Anda di halaman 1dari 12

HUBUNGAN ISLAM DENGAN PEREKONOMIAN

Disusun oleh :

Nama : andika widyasmoro

NIM : 3601417055

Rombel : 25

Mata kuliah : pendidikan agama islam

Dosen pengampu : Drs. Khamidun, M.pd


Kata pengantar

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala nikmat yang telah diberikannya
sehingga tugas Makalah yang berjudul “Hubungan islam dengan perekonomian” ini dapat saya
selesaikan. Makalah ini saya buat sebagai kewajiban untuk memenuhi tugas mata kuliah
pendidikan agama islam. Dalam kesempatan ini, penulis menghaturkan terimakasih yang dalam
kepada semua pihak yang telah membantu menyumbangkan ide dan pikiran mereka demi
terwujudnya makalah ini.

Makalah ini di buat dalam rangka memperdalam pemahaman tentang hubungan ajaran
islam dengan sistem perekonomian yang mana pemahaman tersebut cukup penting karena sistem
perekonomian merupakan suatu hal yang sangat vital di kehidupan manusia. Oleh karena itu,
perekonomian harus dilandasi dengan syariat agama agar permainan ekonomi tidak membuat
kita terjerumus ke dalam dosa yang berkaitan dengan bisnis dan ekonomi.
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN

1.1 latar belakang.............................................................................................................................1


1.2 rumusan masalah........................................................................................................................1
1.3 tujuan.........................................................................................................................................1
1.4 manfaat......................................................................................................................................1

BAB II ISI

2.1 agama islam dan ekonomi.........................................................................................................2

2.2 perdagangan menurut ajaran islam............................................................................................2

2.3 syirkah.......................................................................................................................................4

2.4 bank...........................................................................................................................................5

2.5 prinsip dan konsep bank islam..................................................................................................6

2.6 koperasi.....................................................................................................................................6

BAB III PENUTUP

3.1 kesimpulan................................................................................................................................8

3.2 saran..........................................................................................................................................8
BAB I PENDAHULUAN
1.1 latar belakang
Krisis moneter melanda berbagai tempat, tak terkecuali di negeri tercinta kita ini. Para
ekonom dunia sibuk mencari sebab-sebabnya dan berusaha sekuat tenaga untuk memulihkan
perekonomian dinegaranya masing-masing. Krisis ekonomi telah banyak menimbulkan
kerugian, meningkatnya pengangguran, meningkatnya tindak kejahatan dan sebagainya.
Setelah banyak berbagai masalah timbul akhirnya sistem ekonomi islam mulai dilirik
sebagai suatu pilihan alternatif, dan diharapkan mampu menjawab tantangan dunia dimasa
yang akan datang. Al-qur`an telah memberikan berbagai macam contoh tegas mengenai
masalah-masalah ekonomi yang menekankan bahwa ekonomi adalah salah satu bidang
perhatian islam.
Islam sekurang-kurangnya menurut keyakinan para pemeluknya, adalah agama yang
tidak hanya mengatur persoalan akidah dan ibadah, akan tetapi juga memberikan landasan
utama tentang norma-norma dasar yang berkaitan erat dengan persoalan-persoalan ekonomi
dan keuangan seperti perdagangan/niaga, sewa-menyewa, gadai, utang-piutang, dan lain-
lain yang khususnya berhubungan dengan norma-norma dasar bertransaksi ekonomi dan
keuangan dalam bentuk dan konteks islam yang manapun. Seperti dinyatakan dalam Al-
qur`an, Islam adalah agama lengkap sempurna yang tidak hanya bercorak global universal
akan tetapi juga bersifat luas, padu, dan utuh.disini kami akan mengulas tentang Agama
Islam dan Ekonomi.
1.2 rumusan masalah
 apa hubungan antara agama dan ekonomi?
 Sejak kapan ekonomi islam mulai berkembang?
 Bagaimana ekonomi menurit ajaran islam?
1.3 tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk memberi pemahaman pembaca tentang apa
saja hubungan antara agama islam dengan perekonomian. Selain itu juga dijabarkan sejarah
tentang ekonomi islam dan penjelasan mengenai faktor yang menyebabkan ilmu ekonomi
harus dilandasi dengan ajaran agama.
1.4 Manfaat
pembaca dapat mengetahui tentang apa saja hubungan antara agama islam dengan
perekonomian. Pembaca juga juga dapat mengetahui tentang sejarah ekonomi islam dan
faktor yang menyebabkan ilmu ekonomi harus dilandasi dengan ajaran agama.
BAB II ISI
2.1 Agama Islam dan Ekonomi
Islam adalah sistem kehidupan (way of life). Islam menyediakan berbagai perangkat
aturan yang lengkap bagi kehidupan manusia, termasuk dalam bidang ekonomi. Ekonomi Islam
dibangun atas dasar agama Islam, sehingga ekonomi Islam bagian tak terpisahkan (integral) dari
agama Islam. Sebagai derivasi dari agama Islam, ekonomi Islam akan mengikuti agama Islam
dalam berbagai aspeknya. Ciri khas ekonomi Islam adalah tidak memisahkan antara norma dan
fakta, serta konsep yang rasional.

Secara umum, agama (religion) diartikan sebagai persepsi dan keyakinan manusia terkait
dengan eksistensinya, alam semesta, dan peran Tuhan terhadap alam semesta dan kehidupan
manusia sehingga membawa kepada pola bahwa agama yang menentukan perilaku dan tujuan
hidup manusia.

Islam mendefinisikan agama bukan hanya berkaitan dengan spiritualitas atau ritualitas,
namun agama merupakan serangkaian keyakinan, peraturan serta tuntutan moral bagi setiap
aspek kehidupan manusia., termasuk ketika manusia berinteraksi dengan sesama manusia atau
alam semesta.

Ekonomi, secara umum, didefinisikan sebagai hal yang mempelajari perilaku manusia
dalam menggunakan sumber daya yang langka untuk memproduksi barang dan jasa yang
dibutuhkan manusia. Dengan demikian, ekonomi merupakan suatu bagian dari agama.

2.2 Perdagangan menurut Ajaran Islam


Perdagangan atau bisnis adalah suatu yang terhormat di dalam ajaran Islam, karena
itucukup banyak ayat Al-quran dan hadits Nabi yang menyebut dan menjelaskan norma-norma
perdagangan. C.C. Torrey dalam The Commercial Theological Term in the Quran menerangkan
bahwa Alquran memakai 20 terminologi bisnis. Ungkapan tersebutmalahan diulang sebanyak
720 kali.

Penghargaan Nabi Muhammad terhadap perdagangan sangat tinggi, bahkan beliausendiri


adalah seorang aktivis perdagangan mancanegara yang sangat handal dan pupolis.Sejak usia
muda reputasinya dalam dunia bisnis demikian bagus, sehingga beliau dikenalluas di Yaman,
Syiria, Yordana, Iraq, Basrah dan kota-kota perdagangan lainnya diJazirah Arab. Kiprah Nabi
Muhammad dalam perdagangan banyak dibahas oleh Afzalur Rahman dalam buku Muhammad
A Trader.

Islam memang menghalalkan usaha perdagangan, perniagaan dan atau jual beli.Namun
tentu saja untuk orang yang menjalankan usaha perdagangan secara Islam, dituntut menggunakan
tata cara khusus, ada aturan mainnya yang mengatur bagaimana seharusnya seorang Muslim
berusaha di bidang perdagangan agar mendapatkan berkah dan ridha Allah SWT di dunia dan
akhirat.

Aturan main perdagangan Islam, menjelaskan berbagai etika yang harus dilakukan oleh
para pedagang Muslim dalam melaksanakan jual beli. Dan diharapkan dengan menggunakan dan
mematuhi etika perdagangan Islam tersebut, suatu usaha perdagangan dan seorang Muslim akan
maju dan berkembang pesat lantaran selalu mendapat berkah Allah SWT di dunia dan di akhirat.
Etika perdagangan Islam menjamin, baik pedagang maupun pembeli, masing-masing akan saling
mendapat keuntungan.

