Anda di halaman 1dari 8

Makalah Ditulis Dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah

“ILMUFILSAFAT ALAM” Dosen Pembimbing Oleh:

Danny Abrianto, S.Th.I., M. Pd.

Disusun oleh :

Mhd Yudha Syaifullah :(1717520012)

M. Aldi Syahputra :(1717520009)

`Husien :(171715200 )

PROGRAM STUDY ILMU FILSAFAT


FAKULTAS AGAMA ISLAM DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN PANCA BUDI MEDAN

2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Dalam kehidupan sehari-hari, sering kita jumpai banyak hal yang dapat kita deskripsikan
dalam bentuk data. Informasi data yang diperoleh tentunya harus diolah terlebih dahulu
menjadi sebuah data yang mudah dibaca dan dianalisa. Statistika adalah ilmu yang
mempelajari cara-cara pengolahan data.

Untuk meperoleh data-data tersebut, diperlukan adanya suatu penelitian. Penelitian ini
didapatkan melalui berbagai cara, dan juga berbagai langka-langkah pengujian dari para
pengumpul data. Sebelum melakukan penelitian, kita akan menduga-duga terlebih dahulu
terhadap apa yang kita ingin teliti. Pernyataan dugaan atau pernyataan sementara kita ini yang
disebut hipotesis. Banyak sekali macam-macam konsep hipotesis ini, salah satunya jenis
hipotesis. Terkadang dalam penelitian pun banyak sekali permasalahan-permasalahan dan
juga kesalahan dalam melakukan penelitian. Seluruh yang akan dibahas dalam melakukan
hipotesis penelitian akan dibahas dalam makalah ini beserta permasalah-permasalahan yang
terjadi.

Hipotesis seperti yang kita ketahui (statistik), yakni dugaan yang mungkin benar, atau
mungkin juga salah. Dia akan ditolak jika salah atau palsu, dan akan diterima jika faktor-
faktor membenarkannya. Penolakan dan penerimaan hipotesis, dengan begitu sangat
tergantung kepada hasil-hasil penyelidikan terhadap faktor-faktor yang dikumpulkan.

Hipotesis dapat juga dipandang sebagai konklusi yang sifatnya sangat sementara.
Sebagai konklusi sudah tentu hipotesis tidak dibuat dengan semena-mena, melainkan atas
dasar pengetahuan-pengetahuan tertentu. Pengetahuan ini sebagian dapat diambil dari hasil-
hasil serta problematika-problematika yang timbul dari penyelidikan-penyelidikan yang
mendahului, dari renungan-renungan atas dasar pertimbangan yang masuk akal, ataupun dari
hasil-hasil penyelidikan yang dilakukan sendiri. Jadi dalam taraf ini mahasiswa cukup
membuat konklusi dari persoalan-persoalan yang diajukan dalam bab sebelumnya dan
merumuskannya dalam bentuk statmen (pernyataan).

1.2 Rumusan Masalah


1. Langkah-langkah dasar dalam pengujian hipotesis ?
2. Peran induksi dalam penelitian ilmiah ?

1.3 Tujuan dan Manfaat


A.       Tahu bagaimana cara pengujian hipotesis tersebut dalam statistik sosial.
B.       Bisa mengetahui cara menggali dan merumuskan hipotesis.
C.      Mengetahui bentuk rumusan hipotesis.
BAB II

PEMBAHASAN

Makna Hipotesis
Kata “hipotesis” pasti sudah tidak asing dikalangan mahasiswa. Khusunya mahasiwa
tingkat akhir. Hipotesis merupakan bagian penting dari suatu penelitian khususnya penelitian
yang bersifat kuantitatif.1 Hipotesis berasal dari kata “hupo”  yang berarti “sementara” dan
“thesis” yang berarti “pernyataan atau teori”. Berdasarkan dua kata tersebut, maka
“hipotesis” dapat diartikan sebagai pernyataan atau teori yang bersifat sementara (dugaan
sementara). Sementera maksudnya adalah masih lemah kebenarannya sehingga perlu
dibuktikan kebenarannya dengan melakukan “pengujian hipotesis”.  Lalu bagaimana konsep
& langkah-langkah pengujian hipotesis dalam penelitian?
Konsep Hipotesis

