com/groups/Kolektorebook/
JILID : 1 - 10
DISCLAIMER
Salam pustaka!
JILID 1
Pok memiliki sejenis ilmu golok yang sangat hebat yang disebut
sebagai Cap Peh Lo Hoan To.
Itulah kiranya, karena hal-hal tersebut diatas, dibelakang hari
Lie Kie Pok akan mengalami peristiwa yang akan menggemparkan
seluruh dunia rimba persilatan.
Pada suatu hari karena ia harus pergi ke daerah barat untuk
mengirimkan barang-barang piauw, maka iapun segera bersiap-
siap. Namun karena entah suatu sebab penyakit apa, ia tidak dapat
berjalan, sehingga terpaksa tugas itu ia wakilkan kepada puteranya
untuk melaksanakannya, sedang ia sendiri lantas memanggil tabib
untuk berobat.
Dua hari kemudian, karena Lie Kie Pok belum sembuh benar
dari penyakitnya, maka ia mengutus Beng Su Hoo seorang murid
yang paling disayang dan dipercaya untuk menyelesaikan suatu
urusan yang sangat penting.
Beng Su Hoo dalam perjalanannya pulang menyelesaikan
tugasnya, singgah disebuah rumah makan kenalannya, untuk
mengisi perut. Hampir semua orang telah mengenal adanya Beng
Su Hoo sebagai murid Song-to Lie Kie Pok yang namanya sangat
tenar dan disegani itu. Oleh karena itu, pemilik rumah makan ketika
melihat kedatangan Beng Su Hoo segera menyambutnya dengan
penuh hormat.
―Sudah lama tidak berjumpa, apakah selama ini Beng ya baik-
baik saja?‖ tanya pemilik rumah makan itu dengan roman muka
ramah. Yang kemudian disahuti oleh Beng Su Hoo dengan penuh
hormat pula.
Justru pada saat itulah seorang pemuda lain yang juga sedang
bersantap disitu, memperhatikan Beng Su Hoo dengan penuh
selidik. Ketika pemilik rumah makan itu menghampiri padanya, ia
bertanya tentang siapakah pemuda yang sangat dihormati itu.
secara begini serentak, tentu suhu akan mengetahui bahwa soal ini
berasal dari aku. Akibatnya, bukannya dia mau menjelaskan
kepadamu, akan tetapi akan gagallah segala-galanya!‖
Sambil berkata demikian Lian Bun Kauw berbisik-bisik. ―Maka
sebaiknya menurut pendapatku, yang pertama kali harus kita
lakukan ialah bersama-sama mengumpulkan uang sekedar pembeli
arak dan sayuran yang baik, yang nanti kita sediakan pada hari
ulang tahun suhu. Dan nanti, apabila suhu sudah dalam keadaan
mabuk, kita pura-pura meminta kesediaannya untuk memainkan
ilmu yang hebat itu. Kukira cara itulah satu-satunya cara yang
paling baik. Cuma toa-hia entah suka melakukannya atau tidak‖.
―Tentu saja akan kulakukan‖, sahut Beng Su Hoo tak dipikir
panjang lagi, ―Apalagi hal ini ada gunanya bagi kita bersama‖.
Setelah semupakat, maka mereka berdua lalu pergi menemui
saudara-saudara seperguruan mereka untuk merceritakan rencana
mereka itu. Ternyata kawan-kawan merekapun tidak berkeberatan
sebab kebanyakan dari merekapun ingin sekali melihat ilmu golok
yang kabarnya luar biasa itu. Mereka sama sekali tidak menduga
bahwa dibalik itu sebenarnya Lian Bun Kauw mempunyai suatu
maksud tertentu.
Demikianlah, dalam tempo setengah hari mereka telah berhasil
mengumpulkan sejumlah uang yang dimaksud. Sore itu juga
mereka lantas pergi membeli barang-barang yang diperlukan.
Cepat sekali dua haripun telah berlalu. Hari itu rumah keluarga
Lie telah ramai dengan para murid Kie Pok Bu-koan yang saat itu
sedang memeriahkan ulang tahun guru mereka. Peringatan ulang
tahun itu dirayakan secara sederhana saja, tidak menyebar surat
undangan kepada handai taulan Lie Kie Pok.
tidak wajar. Setelah ditelitinya sebentar, mata Song-to Lie Kie Pok
melihat pada bagian lambung muridnya tampak sebuah bekas
totokan. Akan tetapi ia tidak dapat menduga, orang sakti dari
manakah yang telah dapat melakukan totokan pada tai-twie-hiat
sehingga mengakibatkah keadaan demikian rupa, sebab biasanya
orang yang ditotok pada bagian lambungnya seperti itu, tidak
berakibat begitu aneh.
Tanpa terasa, hatinya tergetar Song-to Lie Kie Pok` menduga
bahwa ia telah kedatangan seseorang angkatan lama yang
berkepandaian sangat tinggi. Sungguh bermimpipun tak mungkin ia
dapat mengira bahwa yang telah melakukan perbuatan itu adalah
seorang pemuda yang empat bulan yang lalu masih menjadi salah
seorang muridnya, yang justru sekarang sedang dicari-carinya.
Keadaan Beng Su Hoo kian bertambah payah. Song-to Lie Kie
Pok segera memerintahkan beberapa orang muridnya untuk
membawa Beng Su Hoo kedalam kamarnya, untuk kemudian
dibaringkan diatas pembaringan batu.
Cepat-cepat dibukanya baju si murid yang sudah tak sadarkan
diri lagi. Dilihatnya jelas sekarang setelah beberapa saat memeriksa
dengan teliti bahwa disebelah kanan dari urat tai-twie-hiat
muridnya, terdapat sebuah totokan yang sangat kecil sekali, sebesar
tajamnya jarum. Keheranannya semakin bertambah-tambah.
Song-to Lie Kie Pok berusaha untuk mengingat-ngingat,
siapakah kiranya orang yang memiliki ilmu totokan demikian.
Dihubung-hubungkannya totokan itu dengan totokan yang pernah
disaksikannya pada dua puluh tahun yang lalu. Akirnya soal ini
terpecahkan juga, ia merasa pasti bahwa totokan itu adalah ilmu
totokan kaum Ceng Hong Pai, cuma yang terlihat olehnya sekarang
jauh lebih hebat daripada yang dulu.
****
****
JILID 2
Lie Kie Pok dibawah patung Kwan Kong dan mengeluarkan pedang
peninggalan ayahnya Ong Kiauw Lian melakukan sembahyang.
Selesai sembahyang, karena haripun sudah malam dan ia
merasa letih, maka iapun bermalam dalam kelenteng itu untuk
beristirahat.
Keesokan karinya, pada waktu bari fajar, barulah ia
melanjutkan perjalanannya. Pada waktu tengah hari maka ia telah
lewati kota Hoo-lam.
Sebelumnya, ia pernah mendapat keterangan yang mengatakan
bahwa disebelah barat kota, ada dua perampok yang bekerja tanpa
anak buah, yang terkenal dengan julukan Keng Sie Heng Tee.
Tetang hal ini ia mendengar keterangan dari susioknya.
Dan ia mengetahui pula bahwa kedua Saudara Keng itu pernah
mempunyai dendam hati terhadap Lie Kie Pok.
Tengah ia berjalan sambil mengingat-ngingat demikian, ia
melihat berkelebatnya seseorang yang wajahnya mirip dengan Lie
Kie Pok. Hati Oug Kauw Lian jadi tertarik. Karena itu, maka iapun
membayangi kepergian orang itu, yang ternyata menuju sebuah
hotel.
Pada malam harinya iapun mendatangi hotel dimana pemuda
berusia lima belas tahunan itu bermalam. Dengan mempergunakan
ginkangnya yang sangat tinggi, maka ia dapat menemukan kamar
sipemuda tanpa orang didatangi itu menyadarinya.
Ong Kiauw Lian mengadi sangat terkejut ketika ia melubangi
kertas penutup jendela dan mengintai kedalam kamar, maka ia
melihat pemuda yang diintainya itu sedang berlutut sambil
menangis tersedu-sedu, memanggil manggil nama Lie Kie Pok
dan nama Ong Kiauw Lian sendiri dengan nama yang dipakai
dalam perguruan Kie Pok Bu-koan.
―Eh. Hie Tee, sudahlah. Mari kita simpan kepala ini, jangan
sampai nanti digerayangi tikus. Kita nantikan beberapa hari disini
untuk menanti siapa sebenarnya orang yang dikatakan oleh Cin
itu...‖
―Hari itu, kalau tak salah adalah hari kelima belas sejak
keponakanku itu pulang ke gunung. Aku maki dia habis-habisan,
kucaci dan kumarahi, akan tetapi dia diam saja. Dengan tidak
dijawabnya caci makiku itu, kukira dia telah insyaf, maka akupun
tidak memarahinya lagi‖ An Hwie Cian berhenti sebentar untuk
menghapus keringat hitam dimukanya, untuk kemudian
melanjutkannya lagi.
―Akan tetapi, keesokan harinya telah datang pula seorang
sahabatku yang mengatakan bagaimana kejinya keponakanku itu
mempermainkan kepala ayahmu‖.
Tanpa terasa lagi Sin Hong telah meloncat sangat tinggi, sekira
tiga tombak, dengan isi dada seakan bergolak,
―Aku harap kau jangan berlaku demikian, tenanglah …..‖ kata-
kata ini ditujukan kepada Sin Hong, hingga dilain saat pemuda
itupun sudah kembali berdiri terpaku.
―Mendengar cerita itu, akupun menjadi gusar sekali‖ An Hwie
Cian melanjutkan ―Aku katakan kepadanya, bahwa aku seorang
kesatria! Aku caci dia habis-habisan, hingga akhirnya kuusir dia!
Pada saat itulah karena kemarahan yang tak terkendali, aku telah
melayangkan tangan mengancam dadanya……….‖
Sampai disini, An Hwie Cian mengatur napasnya kembali yang
tampak memburu. Setelah itu barulah ia melanjutkan pula.
―Namun ternyata kepandaiannya benar-benar telah berubah
sama sekali! Ilmu kepandaiannya benar-benar membuat kagum.
