BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. Tekanan atmosfer
Tekanan atmosfer yang bekerja di permukaan bumi dapat dipandang
sebagai berat kolom udara mulai dari permukaan bumi sampai batas atmosfer
yang paling atas. Untuk kondisi standar, gaya berat udara kolom ini pada setiap
1cm2 luas permukaan bumi adalah 1,033 kgf. Tekanan atmosfer juga bisa
dinyatakan dengan tinggi kolom air raksa (mmHg) dimana 1 atm = 760 mmHg.
e. Kekentalan/viskositas
Kekentalan atau viskositas merupakan ketahanan fluida terhadap gaya geser.
Kekentalan juga dapat didefinisikan sebagai kelengketan suatu fluida yang
mempengaruhi pergerakan fluida di dalam atau di luar saluran.
f. Kompresibilitas
Kompresibilitas adalah perubahan fluida yang terjadi dikarenakan perubahan
tekanan yang nantinya akan mengubah densitas, volume dan suhu fluida tersebut.
d. Poros Engkol
Berfungsi sebagai menggubah gerakan putar menjadi gerakan bolak balik.
f. Batang Penghubung
Berfungsi meneruskan gaya dari poros engkol ke batang torak melalui kepala
silang, batang penghubung harus kuat dan tahan bengkok sehingga mampu menahan
beban pada saat kompresi.
2. Langkah Kompresi
Setelah torak mencapai titik mati bawah, katup isap dan keluar tertutup.
Torak bergerak ke atas, volume udara dalam silinder berkurang (termampatkan)
sehingga tekanannya naik.
3. Langkah Keluar
Setelah torak mencapai posisi tertentu, demikian juga tekanan udara telah
mencapai nilai tertentu maka katup keluar akan terbuka. Udara bertekanan dalam
silinder didorong mengalir ke tangki penyimpan udara bertekanan. Ujung silinder
yang ditembus batang torak harus diberi packing untuk mencegah kebocoran udara.
4. Langkah Ekspansi
Sesaat setelah udara terkompresi keluar, torak bergerak ke bawah sebelum
langkah isap.
masuk kontrol volum (titik 1) sama dengan massa alir fluida yang keluar kontrol
volume (titik 2) adalah sama, dirumuskan :
.....................................................................................(2-1)
B. Hukum Termodinamika II
a. Hukum Termodinamika I
- Proses Isobarik
Bila batas sistem bisa bergerak, tekanan gas akan tetap konstan bila
dipanaskan. Pada proses ini berlaku persamaan:
...............................................................................................(2-4)
Perubahan entalpi pada proses ini sama dengan kalor yang dimasukkan ke
sistem yaitu:
.............................................................(2-5)
....................................................................(2-6)
.................................(2-7)
Proses Isokhorik/isovolumetrik
Pada proses ini volume pada sistem konstan.
Dengan demikian pada proses ini berlaku persamaan:
.................................................................................................(2-8)
...................(2-9)
- Proses Isotermik
Selama proses temperatur sistem konstan, pada sistem ini berlaku persamaan:
.................................................................................(2-10)
Dalam proses ini tidak terjadi perubahan energi dalam ataupun perubahan
entalpi.
Kerja yang dilakukan oleh sistem ini sebesar:
.................................................(2-11)
- Proses Adiabatik
Selama proses tidak ada panas yang keluar/masuk sistem jadi △Q = 0. Pada
sistem ini berlaku persamaan:
................................................................................(2-12)
b. Hukum Termodinamika II
.................................(2-13)
........................................................................(2-14)
Dimana : T = suhu
η = efisiensi
P = tekanan
V = volume
W = usaha
Pada kurva ditunjukkan bahwa semakin tinggi tekanan buang kompresor maka
volume udara dan efisiensi volumetris akan semakin menurun. Sedangkan efisiensi
adiabatis keseluruhan akan mengalami kenaikan sampai pada titik maksimumnya
kemudian akan mengalami penurunan.
1. Kompresi isotermal
Bila suatu gas dikompresikan, maka berarti ada energi mekanik yang diberikan
dari luar kepada gas. Energi ini diubah menjadi energi panas sehingga temperatur
gas akan naik jika tekanan semakin tinggi. Namun, jika proses kompresi ini diikuti
dengan pendinginan untuk mengeluarkan panas yang terjadi, temperatur dapat
dijaga tetap. Kompresi isotermal merupakan suatu proses yang sangat berguna
dalam analisis teoritis, namun untuk perhitungan kompresor tidak banyak
kegunaannya. Hubungan antara P dan v pada proses isotermik ini dapat dirumuskan
sebagai
..............................................................................................(2-15)
2. Kompresi adiabatik
Jika silinder diisolasi secara sempurna terhadap panas, maka kompresi akan
berlangsung tanpa ada panas yang keluar dari gas atau masuk ke dalam gas. Proses
semacam ini disebut adiabatik.
