Lingkungan Pengendalian
1
Seorang manajer pusat pertanggungjawaban tersebut diukur kinerjanya berdasarkan
keberhasilan dalam pengelolaan input dan output yang dilakukan. Contoh-contoh manajer
pusat pertanggungjawaban meliputi:
a. Direktur Utama perusahaan holding atau anak perusahaannya atau Direktur Utama
anak perusahaan dari suatu holding.
b. Direktur/Kepala Divisi perusahaan holding, atau Kepala Bagian/Kepala Distrik pada
anak perusahaan.
Pusat pertanggungjawaban merupakan suatu unit organisasi yang dipimpin oleh seorang
manajer yang bertanggung jawab terhadap unit organisasi yang dipimpinnya. Setiap pusat
pertanggungjawaban bertugas untuk melaksanakan proses tertentu. Artinya, setiap pusat
pertanggungjawaban bertugas dan bertanggungjawab untuk melaksanakan pekerjaan tertentu
untuk menghasilkan sesuatu yang ditentukan. Keberhasilan suatu pusat pertanggungjawaban
akan menjadi tolok ukur kinerja pusat pertanggungjawaban yang bersangkutan. Untuk
melaksanakan proses yang ditentukan, pusat pertanggungjawaban mengkonsumsi input yaitu
berbagai sumber daya yang dialokasikan untuk menjalankan proses tersebut. Hubungan input,
proses dan output digambarkan dan dijelaskan pada bagian berikut ini.
2
PUSAT PENDAPATAN DAN PUSAT BIAYA
3
pusat biaya, manajer pusat pertanggungjawaban terutama bertanggung jawab atas
pengendalian biaya.
Pusat biaya dapat digolongkan sesuai dengan karakteristik biaya. Ditinjau dari
hubungan antara input dan output, biaya dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan yaitu
biaya teknik (engineered expense) dan biaya kebijakan (discretionary expense). Biaya
teknik merupakan biaya yang hubungan antara output dan input mempunyai hubungan yang
jelas, dapat dihitung secara kuantitatif dan proporsional. Sebaliknya, biaya kebijakan
merupakan biaya yang hubungan antara input dan outputnya tidak jelas dan sulit untuk diukur
secara kuantitatif serta tidak bersifat proporsional. Contoh biaya teknik ialah biaya bahan
baku dan biaya tenaga kerja langsung sedangkan contoh biaya kebijakan adalah biaya
administrasi, biaya penelitian dan pengembangan, biaya pemasaran dan sebagainya.
Berdasarkan kalsifikasi tersebut, pusat biaya dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu pusat
biaya teknik (engineered expense center) dan pusat biaya kebijakan (discretionary
expense center).
Pusat biaya kebijakan merupakan pusat biaya yang sebagian besar biayanya tidak
mempunyai hubungan fisik yang erat dengan output yang dihasilkan. Karakteristik Pusat
Biaya Kebijakan ialah:
4
a. Inputnya dapat diukur dengan satuan unit moneter
b. Outputnya diukur bukan bentuk fisik (moneter)
c. Jumlah optimum input yang akan diproduksi untuk satu unit output produksi tidak bisa
diukur.
Dengan demikian, pusat biaya kebijakan merupakan pusat pertanggungjawaban yang
didominasi oleh biaya kebijakan. Contoh pusat biaya kebijakan ialah departemen akuntansi,
departemen hukum dan hubungan masyarakat, departemen personalia dan sebagainya.
Mengingat begitu tidak jelasnya hubungan antara input dengan output, pusat biaya ini tidak
dapat diukur efisiensi dan efektifitasnya dengan menggunakan satuan uang. Perbedaan sifat
(karakteristik) kedua jenis biaya tersebut menyebabkan cara pengendalian masing-masing
kategori berbeda pula.
Pengukuran kinerja pusat biaya kebijakan adalah bukan selisih realisasi dan anggaran
atau efisiensi, melainkan peran manajer dalam perencanaan program kerja serta pengendalian
dalam pengeluaran uang harus disetujui oleh atasannya. Walaupun konotasinya “kebijakan”,
tidak berarti bahwa pertimbangan manajemen tidak dapat diduga atau bersifat insidentil. Oleh
sebab itu biaya yang telah ditetapkan harus diawasi agar tidak melewati jumlah yang telah
ditetapkan (anggarannya).