Aku jadi benar-benar terperanjat ketika pukulanku hampir mengenai
dadanya, tahu-tahu dia telah menghilang entah kemana. Sedang aku
kebingungan hendak memukul kemana tiba-tiba aku merasa
tubuhku menjadi lemas…….‖
Hong terasa sangat kuat sebagai tang baja, makin lama Sin
Hong merasa makin nyeri kesakitan, Akhirnya ia menjawab juga :
―Dia yang sangat kuhormati, bernama Hwie Cian, penghuni
Ceng Hong……‖
Belum selesai Sin Hong berkata, mendadak ia telah dikejutkan
oleh suara ―bruuuk‖ dan berkesiurnya angin keras, Kiranya kawan
baru itu telah jatuh pingsan, sementara lelaki tua yang mengaku
sebagai tukang koamia itu telah berkelebat pergi entah kemana.
Menyadari kawan yang jatuh pingsan itu adalah seorang
pemudi, maka Sin Hong, jadi gugup. Tanpa pedulikan kemana
perginya si tukang tenung, maka Sin Hong cepat-cepat mengambil
topi kain yang menggeletak dilantai. Setelah itu dicelupkannya
kedalam tee- ow, untuk kemudian dipergunakan untuk mengusapi
dahi si‖pemudi‖ yang berbedak arang.
Apabila telah beberapa kali mengusap maka Sin Hong
mendapat kenyataan bahwa wajah yang semula kotor kini telah
berubah menjadi sebentuk wajah yang putih mulus, dan sangat
cantik yang membuat pemuda ini terpesona, diam dengan mata tak
berkedip.
Teringatlah olehnya, betapa ketika tadi ia mencekal lengan
temannya, terasa lengan itu lembut dan hangat. Serta ini ia menjadi
malu dengan sendirinya ketika secara tak sengaja ia tadi meraba
dada temannya itu.
Tengah Sin Hong terhanyut oleh lamunannya terdengarlah
sipemudi berkata dengan suaranya yang halus, agaknya ia telah
tersadar :
―Toako, benarkah An Hwie Cian telah meninggal dunia?‖
―Hian…..‘‘ semula Sin Hong hendak memanggilnya dengan
****
JILID 3
keponakan murid sendiri, maka air mata Siu Lian mengucur deras
tak tertahan.
Mereka kedua muda mudi ini, semula adalah berdiri pada pihak
yang bermusuhan, yaitu antara Ceng Hong Pai dan Kie Pok Bu-
koan. Akan tetapi dengan adanya kematian Song-to Lie Kie Pok
maupun An Hwie Cian yang terbinasa ditangan Ong Kauw Lian,
maka kedua muda mudi ini boleh dikata telah melupakan seluruh
pertentangan lama. Mereka begitu karib seakan-akan diantara
mereka tidak pernah terdapat benih permusuhan, bahkan kini secara
diam-diam diantara mereka telah terjalin suatu benih asmara.
Setelah menempuh perjalanan kira-kira lebih seminggu, mereka
mendapatkan jalan-jalan yang tidak berlika-liku lagi, datar, tidak
terdapat batu-batuan cadas yang mengganggu bahkan jalanpun tidak
sempit lagi.
Di kanan kiri jalan tumbuh pohon-pohon besar yang rindang
daunnya. Dan ketika mereka menyelidiki mereka menjadi
kegirangan ketika mendapatkan kenyataan bahwa mereka telah
sampai pada perbatasan daerah Tibet.
Pada suatu hari tibalah mereka di sebelah barat kota Ie Pien.
Saat itu sudah mendekati hari raya Toa yang udarapun mulai panas.
Sedang mereka mencari tempat meneduh, mendadak mereka
mendengar suara gemericiknya air. Ketika mereka menemukan
sebuah kali, hingga keduanyapun jadi kegirangan.
Kali itu berair bening, bagaikan kaca! dasar kali tampak jelas
terlihat oleh mata, bahkan ikan-ikan yang berenang-renang kian
kemari, tampak menyenangkan sekali. Sedang pada kedua tebing
kali itu, tumbuhlah tumbuh-timbuhan berakar, yang akarnya
berjuraian meroyok turun, mencegah air kali.
Karena girangnya, keduanyapun mandi, menceburkan diri
kekali tanpa ingat membuka pakaiannya terlebih dahulu. Puas
Tiba-tiba dari balik sebuah pohon yang besar, tampak me lesat suatu
bayangan besar yang menyambar kearah mereka terdua.
Mereka terperanjat bukan buatan, ketika mendapat kenyataan
bahwa bayangan yang sedang menyambar itu adalah seekor
beruang.
Beruang itu besar sekali, bulu tubuhnya putih seluruhnya
bagaikan salju, hanya moncongnya belaka yang berwarna hitam.
Melihat bentuk dan buasnya binatang itu. kedua muda mudi itu
menjadi sangat cemas.
Akan tetapi Sin Hong, putera Song-to Lie Kie Pok ini, tidak
tinggal diam. Dengan mempergunakan tenaga lweekang yang telah
diperhitungkan, ia melontarkan tubuh Siu Lian kedalam sebuah gua
kecil yang terletak pada jarak beberapa tombak dari tempatnya
berdiri. Sedang ia sendiridengan mempergunakan gerak jurus It Hoo
Cong Thian, maka badannya melesat naik setinggi beberapa tombak
keatas. Ketika tubuhnya masih mengapung diudara, maka dia
menengok kebawah. Dan............ betapa terkejutnya ia demi
menyaksikan dengan nyata bahwa beruang itu tidak berjumlah
hanya seekor, akan tetapi tidak kurang dari tiga puluh ekor.
Kemudian, ketika ia menoleh kearah tempat Siu Lian,
kekagetannya makin menjadi-jadi demi melihat bahwa Siu Lian
tidak berada di tempat itu lagi.
Akan tetapi ia tidak dapat terlama-lama berpikir. Tubuhnya kini
telah melayang turun. Maka secepatnya ia telah mencabut golok.
Beruang yang pertama tadi, karena tubrukannya luput, tampak
menjadi marah. Ia mengeluarkan suara gerengan yang gemuruh,
berbareng dengan tubuhnya yang menerkam pula dengan cepat.
Kuku-kuku kaki depannya yang berbonggol-bonggol dan runcing
itu mengancam dada sipemuda.
yang lain pula, yang berbentuk seekor monyet pula akan tetapi
dalam gerakan yang merupakan sambungan dari pada gerakan
dalam ukiran monyet yang pertama.
Karena penemuan yang kedua inilah maka Sin Hong menduga
pasti banyak ukiran-ukiran semacam itu terdapat disitu. Dengan
segera iapun lantas membersihkan bagian dinding yang lain, yang
ternyata dugaan itu benar belaka. Pada tempat yang lain terdapat
juga lukisan yang serupa akan tetapi yang gerakan monyet itu
merupakan saling hubungan dengan gerak-gerak ukiran satu dengan
yang lain.
Kiranya, memang kepergian Lie Sin Hong menuju tanah barat
ini adalah untuk mencari guru silat yarg pandai. Guru yang pandai
itu belum ditemukannya, akan tetapi ia mendapatkan kenyataan
bahwa ukiran-ukiran sekian banyak itupun merupakan pelajaran
ilmu silat yang aneh dan luar biasa. Demikianlah, maka tanpa pikir
lagi, iapun segera meniru dan melakukan setiap gerakan
menurutkan petunjuk dalam lukisan-lukisan monyet tersebut.
Tak dapat dilukiskan betapa girargnya Sin Hong, ketika
mendapat kenyataan bahwa ilmu pukulan yang diperoleh dari
lukisan-lukisan itu ternyata sangat luar biasa. Setiap gerakan yang
berubah-ubah menyesatkan ternyata banyak sekati cabang-
cabangnya yang indah dan aneh, hingga setelah dia merasa yakin
dan menghafal benar setiap jurus itu, ia yakin bahwa gerakan-
gerakan itu jauh lebih tinggi daripada Cap Peh Lo Hoan Kun.
Pertama-tama yang terasa olehnya setelah melatih gerakan-
gerakan itu ialah tubuhnya terasa semakin enteng.
Begitulah Sin Hong melatih diri dengan tekun hingga tanpa
terasa hari telah berganti. Barulah setelah tubuhnya terasa sangat
letih, Sin Hong lantas istirahat.
Akan tetapi justru saat itulah, ia teringat pada Siu Lian. Sin
Hong jadi terkejut, terus melompat keluar rumah. Matahari telah
naik tinggi, dan Sin Hong berterial-teriak memanggil: ―Siu Lian!
Siu Lian!‖
Seperti juga kemarin, maka panggilan Sin Hong tidak mendapat
jawaban, tinggal suara sendiri yang melenyap ditelan oleh luasnya
alam pegunungan.
Akhirnya karena bosan dan hampir putus asa maka Sin Hong
kembali untuk memasuki gua. Hingga akhirnya ia tersadar akan
adanya bahaya mengancam. Dari arah semak-semak sebelah kiri,
tampak melesat sebentuk senjata, berwarna kuning berkilauan. Dan
pada saat yang bersamaan itu pula dari arah sebelah kanan terasa
kesiur angin tajam datang menyambar.
Benar-benar saat itu Sin Hong berada dalam bahaya yang
menjepit. Tak mungkin lagi ia berkelit, sebab sisi kanan kirinya
telah terkurung. Maka dalam gentingnya ancaman itu Sin Hong
cepat-cepat menotolkan kakinya ketanah, selanjutnya tubuhnya
mengapung keudara. Goloknya telah terpegang ditangan, dan begitu
tubuhnya meluncur turun, diputarnya senjata itu untuk melindungi
diri.
Baru saja sipemuda meletakkan kakinya di tanah, mendadak
lima bayangan manusia telah menerjang tiba. Tiga orang dari
sebelah kiri, sedang dua orang lagi yang menyerang dari sebelah
kanan adalah suami isteri setengah tua yang pernah ditemui di
rumah makan di Shoatang.
Isteri setengah tua itu berkata menbentak : ―Penculik kecil!
Serahkan sumoaiku !‖
Sin Hong menangkis serangan suami isteri itu, seraya berseru :
****
JILID 4
pian (pian emas) Kian Bian Eng dari Tin pa. Mereka adalah ahli-
ahli kangouw yang usianya sudah hampir mencapai limapuluhan.
Sedang kepandaiannyapun sudah boleh dikatakan tinggi.
Keempat orarg ini setelah mengucapkan selamat berpisah,
segera mengambil jurusannya masing-masing, meninggalkan
tempat itu.