Dalam praktek, proses adiabatik tidak pernah terjadi secara sempurna karena
isolasi terhadap silinder tidak pernah dapat sempurna pula. Namun proses adiabatik
sering dipakai dalam pengkajian teoritis proses kompresi.
.........................................................................................(2-16)
Jika rumus ini dibandingkan dengan kompresi isotermal dapat dilihat bahwa
untuk pengecilan volume yang sama, kompresi adiabatik akan menghasilkan
tekenan yang lebih tinggi dari pada proses isotermal.
3. Kompresi politropik
Kompresi pada kompresor yang sesungguhnya bukan merupakan proses
isotermal maupun adiabatik. Jadi kompresi sesungguhnya, ada di antara keduanya
dan disebut kompresi politropik. Hubungan antara P dan v pada proses politropik
ini dapat dirumuskan sebagai
........................................................................................(2-17)
Disini n disebut indeks dan harganya terleak antara 1 (proses isotermal) dan k
(proses adiabatik). Jadi : 1 < n < k. Untuk kompresor biasa, n = 1,25 – 1,35.
kompresi yang dikerjakan dalam setiap putaran poros engkol. Jumlah volume gas yang
dimampatkan per menit disebut perpindahan torak. Jadi jika poros kompresor
mempunyai putaran N (rpm) maka perpindahan torak
2
Vs .Dc .S .N ................................................................................................(2-18)
4
Dapat dilihat bahwa volume gas yang diisap tidak sebesar volume langkah torak
sebesar Vs melainkan lebih kecil, yaitu hanya sebesar volume isap antara titik mati atas
dan titik mati bawah karena terdapat sisa volume antara sisi atas torak dengan kepala
silinder sebesar Vc.
Dari tabel terlihat bahwa daya yang diperlukan untuk kompresi 2 tingkat
harganya lebih kecil dari pada kompresi 1 tingkat. Harga yang lebih rendah ini
diperoleh pada kompresor 2 tingkat harganya lebih kecil dari pada kompresi 1 tingkat.
Harga yang lebih rendah ini diperoleh pada kompresor 2 tingkat yang menggunakan
pendingin antara (inter-cooler) di antara tingkat pertama dan tingkat kedua.
Penggunaan pendingin antara akan memperkecil kerja kompresi.
Tabel 2.1
Perbandingan daya kompresi 1 tingkat dengan 2 tingkat
.........................................................................................(2-21)
(8314,34)
(kgm) /( kg.K )
(28,97 9,8)
....................................................................(2-22)
.................................................................................(2-23)
..............................................................................(2-24)
.........................................................................................(2-25)
P SG.g .h k
air
1
. (kg.m 3 )
saluran
1 k
udara
P ......................................................(2-26)
Dimana :
T = temperatur ruangan (K)
ts = temperatur ruangan (oC)
R = konstanta gas universal
ρudara = rapat massa udara pada sisi isap (kg.m-3)
ρsaluran = rapat massa udara pada saluran (kg.m-3)
SG = spesific gravity
..................................................................................................(2-27)
Dimana :
W = kapasitas aliran massa udara [kg/menit]
= koefisien kerugian pada sisi buang (coeffisient of discharge) = 0,613852
= faktor koreksi adanya ekspansi udara=0,999
A = luas penampang saluran pipa [m2]; d=0,0175 m
g = percepatan gravitasi bumi=9,81 [m/ s 2 ]
hair = beda tekanan antara sebelum dan sesudah orifice [ mH 2 O ]
air = rapat massa air [kg m 3 ]
saluran = rapat massa udara pada sisi isap [kg m 3 ]
Dimana :
Qs = debit aliran udara pada sisi isap
W = kapasitas aliran massa udara [kg/menit]
udara = massa jenis udara [kg/ m 3 ]
3. Daya udara adiabatik teoritis
k P Qs Pd k 1 / k
Lad 1 [kW]........................................................(2-31)
k 1 6120 P
Dimana :
Lad = daya udara adiabatik teoritis [kW]
Pd = tekanan absolut udara pada sisi buang kompresor [kg m-2abs]
Ls = Nm x m [kW]......................................................................................(2-32)
Lad
ad .....................................................................................................(2-33)
Ls
Dimana :
Ls = daya input kompresor [kW]
Nm = daya input motor penggerak [kW]
m = efisiensi motor penggerak
5. Efisiensi volumetrik
Qth = Vc x Nc [m3/min].................................................................................(2-34)
2
Vc .Dc .Lc .nc [m3]...............................................................................(2-35)
4
Qs
v ......................................................................................................(2-36)
Qth
Dimana :
Qth = kapasitas teoritis kompresor [m3/min]
Vc = volume langkah piston [m3]
Dc = diameter silinder = 0,065 [m]
Lc = langkah piston = 0,065 [m]
nc = jumlah silinder = 2
Nc = putaran kompresor [rpm]
BAB III
METODOLOGI PENGUJIAN
h. Ubah kapasitas aliran udara hingga tekanan dalam tangki naik, selanjutnya lakukan
e, f, dan g.