Beberapa pusat biaya yang pada umumnya termasuk dalam kelompok pusat biaya
kebijakan ialah: pusat administrasi (administratif center), pusat penelitian dan
pengembangan (research and development center) dan sebagian pusat marketing
(marketing center). Berikut ini akan disajikan gambaran umum pusat-pusat biaya tersebut
dengan karakteristik masalah pengendalian masing-masing.
5
(2) sering terjadi ketidakserasian tujuan organisasi secara keseluruhan (lack of goal
congruence).
Dengan demikian, Pusat biaya kebijakan memiliki beberapa karakteristik:
a. Kesulitan mengukur outputnya.
b. Kadang kala tidak terdapat kesesuaian antara cita-cita staf departemen dengan cita-
cita perusahaan secara keseluruhan (lack of goal congruence). Hal ini disebabkan
karena manajer administratif ingin mencapai keunggulan fungsional.
c. Pengendaliannya dilakukan melalui anggarannya serta evaluasi apakah program
kerja yang diajukan telah secara rinci yang mencakup : biaya administratif dan
pendukung termasuk untuk “tetap dalam bisnisnya (being in business)”, kebijakan
pusat tersebut termasuk diskripsi tujuan biaya serta estimasinya, alasan semua
tambahan biaya di luar inflasi.
Kadang-kadang, beberapa kegiatan staf telah begitu rutin sehingga dapat diperlakukan
sebagai pusat biaya teknik. Namun demikian, hasil utama kegiatan unit yang lain adalah
nasehat atau jasa yang tidak mempunyai alat pengukur yang meyakinkan untuk mengetahui
nilai dan bahkan jumlah hasilnya. Dalam hal demikian, tidaklah mungkin untuk menetapkan
biaya standar dan mengukur prestasi manager secara kuantitatif. Anggaran tidak dapat dipakai
untuk mengukur efisiensi kegiatan.
Pada sebagian besar kantor staf administrasi, adalah menguntungkan bagi manajer
untuk memiliki bagian yang sehebat mungkin. Seolah-olah, departemen yang hebat adalah
yang terbaik untuk organisasi atau perusahaan. Sebenarnya, hal tersebut sangat tergantung
pada definisi mengenai suatu departemen yang hebat. Tidak jarang, suatu departemen dalam
meraih kehebatannya menelan sumber daya yang melampaui manfaatnya. Tidak jarang pula
tampak kecenderungan unit-unit organisasi untuk membangun “kerajaannya” sendiri tanpa
memperhatikan nilai dan manfaatnya bagi organisasi secara keseluruhan.
6
1. Output yang dihasilkan sulit diukur secara kuantitatif. Namun demikian, hasil tersebut
lebih nyata daripada output yang dihasilkan oleh pusat administrasi, misalnya hak
paten, produk baru, teknologi proses produksi baru dan sebagainya.
2. Adanya kesenjangan tujuan pada pusat penelitian dan pengembangan seperti yang
tampak pada pusat administrasi. Kecenderungan tujuan pusat penelitian dan
pengembangan ini selalu ingin lebih baik daripada yang lampau dan menjadi yang
terbaik diantara yang lain.
3. Pusat penelitian dan pengembangan ini sulit dikendalikan efektivitasnya dengan
menggunakan anggaran tahunan atau periodik. Organisasi penelitian dan
pengembangan selalu ingin berkembang untuk jangka waktu yang panjang. Anggaran
biaya yang digunakan tidak harus turunnya, hal tersebut sangat tergantung pada
definisi mengenai suatu departement yang hebat. Tidak jarang, suatu departemen
dalam meraih kehebatannya menelan sumber daya yang melampaui manfaatnya.
Tidak jarang pula tampak kecenderungan unit-unit organisasi untuk membangun
“kerajaannya” sendiri tanpa memperhatikan nilai dan manfaatnya bagi organisasi
keseluruhan. Anggaran biaya yang digunakan tidak harus turun karena rugi dan tidak
harus naik karena untung.
7
Kegiatan pusat pemasaran dan pokoknya terdiri atas dua macam yaitu kegiatan
melayani/memenuhi pesanan (order filling activities) dan kegiatan yang berkaitan
dengan usaha untuk memperoleh pesanan (order getting activities). Usaha untuk
memperoleh pesanan merupakan kegiatan sebelum terjadinya pemesanan barang atau jasa
oleh langganan sedangkan pelayanan pesanan merupakan kegiatan setelah pesanan dari
langganan diperoleh. Berdasarkan sifat kegiatannya tersebut, pusat pemasaran mempunyai
tiga kegiatan yang dijadikan dasar untuk mengukur prestasi manajer yang bersangkutan yaitu:
1. Pusat pemasaran diukur berdasarkan jumlah hasil penjualan yang dicapai. Pengukuran
ini dilakukan melalui pembandingan hasil penjualan yang dianggarkan dengan jumlah
hasil penjualan yang sebenarnya.
2. Pusat pemasaran diukur prestasinya atas kegiatannya dalam hal pemenuhan pesanan
(order filling/logistic activity). Dalam banyak hal, biaya yang timbul atas kegiatan ini
adalah biaya teknik. Dengan demikian, pengendalian kegiatan ini harus dibedakan
dengan pengendalian kegiatan pusat pemasaran lainnya.
3. Pusat pemasaran diukur prestasinya dalam hal upaya perolehan pesanan (order getting
activity). Biaya yang timbul atas kegiatan ini sebagian besar adalah biaya kebijakan.
Walaupun pusat pemasaran juga merupakan pusat pendapatan (revenue center), pusat
pemasaran harus dibedakan dengan pusat laba karena biaya produksi barang yang
dijual tidak dibebankan pada pusat pemasaran tersebut.
Karakteristik pengendalian pusat pemasaran ialah:
a. Aktivitas pemenuhan pesanan (order filling activities) seperti halnya pusat biaya di
pabrik, sehingga biayanya disusun secara standar sesuai dengan berbagai tingkatan
volume, tetapi dengan adanya internet aktivitas ini bisa diselesaikan dengan cepat dan
biayanya rendah.
b. Aktivitas penciptaan pendapatan (order getting activities), adalah pendapatan sehingga
yang dievaluasi adalah membandingkan antara pendapatan (unit moneter) dan
kuantitas fisik aktual yang dijual dengan pendapatan dan kuantitas fisik yang
dianggarkan, Unit organisasi yang melaksanakan aktivitas ini biasanya diperlakukan
sebagai pusat pendapatan.
c. Aktivitas pencarian pesanan, yang dievaluasi adalah biaya pencarian pesan yang
merupakan biaya kebijakan, sehingga tidak seorangpun tahu akurasi berapa jumlah
optimal yang harus dikeluarkan.
8
d. Kesimpulannya; Pusat Pemasaran merupakan pusat pertanggungjawaban yang bisa
bersifat campuran (hybrid). Artinya, dalam satu unit terdiri atas pusat biaya dan pusat
pendapatan tapi secara keseluruhan bukan pusat laba.
PUSAT LABA
Pusat laba meliputi berbagai bentuk, yaitu:
1. Unit Bisnis (divisi) sebagai Pusat Laba.
Manajer Unit Bisnis bertanggung jawab, mempunyai kebijakan dan kendali terhadap
pengembangan produk, proses produksi, pemasaran serta perolehan produk, oleh karena
itu ia dapat mempengaruhi pendapatan dan biaya yang berakibat terhadap laba bersihnya.
Proses tersebut menciptakan suatu unit usaha yang bertanggung jawab terhadap
manufaktur dan pemasaran suatu produk, sehingga manajer unit dapat ditetapkan sebagai
manajer pusat laba. Walaupun demikian, terdapat masalah yang terjadi yaitu yang
menyangkut :
a. Hubungan dengan unit bisnis lainnya, sehingga perlu pengendalian terhadap :
1) Keputusan produk yaitu barang dan jasa yang harus dijual.
2) Keputusan pemasaran untuk menjawab bagaimana, di mana dan berapa jumlah
barang yang harus dijual.
3) Keputusan perolehan untuk menjawab bagaimana mendapatkan dan
memproduksi barang yang dijual.
b. Hubungan dengan manajemen korporat, yang meliputi :
1) Batasan yang timbul dari pertimbangan-pertimbangan strategis, misalnya
keputusan finansial masih di korporat sehingga timbul masalah pada saat ada
investasi baru.