―Lo jin-kee, untuk urusan apakah sehingga kau bertempur
melawan si manusia kate tadi !‖ tanya Sin Hong yang jadi
bersimpati kepada orang asing berpedang bengkok itu. ―Apakah
yang dimaksudkan dengan lukisan-lukisan itu?‖
―Sin Hong‖ jawab Balghangadar yang langsung menyebut
nama pemuda itu. ―Disini bukanlah tempat yang baik untuk
berbicara. Apakah kau mempunyai rumah disekitar ini, atau barang
kali kau hanya seorang pelancong saja?‖
Sio Hong menggelengkan kepalanya.
―Aku tidak mempunyai rumah disekitar ini juga bukanlah
seorang pelancong.‖
―Habis, mengapa kau berada ditempat ini?‖ Balghangadar
berkata memotong, yang menjadi heran karenanya.
―Aku datang kemari bukan hanya sendirian tetapi berdua‖.
―Berdua? Ditama dia sekarang yang seorang lagi?‖
―Dia hilang entah kemana‖ sahut Sin Hong sambil
menundukkan kepalanya ―Dua hari yang lalu aku berdua menaiki
pegunungan ini. Tiba-tiba kami disergap oleh segerombolan
beruang. Seorang diri setelah aku berhasil menyingkirkan seorang
temanku itu, aku bersihkan binatang-binatang pegunungan itu,
kecuali beberapa ekor yang melarikan diri. Segera akupun
menghampiri gua di mana temanku tadi kusingkirkan, tetapi
atau ilmu menotok jalan darah sepuluh jari, sedangkan ilmu itu
tidak sembarang orang dapat meyakinkan……‖
Ban Liep diam, berpikir.
―Baik, terima kasih banyak atas petunjukmu. Aku akan
kirimkan dia pada orang-orang tua itu untuk belajar lebih jauh.‖
katanya. ―Sebab kalau dia tetap ikut aku, dia takkan mendapat
kemajuan.‖
―Kau pandai merendahkan diri‖, kata Balghangadar sambil
tertawa. Ban Liep pun ikut tertawa pula, Ia menyuruh anaknya
duduk bersama.
―Lip-heng‖, tiba-tiba Balghangadar memulai pembicaraannya
yang terhenti. ―Kuharap kerelaanmu menceritakan sebab musabnya
hingga terjadinya pertikaian mengenai perebutan tempat rahasia itu,
yang sampai-sampai para locianpwe ikut turun tangan.‖
―Hmm, apakah hal itu Balgha loosu belum mengetahuinya?‖
kata Ban Liep seraya meneguk arak.
―Tahu sih tahu, akan tetapi aku baru tahu sekedar kulitnya
saja‖, Balghangadar menjelaskan.
Sementara itu, Hong Gan telah menyuruh para pembantu
menukar hidangan yang sudah mulai dingin itu dengan hidangan-
hidangan yang masih hangat.
―Sebagaimana loosu yang tentunya juga sudah mengetahui‖,
demikianlah Ban Liep yang memulai ceritanya.
―Pada kira-kira dua puluh tahun yang lalu, dunia kang ouw
telah digemparkan oleh adanya sebilah pedang yang ditinggalkan
oleh seorang cianpwe yang kepandaiannya tidak duanya dikolong
langit ini. Ketika itu banyak sekali orang-orang gagah yang
mempertaruhkan jiwanya untuk memperebutkan pedang
****
Justeru pada saat itu kira-kira dua atau tiga keping potongan kayu
sedang meluncur turun dari puncak pohon. Cepat sekali, serta
mantap tidak melayang, keping-keping kayu itu dalam sekejap saja
telah berada kira-kira dua tombak diatas kepalanya.
Namun kali ini Sin Hong melihat datangnya ―serangan‖ itu. Ia
telah siap sedia, maka dengan mudah saja dapat menghindari
sehingga kepingan kayu itu meluncur lewat disisi tubuhnya,
menghajar tanah.
Hebst sekali tenaga hantaman kayu itu kira-kira delapan atau
sembilan bagiannya ambles kedalam tanah.
Sin Hong bingung. Apakah diatas pohon itu bersembunyi
seorang musuh gelap? Dengan segera Sin Homg menggunakan ilmu
cecak, merayap keatas memanjat pohon itu.
Sebentar saja Sin Hong telah mencapai puncak. Karena kuatir
dirinya akan dibokong orang maka ia menghunus pedangnya untuk
menjaga diri.
Demikianlah dengan pedang terhunus Sin Hong mencaci maki.
Namun ia tidak memperoleh jawaban. Ketika ia menengok kesisi
kanannya ia melihat pada sebuah dahan pohon yang besarnya
sepelukan anak-anak, terdapat duri-duri yang jumlahnya sangat
banyak sekali. Bentuknya serupa benar dengan tiga keping kayu
yang tadi menyerang kearahnya, panjang serta tumpulnya.
Segera ia mendekati dan mencabut dua tiga diantaranya. Ia
mendapat kenyataan kalau selain batang kecil itu timbul serta
mantap ternyata juga duri-duri itu mempunyai bentuk sebagai
senjata rahasia yang biasa dipakai oleh ahli-ahli silat.
Tepat disaat Sin Hong sedang menimang-nimang duri-duri
pohon itu, diatas kepalanya tampak beberapa ekor burung pemakan
bingkai terbang melintas mengepak-ngepakkan sayapnya.
suatu apa tanda bahwa tidak ada seorangpun, orang lain yang
pernah tiba ditempat itu.
Esoknya. ia menggali lubang , lalu menanamkan baju tebal
yang membuat ia ingin meratap itu didasar gua.
―Lian-jie‖, demikianlah Sin Hong berkemak kemik sendirian.
―Ternyata kau berumur pendek. Setelah ayahmu dibinasakan oleh
muridnya sendiri, ternyata kau sebelum sempat menunaikan
tugasmu telah ditimpa oleh kejadian begini, mungkin kau telah
menjadi korban binatang-binatang keparat. Akan tetapi kau yang
didalam baka, kuharap beelega hati. Aku Sin Hongmu pasti akan
mewakilkan kau untuk membalaskan sakit hatimu, ―Tunggulah aku
akan menghabiskan semua beruang-beruang yang berada ditanah
pegunungan ini. Lian jie, legakanlah batimu...........‖
Setelah itu tanpa terasa pula Sin Hong menangis tersedu-sedu
Berjam-jam ia menangis tanpa seorangpun yang menghiburnya.
Hingga setelah hari sudah tidk pagi lagi, barulah ia puas dan
berhenti menangis.
Dan siang itu juga, kembali ia mengelilingi guuuag Than-ala-
san. Hanya sekali ini ia bukannya mencari Siu Lian melainkan
hampir seluruh beruang yang berada didaerah sekitar itu
dibunuhnya.
Untuk keperluan melampiaskan dendamnya ini Sin Hong telah
menghabiskan waktu tiga hari tiga malam. Barulah pada hari-hari
berikutnya ia kembali keguanya.
Enam bulan kemudian, ia hampir telah membersihkan seluruh
ukiran-ukiran yang banyak memenuhi ruangan dalam gua itu.
Namun ketika ia hendak mempelajarinya, ia menjadi bingung,
karena tak tahu harus dari sebelah mana ia memulai.
yang luar biasa tajamnya. Seluruh bagian kepala burung hong itu
berwarna hitam kelam. Kotor dan berlumut, Tapi bila ia mengerik
lumut itu dapatlah sepotong benda mengkilap……. emas!
―Pantas begini berat‖, pikir Sin Hong.
Didepan mulut gua, Sin Hong berdiri termangu. Ia tidak berani
lancang memasuki gua itu, tetapi melongokkan kepalanya. Terlihat
kabut, hingga tidak terlihat tegas apa yang berada dalam gua itu,
Diam-diam hatinya tercekat. Ia yakin bahwa gua itu pasti dalam
sekali, Dan terpikir olehnya apakah tubuhnya dapat masuk ke
dalamnya atau tidak.
Sin Hong pantang menyerah, Ia Bungkus tangannya lalu
dimasukannya kedalam gua. Ia menduga tentu didalam terdapat
benda-benda rahasia yang terbentuk kepala burung hong itu. Dan
ternyata benar, ia berhasil mencabut dengan tanagannya dan
terbawa olehnya enam belas biji. Diulurkannya tangannya lebih
dalam, hingga hidungnya merapat mulut mulut gua, akan tetapi ia
tidak meraba lain benda, maka iapun berhasil meraba-raba,
―Heran !‖ pikirnya, ―Mungkinkah ditempat yang lebih dalam
terdapat pula benda-benda macam lainnya?‖
Akhirnya ia mengambil keputusan untuk memasuki gua itu.
Iapun membuat sebuah obor dari tumbuhan kering. Apabila api
telah berkobar pertama kali disodorkannya obor itu kedalam gua.
Ternyata ia tidak padam, dan membuat hati Sin Hong kegirangan.
Dengan hati-hati ia segera merayap masuk.
Untuk menjaga segala kemungkinan, maka obor dipegang di
tangan kiri, tangan kanannya menghunus pedang, Dengan cara
merayap, perlahan-lahan ia memasuki dalam gua.
Kira-kira telah mencapai jarak sepuluh tombak lebih maka gua
yang berbentuk mirip terowoagan itu mulai mendaki. Ia maju terus
ini. Hari ini ingin teecu mengubur jenasah taihiap, harap selanjutnya
taihiap dapatlah beristirahat dengan tenang.
Baru selesai Sin Hong membisikkan kata-kata itu, dari luar gua
tiba-tiba menghembus angin dingin, yang agaknya bertiup dari
dalam jurang.
Angin dingin itu begitu derasnya, hingga membuat Sin Hong
bergidig, bulu kuduknya berdiri. Sin Hong mulai menggali tanah
kubur pada lantai kamar batu. Tanah disitu ternyata tidak keras,
begitu ia menggali dengan pedangnya, maka tidak lama kemudian
kuburan itupun telah hampir dapat diselesaikan.
Tiba-tiba ia sedang menggali terasa pedangnya membentur
suatu benda yang keras hingga terbit suara yang membeletuk.
Segera Sin Hong mengambil obornya untuk menyuluhi dekat-dekat.
Segera terlihat olehnya bahwa benda berat itu kiranya adalah
selembar lempeng tembaga. Setelah menggalinya sejenak, maka
lempeng itu dapat diangkatnya.
