Anda di halaman 1dari 5

Konsep yang sangat terkenal adalah penilaian 360 derajat, di mana penilaian kinerja

dilakukan oleh atasan, rekan sekerja, pengguna jasa, serta bawahan. Pada prinsipnya
manusia itu berpikir secara subyektif, tetapi berpikir bersama mampu mengubah sikap
subyektif itu menjadi sangat mendekati obyektif. Dengan demikian, ternyata berpikir
bersama jauh lebih obyektif daripada berpikir sendiri-sendiri. Ini adalah semangat yang
ingin dibawa oleh konsep penilaian 360 derajat. Walaupun banyak kritik yang diberikan
terhadap konsep ini, tetapi cukup banyak yang menggunakannya di berbagai organisasi.
Tetapi dalam penerapannya mesti hati-hati, karena aspek kematangan organisasi
(organization maturity) sangat berpengaruh di sini.

Pengertian dan Penerapan Umpan Balik 360 derajat

Secara umum, metode umpan balik 360 derajat dapat didefinisikan sebagai metode
penilaian kinerja yang dilakukan oleh banyak pihak sehingga hasil yang diperoleh
diharapkan lebih jujur, adil dan tepat sasaran. Dengan menggunakan metode kinerja
seorang pegawai dinilai berdasarkan umpan balik dari setiap orang yang memiliki
hubungan kerja dengannya  atasan, rekan kerja, mitra, anak buah, pelanggan. Pendek
kata, metode ini mencoba mengumpulkan masukan dari berbagai nara sumber di
lingkungan kerja pegawai. Berdasarkan umpan balik yang diberikan oleh banyak pihak
(yang memiliki keterkaitan langsung dengan si pegawai tersebut) maka si pegawai akan
memperoleh informasi mengenai:
a.       hal-hal dimana si pegawai memiliki kinerja yang sangat baik
b.      hal-hal yang masih memerlukan peningkatan atau perbaikan agar menjadi lebih baik.
Menurut Linman, metode 360 derajat adalah “metode umpan balik 360 derajat
adalah metode evaluasi yang menggabungkan umpan balik dari para pegawai itusendiri,
rekan kerjanya, atasan langsung, para bawahannya dan pelanggan. Hasil yang diperoleh
dari survei yang bersifat rahasia ini selanjutnya ditabulasikan dandibagikan kepada pegawai
yang dinilai, biasanya oleh seorang manajer.
Berbeda dengan penilaian konvensional, metode penilaian 360 0 mengusung
mekanisme dimana kinerja seorang karyawan dinilai berdasarkan umpan balik dari setiap
orang yang memiliki hubungan kerja dengannya — atasan, rekan kerja, mitra, anak buah,
pelanggan. Pendek kata, metode ini mencoba mengumpulkan masukan dari berbagai
narasumber di lingkungan kerja karyawan.
Dalam implementasinya, kalau pada metode konvensional para atasan menemui
anak buah mereka satu per satu untuk mendiskusikan penilaian kinerja yang mereka
berikan, pada metode penilaian 360 0 mereka bertemu dengan anak buah mereka untuk
membahas umpan balik yang mereka terima dari banyak pihak. Tentu saja, pihak-pihak
yang dimintai masukan ini terbatas pada orang-orang yang diyakini mampu
menggambarkan kinerja si karyawan.
Dengan mendapatkan umpan balik 3600, karyawan akan terbantu untuk menilai diri
mereka sebagaimana orang-orang di sekitar mereka melihat mereka. Umpan balik itu bisa
mengungkapkan area-area dimana si karyawan sudah menunjukkan kinerja yang sangat
bagus dan area-area dimana mereka masih perlu meningkatkan diri. Yang menarik,
informasi ini bisa mencakup sejumlah aspek yang tidak disadari baik oleh si karyawan
sendiri maupun oleh atasan mereka.

Kriteria dan Keberhasilan Umpan Balik 360 Derajat

1.      Sifat
Sifat – sifat karyawan tertentu seperti sikap, penampilan, dan inisiatif adalah dasar
untuk beberapa evaluasi. Namun, banyak dari kualitas yang umum digunakan tersebut
bersifat subjektif dan bisa jadi tidak berhubungan dengan pekerjaan atau sulit untuk
didefinisikan. Dalam hal ini, evaluasi yang tidak akurat bisa timbul dan bisa pula
menciptakan masalah hukum bagi organisasi.
Pada saat yang sama, sifat – sifat tertentu bisa mempengaruhi kinerja pekerjaan
dan, jika hubungan ini terbukti, pemanfaatannya dalam penilaian bisa dianggap tepat. Sifat
– sifat seperti adaptabilitas, pertimbangan, penampilan, dan sikap bisa digunakan jika
terbukti berhubungan dengan pekerjaan.

2.       Perilaku
Ketika hasil tugas seseorang sulit ditentukan, organisasi bisa mengevaluasi perilaku
atau kompetensi orang tersebut yang berhubungan dengan tugas. Perilaku – perilaku yang
diinginkan bisa cocok sebagai kriteria evaluasi karena jika perilaku – perilaku tersebut diberi
pengakuan dan imbalan, para karyawan cenderung mengulanginya. Jika perilaku – perilaku
tertentu mewujudkan hasil yang diinginkan ada manfaatnya menggunakan perilaku –
perilaku tersebut dalam proses evaluasi.