2) Batasan yang timbul karena adanya keperluan keseragaman antar unit di
perusahaan. Hal ini mengharuskan setiap unit untuk menyesuaikan diri dengan
sistem pengendalian dan akuntansi korporat (perusahaan). Masalah akan timbul
kalau terdapat unit bisnis yang baru diakusisi. Hal ini menyebabkan diperlukan
biaya penyeragaman pada kebijakan personalia, etika, dan sebagainya.
3) Batasan yang timbul karena nilai ekonomis sentralisasi. Pada kasus tertentu,
unit bisnis harus membeli barang/jasa dari dalam perusahaan (melalui transfer
antar unit), padahal barang/jasa yang sama dapat lebih murah jika diperoleh
dari luar perusahaan.
2. Unit-unit Fungsional sebagai Pusat Laba
9
Pada perusahaan multi bisnis, setiap unit diperlakukan sebagai penghasil laba yang
independent. Namun demikian, perusahaan tersebut bisa saja diorganisasikan di dalam
bentuk organisasi fungsional, misalnya : pemasaran, manufaktur dan jasa.
a. Fungsional Pemasaran yang menjalankan aktivitas pemasaran dapat dijadikan
sebagai Pusat Laba dengan cara :
1) Membebankan biaya dari produk yang dijual melalui harga transfer dengan
cara membuat trade off pendapatan/biaya yang optimal.
2) Harga transfer dibebankan kepada pusat laba berdasarkan biaya standar. Cara
ini akan memisahkan kinerja biaya pemasaran terhadap biaya manufaktur
sehingga manajer pusat laba tidak terpengaruh oleh perubahan efisiensi di luar
kendali manajer pemasaran.
b. Fungsional manufaktur sebagai Pusat Laba.
Biasanya aktivitas manufaktur merupakan pusat biaya yang diukur kinerjanya
berdasarkan perbandingan realisasi biaya dengan biaya standar dan anggaran
overhead. Masalah yang timbul adalah bahwa hal ini tidak mengindikasikan
kinerja manajemen dari seluruh aspek yang dikerjakannya. Oleh sebab itu perlu
evaluasi yang terpisah misalnya yang menyangkut pengendalian mutu,
penjadwalan produk dan keputusan membuat atau membeli mana yang lebih
menguntungkan. Oleh sebab itu fungsional manufaktur dijadikan pusat laba.
Caranya, terhadap unit ini diakui adanya pendapatan yang dihitung sebesar:
Harga jual produk +/- estimasi biaya pemasaran
c. Unit-unit Fungsional Pendukung dan Support sebagai Pusat Laba
Unit-unit fungsional pendukung dan support meliputi unit-unit seperti unit
pemeliharaan, tekhnologi informasi, transportasi, tekhnik, konsultan dan
layanan konsumen serta aktivitas pendukung lainnya yang dapat dijadikan
sebagai pusat laba. Caranya adalah dengan membebankan biaya dari layanan
yang diberikan dan menutupnya dari pendapatan atas layanan yang diberikan
baik kepada internal dan eksternal. Dengan demikian, manajer organisasi unit
ini termotivasi untuk mengendalikan biayanya agar pelanggannya tidak
meninggalkan, di samping itu konsumen termotivasi untuk membuat keputusan
apakah jasa yang diterima telah sesuai dengan harganya.
3. Organisasi lainnya sebagai Pusat Laba
Organisasi ini meliputi organisasi cabang pada area geografis tertentu yang
manajernya tidak mempunyai tanggung jawab manufaktur atau pembelian. Pada
10
organisasi ini, profitabilitasnya merupakan satu-satunya ukuran kinerjanya.
Contohnya: toko-toko rantai ritel, restaurant-restaurant cepat saji (fast food chain)
dan hotel-hotel pada rantai hotel. Manfaat pengukuran laba adalah untuk memotivasi
manajernya.
Pengukuran Profitabilitas
Ada 2 (dua) jenis profitabilitas yang digunakan untuk mengevaluasi suatu pusat laba, yaitu :
1. Pengukuran kinerja manajer, yaitu pengukuran kinerja yang berfokus pada
penilaian hasil kerja manajer yang diukur sesuai dengan wewenang dan tanggung
jawabnya, hal ini digunakan untuk menyusun perencanaan dan koordinasi serta
pengendalian pusat laba sehari-hari untuk memberikan motivasi yang tepat bagi
manajer.
