Anda di halaman 1dari 12

Sebuah ta’rif tentang syirkah wujuh penulis

ambil dari kitab Kasyafu al-Qina’ ‘an Matni al-


Iqna’, terbitan Daru al-Kutub al-‘Ilmiyyah, Juz 3,
halaman 527, Syekh Manshur bin Yunus al-
Bahuti menyebutkan:

 ‫َش ِر َكةُ ْال ُوج ُْو ِه َو ِه َي أَ ْن يَ ْشتَ ِريَا فِ ْي ِذ َّمتَ ْي ِه َما بِ َجاهَ ْي ِه َما‬
ُ‫ان فِ ْي ِرب ِْح ِه ِم ْن َغي ِْر أَ ْن يَ ُك ْو َن لَهُ َما َر ْأس‬ ِ ‫َش ْيئًا يَ ْشتَ ِر َك‬
‫ال َعلَى أَ َّن َما ا ْشتَ َريَاهُ فَهُ َو بَ ْينَهُ َما نِصْ فَي ِْن أَ ْو ثَالَثًا أَ ْو‬ ٍ ‫َم‬
ِ َ‫ك ) ِم َّما يَتَّفِق‬
‫ان َعلَ ْي ِه‬ َ ِ‫نَحْ َو َذل‬

Artinya: “Syirkah wujuh terlaksana apabila ada


dua orang yang membeli sesuatu—yang menjadi
tanggungan mereka berdua—dengan bekal
ketokohannya (tanpa membayar), lalu mereka
berserikat di dalam keuntungannya tanpa
adanya ra’sul maal  atas apa yang mereka beli–
dengan nisbah pembagian 50%-50% atau 1/3
keuntungan dan lain-lain berdasarkan
kesepakatan yang dibangun keduanya.” (Lihat
Syeikh Manshur bin Yunus al-Bahuti, Kasyafu al-
Qina’ ‘an Matni al-Iqna’, Daru al-Kutub
al-‘Ilmiyyah, Juz 3, hal 527!)
(Baca juga: Pengantar Memahami Bab Syirkah dalam
Fiqih Transaksi)

Berdasarkan ibarat di atas, maka rukun syirkah


wujuh ini adalah: 

1. Adanya produsen, selaku yang memiliki


modal 
2. Adanya dua orang atau lebih pelaku syirkah
selaku mudlarib dan sekaligus ‘amil
3. Adanya profesi keahlian yang sama, atau
ketokohan dengan kaliber yang sama
4. Adanya job description (uraian tugas) yang
jelas antarpelaku usaha
5. Adanya pembagian nisbah keuntungan yang
jelas di antara mereka
6. Shighat syirkah

Mudlarib dalam hal ini berlaku sebagai wakil dari


produsen pemilik ra’sul maal. Sebagai wakil
maka tugasnya adalah menjalankan tugas
sebagaimana yang diidzinkan oleh produsen.
‫َو ِألَ َّن َع ْق َدهَا َم ْبنَاهُ َعلَى ْال َو َكالَ ِة فَيَتَقَيَّ ُد بِ َما أُ ِذ َن فِ ْي ِه‬
ُ‫ان (أَ ْو قَ ْد َرهُ أَ ْو قِ ْي َمتَه‬ ِ َ‫َو َس َوا ٌء ( َعيَّنَا ِج ْن َسهُ) أَيْ َما يَ ْشتَ ِري‬
‫ك إنِّ َما يُ ْعتَبَ ُر فِي ْال َو َكالَ ِة ْال ُم ْف َر َد ِة اهـ‬ َ ِ‫ ِألَ َّن َذل‬ )َ‫أَ ْو ال‬

Artinya: “Karena aqad ini dibangun di atas aqad


wakalah, maka tasharrufnya wakil dibatasi oleh
apa yang diidzinkan produsennya terhadapnya,
baik barang tersebut mereka tentukan sendiri
jenisnya atau tidak, mereka tentukan kadarnya
sendiri atau tidak, dan atau mereka tentukan
nilainya sendiri atau tidak. (Semua itu) karena
dasar aqad wakalah itu sendiri.” (Lihat Syeikh
Manshur bin Yunus al-Bahuti, Kasyafu al-Qina’
‘an Matni al-Iqna’, Daru al-Kutub al-‘Ilmiyyah, Juz
3, hal 527!)