Adapun etika perdagangan Islam tersebut antara lain:

a. Shidiq (jujur)

Seorang pedagang wajib berlaku jujur dalam melakukan usaha jual beli. Jujur dalam artiluas.
Tidak berbohong, tidak menipu, tidak mcngada-ngada fakta, tidak bekhianat, sertatidak pernah
ingkar janji dan lain sebagainya.

b. amanah (tanggung jawab)

Setiap pedagang harus bertanggung jawab atas usaha dan pekerjaan dan atau jabatan sebagai
pedagang yang telah dipilihnya tersebut. Tanggung jawab di sini artinya, mau dan mampu
menjaga amanah (kepercayaan) masyarakat yang memang secara otomatis terbeban di
pundaknya.

c. Tidak menipu

Dalam suatu hadits dinyatakan, seburuk-buruk tempat adalah pasar. Hal ii lantaran pasar atau
termpat di mana orang jual beli itu dianggap sebagal sebuah tempat yang di dalamnya penuh
dengan penipuan, sumpah palsu, janji palsu, keserakahan, perselisihan dan keburukan tingkah
polah manusia lainnya.

d. Menepati janji

Seorang pedagang juga dituntut untuk selalu menepati janjinya, baik kepada para pembeli
maupun di antara sesama pedagang, terlebih lagi tentu saja, harus dapat menepati janjinya
kepada Allah SWT.

e. Murah hati
Dalam suatu hadits, Rasulullah SAW menganjurkan agar para pedagang selalu bermurah hati
dalam melaksanakan jual beli. Murah hati dalam pengertian; ramah tamah, sopansantun, murah
senyum, suka mengalah, namun tetap penuh tanggungjawab.

f. Tidak melupakan akhirat

Jual beli adalah perdagangan dunia, sedangkan melaksanakan kewajiban Syariat Islam adalah
perdagangan akhirat. Keuntungan akhirat pasti lebih utama ketimbang keuntungan dunia. Maka
para pedagang Muslim sekali-kali tidak boleh terlalu menyibukkan dirinya semata-mata untuk
mencari keuntungan materi dengan meninggalkan keuntungan akhirat. Sehingga jika datang
waktu shalat, mereka wajib melaksanakannya sebelum habis waktunya.

2.3 Syirkah

PENGERTIAN SYIRKAH

Syirkah menurut bahasa adalah ikhthilath (berbaur). Adapun menurut istilah syirkah (kongsi)
ialah perserikatan yang terdiri atas dua orang atau lebih yang didorong oleh kesadaran untuk
meraih keuntungan. Terkadang syirkah ini terbentuk tanpa disengaja, misalnya berkaitan dengan
harta warisan. (Fathul Bari V: 129).

PENSYARI’ATAN SYIRKAH

Allah swt berfirman:

“Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat
zhalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal
shalih; dan amat sedikitlah mereka ini.” (QS Shaad: 24).

“Jika seorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak
meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang
saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu
seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka
bersekutu dalam yang sepertiga itu.” (QS An-Nisaa': 12)

SYIRKAH SYAR’IYAH (BENTUK KONGSI YANG DISYARATKAN)

Dalam kitabnya, as-Sailul Jarrar III: 246 dan 248, Imam Asy-Syaukani rahimahullah menulis
sebagai berikut, “(Syirkah syar’iyah) terwujud (terealisasi) atas dasar sama-sama ridha di antara
dua orang atau lebih, yang masing-masing dari mereka mengeluarkan modal dalam ukuran yang
tertentu. Kemudian modal bersama itu dikelola untuk mendapatkan keuntungan, dengan syarat
masing-masing di antara mereka mendapat keuntungan sesuai dengan besarnya saham yang
diserahkan kepada syirkah tersebut. Namun manakala mereka semua sepakat dan ridha,
keuntungannya dibagi rata antara mereka, meskipun besarnya modal tidak sama, maka hal itu
boleh dan sah, walaupun saham sebagian mereka lebih sedikit sedang yang lain lebih besar
jumlahnya. Dalam kacamata syari’at, hal seperti ini tidak mengapa, karena usaha bisnis itu yang
terpenting didasarkan atas ridha sama ridha, toleransi dan lapang dada.

2.4 Bank
Bank adalah sebuah lembaga perantara keuangan yang memiliki wewenang dan fungsi
untuk menghimpun dana masyarakat umum untuk disalurkan. Menurut UU RI No 10 Tahun
1998 tanggal 10 November 1998 tentang perbankan, dapat disimpulkan bahwa usaha perbankan
meliputi tiga kegiatan, yaitu menghimpun dana,menyalurkan dana, dan memberikan jasa bank
lainnya. Kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana merupakan kegiatan pokok bank
sedangkan memberikan jasa bank lainnya hanya kegiatan pendukung. Kegiatan menghimpun
dana, berupa mengumpulkan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan giro, tabungan, dan
deposito. Biasanya sambil diberikan balas jasa yang menarik seperti, bunga dan hadiah sebagai
rangsangan bagi masyarakat. Kegiatan menyalurkan dana, berupa pemberian pinjaman kepada
masyarakat. Sedangkan jasa-jasa perbankan lainnya diberikan untuk mendukung kelancaran
kegiatan utama tersebut. bank didirikan oleh Prof. Dr. Ali Afifuddin, SE. Inilah beberapa
manfaat perbankan dalam kehidupan:

 Sebagai model investasi, yang berarti, transaksi derivatif dapat dijadikan sebagai salah
satu model berinvestasi. Walaupun pada umumnya merupakan jenis investasi jangka
pendek (yield enhancement).
 Sebagai cara lindung nilai, yang berarti, transaksi derivatif dapat berfungsi sebagai salah
satu cara untuk menghilangkan risiko dengan jalan lindung nilai (hedging), atau disebut
juga sebagai risk management.
 Informasi harga yang berarti transaksi derivatif dapat berfungsi sebagai sarana mencari
atau memberikan informasi tentang harga barang komoditi tertentu dikemudian hari
(price discovery).
 Fungsi spekulatif, yang berarti transaksi derivatif dapat memberikan kesempatan
spekulasi (untung-untungan) terhadap perubahan nilai pasar dari transaksi derivatif itu
sendiri.
 Fungsi manajemen produksi berjalan dengan baik dan efisien, yang berarti, transaksi
derivatif dapat memberikan gambaran kepada manajemen produksi sebuah produsen
dalam menilai suatu permintaan dan kebutuhan pasar pada masa mendatang.

Terlepas dari funsi-fungsi perbankan (bank) yang utama atau turunannya, maka yang perlu
diperhatikan untuk dunia perbankan, ialah tujuan secara filosofis dari eksistensi bank di
Indonesia. Hal ini sangat jelas tercermin dalam Pasal empat Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998 yang menjelaskan, ”Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan
nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional
ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak”. Meninjau lebih dalam terhadap kegiatan
usaha bank, maka bank (perbankan) Indonesia dalam melakukan usahanya harus didasarkan atas
asas demokrasi ekonomi yang menggunakan prinsip kehati-hatian.4 Hal ini, jelas tergambar,
karena secara filosofis bank memiliki fungsi makro dan mikro terhadap proses pembangunan
bangsa.

2.5 Prinsip dan Konsep Bank Islam


Bank Syari’ah dalam UU No 10 Tahun1998 tentang Perbankan Pasal 1 tidak
didefinisikan secara rinci. Namun dapat ditarik pengertian bahwa bank syari’ah adalah bank
umum atau bank perkreditan rakyat yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip
Syari’ah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Algaoud dan
Lewis (2001) menyatakan: Perbankan Islam memberikan layanan bebas bunga kepada
nasabahnya. Pembayaran dan penarikan bunga dilarang dalam semua transaksi. Islam melarang
kaum muslimin menarik atau membayar bunga (riba). Pelarangan inilah yang membedakan
sistem perbankan Islam dengan sistem perbankan konvensional.

Ahmad Ibrahim (1997), dalam Arifin (2003), menyatakan bahwa bank syari’ah didirikan
dengan tujuan untuk mempromosikan dan mengembangkan penerapan prinsip-prinsip Islam,
syari’ah dan tradisinya ke dalam transaksi keuangan dan perbankan serta bisnis lain yang terkait.
Prinsip utama yang diikuti bank Islam adalah: pelarangan riba, melakukan kegiatan usaha dan
perdagangan berdasarkan keuntungan yang sah dan memberikan zakat.