2. Pengukuran kinerja ekonomis, yaitu pengukuran kinerja yang berfokus pada
kinerja pusat laba sebagai entitas ekonomi yang dilakukan berdasarkan kemampuan
mencapai atau memenuhi anggarannya.
Kedua jenis pengukuran profitabilitas di atas memiliki perbedaan. Sebagai contoh :
1. Laporan kinerja manajemen suatu toko cabang à dapat menunjukkan bahwa
kinerjanya sangat baik, tetapi
2. Laporan kinerja ekonomis toko cabang tersebut menunjukkan bahwa kehilangan
posisinya di pasar dan harus ditutup karena adanya kondisi persaingan dan ekonomi
di lokasi tersebut.
Informasi untuk kedua laporan tidak dapat diperoleh dari satu kelompok data saja.
Laporan manajemen frekuensinya tinggi, sedangkan laporan ekonomis dibuat saat-saat
tertentu ketika keputusan ekonomis dibuat.
Seperti telah disinggung pada bagian terdahulu, pusat laba diukur prestasinya berdasarkan
laba yang diperoleh (menjadi tanggung-jawabnya). Tipe-tipe pengukuran profitabilitas untuk
mengukur kinerja manajer pusat laba yang biasa dipergunakan adalah:
1) marjin kontribusi (contribution margin)
2) laba langsung (direct profit)
3) laba yang dapat dikendalikan (controllable profit)
4) laba sebelum pajak (income before tax)
5) laba bersih (net income)
11
1. Margin kontribusi merupakan selisih (spread) antara pendapatan dan biaya variabel. Hal
ini disebabkan karena biaya variabel berada dalam kendali manajer tersebut, sedangkan
biaya tetap di luar kendalinya. Kelemahannya : biaya tetap yang merupakan kebijakan
kadangkala masih dapat diubah oleh manajer pusat laba, tetapi oleh manajer senior biaya
tetap ini agar dipertahankan sesuai formulasi anggaran.
2. Laba langsung adalah margin kontribusi dikurangi biaya tetap pada pusat laba. Ini
merupakan gabungan seluruh pengeluaran pusat laba atau dapat ditelusuri langsung ke
pusat laba. Oleh sebab itu pengeluaran di kantor pusat tidak termasuk dalam perhitungan
ini. Kelemahan dasar ini adalah unsur manfaat motivasi dari biaya-biaya di kantor pusat
tidak dimasukkan.
3. Laba yang dapat dikendalikan adalah laba langsung dikurangi beban biaya korporat
yang dapat dikendalikan oleh manajer pusat laba. Contoh biaya yang dapat dikendalikan
oleh manajer unit bisnis adalah biaya layanan tekhnologi informasi. Kelemahannya : tidak
memasukkan biaya yang tidak dapat dikendalikan di kantor pusat, sehingga laba ini tidak
bisa langsung diperbandingkan dengan laba dari perusahaan lain pada industri yang sama.
4. Laba sebelum pajak adalah laba yang dapat dikendalikan dikurangi beban-beban
korporat lainnya. Ada 2 (dua) pendapat yang menentang mengenai hal ini :
a. Biaya yang dikeluarkan di korporat tidak dapat dikendalikan oleh manajer pusat laba
sehingga mereka tidak perlu bertanggung jawab biaya tersebut.
b. Biaya yang dikeluarkan di korporat sulit dialokasikan dengan cara yang wajar yang
mencerminkan pengeluaran biaya pada setiap pusat laba.
Disamping itu ada 3 (tiga) pendapat yang mendukung mengenai hal ini, yaitu :
a. Biaya overhead korporat yang dikeluarkan di korporat cenderung
meningkatkan dasar kekuatan dan memperluas keunggulan tanpa melihat dampaknya
secara keseluruhan perusahaan.
b. Kinerja pusat laba setelah pembebanan biaya overhead korporat lebih
realistis, sehingga dapat diperbandingkan dengan para pesaing yang memberikan jasa
yang sama.
c. Para manajer pusat laba mengetahui bahwa laba yang diperoleh termasuk
menutupi beban overhead korporat, sehingga mereka termotivasi untuk melakukan
perencanaan jangka panjang yang optimal, penetapan harga, bauran produk, dsb.