Yang perlu digarisbawahi adalah bahwa di


dalam syirkah wujuh ini tidak terdapat
adanya ra’sul maal  (modal awal). Bahasa
mudahnya adalah, syirkah wujuh terbentuk
sebagai kumpulan orang-orang yang berserikat
melaksanakan sebuah usaha tanpa modal.
Setelah berjalan dan mereka mendapatkan hasil
dan keuntungan, maka keuntungan dibagi
menurut kesepakatan yang mereka bangun. 
Demikian juga dengan kerugian usaha,
ditanggung atas dasar nisbah yang disepakati di
antara pihak yang terlibat. Contoh kasus syirkah
wujuh di lapangan adalah pada kasus serikat
pekerja borongan, serikat pekerja proyek dan
serikat pekerjaan tender, serikat arsitektur, dan
lain-lain masih banyak lagi. Mereka bekerja
dengan berbekal kecakapan dan skill serta
keahlian, sementara modal yang dijalankan
dengan harga tetap adalah milik orang lain.
Tentu bidang ini tidak mutlak dipukul rata. Ada
catatan-catatan yang menyebabkan masing-
masing syirkah yang dicontohkan tersebut
masuk kategori syirkah wujuh. Untuk lebih
mudahnya, simak ulasan berikut ini!

Ilustrasi skema syirkah wujuh adalah sebagai


berikut: 

Ada sebuah pabrik penghasil barang-barang


kebutuhan rumah tangga. Seorang manajemen
pabrik melihat ada dua orang yang berniat
mendirikan sebuah usaha dan memiliki jiwa
amanah, namun ia tidak memiliki modal.
Akhirnya diajaklah mereka untuk melakukan
sebuah usaha dengan syarat mereka harus
mendirikan sebuah serikat atau perkumpulan.
Selang beberapa waktu, serikat terbentuk dan
disepakati bahwa rumah Zaid sebagai pusat
melakukan usaha dengan biaya sewa yang
ditanggung serikat sebesar 200 ribu per bulan
yang diambilkan dari total keuntungan. Adapun
pemasukan keuntungan selama satu bulan itu,
mereka bagi berdua dengan nisbah yang
dihitung mengikuti jam kerja yang mereka
sepakati, setelah dipotong bea listrik, bea sewa
tempat, bea air dan sebagainya. 

Pada contoh di atas, mari identifikasi secara


cermat kedudukan pemodal, barang yang
dipasrahkan untuk dijalankan, siapa yang
menerima pasrah dari produsen tersebut dan
terwadahi dalam organisasi yang bagaimana!
Perhatikan juga model pembagian untung
ruginya! Syirkah seperti di atas merupakan
contoh gamblang syirkah wujuh.
Melihat contoh di atas, lantas apa bedanya
antara syirkah wujuh ini dengan syirkah ‘inan
dan syirkah abdan? 

1) Modal syirkah ‘inan adalah diperoleh dari


hasil pencampuran modal masing-masing
pemilik saham perusahaan. Hasil keuntungan
usaha (deviden) mereka bagi menurut rasio
kepemilikan usaha setelah dipotong ujrah
masing-masing pelaku usaha.

2) Dalam syirkah abdan, tidak terdapat  ra’sul


maal  dan sekaligus tidak ada yang memberi
modal. Pelaku usaha hanya berbekal kecakapan
tertentu yang dimilikinya. Kemudian hasil dibagi
menurut kesepakatan yang mereka bangun.

3) Adapun syirkah wujuh, terdapat seorang


pemodal tersendiri namun pihak mudlarib terdiri
atas orang-orang yang tidak memiliki modal dan
bersyirkah, dengan catatan keuntungan mereka
bagi bersama menurut kesepakatan.

(Baca juga: Penjelasan tentang Syirkah Abdan)


(Baca juga: Penjelasan tentang Syirkah ‘Inan)
Keuntungan dari keberadaan syirkah wujuh ini
adalah ia bisa eksis meski tanpa modal. Hanya
dengan berbekal amanah, ia sudah bisa
melakukan sebuah usaha dan mendapat hasil.
Melihat faktor ini, maka kalangan Hanafiyah
memandang bolehnya aqad syirkah wujuh ini. 

Adapun kalangan fuqaha’ Syafi’iyah, lebih


menegaskan pada keberadaan kerugian serta
mudlarat yang mungkin timbul akibat dari
syirkah ini. Salah satu mudlarat yang acap kali
timbul adalah bilamana terdapat kerugian,
antara lain sebagai berikut:

1. Bila terdapat kerugian, pemodal biasanya


menuntut beban kerugian kepada para mudlarib
termasuk di dalamnya adalah ‘amil. Padahal
dalam aqad mudlarabah, bilamana ada
kerugian, maka pemodal lah yang menanggung,
sementara ‘amil tidak ikut menangung karena
modal yang diberikan kepada mereka adalah
dalam wilayah amanah. Dan dalam amanah
tidak ada tuntutan pertanggung jawaban bagi
amil (mudlarib) selama Amil tidak berbuat
kekeliruan yang menyebabkan kerusakan (itlaf)
terhadap modal tersebut dan berjalan sesuai
dengan batas-batas idzin yang dibuat. 

