Anda di halaman 1dari 20

PRODUKSI ANTIBODI DAN INTERAKSI ANTIGEN-

ANTIBODI
LAPORAN PRAKTIKUM IMUNOLOGI

oleh:
Devi Era Rachmawati
175090101111005
Kelompok 2

LABORATORIUM FISIOLOGI HEWAN


JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
PRODUKSI ANTIBODI DAN INTERAKSI ANTIGEN-
ANTIBODI

Devi Era Rachmawati

Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,


Universitas Brawijaya, Malang

ABSTRAK

Serum adalah plasma darah yang tidak mengandung fibrinogen.


Pemisahan serum biasanya dilakukan dengan sentrifugasi dan serum
akan menempati di bagian atas dari darah dengan komponen darah lain
di bagian bawah. Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui
teknik isolasi serum pada hewan coba dan mengetahui prinsip analisis
spesifitas antibodi menggunakan metode presipitasi protein. masing-
masing serum perlakuan diinjeksikan pada mencit secara intreperitonial
untuk diambil antiserumnya seminggu kemudian, lalu dilakukan
preipitasi protein untuk spesifikasi antibodi. Antiserum yang diberikan
berupa α Bovine serum Tidak menghasilkan reaksi apapun pada sampel
1 dan sampel 2. Hal ini menujukkan sampel 1 dan sampel 2 bukan
merupakan Bovine serum. Kuantifikasi suatu protein dapat diketahui
melalui nilai absorbansi yang didapatkan dari hasil spektrofotometeri.
Hasil absorbansi berbanding lurus dengan kuantifikasi protein. Antibodi
bekerja secara spesifik dalam mengenali antigen. Akan terjadi rekasi
penggumpalan ketika antigen spesifik diikat oleh antibodi yang spesifik
terhadap antigen tersebut.