Dibawah lembaran itu terdapat sebuah peti besi, yang besarnya
kira-kira tiga kaki persegi. Tak perlu banyak pikir lagi, maka Sin
Hong mengangkat keluar peti besi itu, yang tingginya kira-kira satu
setengah kaki. Peti ini tidak terlalu berat, agaknya isinyapun tidak
terlalu banyak.
Dengan susah payah akhirnya Sin Hong dapat membuka tutup
peti itu. Ternyata ruangan dalam peti itu dangkal saja, tak sampai
setengah kaki tingginya Sedang di tengah-tengahnya berlubang
sedalam kira-kira seperempat kaki. Sin Hong heran melihat bentuk-
bentuk yang aneh ini.
―Peti besar dan tinggi, mengapa dalamnya begini dangkal?‖
tanyanya dalam hati.
****
JILID 5
Pencipta partai itu adalah Sin Hong Cu Kek Beng. Yang kini berarti
adalah terhitung Secouw dari Sin Hong !
Tiba disitu. Sin Hong lantas membuka peti, dengan sedikit
menggeser kuping peti, maka tutup peti itu menjeblak dengan
sendirinya, Didalam peti itu, terdapat dua buah kitab, dan selembar
surat. Dengan hati girang Sin Hong membaca surat yang berisi
petunjuk itu.
Dihaturkan kepada yang berjodoh. Cuci tanganmu setiap
selesai membacanya. Janjan uarkan peristiwa ini kepada
siapa juga.
Sehabis membaca, tanpa terasa Sin Hong menghela napas,
―Sungguh luar biasa hati-hati, dan pemikirannya begitu
mendalam, Cianpwe yang luar biasa ini !‖ katanya dalam hati,
memuji. ―Agaknya ia kuatir kitab-kitab ini terjatuh ketangan orang
jahat‖.
Selanjutnya Sin Hongpun mengambil kedua kitab itu, sebuah
kitab yang satu adalah kitab bernama ―SIN HONG IWEEKANG‖,
sedangkan buku yang satu lagi, yang satu setengah lebih tebal
bertuliskan ―PEMECAHAN LUKISAN‖.
Dengan kalimat pemecahan itu tentu dimaksudkan petunjuk
yang berhubungan dengan gambar-gambar yang terukir pada
dinding gua.
Sin Hong mencoba membalik-balikan halaman buku yang
pertama. Dari dalamnya dilihat tulisan denga huruf yang kecil-kecil,
beserta beberapa gambar jalan darah manusia. Sejumlah gambar
menjelaskan tenteng cara orang berlatih napas
―Tidak salah tentu inilah pelajaran tentang melatih lweekang‖,
kata Sm Hong dalam hati. Gambar-gambar itu demikian jelasnya
dan terperinci dengan lengkap sehingga terasa mengagumkan benar.
Pada kitab yang kedua, tidak terdapat gambar! akan tetapi jelas
disitu diterangkan mengenai cara-caranya mempelajari lukisan
lukisan-lukisan.
Setelah itu, maka Sin Hong mencuci tangan. Kemudian ia
mengatur tempat sembahyang, lalu dengan menggunakan segulung
tanah, Sia Hong melakukan sembahyang dan bersumpah bahwa ia
mengakui Tek Kwee Kiesu sebagai gurunya.
Kini ia merasa yakin dan pasti, kalau yang dimaksud oleh Bian
Liep sebagai tempat luar biasa, tidak lain adalah gua yang kini telah
menjadi ―gurunya‖.
Diam-diam Sin Hong mengucapkan syukur kepada Tuhan yang
Mahi Pengasih, dan almarhum ayahnya yang telah memberikan
jalan kepadanya.
Pada keesokan harinya, ia telah mulai membuka halaman
pertama dari kitab yang kedua itu Sin Hong menjadi terkejut, demi
membaca pada halaman itu yang berisikan beberapa pantangan,
antaranya : Dilarang sembarangan melukai orang kecuali kepada
seseorang yang tertentu. Dilarang menyiarkan berita tentang adanya
peninggalan itu.
Sin Hong berjanji dalam hati, bahwa ia akan memenuhi
pantangan-pantangan itu. Pada halaman berikutnya, Sin Hong
mendapatkan bagian-bagian dimana disitu dijelaskan cara
mempelajari lukisan monyet yang ternyata adalah pelajaran
gabungan dari berbagai cabang.
Diantaranya ada juga dari Siauw-lim-pai, sehingga membuat
pemuda itu semakin bersemangat untuk mempelajarinya. Sejak saat
itu serta hari-hari berikutnya Sin Hong giat melatih diri, menirukan
semua gerak-gerakan yang terlukis pada dinding gua dengan
mengikuti petunjuk kitab ―pemecahan lukisan‖ sebagai pedoman.
Kiranya Sin Hong adalah seorang pemuda yang berbakat, ulet dan
rajin, hingga beberapa tahun telah dilalui tanpa terasa.
Tanpa terasa lima tahun sudah Sin Hong berdiam didalam gua
itu. Kini ia telah berusia dua puluh tahun dan ilmu kepandaiannya
sudah boleh dikata cukup hebat.
Dengan kecerdasan otaknya, ilmu silat yang cukup tinggi yang
telah dimiliki sebelumnya, digabungkannya dengan ilmu silat Sin
Hong itu. Tetapi akibat dari bersunyi diri didalam gua itu hingga
bertahun-tahun, maka mengenai perubahan dunia kang-ouw ia tidak
mengetahui sama sekali.
Saat ini, semula Sin Hong bermaksud untuk turun kedunia
ramai. Akan tetapi karena kuatir ilmu kepandaiannya belum
mencukupi, maka pemuda itu mengurungkan maksudnya, kembali
berlatih dengan tekun.
Sampai saat itu, kalangan kang-ouw sama sekali tidak
mengetahui bahwa tempat rahasia yang menjadi biang sengketa
pada mereka, sebenarnya telah didapatkan oleh seorang pemuda
yang bernama Lie Sin Hong.
Pada suatu malam, setahun sesudah pada awal musim semi
sebagaimana biasa, sehabis berlatih Sin Hong lantas makan. Lalu ia
duduk-duduk didepan perapian. Sambil iseng, Sin Hong membaca
kitab latihan lweekang. Satu jam kemudian, sedang ia bermaksud
untuk mematikan api dan membaringkan badan, mendadak
telinganya mendengar suatu benda yang melayang jatuh dari jarak
beberapa puluh tombak. Sin Hong keluar untuk memeriksanya,
akan tetapi ia tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan.
Akhirnya ia kembali untuk tidur.
Kira-kira tengah malam, ia terjaga dengan terkejut ia merasa
pasti bahwa diluar gua tentu ada sedikitnya dua orang asing yang
sedang mendatangi. Ia lantas bangkit dan duduk untuk memasang
payah mencari benda ini. Kita akan menjadi orang paling liehay
dikolong langit ini, ha, hahaha‖
Segera pendeta itu membuka halaman-halaman kitab dan
melihat huruf-huruf kecil yang tertulis disitu. Karena girangnya, ia
tertawa-tawa sambil tak henti-hentinya menggaruk-garuk kepalanya
yang tidak gatal
―Sampai mati juga kalian tidak akan dapat memecahkannya
tanpa mengetahui tempat tempat lukisan-lukisannya‖, kata Sin
Hong dalam hati.
Mendadak salah seorang yang mukanya pucat kering itu
berseru, seraya menunjuk kearah Sin Hong ―Hei, hendak lari?‖
Sin Hong terperanjat bukan main. Ia menduga bahwa orang
mengetahui akal muslihatnya, si pendeta yang pundaknya telah
terluka itu terkejut, dan menoleh dengan segera.
Tiba-tiba si muka pucat kering itu menggerakan tangannya,
dalam waktu yang tak ada sedetik itu juga, sebatang pisau kecil
telah ditancapkan dipunggung pendeta itu.
Hebat sekali menancapnya pisau itu, hingga tembus sebatas
gagangnya. Kedua laki-laki bermuka pucat kering itu lantas
melompat minggir menjauhi sipendeta seraya menghunus senjata,
sedangkan pendeta itu alisnya meringis bengis dan memperdengar-
kan suara tawa yang dingin.
―Kita bertiga adalah saudara seperguruan yang telah berjerih
payah mencari benda ini hingga duapuluh tahun. Sekarang setelah
kita berhasil, kalian berdua saudara bermaksud hendak
mengangkangi sendiri, bahkan turun tangan jahat terhadapku,
hahaha ……‖ Itulah suara tawa bercampur teguran yang terdengar
dingin menegakkan bulu roma.
tanpa gambar itu. Akan tetapi kali ini ia teringat akan ukiran-ukiran
yang terdapat pada tembok kamar Tek Kwee Kiesu gurunya. Sin
Hong ingat bahwa pada ukiran-ukiran itu jelas tergambar urat-urat
tubuh manusia. Bukankah ada huhungannya dengan pelajaran yang
sekarang ini?
Terpikir yang demikian, maka tanpa membuang waktu lagi Sin
Hong pergi mendapatkan kamar gurunya. Dengan tidak menemukan
kesulitan suatu apa-apa, Sin Hong dapat tiba disana. Dan apa yang
dicarinya itu ternyata benar belaka. Semua ukiran- ukiran itu
ternyata memang membantu penjelasan pelajaran lweekang
baginya. Maka tidak terkatakan betapa girang pemuda ini.
Dengan tidak membuang waktu pula, Sin Hong lantas
melakukan latihan-latihan berdasarkan petunjuk kitab Sin Hong Iwe
Kang dan dibantu oleh ukiran-ukiran dikamar gurunya itu. Ia tahu
cara mengatur pernapasan secara sempurna serta tahu pula urat-urat
tubuh yang mana yang harus dibuka.
Berhasil dengan latihan-latihannya ini, maka Sin Hong
mengucapkan terima kasih dan menyoja tiga kali didepan makam
gurunya.
Ketika ia hendak meninggalkan kamar itu, tiba-tiba matanya
tertarik pada pedang aneh yang menggeletak dipinggir kuburan,
yang tadinya sama sekali tidak menarik perhatiannya. Ia teringat
akan pedang pusaka yang katanya adalah peninggalan dari leluhur
gurunya.
Pedang itu agak melengkung bagaikan ular naga yang melilit
diri, ekornya merupakan gagang, sedangkan ujungnya yang tajam
berbentuk paruh burung hong. Patuk itu dapat dipakai menikam
akan tetapi juga menggaet senjata lawan. Sedangkan pada
gagangnya terdapat tiga buah huruf yang terukir, ―Hon-po-kiam,‖
berbentuk kaos, akan tetapi bahannya jauh lebih halus. Apabila Sin
Hong mempethatikan lebih jauh, kiranya pada kaos pelapis itu
terdapat tulisan ―KAOS PELINDUNG JIWA‖.
Segera, tanpa ayal lagi, dikenakannya kaos itu. Untuk
membuka lapisannya, ia mempergunakan sebuah pisau, Ketika
dikorek, maka ia menemukan sehelai kertas yang terdapat disitu.
Selembar kertas yang ternyata berisikan gambar-gambar.
Gambar-gambar ilmu pukulan dan ilmu pedang. Hingga akhirnya
Sin Hong sadar bahwa gambar-gambar itu adalah petunjuk penting
untuk kitab Sin Hong Iwee Kang pada halaman-halaman yang
akhir, dimana ia mendapat kesulitan untuk mempelajarinya.
Dengan ditemukannya gambar-gambar itu, maka kegembiraan
Sin Hong sungguh tak terlukiskan. Berarti ia dapat sudah melatih
diri dengan seluruh ilmu yang terdapat dalam kedua kitab itu.
Karena penemuan ini, maka Sin Hong mengundurkan waktu
keberangkatannya selama beberapa hari untuk melatih diri lebih
lanjut. Seluruh latihan yang semula samar-samar kini telah dapat
dilatihnya dengan baik.
Selanjutnya, setelah merasa telah siap semuanya, maka Sin
Hong menyiapkan buntalan untuk berangkat turun gunung. Setelah
berlutut dan paikui dihadapan makam Tek Kwee Kiesu, serta
memberikan salam terakhir pada makam Siu Lian, maka sambil
menggendong Hong-po-kiam, ia mulai dengan perjalanannya.
Tidak lupa, ia menutup mulut gua dengan batu besar, agar
jangan sampai ada orang lain yang dapat menemukan tempat itu.
Hari inilah, hari yang pertama kali bagi Sin Hong mulai turun
gunung sejak sepuluh tahun yang lalu ia mengasingkan diri.
Maka tidaklah mengherankan apabila sekarang Sin Hong
melihat segala sesuatu yang tampak olehnya seperti asing baginya.
itu menjelaskan. ―Dia dibawa lari oleh Liu siauwji, ketika iblis
kejam itu sedang mengamuk…….‖
―Syukurlah kalau begitu‖, kata Sin Hong. ―Jikalau begitu
halnya berarti keturunan Oei tidak tumpas sama sekali‖ pikirnya.
―Hanya entah kemana dibawanya puteri itu pergi. Tuan muda,
apabila dibelakang hari kau menjumpainya harap tolong kirimkan
kabar……‖
Sin Hong menyangupi. Selanjutnya karena ia pikir sudah tak
ada pula manfaatnya untuk berlama-lama disitu, maka Sin Hong
lantas mengambil hio untuk melakukan sembahyang didepan meja
aku paman dan keponakan keluarga itu, barulah ia meminta diri
untuk melanjutkan perjalanan.
Papa hari kelima dalam perjalanannya itu Sin Hong tiba pada
sebuah dusun yang ramai, yang terkenal dengan araknya yang
harum yaitu dusun Kang-po. Disitu Sin Hong dapat memperoleh
seekor kuda.
Sebelum melanjutkan perjalanan pemuda itu bermaksud untuk
masuk kedalam sebuah warung depan minum arak, barang beberepa
teguk. Didepan rumah makan itu Sin Hong tertarik pada seekor
kuda berwarna merah mulus yang tertambat.
Ketika sedang meneliti kuda itu, mendadak perhatiannya
tertarik pada sebuah tanda rahasia yang terlekat dipojokan tembok,
Sin Hong tahu bahwa tanda dari orang kalangan kangouw. karena
bukannya ia pernah menjadi seorang piauwsu? Tanda-tanda
semacam itu memang sering ia dapati dalam pekerjaannya itu.
Dengan tenang Sin Hong memasuki sebuah rumah makan.
Dilihatnya didalam ruargan itu, seorang pemuda yang berpakaian
sangat perlente sedang duduk-duduk minum seorang diri. Apabila
****
JILID 6
15
"Baik!! baik! Aku Loo Kek Sie hari ini mengaku kalah
terhadapmu.
Akan tetapi agar jangan sampai penasaran, harap kau suka
memperkenalkan nama siecu, kalau sempat pinto mengharap siecu
menyambangi gubugku orang tua!‖ kata si Tosu.
"Tentu! Tentu! Saudaraku tentu bersedia pergi ketempatmu di
kota sebelah timur!" Giok Hwat Kong menyelak bicara dengan
suara yang menunjukkan seolah-olah ia telah kenal baik dengan Sin
Hong Sehiagga karena kuatir menyinggung perasaan orang, Sin
Hong lekas memperkenalkan namanya, dan menyanggupi tempat
tinggal Tosu itu.
"Ha, apa kataku? Saudaraku adalah orang laki-laki sejati. Dia
pasti menepati janjinyal" kata Giok Hwat Kong pula.
―Sekarang kau boleh pergil Ha ha ha ...!" Kara Giok Hwat
Kong pula mengejek kearah si Tosu sehingga si Tosu, Kek Sia
Tojin.
―Hari ini dengan memandang kawanmu itu aku melepas tubuh
busukmu, tetapi jika dalam waktu lima hari kau tidak melepaskan
lima belas batang emas milikku, maka jangankan kau hanya
ditempat seorang tuan muda itu saja, sepuluh kali lipat dari itupun
aku tak akan mengampunimu!‖
Selarijutnya tanpa menunggu jawaban Tosu itu telah
membalikkan tubuh dan mengajak teman-temannya untuk
meringgaikan rumah makan itu.
―Ha ha hat" Si pemuda tatupak Giok Hwat Kong mengejek.
Memang barang-barangmu itu ada padaku, dan nanti lima hari lagi
aku bersama kawanku pasti menyambangi gubugmu untuk
sepuluh hari yang lalu, ketika hendak memasuki kota ini, kira-kira
empat puluh lie dari pintu selatan, aku berpapasan dengan
segerombolan begal yang anggotanya terdiri dari orang-orang lihay
tengah mengerubuti seorang saudagar yang tidak berdaya sama
sekali dan memperoleh lima belas potong emas dari hasil
perbuatannya itu.
Rombongan begal itu dipimpin oleh dua orang Tosu. Yang
seorang adalah Kek Sie Tojin, yang seorang lagi justeru lebih lihai
dari tosu yang pertama. Kulihat tosu itu mematah-matahkan sebuah
golok besar dengan tangannya sehingga aku membatalkan diri
untuk membantu saudagar itu.
Maka selanjutnya aku membayangi gerombolan begal itu dari
jarak kira-kira dua puluh tombak tanpa mereka menyadari karena
ternyata ilmu ginkangku jauh lebih baik dari mereka.. aku jadi heran
ketika mereka memasuki kota Kang Po ini. masakan berani kaum
begal mencari tempat beristirahat di dalam kota yang cukup ramai
dan ada hukum negara. Didalam kota aku terus membayangi
mereka hingga kuketahui mereka menuju ke utara. Ternyata mereka
adalah orang-orang dari partai Pek Hie Pai atau Partai Alis Putih
yang dimimpin oleh lima orang ketua tosu itu.
Setelah menyelidiki, malamnya dengan menggunakan Ya Heng
Ie (pakaian gelap dengan kain penutup muka, aku pergi menyatroni
rumah perkumpulan itu. kebetulan waktu itu mereka sedang
berpesta. Mungkin merayakan keberhasilan mereka memperoleh
barang rampasan yang agaknya tidak kurang dari tiga puluh ribu
tahil. Mereka berpesta makan dan minum sepuasnya, sehingga
dengan mudah aku dapat memasuki tempat mereka serta mengambil
kembali lima belas potong emas yang berharga tidak kurang dari
tiga puluh ribu tahil itu.
Waktu dalam usahaku untuk meninggalkan perkumpulan aku
kepergok oleh Kek Sie Tojin yang segera setelah melihat aku
te!ah kujelaskan bahwa aku memiliki lima betas potoog emas. Tak
mungkin aku membawa barang-barang itu ketota?"
Mendengar keterangan yang demikian Sin Hong manggut-
manggutkan kepala, Ia menyadari pula mengapa temannya tidak
suka menginap didalam kota. Maka selanjatnya Sin Hong tidak
bertanya-tanya lagi, hanya mengikuti terus perjalanan temannya
yang mengambil lurus kearah Barat.
Ketika itu rembulan yang teraag sedang berada ditengah-tengah
cakrawala. Sinarnya yang keemasan membasahi padang rumput
sebingga tampak sinar-sinat lembut berkilauan yang terhampar
disepanjang jalan.
Sin Hong yang bermata jeli segera dapat melihat dtantara
gundukan bukit-bukit kecil, terdapat tiga buah bukiit yang bentuk
dan letaknya lain sekali dengan bukit-bukit lainnya. Dibawah
pantulan sinar bulan, tiga bukit yang tampaknya aneh itu
menimbulkan kecurigaan pada Sin Hong. Segera ia mengnampiri
sekompulan benda-benda yang menimbulkan kecurigaannya yang
ternyata adalah turnpukan tengkorak wanusta.
―Ternyata didaerab ini baayak sekali begal-begal kejam." kata
Sin Hong menggerutu sendirian. ―Eh, sauwte apakah artinya ini?
Kemari cepat!"
Hwat Kong yang mendengar suara orang memanggil gugup,
segera menghampiri.
―Lihatlah!,‖ kata Sin Hong pulaseraya menunjuk ke sebuah
tengkorak. Hwat Kong pun tidak kurang kekagetannya. Pada
tengkorak itu terdapat lubang kuping, hidung dan mata yang lebih
besar dari ukuran manusia biasa. Tampaknya bekas dilubangi
dengan paksa dengan mempergunakan jari tangan, bukan bekas
senjata tajam ataupun pedang.
****
pelukan seekor biruang yang memiliki tenaga sepuluh kali tipat dari
tenaga laki-laki. Akhirrya kehabisan tenaga dan jatuh pingsan.
Tidak tahu ia berapa lama tak sadarkan diri. Ketika terjaga
dilihatnya hari telah malam disekelilingnya terdapat banyak sekali
pepobonan dan batu-batu kecil yang berserakan tidak teratur
letakanya. Dengan pertolongan sinar rembulan Siu Lian melihat
bahwa bajunya penub bernoda-noda darah. Dan melihat itu, maka
terasa tubuhnya sakit-sakit. Ruparya karena gadis itu meronta-ronta
tadi maka beruang memangnya binatang hutan mempererat
pelukannya dengan cakar, sehingga menimbulkan banyak luka-luka
sigadis.
Siu Lian mencoba untuk bangun berdiri.
Tetapi ia menjadi sangat terkejut ketika dirasakan seluruh
tubuhnya menjadi lemas tak bertenaga. Keterkejutannya makin
menghebat, demi ketika ia memandang ke muka, dan terlihat
olehnya sesuatu yang membuatnya hampir pingsan kembali.
Pada jarak dua puluh tindak didepannya terlihat oehnya dua
ekor beruang lain warna, seekor berwarna hitam dan yang seekor
putih sedang bergumul bertarung dengan hebat.
Ketika tadi beruang hitam sedang melarikan si gadis dan
melintas tempat ini, maka tiba-tiba didepannya menghadang
beruang lain yang seluruh tubuhnya berwarna putih seperti kapas.
Beruang ini hendak merampas Siu Lian dari pelukan si beruang
hitam sehingga akhirnya terjadilah pertarungan seru diantara
mereka.
Mereka hampir sama kuatnya. Bergantian saling banting,
terkam dan dorong. Suatu saat ketika si hitam lengah maka si putih
langsung menangkap dan membantingnya dengan keras ke atas
tanah. Beruang hitam memekik kesakitan. Sambil meraung murka,
beruang itu melompat berdiri untuk siap siaga. Akan tetapi sayang,
Sin Hong sehingga pemuda ini menduga bahwa Siu Lian telah
binasa menjadi korban beruang.
Sebenarnya bukanlah hal yang dibuat-buat apabila Gouw Bian
Lie bergembira sekali mendengar bahwa ayah Siu Lian adalah An
Cian Hian adanya. Beginilah kisahnya :
Si pendekar sesat dari Tho lio-to ini adalah merupakan murid
turunan kesatu dari partai Liong san pay. Dia masih mempunyai
seorang saudara seperguruan yang bernama Tie Koan Cai dan
karena adik seperguruannya inipun wataknya angin-anginan seperti
Shi hiap, maka dia dianggap orang sebagai seorang sesat ula. Hanya
adik seperguruannya itu lebih memperhatikan soal melihat nasib
atau peruntungan orang, hingga dia mendapatkan julukan Koa mia-
shia atau Si Tukang Tenung Uring-uringan. Dia ditunjuk oleh
mendiang guru dan suhengnya untuk tetap tinggal di Liongsan
menjaga dan merawat semua peninggalan yang diwariskan Sucouw
mereka.
Pada suatu hati Tie Koan Cie telah menyelesaikan dan
meyakinkan teori-teori pengetahuan mengetahui ilmu melihat wajah
orang, maka ia termenung untuk membuktikan kebenaran
penemuan-penemuannya. Ditengah perjalanan, ketika tiba di daerah
Shoatang, tiba-tiba ia teringat akan seseorang yang pernah
menyelamatkan jiwanya, menolong dan mengobati dirinya, yaitu
An Hwie Cian anak murid Ceng Hong Pai turunan kelima, tetapi
sebagaimana juga dirinya lebih banyak memperhatikan hal-hal yang
lain diluar ilmu silat. Hanya bedanya Tie Koan Cai memperdalam
ilmu tenung, sedangkan An Hwie Cian mengenai ilmu ketabiban.
Kepada An Hwie Cian, Tie Koan Cai menceritakan bahwa,
sampai ia kercunan begitu hebat, adalah akibat luka dalam
pertarungan melawan seorang akhli dari India. Sebenarnya Tie
Koan Cai, tidak seharusnya kalah dalam pertarungan itu, sebab
****
JILID 7
Jing Tang Toh diterima murid oleh Yao Leng Siansu ketika
guru itu telah menginjak usia delapan puluh tahun, dua puluh tahun
lamanya murid yang bermakat itu digembleng yang kadang-kadang
juga oleh kedua suhengnya bila guru mereka sedang pergi.
Ia berhasil mewarisi seluruh kepandaian gurunya. Bahkan
dengan kecerdasannya yang luar biasa, lima tahun sebelum ia turun
gunung, ia telah berhasil menciptakan beberapa gerakan sendiri
diluar tahu kedua suhengnya. Beberapa gerakan itu lihai bukan
main, dan mungkin sekali beberapa tingkat lebih tinggi dari ilmu
ciptaan gurunya, hingga dapat dibayangkan betapa lihainya murid
penutup ini.
Akan tetapi, sungguh sangat disayangkan manusia yang
dilahirkan diatas dunia dengan berbekal kecerdasan yang luar biasa
itu, oleh Tuhan diturunkan pula sifat-sifat yang tidak seharusnya
dimiliki oleh orang-orang yang berbudi luhur dan jujur. Jing Tang
Toh memiliki sifat-sifat batin yang rendah sekali, hingga dua tahun
kemudian sejak ia turun gunung. Ia telah melakukan perbuatan-
perbuatah tak senonoh seperti merampok, membunuh dan
memerkosa wanita dengan mengandalkan kepandaian yang
dimilikinya. Hal inilah yang akhirnya menyebabkan Yao Leng
Siansu mati mereras, meninggal dalam kedukaan dan malu.
Sebelum sampai ajalnya, pendiri Liang san pai itu, berpesan
kepada kedua uridnya yang terdahulu, agar segera mencari dan
membunuh sute mereka Jing Tang Toh. Dan kedua murid itupun
telah turun gunung, mencari berminggu-minggu, berbulan-bulan
sampai bertahun-tahun ke seluruh pelosok negeri, namun orang
yang dicarinya tidak pernah dapat ditemukan. Jing Tang Toh
terkenal sebagai bandit ulung, akan tetapi aneh, tidak seorangpun
dapat mengetahui tempat tinggalnya.
Barulah beberapa tahun kemudian, tersiar kabar bahwa Jing
Tang Toh yang mereka cari-cari itu telah binasa dalam suatu
―Bukan, bukan nona,‖ kata nelayan tua itu gugup. ―Aku bukan
manusia yang kau duga itu. lebih-lebih dengan kepandaian yang kau
perlihatkan tadi. Aku tahu nona bukanlah perempuan sembarangan.
Tidak dibayarpun tidak menjadi apa, hanya ……. hanya …….‖
―Hanya apa?‖
―Hanya perjalanan yang kira-kira dua puluh lie jaraknya dari
tempat ini, di suatu tanah yang terletak di tengah-tengah sungai
pada kira-kira lima bulan yang lalu, ada didatangi sebangsa siluman
yang ………… ‖
―Siluma apakah itu?‖ tanya Siu Lian memptpng pembicaraan si
nelayan tua.
Nelayan tua itu menggeleng-gelengkan kepalanya sambil
berkata ‗tidak tahu‘.
―Hanya menurut kata orang, beberapa penduduk yang pernah
menyaksikan, datang dan perginya siluman itu sangat cepat sekali
seperti angin serta suka sekali mengganggu orang-orang yang
kebetulan melintas di tempat itu, terutama sekali terhadap orang-
orang kaummu. Maka bukan aku menakut-nakuti, lebih baik
urungkan saja niatmu itu!‖
Meudengar keterangan demikian bukannya Siu Lian takut,
bahkan jadi gembira. Bukaukah tugasnya yang kedua disamping
mencari musuh besarnya juga menghalau bahaya pengacau
ketenteraman rakyat, adalah juga termasuk kewajinan nya.
―Lopek yang baik" kata Siu Lian tertawa. ―Maafkan kalau tadi
aku telah menuduhtnu yang bukan-bukan. Sedang sebenarnya
bukankah Giok kang-cian itu sendiri aman?"
Nelayan tua itu mengangguk membenarkan. ―Ya, yang
kurnaksudkan tidak aman itu adalah perjalanan yang barus melalui
sungai itu."
―Akh, dia salah duga.‖ Pikir Siu Lian, yang saat itu juga dapat
menduga bahwa perempuan berjubah merah itu tentulah seorang
pendekar yang sebagaimana juga Siu Lian saat ini, hendak
menyatroni sarang siluman.
Hanya saja, apakah isi peti putih itu?
Sedang Siu Lian bermaksud hendak turun tangan meleraikan
perkelahian itu, tiba-tiba ia melihat Lie Thong mengulurkan tangan
hendak mengambil peti tersebut. Dan tepat pada saat itu, di
punggungnya menyambar pedang si nona baju merah.
Lie Thong menendang peti itu hingga sejauh tiga tombak,
sedangkan pecutnya digunakan untuk menangkis senjata lawan
sekaligus langsung mengirimkan tekanan senjatanya dengan
serangan yang bertubi-tubi. Tetapi si nona baju merahpun cukup
tangguh. Ia memutar pedangnya dengan rapat sekali, bersama itu
pula melancarkan kadang-kadang tusukan dan babatan senjata
dengan sangat gencar.
―Barang apakah yang diperebutkan mereka itu?‖ Siu Lian
menduga-duga dalam hati. timbul keinginannya untuk mengambil
dan meneliti isi peti itu.
Akan tetapi, selagi ia baru hendak melompat keluar, mendadak
terdengar suara menggeram sangat nyaring. Suara itu melengking
menyeramkan dan menandakan bahwa orang itu sedang marah.
Hampir bersamaan dengan itu, dua orang pengemis yang mukanya
menyeramkan menerobos keluar dari dalam sebuah semak dengan
garang sekali.
Melihat air mukanya, tampaknya pengemis yang berada di
depan, usianya masih muda sekali. Mungkin jauh lebih muda dari
Siu Lian. Tetapi oleh karena rambutnya yang riap-riapan tak terurus
dan roman mukanya yang bengis kotor dan menjijikkan maka
pengemis itu tampak tua sekali.
JILID 8
orang tinggi besar itu dengan seorang dara. Dara yang mengenakan
baju warna merah, yang tidak lain adalah Hong In. sedang orang
yang bertubuh tinggi besar itu tidak lain dan tidak bukan adalah si
pengemis muda, siluman tanah muncul Giok-po.
Bukan main girangnya Siu Lian melihat munculnya Hong In
ditempat itu. setelah semalaman dicari-cari tidak bertemu, kini tiba-
tiba saja muncul dengan sendirinya. Entah peti putih itu disimpan
dimana? Tampaknya benda itu tidak ada lagi pada Hong In.
