Desa Wisata di
Bawah Lingkar Garis Pelangi Dan Kabut Halimun
Desa Wisata
Desa Wisata adalah bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi lokal dan fasilitas pendukung
pariwisata yang didalamnya terjadi interaksi penduduk desa dengan wisatawan dan dikelola
oleh sebuah sistem yang diakui. (Zaenal Mutaqin, Ade. 2015. “Sebaran Potensi Desa
Wisata Malasari”). Komponen Desa wisata yaitu bentang alam dengan segala fenomena
estetika yang menarik dan unik, kehidupan masyarakat setempat yang tergambar dalam
sistem adat, tradisi serta budaya yang lahir dari kearifan lokal, tersusun menjadi struktur
kehidupan sehari-hari yang disajikan dalam aktivitas pariwisata.
Desa Halimun
Desa Halimun merujuk pada desa-desa wisata yang berada dalam gugusan Taman Nasional
Gunung Halimun Salak (TNGHS). Desa Halimun adalah sebutan terhadap lima Desa Wisata
yang berada di sekitar Taman Nasional Gunung Halimun dengan berbagai karakteristik
khusus dan unik untuk tujuan atau tempat wisata. Dengan mengusung pariwisata ramah
(sustainable tourism), wisata pedesaan (rural tourism), ekowisata (ecotourism) dan wisata
petualangan (adventure tourism), desa-desa wisata dalam kawasan Taman Nasional Gunung
Halimun Salak dan zona-zona penyangganya ini merupakan solusi
dalam menjawab kebutuhan akan kerinduan masyarakat kota terhadap suasana dan kehidupan
desa dengan alam yang masih terjaga dengan baik.
Tempat Wisata bernuansa
pedesaan dengan pesona lansekap serta kekayaan biodiversitas hutan Halimun Salak, Desa
Wisata Malasari
Adalah Desa Wisata Malasari (DWM) yang dideklarasikan pada tahun 2015,
merupakan salah satu tempat wisata bergendre desa wisata dari lima desa yang tergabung
dalam Desa Halimun. Desa Wisata Malasari merupakan salah satu desa wisata yang memiliki
kekayaan biodiversitas tertinggi di pulau Jawa. Jika wisata Halimun berjuluk “the hearf of
Java ecotourism”, maka Desa Wisata Malasari adalah Jantungnya Halimun atau dalam
padanan bahasa ingris nya adalah “the heart of Halimun“
Tempat wisata agro terbaik di
Jawa Barat yang dilingkar pesona Halimun dan eksotisme adat Kasepuhan ada di Desa
Wisata Kiarasari
Sebelum pintu gerbang Taman Nasional Gunung Halimun Salak dari arah Bogor Barat
dimana Desa Wisata Malasari berada, terdapat Desa Wisata Kiarasari (DWK) yang
dideklarasikan pada tahun 2016. DWK mengusung keramah-tamahan desa yang berpenduduk
sebagian besarnya adalah petani. Desa Wisata Kiarasari memiliki kontur alam yang berundak
didiami masyarakat yang masih taat pada aturan adat. Dimana ketaatan adat penduduk desa
Kiarasari menginduk pada puser dayeh Kasepuhan Cipatat Kolot dan Kasepuhan Urug.
Lansekap sawah terasering dapat terlihat rapih pun menawan hati, tekhnologi warisan leluhur
yang menjadi salah satu ciri khas Desa Wisata Kiarasari sebagai tempat wisata agro terbaik
di Jawa Barat. Hal tersebut dikarenakan oleh sistem tanam padi serempak yang masih dianut
para petani di Kiarasari sebagai tradisi terdahulu. Hal ini membuat umur juga ukuran tanaman
padi nyaris seragam. Selain menawarkan pesona keindahan pemandangan sawah, tiga jenis
beras lokal yang berbeda bisa didapatkan dengan mudah di tempat wisata DWK, yakni beras
putih, beras merah dan beras hitam. Selain itu, di Desa Wisata Kiarasari terdapat sungai
Cidurian yang digunakan juga sebagai tempat wisata petualangan dalam bentuk aktivitas
arung jeram dengan menggunakan tube (tubing river). Dimana sebuah olahraga air yang
sekaligus menjadi salah satu wisata air bergendre petualangan yang memacu saraf adrenalin
ini dapat dirasakan sepaket dengan pengalaman berwisata adat komunitas sunda di Desa
Wisata Kiarasari.