2. Bilamana syirkah ini masuk kategori


mudlarabah, maka seharusnya pihak pemodal
yang mendapatkan keuntungan
sementara mudlarib/amil berhak menerima
ujrah.

3. Bilamana ‘amil syirkah wujuh terpaksa harus


menanggung kerugian usaha, sementara tidak
ada nisbah rasio pembagian keuntungan yang
baku yang mereka miliki, acapkali hal ini
menimbulkan perselisihan di antara mereka.
Tidak hanya sampai di situ, fitnah antara satu
sama lain juga mungkin terjadi karena dugaan
salah satu pihak yang bersekutu menjadi pihak
utama yang menyebabkan kerugian usaha.
Akibat lainnya, adalah saling tuntut ke
pengadilan, dan seterusnya. 

Memandang beberapa faktor di atas, maka


syirkah wujuh ini dalam literasi fuqaha’
Syafi’iyah sering disebut sebagai mudlarabah
faasidah. Dan karena besarnya peluang
mengundang perselisihan di kalangan pelaku
syirkah, baik dalam urusan pembagian beban
tanggungan untung-rugi usaha, maupun lainnya,
maka diperlukan langkah saddud dzari’ah.
Wujud dari saddud dzari’ah ini adalah dengan
menetapkan bahwa syirkah wujuh merupakan
bagian dari syirkah bathil di antara ketiga
syirkah lainnya. Wallahu a’lam.

Syirkah Mufawadhah
 SYIRKAH MUFAWADHAH (COMPREHENSIVE
PARTNERSHIP)

Syirkah Mufawadhah yaitu Percampuran aqad


antara dua orang atau lebih untuk memasukkan dan
mencampur keseluruhan diantara orang-orang yang
bersepakat. Syirkah ini hanya mungkin apabila
terjadi antara dua orang saja, karena aqad ini
mencampuri sampai ke harta pribadi, jadi tidak
menimbulkan hubungan yang kompleks. 

Kesamaan merupakan hal yang penting dalam


syirkah ini, yaitu: 
1. Jumlah modal yang ditanamkan sama
2. Peran yang diberikan sama 
3. Keuntungan dibagi sama 
4. Kerugian ditanggung bersama 
5. Masing-masing anggota punya kewenangan
secara penuh untuk bertindak atas nama pihak lain 
6. Masing-masing anggota bertanggungjawab
secara tanggung-renteng atas pelaksanaan syirkah 
7. Masing-masing anggota dapat bertindak sebagai
wakil syirkah 
8. Masing-masing anggota menjadi penjamin bagi
anggota yang lain (Menimbulkan persoalan dalam
kenyataannya karena masing-masing orang tidak
dapat diukur sama, sehingga menimbulkan
ketidakadilan). 

 Syarat-syarat Syirkah Mufawadhah: 


1. Ada kesamaan modal, aktivitas dan keuntungan 
Dalam syirkah ini harus dapat dibuktikan
kesamaannya, apabila tidak terjadi kesamaan maka
tidak mungkin ada syirkah ini. 
2. Keumuman syirkah Dalam syirkah ini usahanya
harus bersifat umum. 
3. Larangan anggotanya untuk ikut dalam syirkah
lain 
 Hal ini karena adanya keterikatan total. Jadi, tidak
mungkin anggota tersebut ikut syirkah kelompok
yang lain, karena dengan ikut seseorang tersebut
dalam syirkah lebih dari satu maka menunjukkan
tidak adanya keseluruhan keikutsertaan, sehingga
tidak dapat disebut Mufawadhah. 
4. Perlu ada pelafalan Mufawadhah 

Rukun Syirkah Mufawadhah: 


1. Ada pihak-pihak yang akan bertransaksi 
2. Transaksi harus meliputi modal, kerja dan
keuntungan 
Modal tersebut tidak boleh berasal dari hutang baik
dari pihak lain atau bank. Hal ini karena setiap
anggota syirkah mempunyai tanggung jawab secara
keseluruhan. Apabila hutang maka tidak
mempunyai hak untuk mendirikan mufawadhah dan
menunjukkan bahwa tidak mempunyai kemampuan,
karena tidak hanya modal yang disertakan tetapi
juga sampai ke harta milik pribadi. 
3. Ada usaha 
4. Keuntungan 
5. Bentuk transaksi

Anda mungkin juga menyukai