Kata kunci : antibodi, antigen, kolorimetri, presipitasi, serum


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Dasar Teori
Bagian darah yang telah dipisahkan sel-sel darahnya dan faktor
pembekuan darah (fibrinogen) disebut serum. Dengan kata lain, serum
adalah plasma darah yang tidak mengandung fibrinogen. Serum adalah
cairan berwarna kekuningan, berbeda sekali saat darah masih bercampur
yang berwarna merah. Pemisahan serum biasanya dilakukan dengan
sentrifugasi dan serum akan menempati di bagian atas dari darah dengan
komponen darah lain di bagian bawah. Komponen dari serum dan
plasma darah hampir sama, dimana keduanya mengandung hormon,
glukosa, elektrolit, antibodi, antigen, nutrisi dan komponen-komponen
lainnya. Serum mengandung protein-protein seperti β-lysin, enzim
lisozim, poliamina, kinin, dan protein lainnya (Coico & Sunshine,
2015). Serum sering digunakan untuk memeriksa golongan darah dan
mendeteksi penyakit.
Serum mengandung bermacam-macam protein. Suatu serum
dari satu jenis individu akan berbeda komponennya dengan individu
jenis lain. Misalnya serum sapi atau disebut bovine serum akan memiliki
komponen yang berbeda dengan serum mencit. Serum individu jenis
lain jika diinjeksikan pada tubuh individu jenis lainnya akan menjadi
antigen bagi tubuh individu yang diinjeksikan. Serum sebagai antigen
yaitu partikel asing yang dapat menstimulasi aktivitas sistem imun
tubuh yang diinjeksikan akan menghasilkan antibodi yang disebut
antiserum. Antiserum merupakan suatu produk pada hewan atau
manusia sebagai respon terhadap infeksi, intosikasi, atau vaksinasi.
Antiserum dapat digunakan untuk individu lain untuk memperkuat
imunitas tubuh terhadap penyakit spesifik atau untuk mengobati gigitan
atau sengatan dari hewan berbisa. Antiserum dari hewan sering
digunakan untuk dimanfaat sebagaimana telah disebutkan (Rhoades &
Bell, 2009).
Teknik pengambilan darah pada mencit yang sering digunakan
ada 4 teknik yaitu pengambilan darah pada plexus retroorbitalis (mata),
vena ekor, vena sapena pada kaki dan pengambilan darah dari jantung
secara langsung (mencit didislokasi). Pada pengambilan darah melalui
plexus retroorbitalis digunakan mikrobematikrit dan digoreskan lalu
diputar di bagian mata pada bagian medial canthus di bawah bola mata.
Darah yang didapatkan dimasukkan ke dalam tabung eppendorf tanpa
pemberian EDTA untuk isolasi serum. Pengambilan darah melalui vena
ekor dilakukan dengan memotong ujung ekor dan memijat dari pangkal
ekor hingga ujung sambil ditampung darahnya menggunakan tabung
eppendorf agar didapatkan darah yang banyak. Pengambilan darah
melalui vena sapena dilakukan pada paha mencit bagian belakang.
Pengambilan darah bagian serum secara langsung dari jantung
menggunakan spuit 1 cc dan ditampung pada tabung eppendorf tanpa
EDTA kemudian didiamkan 20 - 30 menit dan disentrifugasi kecepatan
10.000 rpm selama 5 menit untuk mendapatkan supernatan yang berupa
serum (Rhoades & Bell, 2009).
Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) adalah suatu
teknik analisa adanya antigen dan antibodi pada suatu sampel. Pada
ELISA, kandungan antigen dan antibodi diukur dengan nilai absorbansi
dari seberapa banyak ikatan antigen-antibodi yang ditandai adanya
perubahan warna pada sampel yang merupakan hasil reaksi dari enzim
dan substrat yang ditambahkan. Sederhananya, antigen yang berasal dari
serum yang tidak diketahui ditempelkan pada suatu permukaan,
biasanya menggunakan microplate tahap ini disebut coatting. Karena
antigen yang ditempelkan tidak seluruhnya menempati setiap sisi dari
microplate maka diperlukan tahap blocking yaitu penambahan protein
irrelevant atau molekul lain untuk menempati ruang-ruang kosong pada
sumuran microplate. Pada tahap blocking digunakan blocking buffer
untuk mencegah adanya ikatan non spesifik dari protein dengan
microplate. Antibodi akan dicucikan dan diinkubasi sehingga
diharapkan berikatan dengan antigen yang telah ditempelkan. Antibodi
telah diikatkan dengan enzim yang pada tahap terakhir akan
ditambahkan substrat sehingga enzim akan bereaksi sebagai penanda
adanya ikatan antara antigen-antibodi. Saat pengukuran, cahaya dengan
panjang gelombang tertentu akan ditembakkan pada sampel dan cahaya
yang diserap akan menghasilkan nilai absorbansi. Nilai absorbansi
menunjukkan jumlah ikatan antigen-antibodi yang secara tidak langsung
sebagai penghitungan jumlah antigen yang ditempelkan sebelumnya
(Thermo Scientific, 2010).
Terdapat 4 jenis ELISA yaitu direct, indirect, sandwich, dan
competitive ELISA (Gambar 1). Direct ELISA adalah uji analisa antigen
dimana antigen diimobilisasi dan menggunakan antibodi primer yang
terkonjugasi dengan enzim sebagai pendeteksi konsentrasi dari antigen.
Antibodi primer yang digunakan harus spesifik. Keuntungan dari direct
ELISA adalah prosedur kerja yang lebih singkat dan mencegah
reaktivitas silang dari antibodi sekunder sedangkan kekurangannya
adalah membutuhkan pelabelan seluruh antibodi primer dimana
membutuhkan biaya yang mahal (Abnova, 2017).
Pada indirect ELISA digunakan dua jenis antibodi yaitu
antibodi primer dan sekunder. Antibodi primer tidak diberi label, akan
mengikat antigen pada permukaan sumuran microplate dan akan
dikenali oleh antibodi sekunder yang terkonjugasi oleh enzim.
Kelebihan dari indirect ELISA adalah adanya antibodi sekunder
berfungsi sebagai amplifikasi sinyal dan dapat digunakan untuk uji lain
yang berbeda. Namun kekurangannya adalah dapat kemungkinan terjadi
adanya rektivitas silang (Abnova, 2017).
Sandwich ELISA adalah menggunakan captured antibody
captured antibody yang lebih dulu ditempelkan pada permukaan
sumuran dari microplate. Kemudian antigen yang akan diukur akan
terikat diantara dua lapis antibodi dan satu lapis antibodi pendeteksi.
Kelebihan dari sandwich ELISA adalah sensitivitas dan kespesifikan
yang tinggi serta antigen tidak perlu dimurnikan sebelum digunakan.
Sedangkan kekurangannya adalah antigen harus memiliki minimal dua
antibody binding sites (Abnova, 2017).
Pada competitive ELISA, antigen dari sampel dan antigen yang
dimurnikan serta diimobilisasi berkompetisi untuk berikatan dengan
capture antibody. Penurunan sinyal dibandingkan dengan sumuran yang
tertempel dengan antigen murni menunjukkan adanya antigen dalam
sampel. Kelebihan dari metode ini adalah sampel yang digunakan tidak
harus murni dan tingkat reproduksibilatas tinggi. Sedangkan
kelemahannya adalah kurangnya sensitivitas dan kespesifikan (Abnova,
2017).