Dengan mengusung konsep Desa Wisata sejak tahun 2010, Desa Tapos-1 memiliki potensi
wisata alam yang indah serta kebudayaan lokal yang masih terjaga apik. Selain keramah
tamahan penduduknya yang masih memiliki tradisi dan keaslian budaya sebagai daya tarik
tempat wisata bernuansa desa wisata diantaranya adalah danau Tenjolaya, Bumi Perkemahan
Ciputri yang dipayungi keteduhan pohon Pinus serta menyimpan pesona Curug Ciputri
dipojok hutannya, serta Bumi Perkemahan Cipeteuy yang berdekatan dengan Cagar Budaya
Situs Punden Berundak Cibalay sebagai warisan megalitikum merupakan obyek yang juga di
unggulkan di Desa Wisata Tapos 1 (DWT-1).
Desa Halimun merupakan suatu kawasan desa-desa yang berada di bawah bentang garis
pelangi dan kabut Halimun untuk tujuan dan atau tempat wisata. Menawarkan suasana yang
mencerminkan keaslian pedesaan dari kehidupan sosial ekonomi, sosial budaya, adat istiadat,
perilaku keseharian penduduk, dan struktur tata ruang desa yang khas berikut gaya arsitektur
bangunannya. Komponen akomodasi Desa Halimun sebagian besarnya adalah rumah tinggal
penduduk yang dijadikan tempat tempat bermukim sementara wisatawan, dan atraksinya
melibatkan seluruh kehidupan keseharian penduduk beserta pesona lokasi desa yang
memungkinkan wisatawan mendapatkan kesenangan dari perjalanan wisata pedesaan.
Karenanya Desa Halimun yang menjadi tempat wisata di Bogor dengan nuansa Desa Wisata
tersebut wajib dikunjungi oleh anda sebagai pecinta aktivitas wisata alam, wisata budaya,
wisata desa, wisata agro, wisata petualangan dan wisata pegunungan.
Pengembangan Desa Wisata
Desa Wisata adalah komunitas atau masyarakat yang terdiri dari para penduduk suatu
wilayah terbatas yang bisa saling berinteraksi secara langsung dibawah sebuah pengelolaan
dan memiliki kepedulian serta kesadaran untuk berperan bersama sesuai ketrampilan dan
kemampuan masing-masing memberdayakan potensi secara kondusif bagi tumbuh dan
berkembangnya kepariwisataan serta terwujudnya Sapta Pesona sehingga tercapai
peningkatan pembangunan daerah melalui kepariwisataan dan memanfaatkannya bagi
kesejahteraan masyarakat di wilayah itu.
Desa Wisata merupakan kelompok swadaya dan swakarsa masyarakat yang dalam aktivitas
sosialnya berupaya untuk meningkatkan pemahaman kepariwisataan, mewadahi peran dan
partisipasi masyarakat dalam pembangunan kepariwisataan di wilayahnya, meningkatkan
nilai kepariwisataan serta memberdayakannya bagi kesejahteraan masyarakat, keikut
sertaan dalam mensukseskan pembangunan kepariwisataan.
Desa Wisata dibentuk untuk memberdayakan masyarakat agar dapat berperan sebagai
pelaku langsung dalam upaya meningkatkan kesiapan dan kepedulian dalam menyikapi
potensi pariwisata atau lokasi daya tarik wisata di wilayah mereka agar dapat berperan
sebagai tuan rumah yang baik bagi para wisatawan yang berkunjung, serta memiliki
kesadaran akan peluang dan kesiapan menangkap manfaat yang dapat dikembangkan dari
kegiatan pariwisata untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat .
Tujuan dari pembentukan Desa Wisata untuk meningkatkan posisi dan peran masyarakat
sebagai subjek atau pelaku penting dalam pembangunan kepariwisataan, serta dapat
bersinergi dan bermitra dengan pemangku kepentingan terkait dalam meningkatkan kualitas
perkembangan kepariwisataan di daerah, membangun dan menumbuhkan sikap dan
dukungan positif masyarakat sebagai tuan rumah melalui perwujudan nilai-nilai Sapta
Pesona bagi tumbuh dan berkembangnya kepariwisataan di daerah dan manfaatnya bagi
pembangunan daerah maupun kesejahteraan masyarakat dan memperkenalkan,
melestarikan dan memanfaatkan potensi daya tarik wisata yang ada di masing-masing
daerah.
Fungsi Desa Wisata merupakan sebagai wadah langsung bagi masyarakat akan kesadaran
adanya potensi Wisata dan terciptanya Sapta Pesona di lingkungan wilayah di destinasi
wisata dan sebagai unsur kemitran baik bagi Pemerintah propinsi maupun pemerintah
daerah (kabupaten/kota) dalam upaya perwujudan dan pengembangan kepariwisataan di
daerah.