1. Mengekspresikan hubungan dua variable/lebih, artinya hipotesis yang dirumuskan


menggambarkan hubungan antara dua variable atau lebih. Variabel yang dimaksus adalah
variable independen (bebas) dengan variable terikat (dependent).
2. Jelas tidak bermakna ganda, artinya hipotesis yang dirumuskan terspesifik mengacu pada
satu makna. Jika variabelnya lebih dari dua,Misalkan: dua independent dan satu
dependent, maka rumusan hipotesis dipisah sesuai dengan banyaknya variable independen
3. Empiris, artinya hipotesis yang dirumuskan dapat diuji secara empiris, artinya data yang
digunakan dalam pengujian hipotesis bersifat kuantitatif.2

Langkah-langkah Pnegujian Hipotesis


1. Rumusan Hipotesis
Rumusan hipotesis ada dua jenis, yaitu hipotesis nul (Ho) dan hipotesis alternatif (Ha). Ho
digunakan untuk menyatatakan hipotesis yang tidak memihak (cirinya menggunakan kata
“tidak”), sedangkan Ha merupakan pernyataan yang menjadi dasar peneliti terhadap
permasalahan yang dikaji, berlawanan dengan Ho (Cirinya menggunakan kata
“Ada/Terdapat”), perumusah hipotesis dapat dilakukan dua cara, ada secara matematis dan
bahasa.

Contoh: Untuk konsep penelitian asosiatif (regresi)

Ho: β = 0 (Tidak ada pengaruh anatar X terhadap Y)

Ha: β ≠ 0 (Ada pengaruh antara X terhadap Y)

1
http://www.datakampus.com/2017/02/konsep-langkah-langkah-pengujian-hipotesis/
2
https://asikbelajar.com/hipotesis-penelitian-pengertian-konsep/
2. Taraf signifikansi (α)
Taraf signifikansi (α) merupakan batas toleransi kesalahan yang masih diterima oleh peneliti,
yang diakibatkan oleh kemungkinan adanya kesalahan dalam pengambilan sampel (sampling
error). Selain itu Taraf signifikansi (α) menunjukkan probabilitas atau peluang kesalahan
yang ditetapkan peneliti dalam mengambil keputusan untuk menolak atau mendukung
hipotesis nol.Taraf signifikansi yang sering digunakan yaitu 1%, 5%, 10%.

3. Statistik Uji
Statistic uji merupakan distribusi yang digunakan dalam melakukan perhitungan statistic,
Atau dengan kata lain rumus statistic yang digunakan. Misalnya: Statistik Uji F, Uji-t

Penentuan statistic uji yang digunakan haruslah sesuai dengan rumusan hipotesis yang sudah
ditentukan seblumnya. Hasil perhitungan statistic uji inilah yang digunakan sebagai  salah
tolak ukur dalam pengambilan kesimpulan.

4. Kriteria Penolakan
Kriteria penolakan atau daerah kritis merupakan daerah untuk pengambilan keputusan,
apakah hipotesis yang diajukan diterima atau ditolak. Kriteria penolakan dilakukan dengan
membandingkan nilai statistic uji yang diberoleh dengan distribusi tabel statistiknya.
Selengkapnya Baca “Daerah Penolakan”
5. Kesimpulan
Kesimpulan berisi tentang pernyataan hipotesis yang diterima (bias Ho,bias Ha),alasannya
kenapa (berdasarkan kriteria penolakan), selanjutnya dituliskan pernyataan hipotesis yang
diterima tersebut.

Induksi dalam Ilmiah

Pola berpikir induksi berkembang pesat dalam konteks revolusi saintifik pada abad 16 dan
17.3 Pada masa itu pula lahirlah apa yang sekarang ini kita kenal sebagai ilmu pengetahuan
modern.4 Disebut revolusi karena pada masa itu, segala pandangan-pandangan lama di dalam
masyarakat dengan sangat cepat dibuang, dan segera digantikan dengan pandangan-
pandangan baru yang didasarkan pada metode penelitian ilmiah. Perubahan besar ini dimulai
dengan karya-karya Galileo Galilei (1564-1642), dan mencapai puncaknya dalam karya Isaac
Newton (1642-1727) tentang fisika. Bahkan dapat dikatakan bahwa perkembangan di dalam
fisika adalah tanda majunya seluruh ilmu pengetahuan pada masa itu. Fisika adalah garda
depan perkembangan ilmu pengetahuan modern.5 Hal ini terjadi karena ilmu fisika mampu
memberikan penjelasan, dan bahkan prediksi, yang kuat atas terjadinya berbagai fenomena
alam. Juga di dalam fisika terjadi perkembangan teknologi yang amat pesat, seperti lahirnya
teleskop, mikroskop, dan berbagai peralatan lainnya.
Untuk memahami revolusi saintifik yang terjadi pada abad 16 dan 17, kita juga perlu
mencermati fenomena yang disebut sebagai revolusi Kopernikan.6 Intinya begini bahwa pusat
dari alam semesta bukanlah bumi (geosentris), melainkan matahari (heliosentris). Apa arti
penting dari perubahan pandangan ini? Arti pentingnya terletak pada pokok argumen berikut,
bahwa pemikiran Aristoteles (388-322 SM), yang sudah mendominasi dunia selama kurang
3
Ladyman, James, Understanding Philosophy of Science, Routledge, London, 2002.
4
Gaugkroger, Stephen, The Emergence of a Scientific Culture, Clarendon Press, Oxford, 2006, hal. 352.
5
Heisenberg, Werner, Physics and Philosophy, Penguin Book, England, 1958, hal. vii.
6
Ladyman, James, Understanding…., hal. 15.
lebih 500 tahun, runtuh. Dunia –terutama Eropa- mengalami perubahan paradigma yang
begitu mengagetkan7 Para pemikir baru lahir dengan gagasan dan metode pendekatan yang
amat berbeda dengan pola berpikir Aristotelian. Gagasan dan metode tersebut pun terbukti
mampu memberikan pengetahuan-pengetahuan baru yang sebelumnya tak ada. Di dalam
filsafat ilmu pengetahuan, pengetahuan seringkali diartikan sebagai kepercayaan yang telah
terbukti benar. Ilmu pengetahuan modern menyediakan sarana untuk pembuktian, apakah
suatu pengetahuan itu layak disebut pengetahuan, atau tidak. Sarana itulah yang disebut
sebagai metode, yakni seperangkat prosedur yang bisa digunakan untuk membedakan antara
pengetahuan dan bukan pengetahuan.8 Permasalahannya adalah metode yang berupa
seperangkat prosedur itu seringkali tidak cukup memadai untuk digunakan sebagai alat
pembeda antara pengetahuan dan bukan pengetahuan. Sampai sekarang para ahli masih
memperdebatkan metode macam apakah yang tepat untuk digunakan di dalam memperoleh
pengetahuan yang benar.
Di dalam revolusi saintifik, kritik tajam ditujukan pada paradigma Aristotelian. Namun apa
saja inti dari paradigma ini, yang berhasil mendominasi Eropa dan Timur Tengah selama
kurang lebih 500 tahun? Aristotelian adalah sebuah aliran berpikir yang memang berpijak
pada pemikiran Aristoteles, namun juga mengalami percampuran dengan tradisi-tradisi
berpikir lainnya. Pada era abad pertengahan, pemikiran Aristoteles mengalami percampuran
dengan ajaran Kristiani. Hasilnya adalah kosmologi (pandangan tentang alam) skolastik yang
menjelaskan gerak planet-planet, sampai mengapa benda jatuh ke bawah, ketika dilepaskan.
Pandangan ini begitu kuat tertanam di dalam pikiran para intelektual Kristiani abad
pertengahan. Isinya kira-kira begini: bumi dan langit adalah dua entitas yang berbeda. Di
dalam bumi segala sesuatu berubah, dan akan berakhir pada kehancuran. Di dalam bumi tidak
ada yang sempurna. Segala sesuatu yang ada di dalam bumi merupakan campuran dari tanah,
udara, api, dan air. Sementara langit adalah entitas yang sempurna dan abadi. Segala sesuatu
yang ada di langit, termasuk bintang-bintang, bulan, dan matahari, bersifat permanen; tidak
berubah.9
Perlu juga diingat bahwa tidak semua pemikir Eropa sepakat dengan pandangan Aristotelian,
sebagaimana dibahas di atas. Namun pandangan Aristotelian tersebut rupanya digunakan oleh
otoritas Gereja Katolik Roma Eropa pada masa itu, sehingga bisa tetap menjadi paradigma
yang dominan. Proses perubahan paradigma terjadi secara perlahan, namun pasti. Memang
ada beberapa peristiwa yang kontroversial, seperti konflik Gereja Katolik Roma dengan
Galileo Galilei.10 Pada akhir abad ke-17, pemikiran non-Aristotelian, sebagaimana
diperkenalkan oleh Galileo dan Newton, sudah diterima secara umum oleh masyarakat. Salah
satu peristiwa yang amat penting, yang amat perlu untuk menjadi catatan bagi kita, adalah
terbitnya buku yang berisi teori tentang gerak-gerak planet yang ditulis oleh Nicolaus
Copernicus (1473-1543) pada 1543.11 Di dalam kosmologi Aristotelian, bumi adalah pusat
dari alam semesta. Semua benda langit bergerak mengelilingi bumi dalam bentuk lingkaran.
Pandangan ini kemudian diperkuat dengan penelitian matematis yang dilakukan oleh Ptolemy
dari Alexandria yang hidup sekitar 150 tahun sebelum Masehi.
Kopernikus (Copernicus) melakukan penelitian dengan kesimpulan yang berbeda. Baginya
benda-benda langit tidak mengelilingi bumi, melainkan matahari. Matahari adalah pusat dari
sistem planet-planet. Benda-benda langit mengelilingi matahari dengan pola berputar. Bumi
berputar pada sumbunya sendiri, dan sekaligus mengelilingi matahari. Menurut Ladyman
7
Wattimena, Reza A.A., Filsafat dan Sains, Grasindo, Jakarta, 2008, hal. 129.
8
Gower, Barry, Scientific Method, Routledge, London, 1997, hal. 24.
9
Ladyman, James, Understanding…., hal. 15.
10
Shea, William R. dan Artigas, Mariano, Galileo in Rome, Oxford University Press, Oxford, 2003, hal. 49.
11
Owen Gingerich and James MacLachlan, Nicolaus Copernicus, Oxford University Press, Oxford, 2005, hal.
102.
penelitian ini jauh lebih bisa dipertanggungjawabkan secara matematis.12 Penelitian
Kopernikus dikembangkan kemudian oleh Johannes Kepler (1571-1630). Bahkan ia
melengkapinya dengan menyatakan, bahwa gerak bumi dan benda-benda langit lainnya di
dalam mengelilingi matahari tidaklah melingkar murni, melainkan elips. Pandangan ini
bersama dengan teori grativitasi Newton merupakan simbol terjadinya revolusi saintifik di
Eropa. Bahkan sampai sekarang pandangan ini masih menjadi acuan di kalangan komunitas
ilmiah.
Ladyman memberikan catatan yang penting tentang pokok gagasan Kopernikus ini, dan
relevansinya bagi penelitian ilmiah.13 Sistem Kopernikus yang nantinya dilengkapi oleh
Kepler dan Newton, walaupun amat masuk akal, ternyata seolah bertentangan dengan
pengalaman sehari-hari orang kebanyakan. Di dalam realitas sehari-hari, orang tidak
merasakan, bahwa bumi berputar. Yang mereka rasakan adalah matahari, bulan, serta bintang
mengelilingi bumi, karena memang begitulah tampaknya, ketika kita melihat ke langit. Anda
dan saya pun merasakan hal yang sama. Inilah contoh yang amat penting, bahwa teori-teori
ilmiah seringkali menjelaskan alam secara berbeda dari apa yang dialami sehari-hari oleh
manusia. Di dalam filsafat cabang yang secara khusus merefleksikan hal ini adalah
metafisika.14 Di dalamnya dibedakan dengan tegas antara kebenaran dari sesuatu, dan
penampakan sesuatu itu ke mata kita. Apa yang tampaknya terlihat belum tentu adalah yang
sebenarnya.15  Tak heran banyak orang yang tak percaya dengan teori Kopernikus tersebut,
walaupun sudah ada pembuktian ilmiah dan pengembangan lebih jauh oleh Galileo, Newton,
dan Kepler. Bahkan seperti dicatat oleh Ladyman, teori Kopernikus sempat hanya dianggap
sebagai teori ilmiah, dan bukan kebenaran realitas itu sendiri. Di dalam filsafat ilmu
pengetahuan inilah yang disebut sebagai instrumentalisme, yakni paham yang berpendapat,
bahwa teori-teori di dalam ilmu pengetahuan tidak perlu dianggap sebagai kebenaran,
melainkan hanya sebagai fiksi-fiksi yang menyenangkan hati.16 Di dalam sejarah tercatat
dengan detil bagaimana penelitian Kopernikus, yang kemudian dilanjutkan oleh Galileo,
Kepler, dan Newton, menciptakan kontroversi dengan Gereja Katolik Roma. Pada 1616
seluruh buku tulisan Kopernikus dilarang untuk dibaca dan disebarkan atas otoritas Gereja
Katolik Roma. Pertanyaan kecil yang bisa diajukan adalah, mengapa Gereja Katolik Roma
amat sensitif soal ini? Jawabannya cukup lugas karena pemikiran Kopernikus, dan
pengikutnya, tidak hanya memberikan pengaruh pada pandangan Gereja soal alam semesta,
tetapi juga pada ajaran-ajaran dasar Gereja Katolik Roma, seperti yang tertulis di dalam Kitab
Kejadian, jatuhnya Adam dan Hawa ke dunia, relasi antara manusia dan setan, serta berbagai
ajaran dasar Gereja lainnya. Banyak orang ragu pada kebenaran dari ajaran-ajaran Gereja
yang sebelumnya sudah dianut selama ratusan tahun di Eropa.17 Dengan penemuan-penemuan
baru di bidang ilmu pengetahuan modern, Gereja Katolik perlu untuk merumuskan ulang
ajaran-ajaran dasarnya.
Dukungan dari pihak luar terhadap pemikiran Kopernikus pun berdatangan. Salah satu
dukungan kuat datang dari pemikiran seorang filsuf yang bernama Francis Bacon. 18

12
Ladyman, James, Understanding…., hal. 16.
13
Ibid, hal. 17.
14
Loux, Michael J., Metaphysics, Routledge, New York, 1998, hal. 264.
15
Wattimena, Reza A.A., Filsafat Kritis Immanuel Kant, Evolitera, Jakarta, 2010, hal. 24.
16
 http://plato.stanford.edu/entries/scientific-progress/#ReaIns  diakses pada Kamis 18 Agustus 2011.
17
Ladyman, James, Understanding…., hal. 18.
18
Budi Hardiman, F., Filsafat Modern, Gramedia, Jakarta, 2004, hal.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Hipotesis merupakan bagian penting dari suatu penelitian khususnya penelitian yang
bersifat kuantitatif. Hipotesis berasal dari kata “hupo”  yang berarti “sementara” dan “thesis”
yang berarti “pernyataan atau teori”. Berdasarkan dua kata tersebut, maka “hipotesis” dapat
diartikan sebagai pernyataan atau teori yang bersifat sementara (dugaan sementara).

Pola berpikir induksi berkembang pesat dalam konteks revolusi saintifik pada abad 16 dan
17. Pada masa itu pula lahirlah apa yang sekarang ini kita kenal sebagai ilmu pengetahuan modern.
Disebut revolusi karena pada masa itu, segala pandangan-pandangan lama di dalam masyarakat
dengan sangat cepat dibuang, dan segera digantikan dengan pandangan-pandangan baru yang
didasarkan pada metode penelitian ilmiah. Perubahan besar ini dimulai dengan karya-karya Galileo
Galilei (1564-1642), dan mencapai puncaknya dalam karya Isaac Newton (1642-1727) tentang fisika.
Bahkan dapat dikatakan bahwa perkembangan di dalam fisika adalah tanda majunya seluruh ilmu
pengetahuan pada masa itu. Fisika adalah garda depan perkembangan ilmu pengetahuan modern. Hal
ini terjadi karena ilmu fisika mampu memberikan penjelasan, dan bahkan prediksi, yang kuat atas
terjadinya berbagai fenomena alam.
DAFTAR PUSTAKA

http://www.datakampus.com/2017/02/konsep-langkah-langkah-pengujian-hipotesis/

https://asikbelajar.com/hipotesis-penelitian-pengertian-konsep/

Ladyman, James, Understanding Philosophy of Science, Routledge, London, 2002.

Gaugkroger, Stephen, The Emergence of a Scientific Culture, Clarendon Press, Oxford, 2006,


hal. 352.

Heisenberg, Werner, Physics and Philosophy, Penguin Book, England, 1958, hal. vii.

Ladyman, James, Understanding…., hal. 15.

Wattimena, Reza A.A., Filsafat dan Sains, Grasindo, Jakarta, 2008, hal. 129.

Gower, Barry, Scientific Method, Routledge, London, 1997, hal. 24.

Ladyman, James, Understanding…., hal. 15.

Shea, William R. dan Artigas, Mariano, Galileo in Rome, Oxford University Press, Oxford,
2003, hal. 49.

Owen Gingerich and James MacLachlan, Nicolaus Copernicus, Oxford University Press,

Oxford, 2005, hal. 102

Ladyman, James, Understanding…., hal. 16.

Ibid, hal. 17.

Loux, Michael J., Metaphysics, Routledge, New York, 1998, hal. 264.

Wattimena, Reza A.A., Filsafat Kritis Immanuel Kant, Evolitera, Jakarta, 2010, hal. 24.

 http://plato.stanford.edu/entries/scientific-progress/#ReaIns  diakses pada Kamis 18 Agustus


2011.

Ladyman, James, Understanding…., hal. 18.

Budi Hardiman, F., Filsafat Modern, Gramedia, Jakarta, 2004, hal.

Anda mungkin juga menyukai