(Abnova, 2017)
Gambar 1. Jenis-jenis ELISA
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk:
1. Mengetahui spesifisitas antibodi yang dihasilkan hewan coba
2. Mengetahui prinsip analisis spesifisitas antibodi menggunakan
metode presipitasi protein
BAB II
METODE
2.1 Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 26 Oktober,
2 November, dan 23 November 2019 bertempat di Laboratorium
Fisiologi Hewan, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya, Malang.

2.2 Cara Kerja


2.2.1 Injeksi Serum Sapi Pada Mencit
Langkah pertama yang dilakukan untuk injeksi serum sapi pada
mencit adalah serum FBS dan rat serum dibuat menjadi lima dosis yang
terdiri atas dosis 1 (PBS 500µL) sebagai larutan kontrol, dosis 2 (FBS
250µL dan PBS 250µL), dosis 3 (FBS 500µL), dosis 4 (Rat serum
250µL dan PBS 250µL), dan dosis 5 (Rat serum 500µL). Kemudian,
masing-masing dosis diinjeksikan ke mencit secara intraperitoneal.

2.2.2 Pengambilan dan Isolasi Serum Mencit


Langkah pertama yang dilakukan untuk pengambilan dan isolasi
serum mencit adalah bagian ujung ekor mencit dipotong kurang lebih
2mm, kemduian darah ditampung pada microtube. Mencit didislokasi
setengah mati dan dibedah, kemudian darah diambil dari jantung (yang
masih berdetak) menggunakan syringe, dan darah ditampung dalam
microtube. Darah dalam microtube diinkubasi selama 15-30 menit pada
suhu ruang, kemudian dilakukan sentrifugasi 1000 rpm, 10ºC, selama 15
menit. Supernatan diambil dan disimpan pada freezer dengan suhu -
20ºC.

2.2.3 Kuantifikasi Protein dengan Prinsip Kolorimetri


Terdapat dua proses utama dalam kuantifikasi protein
menggunakan prinsip kolorimetri, yaitu kuantifikasi total protein dan
presipitasi antibodi. Kuantifikasi total protein dilakukan dengan cara
membuat larutan blanko yang terdiri atas 20µL air destilasi dan 1000µL
monoreagent. Kemudian sampel dipreparasi dari larutan standar (70µL
standar dan 1000µL monoreagent. Kemudian larutan blanko dan sampel
diinkubasi selama 5 menit pada suhu ruang. Hasil inkubasi kemudian
dibaca menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang
540nm. Selanjutnya, proses presipitasi antibodi dilakukan dengan
membuat serum dihomogenasi dengan PBS (1:100), kemudian
homogenat ditambah dengan serum α Bovine (serum 1 (1:75) dan serum
2 (1:150). Campuran homogenat dan serum α Bovine diinkubasi pada
suhu ruang selama 30 menit, kemudian hasilnya diinkubasi pada suhu
ruang dan disentrifugasi 1000 rpm, 10ºC, selama 15 menit, kemudian
pelet hasil sentrifugasi diamati.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Analisa Prosedur


3.1.1 Injeksi Serum Sapi Pada Mencit
Serum FBS dan Rat serum dibuat menjadi lima dosis yang
terdiri atas dosis 1 (PBS 500µL) sebagai larutan kontrol, dosis 2 (FBS
250µL dan PBS 250µL), dosis 3 (FBS 500µL), dosis 4 (Rat serum
250µL dan PBS 250µL), dan dosis 5 (Rat serum 500µL). Larutan PBS
(Phosfat Buffer Saline) Buffer berfungsi sebagai larutan buffer yang
dapat membantu untuk mempertahankan konstan pH, PBS juga dapat
digunakan sebagai pelarut FBS (Rosdiana, 2017). Buffer berfungsi
sebagai osmoregulasi, yaitu menyeimbangkan jumlah ion garam di
dalam sel, jika sel yang tenggelam ke dalam solusi yang memiliki terlalu
banyak garam ion maka air akan cenderung menuju keluar dari sel,
menyebabkan sel menyusut. Masing-masing dosis diinjeksikan ke
mencit secara intraperitoneal untuk memperoleh respon antibodi yang
cepat dan degradasi lama sehingga antibodi yang dihasilkan banyak.
Perut ditusuk dengan jarum pada sudut 20 sampai 45° tepat di garis
tengah di kuadran kiri atau kanan bawah, kemudian jarum ditarik secara
perlahan. Menurut Fox (2007), injeksi intraperitoneal (IP) memiliki
respon yang lebih cepat dan merupakan injeksi yang cocok untuk
dilakukan pada mencit. Injeksi Intraperitoneal diarahkan melalui
peritoneum dan akan melewati sirkulasi darah dan hati sebelum lalu
didistribusikan menuju bagian organ lain.

3.1.2 Pengambilan dan Isolasi Serum Mencit


Bagian ujung ekor mencit dipotong kurang lebih 2 mm untuk
mendapatkan serum mencit. Kemudian darah ditampung pada microtube
untuk mengumpulkan serum mencit dan persiapan proses sentrifugasi.
Mencit didislokasi setengah mati dan dibel ini bertujuan untuk
mempertahankan jantung agar tetap berdetak sehingga darah tetap
mengalir dalam jantung dan tubuh. Darah diambil dari jantung
menggunakan syringe untuk mendapatkan darah, selanjutnya darah
ditampung dalam microtube. Darah dalam microtube diinkubasi selama
15-30 menit pada suhu ruang bertujuan untuk memisahkan antara sel
darah dan serumnya. Kemudian dilakukan sentrifugasi 1000 rpm, 10ºC,
selama 15 menit untuk memisahkan sel-sel darah dengan serum darah.
Menurut Menurut Rosdiana dan Hadisaputri (2017) setrifugasi bertujuan
untuk memisahkan molekul berdasarkan berat jenis molekul. Molekul
yang berukuran lebih berat akan berada pada dasar tabung, sedangkan
substansi yang lebih ringan akan terletak di atas. Supernatan diambil
dan disimpan pada freezer dengan suhu -20ºC untuk menyimpan
supernatan agar dapat dilakukan prosedur selanjutnya dan kemudian
dianalisis. Penyimpanan pada suhu -20ºC akan mempertahankan
komposisi dan struktur sel (Sunarno, 2015).

3.1.3 Kuantifikasi Protein dengan Prinsip Kolorimetri


Kuantifikasi protein menggunakan prinsip kolorimetri
menggunakan kuantifikasi total protein dan presipitasi antibodi.
Kuantifikasi total protein dilakukan dengan cara membuat larutan
blanko yang terdiri atas 20 µL air destilasi dan 1000 µL monoreagent
sebagai larutan untuk kalibrasi spektrofotometer. Larutan blanko
merupakan larutan yang befungsi sebagai penyeimbang konsentrasi dari
grafik kalibrasi. Sampel dipreparasi dari larutan standar berupa 70 µL
standar dan 1000 µL monoreagent sebagai larutan pembanding.
Menurut Larutan standar merupakan larutan yang sudah diketahui
konsentrasinya secara pasti dan mengandung suatu gram zat dengan
berat ekuivalen tertentu dalam volume tertentu. Larutan blanko dan
sampel diinkubasi selama 5 menit pada suhu ruang untuk
mengoptimalkan reaksi sampel-monoreagen. Hasil inkubasi kemudian
dibaca menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 540
nm untuk menghitung total jumlah protein. Selanjutnya, proses
presipitasi antibodi dilakukan dengan membuat serum dihomogenasi
dengan PBS (1:100) untuk mengencerkan serum, kemudian homogenat
ditambah dengan serum α Bovine (serum 1 (1:75) dan serum 2 (1:150)
untuk mereaksikan homogenat dengan serum α Bovine (menguji
kualitas antibodi yang diproduksi). Campuran homogenat dan serum α
Bovine diinkubasi pada suhu ruang selama 30 menit untuk
mengoptimalkan reaksi antigen-antibodi, hasilnya diinkubasi pada suhu
ruang untuk memmaksimalkan rekasi yang terjadi dan lauran campran
disentrifugasi 1000 rpm, 10ºC, selama 15 menit untuk mendapatkan
pelet dan supernatan, kemudian pelet hasil sentrifugasi diamati untuk
mengtahui hasil reaksi antigen-antibodi.