Adapun Kriteria pengembangan Desa Wisata adalah adanya 4A + C1 yaitu :
1. Memiliki Attraction/atraksi wisata unggulan
2. Memiliki Amenities/Kelembagaan
3. Memiliki Aksesibilitas/Sarana-Prasarana yang memadai
4. Memiliki Ancilliries/Akomodasi wisata pendukung
5. Memiliki Community Involvement/Keterlibatan Masyarakat
Adapun langkah-langkah pengembangan Desa Wisata dapat dilakukan dengan beberapa
cara, antara lain :
1. Petakan wilayah dengan mengidentifikasi potensi alam, sosial, budaya yang ada di
desa serta dengan mengatur peruntukan wilayah desa dengan membagi wilayah
menjadi Utama, Madya dan Nista
2. Menata wajah desa dengan memperbaiki fasilitas umum, pemukiman, Pura, kuburan
serta yang lebih penting membaskan wilayah kita dari sampah terutama plastik.
3. Siapkan Sumber Daya Manusia, Kelembagaan, dan Jaringan
- Buat aturan main pengelolaan Desa Wisata
- Bentuk Badan Pengelola
- Rancang program kerja (pendek, menengah dan panjang)
- Kembangkan jaringan dan kerja sama
Ada beberapa prinsip utama yang harus diperhatikan dalam pengembangan Desa Wisata
diantaranya :
1. Kendalikan kepemilikan lahan dengan kontrol tetap di desa
2. Tumbuhkan jiwa bersaing sehat
3. Setia pada proses awal pengembangan Desa Wisat dan jangan beranggapan bahwa
Desa Wisata dapat berjalan secara instant.
4. Hendaklah bergeraksecara bersama antara dinas dan adat
5. Tetap seperti semula dan jangan berubah karena menjadi desa wisata serta yang
terpenting dengan selalu menjaga kahuripan Bali
Pengertian Desa Wisata dan Konsep Pengembangannya
Desa wisata dan objek wisata di desa, keduanya merupakan sesuatu yang berbeda namun
acap sulit untuk dibedakan. Hari ini, banyak desa yang mengklaim dirinya sebagai desa
wisata. Namun ketika ditilik lebih dalam, ternyata hanya berbentuk objek wisata yang
berlokasi di desa tanpa memiliki konsep pengembangan sebagai desa wisata.
Keberadaan sebuah objek wisata atau dalam bentuk lain berupa event wisata yang
diselenggarakan di desa yang menarik wisatawan untuk berkunjung, tidak serta-merta
menjadikan desa tersebut disebut sebagai desa wisata.
Pengembangan desa wisata tidak bisa dilakukan secara instan, hanya dengan membuat
sebuah objek wisata atau menyelenggarakan event wisata di desa. Lebih daripada itu,
konsep pengembangan desa wisata harus memenuhi sejumlah unsur penting yang tidak
lepas dari peran komunitas atau masyarakat sebagai pelaku penting di dalamnya.
Desa wisata adalah komunitas atau masyarakat yang terdiri dari penduduk suatu wilayah
terbatas yang bisa saling berinteraksi secara langsung di bawah sebuah pengelolaan dan
memiliki kepedulian, serta kesadaran untuk berperan bersama sesuai keterampilan dan
kemampuan masing-masing, memberdayakan potensi secara kondusif bagi tumbuh dan
berkembangnya kepariwisataan di wilayahnya.
Desa wisata menempatkan komunitas atau masyarakat sebagai subjek atau pelaku utama
dalam pembangunan kepariwisataan, kemudian memanfaatkannya bagi kesejahteraan
masyarakat. Dalam aktivitas sosialnya, kelompok swadaya dan swakarsa masyarakat
berupaya untuk meningkatkan pemahaman kepariwisataan; mewadahi peran dan partisipasi
masyarakat dalam pembangunan kepariwisataan di wilayahnya; meningkatkan nilai
kepariwisataan serta memberdayakannya bagi kesejahteraan masyarakat.
Konsep pengembangan desa wisata mengacu pada keberadaan unsur 3A dalam pariwisata
dan community involvement atau keterlibatan masyarakat. 3A yang dimaksud adalah
adanya Atraksi sebagai daya tarik utama desa wisata; Amenitas sebagai fasilitas pendukung
yang dimiliki oleh desa wisata; Aksesibilitas yang dapat diartikan sebagai beragam hal yang
berkaitan dengan akses wisatawan ketika hendak berkunjung ke desa wisata.