3.      Kompetensi
Kompetensi meliputi sekumpulan luas pengetahuan, keterampilan, sifat, dan perilaku
yang bisa bersifat teknis, berkaitan dengan keterampilan antar pribadi, atau berorientasi
bisnis. Kesuksesan dalam SDM bergantung pada kompetensi dan keterampilan spesifik
dalam lima bidang pokok, yaitu: kontribusi stratejik, pengetahuan bisnis, kredibilitas pribadi,
penyampaian SDM, dan teknologi SDM.

4.      Pencapaian Tujuan
Jika organisasi – organisasi menganggap hasil akhir lebih penting dari cara, hasil –
hasil pencapaian tujuan menjadi faktor yang tepat untuk dievaluasi. Hasil – hasil yang
dicapai harus berada dalam kendali individu atau tim dan haruslah hasil – hasil yang
mengarah pada kesuksesan perusahaan. Pada level – level atas, tujuan bisa berkenaan
dengan aspek finansial perusahaan seperti profit atau arus kas, serta pertimbangan –
pertimbangan pasar seperti pangsa pasar atau posisi dalam pasar. Pada level
keorganisasian yang lebih rendah hasil – hasil bisa berupa pemenuhan persyaratan
kualitas pelanggan dan penyampaian yang sesuai dengan jadwal yang dijanjikan.
Untuk menunjang proses tersebut, manajer perlu memberikan contoh – contoh
spesifik mengenai cara karyawan dapat meningkatkan perkembangannya dan mencapai
tujuan – tujuan spesifik. Kedua pihak harus mencapai kesepakatan dalam hal tujuan –
tujuan karyawan untuk periode evaluasi berikutnya serta bantuan dan sumber – sumber
daya yang perlu disediakan oleh para manajer.

5.      Potensi Perbaikan
Ketika organisasi – organisasi mengevaluasi kinerja para karyawan, banyak kriteria
yang digunakan berfokus pada masa lalu. Dari sudut pandang manajemen kinerja,
masalahnya tidak mampu mengubah masa lalu. Dengan demikian, perusahaan –
perusahaan harus berfokus pada masa depan, memasukkan perilaku – perilaku dan hasil –
hasil yang diperlukan untuk mengembangkan karyawan dan dalam proses tersebut,
mencapai tujuan – tujuan perusahaan. Hal tersebut melibatkan penilaian potensi karyawan.
Memasukkan potensi dalam proses evaluasi membantu memastikan perencanaan dan
pengembangan karir yang lebih efektif.
Kelebihan dan Kekurangan

Menurut Adryanto (2011), jika metode ini diintegrasikan dengan baik maka dapat
memberikan sumbangan besar bagi manajemen, yaitu:
a.       Memperoleh umpan balik dari berbagai sumber, yang tentu akan lebih objektif
dibandingkan jika umpan baliknya hanya berasal dari diri Anda sendiri
b.      Mengurangi risiko terjadinya diskriminasi dan efek-efek pribadi dalampenilaian kinerja
c.       Mengembangkan kerja sama yang erat di kalangan anggota tim Anda,mengingat bahwa
mereka cenderung lebih mau bertanggungjawab terhadapperilaku mereka satu sama lain
ketika mengetahui bahwa mereka harus salingmenyampaikan masukan mengenai kinerja
rekan satu tim mereka itu
d.      Memahami kebutuhan pengembangan perorangan maupun organisasi
e.       Menyediakan informasi yang tepat mengenai apa yang harus Anda dan anakbuah Anda
lakukan untuk meningkatkan karier
f.       Meningkatkan kualitas, keterandalan, dan kecepatan produk maupun layananyang Anda
hasilkan.

Adapun sisi negatif yang harus diwaspadai dari metode ini menurut Adryanto adalah :
a.       Karena biasanya dilakukan secara anonim, karyawan yang memperolehpenilaian tidak
bisa mendapatkan penjelasan lebih lanjut mengenai apa yangmelatarbelakangi penilaian
tersebut. Dalam situasi seperti ini, penerimaanterhadap hasil penilaian tentu cenderung
menurun.
b.      Karena dilakukan oleh para penilai yang kurang berpengalaman dan kurangterlatih,
akurasi hasil penilaian ini cenderung meragukan. Apa yang terjadikemudian adalah inflasi
nilai dimana kinerja semua orang tampak bagus atau sebaliknya deflasi nilai.
c.       Karena dilakukan oleh banyak penilai, tidak jarang hasil penilaian yangdiperoleh justru
saling bertentangan tanpa bisa ditentukan penilaian siapayang sebenarnya lebih akurat
(Vinson, 1996).
d.      Berbeda dengan penilaian kinerja konvensional yang hanya membutuhkandua penilai
dan satu formulir, metode ini mempersyaratkan adanya beberapa penilai dengan sejumlah
formulir. Konsekuensinya, untuk menerapkan penilaian 360, diperlukan lebih banyak waktu
(dan kertas).

Anda mungkin juga menyukai