3.2 Analisa Hasil dan Pembahasan


Berdasarkan praktikum yang dilakukan dari 5 mencit perlakuan
hanya tersisa 2 yang hidup, sehingga hanya didapatkan 2 sampel yang
akan digunakan untuk analisis antibodi. Selain itu terdapat masalah
tidak diketahuinya sampel yang tersisa tersebut, sampel tersisa
dinamakan sampel 1 dan sampel 2. Dua sampel yang tersisa dilakukan
penukuran kuantifikasi proteinnya menggunakan spektrofotometer.
Hasil pengukuran absorbansi sampel 1 sebesar 0.052 A dan pada sampel
2 sebesar 0.013 A. Hasil absorbansi inilah yang digunakan sebgaai
kuantifikasi protein. Total dari penghitungan protein dari sampel 1
sebesar 260 g/dL dan pada sampel 2 sebesar 65 g/dL. Hasil
menunjukkan bahwa nilai absorbansi berbanding lurus dengan
kuantifikasi jumlah protein. Menurut Ambarsari (2009), kuantifikasi
protein dapat dilakukan menggunakan metode Bradford bergantung
pada nilai absorbansi yang dihasilkan. Prinsip dari metode Bradford
adalah pengikatan warna yang nanti akan menjadi marker deteksi
protein. Uji Bradford juga memiliki nilai akurasi yang tinggi.
Selanjutnya dilakukan presipitasi antibodi. Jumlah endapan
yang didapatkan sangat sedikit pada kedua sampel. Hal ini dikarenakan
jumlah awal sampel darah yang didapatkan juga sangat sedikit.
Presipitasi pada praktikum ini menggunakan metode salting out yaitu
menggunakan ammonium sulfat. Garam akan menyebabkan
peningkatan konsentrasi, yang menyebabkan protein akan berkumpul
dan saling beragregasi (Duong, 2014). Selain karena jumlah sampel
darah yang sedikit, tidak diketahuinya asal dari sampel menyebabkan
kemungkinan kesalahan pemberian antigen sehingga menyebabkan
antibodi tidak mengikat antiserum yang diberikan. Antiserum yang
diberikan berupa α Bovine serum, dimana antigen ini tidak memicu
pengikatan pada kedua sampel. Hal ini menandakan bahwa sampel 1
dan 2 bukanlah merupakan antibodi Bovine serum, karena prinsip kerja
antibosi bersifat spesifik. Setiap antibodi bersifat spesifik untuk antigen
tertentu, hal ini disebabkan oleh asam amio pada bagian rantai ringan
dan berat (Lesmana, 2017).