Pertarungan antara pengemis muda dengan Hong In segera saja
berlangsung dengan sengit. Dalam keadaan seperti sekarang ini,
dimana si pengemis muda masih dalam keadaan terluka, akibat
racun sendiri yang menyerang ditubuhnya akubat pertarungannya
dengan Siu Lian, maka Hong In dapat mengimbanginya dengan
baik. Andaikata pertarungan itu terjadi tiga hari yang lalu, agaknya
Hong In bukan lawan seimbang pengemis muda yang lihai dan keji
itu.
Karena lukanya itu, maka si pengemis muda harus membagi
tenaga dan perhatiannya untuk melindungi luka. Dengan keadaan
demikian, gerakannya tidaklah begitu gesit, tenaganyapun banyak
berkurang.
Sedangkan Hong In yang kepandaiannya hanya kalah setingkat
dibawahnya telah mengirim serangan-serangannya yang sangat
gencar dan ganas luar biasa. Pada matanya menyorot sinar nafsu
membunuh yang berkobar-kobar. Mungkin ada apa-apanya.
Dalam dua jurus di babak pertama ini, si pengemis muda masih
dapat bertahan, tetapi karena untuk menghadapi Hong In yang
lincah dan garang itu, ia harus mencurahkan seluruh tenaganya,
maka simpanan tenaganya yang dipergunakan untuk melindungi
luka, jadi terpecah pula. Dan disaat itu juga ia merasakan sakit yang
sekarang. Entatalah ..... anakah dapat aku membalas kan sakit hati
ini?"
―Jangan kuatir adikku, jangan sangsi. Apa bila tiba waktunya
tidak mungkin aku akan berpangku tangau", Siu Lian menghihur.
Hong In menghela napas, tarikannya dalam sekali.
―Tapi benar-benar…. bagiku hilang lenyap…..‖
―Apa maksud?" Siu Lian tak mengerti.
―Aku menyesal, karena aku tidak menuruti nasihat kedua
guruku. Merela sebenarnya me larangku keluar dari pintu perguruan
pada tiga tahun yang lalu. Hingga benar-benar, ketika semalam dia
datang, aku tak berdaya apa-apa...."
―Dia datang? Dia siapa?" Siu Lian belum mengerri dan terkejut.
Ia makin bersimpati kepada kawan barunya ini yang mengalami
nasib begitu' mengenaskannya.
―Dia adalah satu dari musuh besarku!"
―Musuh besarmu ulang Siu Lian."Si apa naaksudmu?"
―Entahlah. Ia sangat 1ihai sekali. Tapi agaknya dia tidak tahu
bahwa aku adalah salah satu keturunan dari keluarga yang mereka
babat habis-habisan pada sepuluh tahun yang lalu"
―Dia lebih lihai darimu?"
―Betapa tidak? Dengan mudah saja keparat itu telah dapat
mencuri peti putih yang ku selipkan dibawah bantalku, tanpa
kuketahui."
―Hai, benarkah itu? peti hilang dicuri orang?" Siu Ling terkejut
hampir tak percaya.
―Benar mengapakah?‖
Siu Lian tak dapat menjawab. Keras lemas seluruh tubuhnya.
Betapa tidak? Semalam, ia mengelilingi bampir seluruh kora adalah
tuk menemukan pemudi ini, guna menanyakar persoalnanya isi peti
itu. Kini? Setelah berhasil ketemu, ternyata peti itu telah hilang
dicuri oleh seseorang yang dikatakan sangat lihat luar biasa yang
menurut dugaan Hong in adalah musuh besarnya,
―Bagafinanakah terjadinya?‖ tanya Siu Lian akhirnya
menegaskan.
―Hari itu, setelah memisah dari dirimu aku mencari sebuah
penginapan lain. Pikiranku sedih dan kecewa, betapa tidak?
Sebegitu jauh hingga tiga tahun aku berkelana, aku masih belum
dapat menemukan dimana adanya musuh besarku itu dan
bagaimana tingkat kelihaiannya. Namun pada malam itu, karena
letih memikir kan nasibku, aku jadi letih dan mengantuk, akhirnya
tertidur tanpa kusadari. Tengah layap-layap antara pulas dan tidak,
tiba-tiba dalam kamar kulihat sebuah bayangan berkelebat masuk.
Terkejut sekali aku ketika itu. Cepat kugerakan tubuhku mencelat
bangun, akan tetapi sebelum aku berbuat sesuatu apa, bayangan itu
telah tiba dihadapanku. Dan tanpa dapat dicegah lagi, dia telah
berhasil merampas peti putih dari bawah bantalku, lalu berkelebat
pula pergi secepat bayangan setan!. Tegas kulihat, pakaiannya
terbuat dari kain katun India. Hanya anehnya, rambut belakangnya
diikat menyerupai kuncir. Tetapi melihat pakaiannya yang kedom
brongan itu, aku menduga bahwa dia adalah seorang diantara musuh
besarku. Gerakan sangat lincah dan gesit sekali, jauh lebih lincah
dan gesit dari padaku. Hingga ketika aku mengejarnya, ia sudah
terlalu jauh meninggalkan karnarku. Sebentar saja dengan
meninggalkan suara tawanya yang mengakak, ia meninggalkan aku
jauh ketinggalan dibelakangs. Sayup-sayup ku dengar kata-katanya,
bahwa ia akan mengantarkaa peti putih itu kepada pemiliknya yang
sah, entah dari partai apa. Ong … ong …begitu. Lalu karena merasa
benar-benar takkan ungkulan aku balik pulang dengan putus asa.
Dan sejak saat itulah aku merasa sangsi, karena jelas sudah
kepandaianku jauh berada dibawah kepandaian keparat itu.
Disamping itu, aku masih tidak mengerti, apa maksudnya ia
mencuri peti putihku itu, hingga timbul dugaankui apakah tidak
rnungkin antara pencuri ini dengan pengemis siluman itu memiliki
hubungan?"
―Jangan kuatir, adikku. Nanti kuberikan bantuan bila sudah
berhadapan, cuma talong beritahukan apakah isi peti putih itu?"
―Akupun tidak tahu!" Hong In menggeleng-gelengkan kepala.
―Karena niat sebenarnya terhadap benda tidak ada padaku", setelah
berkata dernikian, maka Hong in merebahkan membiarkan Siu Lian
duduk termangu-mangu seorang diri. Sebentar saja, Hong In telah
terpulas.
Siu Lian terdiam. Pikirannya berbagai macam tertumpuk
menjadi satu. Satu urusan membalas dendam belum terbayar,
kehilangan Sin Hong, lalu sekarang tentang peti putih yang tidak
ketahuan apa isi dan manfaatnya, disusul pula urusan orang,
berpakaian katun secara India, yang diduga adalah musuh besar
Hong In. Kalau benar, itu dia salah seorang dari Ang Oei Mokko.
Peninglah kepala Siu Lian memikirkan pencuri peti putih itu hingga
tanpa sadar ia tertidur dibangkunya. Tak diketahuinya berapa lama
ia tertidur, ia terjaga ketika terdengar olehnya suara berkelisik, kira-
kira dari jarak tiga tombak. Perlahan suara itu, sekeras suara jarum
yang jaiuh. Naraun suara itu cukup terasa bagi Siu Lian untuk
menjagakan ia dari tidurnya, karena ia merasa bahwa suara
berkelisik itu berbeda dengan bunyi yang umum.
Dengan perlahan dan sangat cepat, tanpa menimbulkan suara
Siu Lian membuka jendela dan melayang keluar dan menutup
kembali jendela itu, sementara Hong In masih tidur pulas. Tak mau
dengan itu, dengan cepat luar biasa, disimpannya kembali peti putih
itu. Serentak dia meloncat bangun.
―Siapa? Keluar!! Jangan serubunyi!!" terdengar dia
membentak. Siu Lian terperanjat bukan main. Dikiranya, pastilah
tempat sembunyinya telah diketahui. Heran ia, sebab bukankah ia
selama bersembunyi ia telah menggunakan ilmu simpanan gurunya
dari tingkat yang paling tinggi? Apakah mungkin kepandai an orang
ini dapat lebih tinggi dari simpanan ilmu itu? Kalan demikian
berarti kepandaian orang itu masih lebih tinggi dari ilmu kepandaian
gurunya! Dan kalau benar, tamatlah ia riwayatnya, sebab itu suatu
tanda bahwa kepandaian orang itu diatas kepandaiannya. Namun
pada saat itu, pada ketika bampir saja Siu Lian memperlihatkan
dirinya, mendadak dari sudut kamar sebelah kanannya pada jarak
kira-kira dua puluh tindak, atau kira2 lima tindak disebelah kanan
muka buruk itu terdengar suara keras bergedubrakaan. Dan
membarengi dengan itu, teruntuk stalagtit-stalagtit, melesat keluar
seorang perempuan berambut panjang riap-riapan.
Nenek ini berwajah buruk menjijikan, suatu tana ia telah
mengalami siksaan jiwa yang hebat. Tetapi dari sisa guratan air
mukanya yang masih tampak pada beberapa bagian mukanya, jelas
membayang suatu wajah yang cantik jelita pada masa mudanya.
Dengan terbongkok-bongkok dia berjalan menghampiri si kakek
berwajah buruk itu. Dari mulutnya sebentar-sebentar terdengar
suara tawanya yang aneh menyeramkan.
―Ah, kiranya kau nenek keparat!" terdengar si kakek berteriak
memekakkan. Dan bahasa panggilan ini sesungguhnya membuat
Siu Lian tak mengerti. Karena walaupun di ucapkan dengan nada
keras sekali, tetapi terasa masih menyembunyikan rasa kasih,
sayang dan suatu tanda bahwa mereka pernah saling mengenal atau
berkawan. ―Angin apakah yang telah membawamu sesat kemari?‖
―Angin apa? Tua bangka bangsat Kim Cit Loo, lupakah kau
akan perjanjian kita pada dua puluh tahun yang lalu?!"
Kim Ciat Loo? Tergerak hati Siu Lian mendengar nam ini. Ia
mengingat-ingat dan masing-masing selama dia memikir-mikir,
akhirnya terlintas juga sesuatu didalam otakuya. ―Mungkinkah
orang ini yang pernah diceritakan oleh guru?‖
Siu Lian, ingat pernah gurunya bercerita tentang seseorang.