Unsur 3A ini penting dimiliki oleh desa wisata, karena akan berpengaruh pada tingkat
kunjungan wisatawan, lama tinggal wisatawan (length of stay) dan minat wisatawan untuk
berkunjung kembali. Selain memiliki unsur 3A dan keterlibatan aktif masyarakat di
dalamnya, ada sejumlah hal yang harus dilakukan seperti berikut:
Pemetaan Wilayah
Pemetaan wilayah dengan mengidentifikasi potensi alam, sosial dan budaya yang ada di
desa. Pemetaan wilayah ini bertujuan untuk mengetahui potensi apa saja yang dimiliki oleh
desa dan bisa didayagunakan sebagai potensi wisata atau daya tarik wisata. Wilayah
berdasarkan potensinya masing-masing kemudian diatur sesuai dengan peruntukannya
sebagai destinasi utama atau destinasi lain.
Penataan Wilayah
Langkah ini meliputi pembuatan aturan main pengelolaan desa wisata; pembentukan badan
pengelola; merancang program kerja untuk jangka pendek, menengah dan jangka panjang;
mengembangkan jaringan dan kerja sama.
Jika langkah-langkah tersebut sudah dilakukan dan desa wisata sudah siap menjadi tuan
rumah bagi wisatawan, maka desa wisata bisa merumuskan beragam paket wisata bagi
wisatawan. Pengembangan desa wisata tidak bisa instan, komunitas atau masyarakat
sebagai pelaku penting perlu mengembangkan desa wisata dengan konsep yang jelas.
Unsur-Unsur Penting dalam Pengembangan Desa Wisata
Desa wisata saat ini telah menjadi salah satu tren pengembangan pariwisata di suatu
daerah. Kemunculan beragam desa wisata dengan potensi masing-masing yang dimiliki,
menjadi warna baru dalam dunia pariwisata.
Sebagian besar pengelola bahkan berlomba-lomba membuat spot swafoto atau yang lebih
dikenal dengan spot selfie. Para pengunjung yang datang pun, sebagian besar hanya
datang untuk selfie, yang kemudian memamerkan fotonya melalui media sosial.
Tapi apakah keberadaan spot selfie di suatu desa ini sudah serta-merta bisa disebut
sebagai pengembangan desa wisata?
Menurut Drs Chusmeru MSi, pengamat pariwisata Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP
Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, satu objek atau pemandangan menarik di desa
yang dikelola dan dikunjungi wisatawan tidak serta-merta disebut sebagai desa wisata. Desa
yang hanya menyuguhkan objek spot foto tidak dapat disebut desa wisata, meskipun
dikelola oleh desa dan banyak dikunjungi wisatawan.
Pengembangan desa wisata harus berdasarkan konsep yang jelas. Desa wisata harus
memiliki potensi untuk dikembangkan berbagai komponen kepariwisataan, seperti atraksi,
akomodasi, kuliner, cinderamata, dan kebutuhan wisata lainnya. Keaslian pedesaan menjadi
ciri khas dalam konsep desa wisata. Keaslian bisa dalam bentuk kehidupan ekonomi, sosial
budaya, adat istiadat, arsitektur dan segala potensi wisata khas desa.
Tipologi dan karakter desa wisata perlu diidentifikasi, Chusmeru menyebutkan, ada
beberapa hal yang harus diidentifikasi, di antaranya apa saja atraksi wisata yang khas,
berapa jarak tempuh dari terminal bus atau stasiun kereta api serta destinasi utama di
daerah tersebut, berapa durasi waktu yang dapat dihabiskan wisatawan di desa sesuai
dengan besaran desa wisata.
Selanjutnya, rumuskan pula persoalan ketersediaan sarana dan prasarana, pelayanan apa
saja yang akan diperoleh wisatawan di desa pada saat baru datang, saat beraktivitas, dan
saat meninggalkan desa wisata. Serta interaksi dan something to do apa saja yang
ditawarkan kepada wisatawan.
Setelah tipologi desa wisata berhasil ditetapkan, menurut Chusmeru, langkah berikutnya
adalah merumuskan kemasan paket wisata yang ditawarkan. Paket wisata itu bisa dalam
tiga pilihan.
Paket wisata pertama
Berhenti sesaat (just stop for a moment). Paket ini ditawarkan bila atraksi yang ada sifatnya
tunggal, kurang variatif, interaksi wisatawan dengan masyarakat terbatas.
Berhenti untuk sementara waktu (rest for a while). Wisatawan akan singgah dan berhenti
cukup waktu untuk menikmati atraksi wisata yang bervariasi. Misal one day trip keliling desa,
makan bersama penduduk, belajar kuliner, membuat kerajinan, atau melakukan aktivitas di
ladang.