3.3 Macam-macam Meode Colorimetric Dalam Produksi Antibodi


Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) adalah suatu
teknik analisa adanya antigen dan antibodi pada suatu sampel. Pada
ELISA, kandungan antigen dan antibodi diukur dengan nilai absorbansi
dari seberapa banyak ikatan antigen-antibodi yang ditandai adanya
perubahan warna pada sampel yang merupakan hasil reaksi dari enzim
dan substrat yang ditambahkan. Sederhananya, antigen yang berasal dari
serum yang tidak diketahui ditempelkan pada suatu permukaan,
biasanya menggunakan microplate tahap ini disebut coatting. Karena
antigen yang ditempelkan tidak seluruhnya menempati setiap sisi dari
microplate maka diperlukan tahap blocking yaitu penambahan protein
irrelevant atau molekul lain untuk menempati ruang-ruang kosong pada
sumuran microplate. Pada tahap blocking digunakan blocking buffer
untuk mencegah adanya ikatan non spesifik dari protein dengan
microplate. Antibodi akan dicucikan dan diinkubasi sehingga
diharapkan berikatan dengan antigen yang telah ditempelkan. Antibodi
telah diikatkan dengan enzim yang pada tahap terakhir akan
ditambahkan substrat sehingga enzim akan bereaksi sebagai penanda
adanya ikatan antara antigen-antibodi. Saat pengukuran, cahaya dengan
panjang gelombang tertentu akan ditembakkan pada sampel dan cahaya
yang diserap akan menghasilkan nilai absorbansi. Nilai absorbansi
menunjukkan jumlah ikatan antigen-antibodi yang secara tidak langsung
sebagai penghitungan jumlah antigen yang ditempelkan sebelumnya
(Thermo Scientific, 2010).
Salah satu uji yang dikembangkan adalah deteksi antibodi
selektif yang menggabungkan protein yang DNAzymebased. Deteksi
antibodi menggunakan lipatan yang dipicu protein G-quadruplex yang
disebut sebagai saklar G-quadruplex. Ini sakelar terdiri dari satu untai
DNA-G-quadruplex yang terminalnya telah dimodifikasi dengan
antigen. Tanpa antibodi, struktur G-quadruplex dari saklar dan bentuk
mengkatalisasi oksidasi 3, 3 ', 5, 5-tetrazmethyl benzidine sulfat.
Singkatnya, memanfaatkan perbedaan struktural protein target dan G-
quadruplex koneksi langsung antara protein target dan aktivitas G-
quadruplex DNAzyme. Melalui koneksi ini, antibodi satu langkah
metode deteksi yang mengeksploitasi protein yang terjadi Sakelar G-
quadruplex. Metodenya sederhana dan nyaman. Selain itu, metode baru
ini dapat diadaptasi untuk memantau protein kaku lainnya atau
makromolekul melalui mengganti elemen kognisi yang ada. Dengan
atribut-atribut ini, saklar G-quadruplex mungkin terbukti signifikan
utilitas dalam pengembangan jenis baru biosensor dan titik diagnostik
perawatan di masa mendatang (Hu, 2015).

3.3 Troubleshooting
Permasalahan yang terjadi selama praktikum berlangsung antara
lain jumlah sampel darah yang sangat sedikit. Hal ini dikarenakan
jumlah dari organisme mencit berkurang akibat mati. Jumlah mencit
sebanyak 2 hidup dari 5. Sampel darah digunakan untuk mendapatkan
serum yang akan mengandung antibodi. Serum yang didapatkan
berjumlah sangat sedikit sehingga sulit untuk dilakukan analisis. Serum
adalah cairan berwarna kekuningan yang mana serum ini mengandung
bermacam-macam protein. Suatu serum dari satu jenis individu akan
berbeda komponennya dengan individu jenis lain (Rhoades & Bell,
2009). Selain itu label pada mencit yang diberi perlakuan injeksi serum
yang berbeda tidak diketahui lagi dengan jelas. Sehingga pada akhir dari
identifikasi sampel serum menggunakan α Bovine serum yang
ditambahkan pada sampel 1 dan sampel 2 antibodi tidak terbentuk reaksi
penggumpalan, yang menandakan bahwa sampel yang didapatkan bukan
merupakan Bovine serum yang seperti diperkirakan pada saat awal.
Solusi yang diberikan dari permasalahan ini adalah menyediakan jumlah
serum yang cukup, agar dapat dilakukan pengulangan ketika terjadi
kesalahan, serta perlu dilakukan perwatan secara intesif pada mencit
untuk mendapatkan nutrisi yang cukup, agar dihasilkan darah dengan
jumlah yang banyak. Selain itu, perlu dilakukan pengecakan label yang
diberikan pada mencit perlakuan agar tidak kesusahan melakukan
analisis hasil mengenai spesifikasi antibodi terhadap antiserum yang
diberikan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kuantifikasi suatu protein dapat diketahui melalui nilai
absorbansi yang didapatkan dari hasil spektrofotometeri. Hasil
absorbansi berbanding lurus dengan kuantifikasi protein. Antibodi
bekerja secara spesifik dalam mengenali antigen. Akan terjadi rekasi
penggumpalan ketika antigen spesifik diikat oleh antibodi yang spesifik
terhadap antigen tersebut.

