuan tentang berapa kali siklus harus dilakukan. Banyaknya siklus
tergantung dari kepuasan peneliti sendiri, namun ada saran, bagi guru yang akan melakukan
penelitian dalam rangka mengajukan kenaikan jabatan ungsional, Laporan Penelitian
Tindakan (LPT) sebagai salah satu bentuk Karya Tulis Ilmiah (KTI), sebaiknya tidak kurang
dari dua siklus. Apabila hasil siklus kedua berbeda dengan hasil siklus pertama, jelas peneliti
harus melakukan siklus ketiga dan selanjutnya sampai diperoleh kesimpulan yang mantap.
Jika hasil siklus kedua sama dengan siklus pertama, berarti sudah ada pemantapan.
Dalam penelitian tindakan kelas, terdapat juga format yang digunakan oleh
peneliti atau pengawas yang akan melakukan penelitian tindakan kelas. Biasanya
format yang digunakan dibuat dengan jawaban alternative “ya” atau “tidak”, atau
bergradasi 1, 2, 3, 4 dengan keterangan:
1 -sangat rendah, sangat tidak baik, sangat tidak aktif, dan lain
sebagainya