Pembebanan sebagaian biaya overhead korporat harus dihitung berdasarkan
anggarannya, dan bukan realisasinya, sehingga manajer pusat laba tidak akan
12
mengeluh terhadap kebijakan ini maupun kurangnya pengendalian mereka terhadap
biaya ini.
5. Laba bersih merupakan laba yang diperoleh setelah dikurangi oleh kewajiban-pajak.
Ada 2 (dua) pendapat yang menentang mengenai hal ini :
a. Laba setelah pajak merupakan suatu yang konstan terhadap laba sebelum pajak,
sehingga tidak bermanfaat jika harus memasukkan unsur pajak.
b. Manajer pusat laba tidak tepat jika harus menanggung konsekuensi keputusan yang
mempengaruhi pajak penghasilan di kantor pusat. Jika tarif pajak bervariasi antar
pusat laba, maka pusat laba dapat mempengaruhi besarnya pajak penghasilan melalui
kredit cicilan, dan keputusan membeli atau menjual peralatan serta penggunaan
standar akuntansi (SAK/GAAP) dapat membedakan laba kotor dan laba kena pajak.
Hal ini akan memotivasi para manajer pusat laba untuk meminimalkan beban pajak.
Dalam hal pendapatan, perlu dihitung berdasarkan pemilihan metode pengakuannya yang
tepat, apakah pada saat pesanan, pengiriman atau ketika uang diterima. Hal ini memerlukan
pertimbangan karena pusat laba dapat berpartisipasi mensukseskan penjualan, sehingga harus
diberi nilai tersendiri. Banyak perusahaan yang mengabaikan masalah ini karena
mengidentifikasi penciptaan pendapatan sulit dilaksanakan, dan tenaga penjual bukan hanya
bekerja untuk pusat laba, tetapi bagi kebaikan perusahaan secara keseluruhan.
Pertimbangan manajemen diperlukan karena kadangkala terdapat kebingungan dan kegagalan
dalam memisahkan kinerja manajer pada pengukuran kinerja manajer dengan pengukuran
ekonomis pusat laba. Solusinya, manajer harus diukur berdasarkan pada yang dapat mereka
kendalikan, termasuk pajak yang mereka tidak memiliki kendalinya.
Salah satu masalah yang harus diselesaikan dalam suatu perusahaan yang tediri atas
beberapa pusat laba adalah manakala terjadi penyerahan barang/jasa dari pusat laba yang
satu ke pusat laba yang lain dalam suatu perusahaan. Transfer barang/jasa tersebut perlu
dihitung nilainya dengan wajar agar tercapai keadilan dalam penghitungan laba bagi kedua
unit organisasi yang mentransfer dan menerima barang/jasa. Penetapan harga ini disebut
tranfer pricing.
Beberapa penulis menyebut transfer pricing untuk menunjukkan jumlah nilai uang
untuk setiap transfer barang/jasa dari pusat pertanggungjawaban yang satu dengan pusat
pertanggungjawaban yang lain. Penulis yang lain lebih mengkhususkan pengertian transfer
pricing sebagai penetapan nilai uang atas barang atau jasa dalam transaksi dua fihak dalam
suatu perusahaan yang paling tidak salah satunya adalah pusat laba (profit center)
13
Seperti telah disebutkan pada bagian terdahulu, masalah harga transfer timbul
manakala terjadi serah terima (transfer) barang dan/atau jasa antar pusat pertanggungjawaban.
Penetapan harga transfer menjadi sangat penting bahkan mutlak apabila salah satu atau kedua-
duanya merupakan pusat laba. Pusat pertanggungjawaban yang menyerahkan barang dan/jasa
disebut unit penjual, sedangkan pusat pertanggungjawaban yang menerima barang/jasa
disebut unit pembeli.
Sebagai ilustrasi mengenai mekanisme terjadinya harga transfer dapat dijelaskan
berdasarkan gambaran sebuah perusahaan yang memiliki beberapa unit bisnis (multi bisnis).
Misalkan perusahaan tersebut menyelenggarakan unit unit usaha yang bergerak dalam bisnis
angkutan udara, hotel, dan pertanian. Masing-masing unit bisnis dipimpin oleh seorang
manajer yang ditetapkan sebagai pusat laba.
Dimisalkan pada suatu ketika unit angkutan udara menggunakan fasilitas unit bisnis
hotel untuk menyediakan layanan penginapan bagi para penumpang karena pesawat
mengalami penundaan (delay). Peristiwa ini menimbulkan transfer jasa dari unit bisnis hotel
kepada unit bisnis angkutan udara. Unit bisnis angkutan udara telah membeli jasa layanan dari
unit bisnis hotel.
Sebaliknya bila dimisalkan untuk keperluan perjalanan dinas, para pejabat unit bisnis
hotel menggunakan layanan pesawat unit bisnis angkutan udara. Dalam hal ini, yang terjadi
adalah transfer jasa dari unit bisnis angkutan udara kepada unit bisnis hotel. Unit bisnis
angkutan udara merupakan unit penjual dan unit bisnis hotel merupakan unit pembeli.
Tidak tertutup kemungkinan, unit bisnis hotel minta dikirim barang barang hasil
pertanian dari unit bisnis pertanian. Peristiwa ini akan menimbulkan transfer barang dari unit
bisnis pertanian ke unit bisnis hotel. Unit bisnis pertanian sebagai unit penjual dan unit bisnis
hotel sebagai unit pembeli.
Tranfer barang dan jasa tersebut harus diperlakukan sebagai transaksi jual beli pada
umumnya. Artinya, transaksi antar unit bisnis tersebut harus disertai dengan penetapan harga
barang dan/atau jasa yang ditransfer (transfer pricing).
PUSAT INVESTASI
Pusat Investasi merupakan pusat pertanggungjawaban yang bertugas untuk mengatur
investasi guna mencapai laba yang seoptimal mungkin. Kewenangan Pusat Investasi adalah
menyangkut pengelolaan laba (yang terdiri atas pendapatan dan biaya) serta mengelola aset
yang dipergunakan untuk memperoleh laba. Dengan demikian, Pusat Investasi diukur
14
prestasinya berdasarkan perbandingan antara laba yang diperoleh dengan aset (investasi) yang
dipergunakan.
Tujuan pengukuran prestasi suatu pusat investasi, adalah :
1. Menyediakan informasi yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan mengenai
investasi yang digunakan oleh manajer divisi dan memotivasi mereka untuk
melakukan keputusan yang tepat.
2. Mengukur prestasi divisi sebagai kesatuan usaha yang berdiri sendiri.
3. Menyediakan alat perbandingan prestasi antar divisi untuk penentuan alokasi sumber
ekonomi.
Informasi dari Pusat Investasi dapat digunakan untuk memotivasi Manajer Divisi dalam :
1. Menghasilkan laba yang memadai dengan wewenang mengambil keputusan tentang
sumber ekonomi dan fasilitas fisik yang digunakan.
2. Mengambil keputusan untuk menambah investasi bila investasi tersebut memberikan
kembalian (return) yang memadai.
3. Mengambil keputusan untuk melepas/mengurangi investasi yang tidak memberikan
kembalian (return) yang memadai.
15
Pada Pusat Investasi (laba dibandingkan dengan aset yang digunakan untuk meraih
laba, pusat perhatian pada jenis-jenis Aset yang mungkin digunakan dalam suatu Pusat
Investasi (dinamakan sebagai basis investasi).
Tujuan pengukuran penggunaan Aset merupakan hal yang sama dengan tujuan Pusat Laba,
yaitu:
1. Untuk memberikan informasi yang berguna dalam membuat keputusan penting
mengenai aset yang digunakan dan untuk memacu para manajer untuk membuat
keputusan yang menyalurkan kepentingan perusahaan.
2. Untuk mengukur kinerja unit usaha sebagai suatu entitas usaha.
Tujuan dari menghubungkan laba dengan investasi adalah untuk memotivasi para manajer
unit usaha untuk mencapai sasaran-sasaran tertentu, di mana akan terdapat hambatan-
hambatan yang signifikan dalam membuat suatu sistem yang fokus pada aset yang digunakan
sebagai tambahan fokus pada laba.
16