i. Percobaan selesai.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
= (760 x 13,6
= 0,76 x 13,6
= 10,336 (m O)
P = air.Ps (
= 1000.10,336
= 10336 (
ρudara (
= 1,16986 (
saluran udara (
= 1,16986 (
W = 0,2939 (kg/menit)
Dimana :
α = koefisien kerugian pada sisi buang = 0.61385
W = kapasitas aliran massa udara lewat orifice
ε = faktor koreksi adanya ekspansi udara = 0.999
A = luas penampang saluran pipa (m²)
g = percepatan gravitasi bumi = 9.81 (m.s²)
=1x + 1.033 x
Pd = 2,033 x (kg/ )
Lad = x . (kW)
= x .
= 0.317 (kW)
4. Efisiensi adiabatik
Ls = Nm x ηm (kW)
= 1,6 x 0.85
= 1.870 (kW)
Lad
ad
Ls
=
= 0.169
= 16.9 %
5. Efisiensi volumetrik
Vc = x Dc² x Lc x nc
= x x 0,065 x 2
= 0.43116x
Gambar 4.1 Grafik Hubungan Tekanan Buang Kompresor terhadap Kapasitas Aliran Massa
Qth = Vc x Nc
= 0,43116 x x 929,1
= 0.4010
Qs
v %
Qth
= 0.626
= 62,6 %
4.2.2 Grafik dan Pembahasan
4.2.2.1 Hubungan Tekanan Buang Kompresor (discharge pressure) terhadap
Kapasitas Aliran Massa Udara lewat Orifice
lewat Orifice
Kapasitas aliran massa udara lewat orifice merupakan besarnya debit aliran pada
saluran orifice setelah melalui sisi buang kompresor. Dimana nilainya dipengaruhi oleh
tekanan buang kompresor. Nilai tekanan dapat dilihat pada manometer.
Dari grafik hubungan tekanan buang kompresor terhadap kapasitas aliran massa
udara lewat orifice dapat diketahui bahwa semakin tinggi nilai tekanan buang
kompresor maka kapasitas aliran massa udara lewat orifice semakin rendah. Hal ini
terjadi karena dengan meningkatnya tangki maka putaran katup lewat orifce lebih krcil
karena udara yang masuk juga akan semakin sedikit. Hasil ini sesuai dengan persamaan
(2-22) sebagai berikut:
W = α.ε.A ((2.g.ρsaluran (ρair.hair))½.60(kg.menit )
Dengan : α = koefisien kerugian pada sisi buang
ε = faktor koreksi adanya ekspansi udara
A = luas penampang saluran
Maka variabel yang berpengaruh adalah beda tekanan sebelumf dan sesudah
orifice (hair). Dapat diketahui pada persamaan (2-22) bahwa semakin besar tekanan gas
buang maka beda tekanan sebelum dan sesudah orifice (hair) semakin rendah. Hal ini
diakibatkan karena diperkecilnya luas penampang pada discharge valve control .
Gambar 4.2 Grafik Hubungan Tekanan Buang Kompresor terhadap Kapasitas Saluran Udara
Kapasitas aliran udara pada sisi isap merupakan besarnya debit aliran pada
saluran isap sebelum memasuki kompresor. Nilainya dipengaruhi oleh besarnya
kapasitas aliran massa udara melalui orifice dan massa jenis udara.