4.2 Saran
Pada praktikum selanjutnya praktikan perlu untuk lebih cermat
dalam perawatan hewan coba yang digunakan agar dihasilkan data
sesuai dengan yang diinginkan, yaitu berupa sampel darah tepatnya
serum yang cukup untuk bisa digunakan dalam identifikasi antibodi.
Praktikan juga perlu cermat dalam memperhatikan label pada hewan
coba agar tidak terjadi kesalahan pemberian antiserum sebagai akhir
identifikasi spesifitas antibodi.
DAFTAR PUSTAKA
Abnova. 2017. ELISA Pairs Kit. Abnova Coorporation.
www.abnova.com. Diakses pada 8 Desember 2017.
Ambarsari L, Madayanti F, Moels MR, Akhmaloka. 2006. Pengaruh
mutasi D802N pada aktivitas polimerase DNA Pol I ITB-1.
Sains & Teknologi 38A(2): 89-98.
Coico, R. & Sunshine, G. 2015. Immunology : Short Course. John
Wiley & Sons, Ltd. Chichester.
Duong, K. C, dkk. 2014. Salting Out of Protein Using Ammonium
Sulfate Precipitaion. J. of Protein C: 85-94
Fox, James G., Muriel T. Davidson., Fred W. Quimby et all. 2007. The
Mouse in Biomedical Research 2nd Edition. Elsevier. UK
Gan, S.D & Patel K. R. 2013. Enzyme Immunoassay and Enzyme-
Linked Immunosorbent Assay. J. of Investigative Dermatology.
133 : 1-4.
Hu, Xiaolu, dkk. 2015. One Step Colometric Detection of Antibody
Based on Protein Induced Unfolding ofG-quadeuplex Switch. J.
of Royal Society of Chemistry. 2013(00): 1-3
Jumilawaty, E & Hutahaean, S. 2012. Zoologi Eksperimental.
Departemen Biologi Universitas Sumatera Utara: Medan.
Kabat, E.A. 2013. Blood Group Substances. Elsevier. London.
Lesmana, Ronny, dkk. 2017. Fisiologi Dasar. Depublis Publisher.
Yogyakarta
Noviendri, D. & Sugiyono. 2005. Teknik pemekatan, purifikasi dan
karakterisasi protein rekombinan. J. Squalen Vol. 1 No. 1
Porterfield, J. Z. & Ziotnick, A. 2010. A simple and general method for
determining the protein and nucleic acid content of viruses by UV
absorbance. J. Virology 407(2):281 – 288.
Rosdiana, A dan Hasdiana, Y. E. 2017. Review Artikel: Studi Pustaka
Tentang Prosedur Kultur Sel. J. Farmaka. 14 (1): 236-249
Roadhes, R. & Bell, D. R. 2009. Medical Physiology : Principles for
Clinical Medicine. Lippincott William & Wilkins. Philadelphia.
Schnyder, M., Tanner, I., Webster, P., Barutzki, D. dan Deplazes, P.
2011. An ELISA for sensitive and specific detection of
circulating antigen of Angiostrongylus vasorum in serum samples
of naturally and experimentally infected dogs. J. Veterinary
Parasitology Vol 179:152 – 159.
Simonian, M. H. 2012. Spectrophotometric Determination of Protein
Concentration. John Wiley & Sons. Chichester.
Sunarno, dkk. 2015. Pengembangan Metode Diagnostik Cepat
Laboratotium. Yayasan Pustaka Obot Indonesia. Jakarta
Thermo Scientific. 2010. ELISA Technical Guide And Protocols.
Thermo Fisher Scientific, Inc. Rockford.
Tothova C, Nagy O, Kovac G. 2016. Serun protein and their diagnostic
utility in veterinary medicine: a riview. J. Vet Med. 61(9):475-496

Anda mungkin juga menyukai