Sebenarnya orang itu keturunan bangsawan, yaitu putra turunan
ketujuh keluarga Kim. Tapi kemudian karena tingkah lakunya yang
memalukan menjual bangsa dan negara, maka ia dikutuk dan
dibenci oleh kebanyakan orang Han.
Terpaksa pada suatu hari untuk menyelamatkan jiwanya, dia
telah pergi terusir dari tanah Tionggoan, untuk kemudian sejak hari
itu tidak pernah terdengar lagi kabar beritanya.
Banyak orang yang mengatakan bahwa ia mungkin membunuh
diri. Sebagian lagi ada yang mengatakan kalau dia telah dewasa
menjadi makanan binatang buas. Dan banyak lagi cerita-cerita yang
lain yang merupakan desas desus yang tidak jelas asal usulnya.
Apakah mung kin manusia jejak Kim Cit Loo yang ada sekarang ini
adalah Kim Cit Loo yang pernah diceritakan oleb gurunya?
Bulatannya tidak reta, terbuat dari sejenios akar yang disebut akar
bahar. Dan inilah kiranya yang dinanti-nantikan oleh Siu Lian.
Apakah yang dapat dilakukan oleh si nenek dengan gelang akar
bahar seperti itu? dasar namanya juga masih muda, masih sedikit
pengalaman dalam kalangan dunia kangouw hingga ia tidak tahu
bahwa banyak para tokoh sakti yang menggunakan senjata yang
aneh-aneh yang justeru sangat berbahaya.
Si nenek segera melontarkan salah satu gelangnya. Cepat dan
disertai dorongan tenaga Iwekang yang dahsyat. Gelang itu melesat,
disusul dengan gelang kedua, ketiga. Rupanya dia kuatir gelangnya
yang pertama dapat dikelit oleh lawan.
HALAMAN 59 – 60 HILANG
****
JILID 9
Siapa duga, hari ini senjata yang sangat ampuh dan diandalkan
sekali itu. dapat hancur berantakan terkena pukulan tangan seorang
perempuan muda dan dia masih bidup, sementara Cit Loo sendiri
rnerasakan nyeri hingga ketulang sumsumnya.
Olele, karera itu, sebab takutnya, tanpa pikir terhadap kitab
ataupun peti putih itu, Cit Loo segera angkat kaki, kabur secepat-
cepatnya.
Sama sekali Cit Loo tidak menyadari, bahwa bersamaan dengan
dia melesat keluar dari guha, Siu Lian sendiri rubuh pingsan. tntah
berapa lama gadis itu rebah mene lungkup. Ia tersadar ketika sinar
matabari rnenyelinap masuk kedalam guha, membuat cuaca terang
ditempat itu.
Apalzah sebeaatnya yang terjadi?.
Sebenarnya sebagai seorang yang meyakinkan ilmu
mengeluarkan racun, haruslah Cit Loo menyadari. Akain tetapi
karena ilmu ini diperoleh dari Hek Mahie bukanlah karena dia
menjadi murid aku-akuan belaka. Sama sekali Cit Loo tidak
Seketika itu juga terasa mulutnya asin, dan bau amis menguar dekat
sekali. Hingga akhirnya dia ingat bahwa ia secara tak sangaja
menelan gumpalan darah. Seketika itu pula, perutnya terasa mual.
Cepat-cepat ia mengatur pernapasannya. Serta kemudian duduk
bersemedi untuk melakukan siulian. Setelah dirasakannya tubuhnya
kembali segar, ia membuka matanya kembali. Tiada lagi terasa
perut mual, atau mulut asin bau amis. Bahkan yang membuat ia
keheranan, adanya tenaga yang bertambah besar.
Lega hatinya, ketika didapatkannya kitab dan peti putih itu
masih berada disitu, tidak kurang suatu apa. Diarnbilaya kedua
barang itu. Tanpa pikir apa isinya itu, langsung dimasukanuya
kedalam saku.
Peti putih yang sejak semula sudah dicurigainya, segera
dibukanya. Seluruh bagian peti itu berlapis kulit kecil putih, dan
memberi bentuk seperti sebuah dus tempat bedak. Dan didalamnya
terdapat suatu bcnda yang membuat Siu Liam tersentak keras.
Sebuah benda berbentuk singa-singaan berwarna hijau.
Matanya bersinar-sinar, seakan hidup. Entah terbuat dari logam apa,
namun mena rik hati sekali, akan tetapi juga aguag berwibawa.
Seketika itu juga, Siu Lian berlutut diha dapan benda kecil itu.
Kiranya benda inilah tanda lambang kepartaian Ceng Hong-pai,
yang kemudian dengan khidmad dan hormatnya benda itu
diangkatnya, untuk kemudian dikembalikan ke tempatnya.
Akan tetapi, ketika tangannya baru saja hendak meletakkan
lambang partai itu, tiba-tiba terlihat olehnya sebuah lipatan kertas
yang mirip surat. Segera diambilnya surat itu, keti ka dibukanya,
kiranya benarlah sebuah surat yang bertuliskan lima belas kata :
Iapun mencari tempat istirahat dalam sebuah kuil tua, bila perlu
untuk bermalam juga.
Menjelang kjam tiga pagi, ketika terdengar suara kentongan
tiga kali. Siu Lian keluar dari dalam kuil.
Mengerahkan ilmu meringankan tubuh, ia berloncatan melalui
genteng-genteng tumah penduduk menuju ke arah selatan. Itulah
bagian kota tempat hartawan-hartawan bertempat tinggal.
Kebanyakan rumah-rumah disitu bertingkat, setidaknya
bertingkat tiga. Centeng-centengnya berkeliaran menjaga sekitar
pekarangan gedung.
Akan tetapi pada saat itu, tanpa para penjaga rumah-rumah itu
menyadari, kedalam gedung besar bertingkat lima, tampak melesat
sebuah bayangan hitam. Dan beberapa detik kemudian, bayangan
hitam itu telah keluar lagi. Ditangannya terjinjing bungkusan uang.
Bayangan itu cepat melesat ke arah utara. Lalu memasuki sebuah
kuil rusak yang sepi. Itulah Siu Lian yang terpaksa mencuri
sejumlah uang emas. Ia hendak membuat perjalanan jauh dan perlu
sekali biaya.
Keesokan harinya, pagi buta sedang ayam jantan berkokok. Siu
Lian telah terjaga dari tidurnya. Setelah mencuci muka, maka ia
meninggalkan kota Giok-kang-cian! Dengan tujuan yang sudah
tetap. NEPAL!
****
Kemanahkah Hong In pergi? Mengapa ia membawa semua
barang-barangnya berikut buntalan Siu Lian, hingga Siu Lian
terpaksa melakukan pencurian?
sekitar tempat itu tidak terdapat sumber air ataupun sebatang anak
sungai, sehingga sampai saat ini Hong In belum minum.
Setelah berpayah-payah mengitari padang rumput itu, maka
ketika matahari hampir terbenam, ditemuinya sebuah anak sungai
yang melintang dari utara ke selatan. Airnya jernih, dan tanpa
membuang waktu lagi Hong In meneguk air beberapa tenggak
sehingga badannya kembali terasa segar. Sehabis memberi minum
kudanya pula, Hong In bermaksud menceplak binatang itu untuk
melanjutkan perjalanan.
Akan tetapi, sedang ia baru saja hendak dudukkan badannya di
punggung kuda, matanya yang tajam melihat sekelebat bayangan
yang berlari ke arah utara.
Cepat sekali lari bayangan itu. akan tetapi Hong In masih dapat
melihat bahwa bayangan itu berpakaian kedombrongan dengan
katun India. Seketika itu juga semangat Hong In terguggah, ia yakin
bahwa orang itulah yang telah mencuri peti putih dari bawah
bantalnya. Cuma bedanya bayangan ini tidak berkuncir dan selama
melarikan diri selalu memekik-mekik.
Seketika Hong In sudah menghunus pedangnya untuk
mengejar. Akan tetapi segera teringat bahwa lawan sangat lihai,
diatas tingkat kepandaiannya sendiri. Maka sambil menunggu
gelagat, ia hanya menguntit dengan perasaan meluap-luap dan hati
panas.
Mengagumkan kecepatan lari bayangan ini. dengan masih tetap
memekik-mekik, menggunakan bahasa yang tidak sedikitpun Hong
In dapat memahami, bayangan itu terus berlari dengan kecepatan
yang makin lama makin cepat.
Semula Hong In mengira bahwa bayangan itu telah menjadi
gila, sebab memekik-mekik tidak karuan juntrungannya. Akan
JILID 10
―Kau ini anak tukang gorok babi Lie Kie Pok, bisa apa?!‖
Bapakmu mati dalam sejurus, denganku, apa lagi kau!"
―Tak perlu tanyak mulut! Manusia berjiwa rendah sepertimu
tak patut hidup diatas dunia!"
―Lian-moy, apakah kau terluka?‖ tanya Ong Kauw Lian tiba -
tiba.
Sin Hong menengok kearab Siu Lian, dan terlihatlah olehnya
gadis itu yang rebah sedang ditolong oleh Ban Lie Thong.
Tiba-tiba seeerrr....! Pada saat Sin Hong lerngah seperti itu,
tiba-tiba golok Ong Kauw Lian menyambar menbacok ke arah
punggung.
Sin Hon terkejut. Sedetik lengah bagi orang-orang kalangan
orang sakti termasuk sebuah kerugian besar yang sargat berbahaya.
Ong Kauw Lian dengan wataknya yang licik dan keji itu,
mempergunakan tipu memecah perhatian lawan dan kiranya Sin
Hong kena terpancing. ,
Hampir saja Ong Kauw Lian bersorak kegirangan melihat
serangannya akan dapat membinasakan lawan. Akan tetapi rupanya
kematia belum saatnya menjatuhi Sin Hong. Pada saatnya yang
sangat monentukan itu, Sin Hong Iwekang yang telah terlatih
ditubuhnya secara otomatis, bergolak ditubuhnya. Dengan nekat,
Sin Hong mengebaskan tangannya kebeakang menghantam golok!
Pletak!
Barangkati disambar geledek pun Ong Kauw Lian takkan
percaya bahwa lawannya yang semula diduganya sebagai lawan
enteng, ternyata memiliki Iwekang yang sangat dahsyat.
Mungkin Ang Oei Mokpo yang termasyur sebagai iblis nomer
satu didunia tak kan mampu mematahkan golok Ong Kauw Lian
TAMAT