Dari grafik hubungan tekanan buang kompresor terhadap kapasitas aliran udara
pada sisi isap dapat diketahui bahwa setiap kenaikan nilai tekanan buang kompresor
maka kapasitas aliran udara pada sisi isap semakin menurun. Hal ini sesuai dengan
persamaan (2-23) sebagai berikut:
W
Qs [ m 3 / menit ]
udara
Dimana :
W = α.ε.A (2.g.ρsaluran (ρair.hair))½.60 (kg.menit )
Dari rumus di atas diketahui bahwa nilai Qs dipengaruhi oleh nilai beda tekanan
sebelum dan sesudah orifice (hair). Nilai beda tekanan sebelum dan sesudah orifice
(hair) dipengaruhi oleh tekanan buang kompresor. Nilai kapasitas aliran udara pada sisi
isap semakin menurun dikarenakan terjadinya tekanan balik akibat dari tingginya
tekanan pada tangki sehingga sebagian udara kembali ke kompresor. Sehingga udara
yang masuk ke dalam kompresor semakin kecil, karena udara pada ruang silinder tidak
Gambar 4.3 Gafik Hubungan Tekanan Buang Kompresor terhadap Daya Adiabatik Teoritis
bisa terbuang sepenuhnya akibat adanya tekanan balik.
daya udara adiabatik teoritis yang semakin besar untuk menghasilkan tekanan yang
besar pada kompresor.
Dari grafik hubungan tekanan buang kompresor terhadap daya adiabatik dapat
diketahui bahwa setiap kenaikan tekanan buang kompresor terjadi penambahan daya
udara adiabatiknya. Hubungan antara daya udara adiabatik teoritis dengan tekanan
buang kompresor dapat dicari dengan persamaan (2-25) sebagai berikut :
k P Qs Pdgage x 10 4 + 1,033 x 10 4
k 1 / k
Lad 1 [KW]
k 1 6120 P
buang kompresor akan menambahkan nilai daya adiabatik teoritis (L ad). Begitu pula
pada variabel Qs dipengaruhi oleh tekanan buang kompresor, semakin besar nilai
tekanan buang kompresor semakin kecil nilai Qs sedangkan nilai Pd terus bertambah
dengan gradien yang konstan sehingga nilai Lad akan terus bertambah hingga mencapai
titik tertentu selanjutnya akan menurun karena penurunan nilai Qs yang lebih besar
Selama proses kompresi dan ekspansi terdapat volume sisa pada silinder.
Dengan semakin besarnya volume sisa, maka kerja yang dibutuhkan kompresor akan
meningkat. Kerja kompresi pada kompresor ini berupa daya adiabatik. Ketika tekanan
pada tangki semakin besar, maka dibutuhkan daya udara adiabatik yang besar juga.
Gamba r 4.4 Grafik Hubungan Tekanan Buang Kompressor terhadap Efisiensi Adiabatik Kesluruhan
dengan siklus adiabatik (menurut perhitungan teoritis) dibandingkan dengan daya yang
Ls = Nm x m [kW]
Gambar 4.5 Grafik Hubungan Tekanan Buang Kompresor terhadap Efiensi Volumetrik
dipengaruhi oleh besarnya volume langkah torak dan nilai putarannya. Efisiensi
volumetric sesuai dengan persamaan (2-30) sebagai berikut :
Qs
v
Qth
di mana :
Qth = Vc x Nc [m3/min]
2
Vc .Dc .Lc .nc [m3]
4
Dari grafik dapat dilihat bahwa semakin tinggi tekanan buang kompresor maka
efisiensi volumetrik semakin kecil. Hal ini diakibatkan meningkatnya tekanan pada
kompresor, maka volume gas yang isap secara efektif akan semakin rendah.
Perpindahan torak menyatakan kemampuan teoritis torak untuk menghasilkan
volume gas tiap menit. Namun dalam kompresor volume gas yang diisap kompresor
lebih kecil dari pada perpindahan torak karena ketika torak mencapai titik mati atas,
antara sisi atas torak dan kepala silinder masih terdapat volume sisa. Semakin tinggi
tekanan buang kompresor maka kerja kompresor semakin besar yaitu berupa
peningkatan kecepatan naik turun torak. Hal ini akan menyebabkan kapasitas aliran
udara pada sisi isap akan semakin rendah.
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
1. Semakin tinggi nilai tekanan buang kompresor maka nilai kapasitas aliran massa
udara lewat orifice akan semakin rendah.
2. Setiap kenaikan nilai tekanan buang kompresor maka nilai kapasitas aliran udara
pada sisi isap semakin berkurang.
3. Setiap kenaikan tekanan buang kompresor terjadi penambahan nilai daya udara
adiabatik teoritis.
4. Efisiensi adiabatik meningkat seiring dengan pertambahan tekanan buang
kompresor.
5. Semakin tinggi nilai tekanan buang kompresor maka nilai efisiensi volumetrik
semakin kecil.
5.2 Saran
1. Sebagai bahan pertimbangan hendaknya ada penambahan alat atau setidaknya
pembaruan alat.
2. Untuk asisten sebaiknya asistensi bisa dilakukan tanpa atau dengan janjian terlebih
dahulu (kondisional).
3. Praktikan harus sangat teliti dalam memasukkan angka-angka pada proses
praktikum.