Sementara itu, Antonio dan Perwataatmaja (1997:1), membedakan pengertian bank


syari’ah menjadi dua: Bank Islam dan Bank yang beroperasi dengan prinsip syari’ah Islam. Bank
Islam adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah Islam; bank yang tata
cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan Hadist; Sementara bank
yang beroperasi sesuai dengan prinsip syari’ah Islam adalah bank yang dalam beroperasinya itu
mengikuti ketentuan-ketentuan syari’ah Islam, khususnya yang menyangku tata cara
bermuamalah secara Islam. Dikatakan lebih lanjut, dalam tata cara bermuamalah itu dijauhi
praktek-praktek yang dikhwatirkan mengandung unsur-unsur riba untuk diisi dengan kegiatan-
kegiatan investasi atas dasar bagi hasil dan pembiayaan perdagangan.

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa bank syari’ah adalah bank yang dalam
melaksanakan aktivitasnya dalam pemberian jasa dan lainnya berdasarkan prinsip Syari’ah
Islam, seperti menghindari penggunaan instrumen bunga (riba) dan beroperasi dengan prinsip
bagi hasil (profit anf loss sharing).

2.6 koperasi
Dalam Islam, koperasi tergolong sebagai syirkah/syarikah. Lembaga ini adalah wadah
kemitraan, kerjasama, kekeluargaan, dan kebersamaan usaha yang sehat, baik, dan halal. Dan,
lembaga yang seperti itu sangat dipuji Islam seperti dalam firman Allah, “Dan bekerjasamalah
dalam kebaikan dan ketakwaan, dan janganlah saling bekerjasama dalam dosa dan permusuhan.”
(Al-Maidah: 2). Lihat juga surat An-Nisa’: 12 dan Shaad: 24. Bahkan, Nabi saw. tidak sekadar
membolehkan, juga memberi motivasi dengan sabdanya dalam hadits Qudsi, “Aku (Allah)
merupakan pihak ketiga yang menyertai (untuk menolong dan memberkati) kemitraan antara dua
pihak, selama salah satu pihak tidak mengkhianati pihak lainnya. Jika salah satu pihak telah
melakukan pengkhianatan terhadap mitranya, maka Aku keluar dari kemitraan tersebut.” (Abu
Daud dan Hakim). Beliau juga bersabda, “Allah akan mengabulkan doa bagi dua orang yang
bermitra selama di antara mereka tidak saling mengkhianati.” (Al-Bukhari)

Maka tak heran jika jejak koperasi berdasarkan prinsip syariah telah ada sejak abad III
Hijriyah di Timur tengah dan Asia Tengah. Bahkan, secara teoritis telah dikemukakan oleh
filosuf Islam Al-Farabi. As-Syarakhsi dalam Al-Mabsuth, sebagaimana dinukil oleh M.
Nejatullah Siddiqi dalam Patnership and Profit Sharing in Islamic Law, ia meriwayatkan bahwa
Rasulullah saw. pernah ikut dalam suatu kemitraan usaha semacam koperasi, di antaranya
dengan Sai bin Syarik di Madinah.

Kini, koperasi sebagai organisasi ekonomi berbasis orang atau keanggotaan (membership
based association), menjadi substantive power perekonomian negara-negara maju. Misalnya
Denmark, AS, Singapura, Korea, Jepang, Taiwan, dan Swedia. Meskipun, awalnya hanya
countervailing power (kekuatan pengimbang) kapitalisme swasta di bidang ekonomi yang
didominasi oleh perusahaan berdasarkan modal persahaman (equity based association), yang
sering jadi sapi perah pemilik modal (share holders) dengan sistem dan mekanisme targeting
yang memeras pengelola.

Spirit membership based association teraktualisasikan dalam ‘tujuh kebaikan’. Buku-


buku modern menyebutnya sebagai social capital (modal sosial). Di Indonesia semangat
ekonomi kerakyatan berbasis modal sosial mulai menggejala di era Hindia Belanda di abad ke-
19, tepatnya sejak diberlakukan UU Agraria 1870 yang menghapuskan sistem Tanam Paksa
(Cultuur Stelsel). UU itu mendorong munculnya kepemilikan lokal (local ownership) dan
inisiatif rakyat setempat yang mendapatkan porsi ekonomi yang signifikan.

Bung Hatta dalam buku Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun


mengkategorikan social capital ke dalam 7 nilai sebagai spirit koperasi. Pertama, kebenaran
untuk menggerakkan kepercayaan (trust). Kedua, keadilan dalam usaha bersama. Ketiga,
kebaikan dan kejujuran mencapai perbaikan. Keempat, tanggung jawab dalam individualitas dan
solidaritas. Kelima, paham yang sehat, cerdas, dan tegas. Keenam, kemauan menolong diri
sendiri serta menggerakkan keswasembadaan dan otoaktiva. Ketujuh, kesetiaan dalam
kekeluargaan.

Formula nilai yang dikemukkan Hatta ini parallel dengan apa yang diungkapkan oleh
Kagawa, bapak koperasi Jepang dalam buku Brotherhood Economics, bahwa koperasi
merupakan kemitraan ekonomi yang memacu kesejahteraan sosial bersama dan penghindaran
dari isapan kekuatan-kekeuatan yang meraih kedudukan istimewa dalam ekonomi.
Implementasi ketujuh nilai yang menjiwai kepribadian koperasi versi Hatta, dituangkan
dalam tujuh prinsip operasional koperasi secara internal dan eksternal. Ketujuh prinsip
operasional itu adalah; Pertama, keanggotaan sukarela dan terbuka. Kedua, pengendalian oleh
anggota secara demokratis. Ketiga, partisipasi ekonomis anggota. Keempat, otonomi dan
kebebasan. Kelima, pendidikan, pelatihan dan informasi. Keenam, kerjasama antar koperasi.
Ketujuh, kepedulian terhadap komunitas.

BAB III PENUTUP


3.1 kesimpulan
Perekonomian sebagai salah satu sendi kehidupan yang penting bagi manusia, oleh al-
Qur`an telah diatur sedemikian rupa. Riba secara tegas telah dilarang karena merupakan salah
satu sumber labilitas perekonomian dunia. Hal terpenting dari semua itu adalah bahwa kita harus
dapat mengembalikan fungsi asli uang yaitu sebagai alat tukar/jual beli bukan sebagai komoditi
dengan cara memungut bunga sebesar-besarnya karena hal seperti ini adalah dosa besar, dan
orang-orang yang tetap mengambil riba setelah tiba larangan Allah diancam akan dimasukkan
kedalam neraka (Qs. Al-Baqarah:275). Demikianlah kesimpulan dari makalah ini, semoga
bermanfaat dalam kehidupan kita sehari-hari.

3.2 saran

Kita sebagai umat nabi Muhanmmad SAW sudah sewajibnya mengikuti apa yang
diperintahkan Allah lewat beliau, tak terkecuali dalam hal ilmu perekonomian. Ilmu
perekonomian merupakan hal yang sangat erat dalam kehidupan sehari hari kita. Tanpa ilmu
ekonomi kita tidak bisa mengatur volume keuangan kita. Dan dengan kita memahami ilmu
ekonomi kita dapat mengatur skala prioritas kita terhadap keuangan yang kita peroleh maupun
yang kita keluarkan. Berhubung pentingnya ilmu ekonomi bagi kehidupan sehari hari, maka dari
itu kita sebagai umat islam wajib mendasari ilmu ekonomi tersebut dengan ilmu agama islam
agar kita tidak terjerumus masuk kedalam lubang dosa yang akan menjebak kita jika kita lalai
dalam mengelola perekonomian.
Daftar Pustaka
Agus, Bustanudin. Agama dalam kehidupan manusia: pengantar antropologi agama.Jakarta:
Rajagrafindopersada. 2006

Damsar & indrayani, pengantar sosiologi ekonomi. Jakarta. Kencana,2013

Imam B. Jauhari. Teori sosial: proses islamisasi dalam ilmu pengetahuan. Yogyakarta: pustaka
pelajar,2012

Javed, Ansari, Ekonomi Islam antar Neoklasik dan Strukturalis: Laporan dari Islam abad
pertengahan dalam Islamisasi Ekonomi: suatu Sketsa Evaluasi dan Prospek Gerakan
Perekonomian Islam, PLP2M, Yogyakarta, 1985.

Karim, Adiwarman, Bank Islam, Analisis Fiqh dan Keuangan, The International Institute
for Islamic Though, Indonesia, Jakarta, 2003.

Anda mungkin juga menyukai