Tinggal inap (enjoy an overnight stay). Paket ini memungkinkan wisatawan tinggal atau
menginap di desa wisata. Masyarakat akan lebih banyak mendapatkan keuntungan dari
paket ini. Berbagai atraksi seni budaya masyarakat bisa lebih dioptimalkan.
Unsur 3A dalam pariwisata ini menjadi penting dimiliki oleh setiap destinasi wisata,
karena akan berpengaruh pada tingkat kunjungan wisatawan, lama tinggal
wisatawan (length of stay) dan minat wisatawan untuk berkunjung kembali. Sebagai
sebuah kegiatan perpindahan sementara individu atau kelompok ke daerah tujuan di
luar tempat tinggal normal, pariwisata harus mampu memberikan kesan pada setiap
aktivitas yang dilakukan, kenyamanan dan kelengkapan dari fasilitas pendukung,
serta kemudahan akses untuk berkunjung.
Atraksi
Atraksi dalam pariwisata merupakan daya tarik utama dari sebuah destinasi wisata.
Atraksi wisata meliputi segala sesuatu yang dapat dinikmati oleh wisatawan, seperti
dapat dilihat, didengar, dirasakan atau dilakukan, baik berupa daya tarik alam,
budaya maupun hasil kreativitas masyarakatnya. Daya tarik alam bisa berupa
pemandangan alam, air terjun, sungai, keberadaan flora dan fauna atau yang
lainnya. Daya tarik budaya dan kreativitas masyarakat bisa berupa museum,
peninggalan sejarah atau purbakala, kesenian, wisata agro, taman rekreasi dan
tempat hiburan.
Atraksi wisata yang baik tentunya bukan hanya sesuatu yang dapat dilihat atau
didengar oleh wisatawan. Atraksi wisata harus mampu memberikan kesan
pengalaman kepada setiap wisatawan, sehingga tujuannya melakukan kegiatan
pariwisata bisa tercapai. Pada tingkatan yang lebih baik lagi, atraksi wisata harus
bisa memberikan pembelajaran kepada setiap wisatawan atau dikenal dengan istilah
experiental learning (pembelajaran dari pengalaman).
Amenitas
Amenitas atau fasilitas pendukung dari sebuah destinasi wisata harus mampu
menjawab kebutuhan wisatawan selama berada di lokasi wisata. Mulai dari fasilitas
dasar seperti keberadaan toilet, tempat ibadah, tempat parkir, tempat istirahat dan
tempat makan. Selain itu, keberadaan hotel atau penginapan, restoran atau tempat
kuliner, tempat beli oleh-oleh dan segala daya dukung yang bisa menjadi pelengkap
dari kegiatan pariwisata.
Kelengkapan dan kenyamanan dari amenitas yang dimiliki sebuah destinasi wisata,
akan berpengaruh dalam pertimbangan dan keputusan wisatawan ketika hendak
berkunjung. Keberadaan amenitas ini juga akan memengaruhi lama tinggal
wisatawan (length of stay) di lokasi wisata.
Aksesibilitas
Aksesibilitas dapat diartikan sebagai beragam hal yang berkaitan dengan akses
wisatawan ketika hendak berkunjung ke sebuah destinasi wisata. Akses ini meliputi
akses informasi dan akses transportasi.
Akses informasi bisa berupa informasi tentang daya tarik sebuah destinasi wisata,
fasilitas dan akomodasi yang dimiliki, informasi perjalanan, serta ragam informasi
lain yang dibutuhkan oleh wisatawan sebelum melakukan kegiatan pariwisata. Akses
informasi juga berkaitan dengan promosi yang dilakukan oleh sebuah destinasi
wisata untuk menjangkau masyarakat luas sebagai calon wisatawan. Di lokasi
wisata, akses informasi bisa berupa ketersediaan pusat informasi wisatawan atau
dikenal dengan istilah TIC (Tourist Information Center) yang memudahkan setiap
wisatawan untuk bertanya dan memperoleh informasi berkaitan dengan kegiatan
pariwisata yang dilakukan.
Ketiga unsur ini penting dimiliki oleh sebuah destinasi wisata, karena potensi daya
tarik atau atraksi yang menarik seperti apa pun, tanpa dukungan amenitas dan
aksesibilitas yang baik hanya akan menjadi mutiara yang tertutup pasir.
WWF Indonesia membutuhkan segera Konsultan Desain Tapak dengan persyaratan dan
kriteria sebagai berikut: