B. Pengertian Ilmu
Apakah Ilmu Itu?
Secara etimologi ilmu berasal dari kata “ilm” (Bahasa Arab), Science (Bahasa
inggris) atau Scientia (Bahasa Latin)yang mengandung kata kerja scire yang
berarti tahu atau mengetahui. Lalu apa perbedaan ilmu dengan pengetahuan?
Pengetahuan yang merupakan padan kata dari knowledge merupakan kumpulan
fakta-fakta, sedangkan ilmu adalah pengetahuan ilmiah/sistematis. Kumpulan
fakta-fakta tersebut merupakan bahan dasar dari suatu ilmu, sehingga pengetahuan
belum dapat dikatakan sebagai ilmu, namun ilmu pasti merupakan pengetahuan.
Ilmu berbeda dengan pengetahuan. Pengetahuan merupakan kumpulan fakta
yang merupakan bahan dari suatu ilmu, sedangkan ilmu adalah suatu kegiatan
penelitian terhadap suatu gejala ataupun kondisi pada suatu bidang dengan
menggunakan berbagai prosedur, cara, alat dan metode ilmiah lainnya guna
menghasilkan suatu kebenaran ilmiah yang bersifat empiris, sistematis, objektif,
analisis dan verifikatif.
Ilmu itu haruslah sistematis dan berdasarkan metodologi, ia berusaha
mencapai generalisasi. Dalam kajian ilmiah, kalau data yang baru terkumpul
sedikit atau belum cukup, ilmuwan membina Hipotesis ialah dugaan pikiran
berdasarkan sejumlah data. Hipotesis memberi arah pada penelitian dalam
menghimpun data. Data yang cukup sebagai hasil penelitian dihadapkan pada
hipotesis. Apabila data itu mensahihkan (valid)/menerima hipotesis. hipotesis
menjadi tesis atau hipotesis menjadi teori. Jika teori mencapai generalisasi yan
umum, menjadi dalil ia dan bila teori memastikan hubungan sebab akibat yang
serba tetap, ia kan menjadi hukum (Suaedi, 2015: 20).
Para ahli mempunyai penafsiran yang berbeda-beda tentang pengertian ilmu
antara lain sebagai berikut.
1. Al-Farabi (w.950), ilmu itu sendiri diperoleh oleh akal manusia setelah melalui
jiwa sensitif dalam hal ini disebutnya dengan pancaindera, jiwa sensitif
menyampaikannya ke jiwa imajinatif, kemudian dari sini disampaikan ke akal.
Kemampuan seperti ini disebutnya juga dengan kemampuan kognitif.
2. Nazir (1988), menyatakan bahwa ilmu adalah pengetahuan yang bersifat umum
dan sistematis, pengetahuan dari mana dapat disimpulkan dalil-dalil tertentu
menurut kaidah-kaidah umum.
3. Shapere (1974), menyatakan bahwa konsepsi ilmu pada dasarnya mencakup tiga
hal yaitu adanya rasionalitas, dapat digeneralisasi dan dapat disistematisasi.
4. Schulz (1962), menyatakan bahwa pengertian ilmu mencakup logika, adanya
interpretasi subjektif dan konsistensi dengan realitas sosial.
5. Ashley Montagu, Guru Besar Antropologi di Rutgers University menyatakan
bahwa ilmu merupakan pengetahuan yang disusun dalam suatu sistem yang
berasal dari pengamatan. Studi dan percobaan untuk menentukan hakikat prinsip
tentang hal yang sedang dikaji.
Merujuk beberapa pendapat seperti tersebut di atas, bahwa ilmu merupakan
suatu kumpulan proses dengan menggunakan suatu metode ilmiah yang
menghasilkan suatu pengetahuan yang sistematis. Jadi ilmu merupakan sebagian
pengetahuan yang mempunyai ciri, tanda, syarat tertentu yaitu sistematik, rasional,
empiris, universal, objektif, dapat diukur, terbuka, dan kumulatif.
Apakah relasi ilmu dengan pengetahuan ?
John G. Kemeny mengatakan bahwa ilmu merupakan semua pengetahuan yang
dikumpulkan dengan metode ilmiah. Dari pernyataan tersebut jelas bahwa ilmu
merupakan hasil/produk dari sebuah proses yang dibuat dengan menggunakan
metode ilmiah sebagai suatu prosedur.
Proses yang dilakukan untuk menghasilkan suatu ilmu bukan merupakan
proses pengolahan semata tetapi merupakan suatu rangkaian aktivitas
ilmiah/penelitian terhadap suatu hal yang dilakukan oleh sekelompok orang yang
dikenal dengan istilah ilmuan(scientist) yang bersifat rasional, kognitif, dan
teleologis (memiliki tujuan yang jelas).
Secara lengkap menurut The Liang Gie definisi Ilmu adalah rangkaian
aktivitas manusia yang rasional dan kognitif dengan metode berupa aneka prosedur
dan tata langkah sehingga menghasilkan kumpulan pengetahuan yang sistematis
mengenai gejala-gejala kealaman, kemasyarakatan, atau keorangan untuk tujuan
mencapai kebenaran, memperoleh pemahaman, memberikan penjelasan ataupun
melakukan penerapan.
Suatu ilmu harus bersifat empiris (hasil dari panca indera/percobaan),
sistematis (memeiliki keterkaitan yang teratur), objektif (bukan hasil prasangka),
analitis dan verifikatif (bertujuan mencari kebenaran ilmiah). Ilmu memiliki pokok
persoalan (objek) dan fokus perhatian. Sebagai contoh ilmu alam. Ilmu alam
memiliki pokok persoalan terkait dengan alam dengan beberapa fokus perhatian
seperti fisika, kimia, biologi, dan lain-lain.
Perbedaan prinsipil inilah yang menjadikan filsafat tidak dapat disebut sebagai ilmu
pengetahuan, karena memang filsafat mendekati berbagai realita secara nonscientific.
Di dalam menemukan kebenaran, filsafat dalam saja melebihi atau melampaui dunia
riil dalam pandangan praktis tentang kehidupan. Hal ini dimungkinkan karena dalam
penelusurannya, filsafat tidak dibatasi oleh eksistensi keilmuan dan pendirian apapun
dari dirinya.
3. Aksiologi
Secara etimologis, istilah aksiologi berasal dari bahasa Yunani Kuno, terdiri dari kata
“aksios” yang berarti nilai dan kata”logos” yang berarti teori. Aksiologi merupakan
cabang filsafat yang mempelajari nilai. Menurut Sadulloh (2006 : 36) secara singkat,
aksiologi adalah” teori nilai”. Aksiologi membicarakan tentang: “kegunaan ilmu dan
cara ilmu dalam menyelesaikan masalah ((Tafsir, 2002; Mulyana, 2004 : 77-78).
Jadi, dalam bidang aksiologi, pemikiran filsafat diarahkan pada persoalan nilai, baik
dalam konteks estetika, moral maupun agama. Seperti Runes (1963 : 32)
mengatakan“beberapa persoalan yang berkaitan dengan nilai yang mencakup: (1)
hakikat nilai, (2) tipe nilai, (3) kriteria nilai, (4) status metafisika nilai”.
Yang menjadi pertanyaan dalam wilayah ini terkait pada apa hakikat nilai,
apakah ia absolut atau relatif, bagaimana menentukan nilai, apakah sumber nilai itu
dan lain sebagainya. Persoalan nilai ini sesungguhnya adalah muara bagi keseluruhan
aktivitas berpikir filsafat itu sendiri. Pendeknya, ujung dari keseluruhan aktivitas
filsafat dalam bidang metafisika maupun epistemologi ialah terwujudnya tingkah
laku dan perbuatan-perbuatan manusia yang mengandung nilai. Kearifan sebagai
lambang orientasi kegiatan filsafat tidak akan terwujud jika aktivitas filsafat hanya
bergerak dalam dua bidang kajiannnya saja dan menegasikan wilayah aksiologi.
Menurut Sadulloh (2006 : 37) bahwa hakikat nilai adalah sebagai berikut :(1) teori
voluntarisme, nilai adalah suatu pemuasan terhadap keinginan dan kemauan. (2)
kaum hedonisme, hakikat nilai adalah “pleasure” atau kesenangan.(3) kaum
formalisme, nilai adalah kemauan yang bijaksana yang didasarkan pada akal
rasional, (4) sedangkan kaum pragmatisme, nilai itu baik apabila memenuhi
kebutuhan dan memiliki nilai instrumental, yaitu sebagai alat untuk mencapai tujuan.
Selanjutnya, tipe nilai dapat dibedakan antara nilai instrinstik dan nilai
instrumental. Nilai instrinsik merupakan nilai akhir yang menjadi tujuan, sedangkan
nilai instrumental sebagai alat untuk mencapai tujuan. Nilai instrinsik adalah :
“sesuatu yang memiliki harkat atau harga dalam dirinya dan merupakan tujuan
sendiri.
Kriteria nilai adalah “sesuatu yang menjadi ukuran dari nilai tersebut,
bagaimana yang dikatakan nilai yang baik dan bagaimana yang dikatakan nilai yang
tidak baik. Pemaknaan status metafisika nilai adalah bagaimana hubungan nilai-nilai
itu dengan realitas.
Budimansyah dan Suryadi (2008 : 18) menyatakan bahwa landasan aksiologi akan
menjawab, untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu di pergunakan? Bagaimana
kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana
penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan
antara teknik prosedural yangmerupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan
norma-norma moral/profesional?
Wilayah aksiologi adalah berbagai manfaat dari hasil penelitian, hasil
pengembangan, dan/atau hasil penelitian dan pengembangan dalam berbagai bidang
kajian yang telah dicapai bagi kepentingan manusia.
G. Cabang Filsafat
1. Pembagian filsafat menurut bagan induktif
a. Metafisika
(1) Metafisika fundamental, yaitu kritikan
(2) Metafisika sistematis, yaitu ontology dan theodyca
b. Filsafat tentang :
(1) Alam, yaitu kosmologia
(2) Manusia, yaitu anthropologia
c. Filsafat rasional-logika
(1) Logika umum/formal, yaitu logika
(2) Logika khusus/material, yaitu filsafat tentang ilmu pengetahuan.
d. Filsafat praktis atau tentang kebudayaan
(1) Filsafat praktis (tentang keseluruhan kegiatan manusia)
a. Filsafat etika, yaitu etika umum dan etika khusus
b. Filsafat tentang agama
(2) Filsafat kebudayaan (tentang perbuatan lahiriah manusia)
a. Bagian umum : filsafat kebudayaan
b. Bagian khusus : filsafat tentang bahasa, kesenian, hukum, pendidikan,
manusia, dan lain-lain.
2. Pembagian filsafat menurut bagan deduktif
a. Pengetahuan adalah kesadaran akan hal sesuatu, kesadaran akan diri kita sendiri.
b. Pengakuan bahwa aku ini ada. Karena andaikata aku tak ada bagaimanakah aku
dapat berdiri di alun-alun dan sadar akan diriku sendiri.
c. Pengakuan bahwa kodrat saya adalah sadar akan diriku sendiri, mengerti akan
diriku sendiri, ini adalah aspek rohani. Tetapi berdiri di suatu tempat adalah
aspek jasmani.
d. Pengakuan dunia yang kuinjak itu yaitu di alun-alun.
e. Penilaian perbuatan ini, artinya dalam kenyataan setiap perbuatan itu apakah
baik atau tidak baik, sesuai dengan kodrat saya atau tidak sesuai dengan kodrat
saya.
f. Dan mengenai perbuatan ini saya yakin harus memberikan pertanggungjawaban
terhadap suara batin saya sebagai suatu kekuasaan yang berada di dalam maupun
di atas yang akhirnya terhadap Tuhan.
Dalam eksistensinya yang baru filsafat mempunyai beberapa bagian atau
cabang yaitu :
1. Logika, filsafat tentang pikiran dan cara berpikir benar atau salah.
2. Metafisika, filsafat tentang hakikat yang ada di balik fisika dan hakikat yang
bersifat transcendental yaitu di luar atau di atas jangkauan pengalaman manusia.
3. Etika, filsafat tentang pola tingkah laku yang baik dan yang buruk.
4. Estetika, filsafat tentang pola cita rasa atau kreasi yang indah dan yang jelek.
5. Epistimologi, filsafat tentang ilmu pengetahuan.
6. Filsafat-filsafat khususnya lainnya, yaitu filsafat bahasa, filsafat kesenian, filsafat
teknik, filsafat ekonomi, filsafat sejarah, filsafat hukum, filsafat manusia, filsafat
pendidikan, filsafat agama, filsafat pekerjaan sosial dan sebagainya.
H. Aliran-aliran Filsafat
1. Aliran-Aliran dalam Persoalan Keberadaan
Pandangan dari segi jumlah, banyak (kuantitas), artinya berapabanyak
kenyataan yang paling dalam itu. Segi masalah kuantitas inimelahirkan beberapa
aliran filsafat sebagai berikut.
a. Monoisme
Monoisme adalah aliran yang menyatakan bahwa hanyaada satu kenyataan
fundamental. Kenyataan tersebut berupa jiwa,materi, Tuhan, atau substansi lainnya.
Tokoh-tokohnya antara lain :
- Thales (625-545 SM), yang berpendapat bahwa kenyataanterdalam adalah satu
substansi, yaitu air.
- Anaximander (610-547 SM), berkeyakinana bahwa yangmerupakan kenyataan
terdalam adalah Apeiron, yaitu sesuatuyang tanpa batas, tak dapat ditentukan dan
tidak memilikipersamaan dengan salah satu benda yang ada dalam dunia.
- Anaximenes (595-528), berkeyakinan bahwa yang merupakanunsur kenyataan yang
sedalam-dalamnya adalah udara.
Filsuf modern yang termasuk penganut monoisme adalah Baruch Spinoza, yang
berpendapat bahwa hanya ada satu substansi yaitu Tuhan. Dalam hal ini, Tuhan
diidentikkan dengan alam.
b. Dualisme
Dualisme adalah aliran yang menganggap adanya dua substansi yang masing-
masing berdiri sendiri. Tokoh – tokoh yang termasuk aliran ini adalah :
- Plato (428 – 348 SM), yang membedakan dua dunia yaitu dunia indera ( dunia
bayang-bayang ) dan dunia intelek ( dunia ide).
- Descartes (1596 –1650), membedakan substansi pikiran dan substansi keluasan.
- Leibniz (1724 – 1804), yang membedakan antara dunia yang sesungguhnya dan
dunia yang mungkin.
- Immanuel Kant (1724-1804), yang membedakan antara dunia gejala (fenomena)
dan dunia hakiki.
c. Pluralisme
Pluralisme dalah aliran yang tidak mengakui satu substansi atau dua substansi
melainkan mengakui banyak substansi. Penganut aliran ini adalah:
- Empledokles (490-430), yang menyatakan bahwa hakekat kenyataan terdiri dari
empat unsur yaitu : udara, api, air, dan tanah.
- Anaxagoras (500-428), menyatakan bahwa kahekat kenyataan terdiri dari unsur-
unsur yang tak terhitung banyaknya, sebanyak jumlah sifat benda dan semuanya itu
dikuasai oleh suatu tenaga yang dinamakan nous. Nous adalah arti yang paling
halus yang paling memiliki sifat pandai bergerak dan mengatur.
- Leibniz (1646 – 1716), menyatakan bahwa hakekat kenyataan terdiri dari monade-
monade yang tak terhingga banyaknya. Monade adalah substansi yang tidak berluas,
selalu bergerak, tidak terbagi, dan tidak dapat rusak. Setiap monade saling
berhubungan dalam suatu sistem yang sebelumya telah diselaraskan.
2. Pandangan dari Segi Sifat (Kualitas)
a.Spiritualisme atau Idealisme
Spiritualisme mengandung beberapa arti, yakni ajaran yang menyatakan bahwa
kenyataan yang terdalam adalah roh, yaitu roh yang mengisi dan mendasari seluruh
alam, spiritualisme juga kadang-kadang dikenakan pada pandangan idealistik yang
menyatakan danya roh mutlak; spiritualisme dipakai dalam istilah keagamaan untuk
menekankan pengaruh langsung dari roh suci dalam bidang agama; spiritualisme
berarti kepercayaan bahwa roh-roh orang mati berkomunikasi dengan orang hidup
melalui orang-orang tertentu yang menjadi perantara dan lewat bentuk wujud yang
lain. Tokoh-tokoh aliran ini adalah:
- Plato (430-348), ajarannya tentang ide atau cita-cita dan jiwa yang merupakan
gambaran asli segala benda. Semua yang ada dalam dunia adalah penjelmaan atau
bayangan saja. Ide atau cita – cita tidak dapat ditangkap oleh indera, tetapi dapat
dipikirkan.
Sedangkan yang dapat ditangkap oleh indera adalah bayang-bayang.
- Leibni (1646-1718), teorinya tentang monade yaitu sesuatu yang bersahaja,
sederhana, tidak menempati ruang, tidak berbentuk. Sifatnya yang terutama adalah
gerak, menanggap, dan berpikir.
2). Materialisme
Materialisme adalah pandangan yang menyatakan bahwa tidak ada hal yang
nyata kecuali materi, pikiran dan kesederhanaan adalah penjelmaan dari materi dan
dapat dikembalikan pada unsur-unsur fisik. Materi adalah sesuatu halyang kelihatan,
dapat diraba, berbentuk, dan menempati ruang. Hal- hal yang bersifat kerohanian
seperti pikiran, jiwa, keyakinan, rasa sedih, dan rasa senang, tidak lain adalah
ungkapan proses kebendaan. Tokoh-yokohnya antara lain :
- Demokritus (460-370 SM), menyatakan bahwa alam semesta tersusun atas atom
atom kecil yang memiliki bentuk dan badan. Atom-atom ini memiliki sifat yang
sama, perbedaannya hanya tentang besar, bentuk dan letaknya. Jiwa menurut
Demokritus dikatakan terjadi dari atom-atom yang bentuknya lebih kecil, bulat,
dan mudah bergerak.
- Thomas Hobbes (1588-1679), berpendapat bahwa segala sesuatu yang terjadi di
dunia termasuk pikiran dan perasaan merupakan gerak dari materi. Karena segala
sesuatu terjadi dari benda-benda kecil, maka menurut Hobbes, filsafat sama dengan
ilmu yang mempelajari benda-benda.
3. Pandangan dari Segi Proses, Kejadian atau Perubahan
a Mekanisme
Pandangan mekanisme (serba mesin) menyatakan bahwa semua gejala dapat
dijelaskan berdasarkan asas-asas mekanik (mesin). Semua peristiwa adalah hasil dari
materi yang bergerak dan dapat dijelaskan menurut kaidah-kaidahnya dan peristiwa
berdasar pada sebab kerja dan dilawankan dengan sebab tujauan. Pandangan yang
bercorak mekanistik pertama kali diajukan oleh Leucippus dan Demicritus yang
berpendirian bahwa alam dapat diterangkan berdasar pada atom-atom yang bergerak
dalam ruang kosong.
b. Teleogi (Serba Tujuan)
Aliran teologi berpendirian bahwa yang berlaku dalam kejadian alam bukanlah
kaidah sebab akibat, akan tetapi sejak semula memang ada sesuatu kemauan atau
kekuatan yang mengarahkan alam ke suatu tujuan.
Plato membedakan antara ide dengan materi. Tujuan berlaku di alam ide
sedangkan kaidah sebab berlaku dalam materi. Menurut Aristoteles, untuk
memahami kenyataan yang sesungguhnya kita harus memahami adanya empat
macam sebab, yaitu sebab bahan yang menjadikan sesuatu itu ada, sebab bentuk
adalah menjadikan sesuatu itu berbentuk, sebab kerja adalah yang menyebabkan
tujuan itu semata-mata karena perubahan tempat atau gerak. Menurut aliran ini ,
kegiatan alam mengandung suatu tujuan dan kaidah sebab akibat hanyalah alat bagi
alam untuk mencapai tujuannya.
c. Vitalisme
Aliran vitalisme memandang bahwa kehidupan tidak dapat sepenuhnya
dijelaskan secara fisika-kimiawi, karena hakekatnya berbeda dengan yang tidak
hidup. Filsuf vitalisme Hans Adilf Driesch (1867-1940) menjelaskan bahwa setiap
organisme memiliki asas hidup yang oleh Henry Bergson (1859-1941) disebut
sebagai elan vital. Elan vital merupakan sumber dari sebab kerja dan perkembangan
dalam alam yang mengatur gejala hidup dan menyesuaikan dengan tujuan
hidup.Oleh sebab itu vitalisme sering disebut juga vinalisme.
d. Organisisme (berlawanan dengan vitalisme)
Menurut aliran ini, hidup adalah struktur yang dinamik, suatu kebulatan yang
memiliki bagian-bagian yang heterogen, akan tetapi yang utama adalah adanya
sistem yang teratur.
2. Aliran – aliran dalam Persoalan Pengetahuan
Persoalan pengetahuan yang bertalian dengan sumber-sumber pengetahuan, dijawab
oleh aliran berikut:
a. Rasionalisme
Aliran ini berpandangan bahwa semua pengetahuan bersumber dari akal.
Akal memperoleh bahwa lewat indera dan diolah menjadi pengetahuan. Rane
Descartes membedakan tiga idea yang ada dalam diri manusia, yaitu innate ideas,
yaitu ide yang dibawa manusia sejak lahir; adventitious ideas adalah ide-ide yang
berasal dari luar diri manusia; factitious ideas adalah ide yang dihasilkan oleh pikiran
itu sendiri. Tokoh yang menganut aliran ini adalah Spinoa dan Leibniz.
b. Empirisme
Aliran ini berpendirian bahwa semua pengetahuan diperoleh lewat indra
menjadera melalui kesan-kesan dari alam nyata, berkumpul dalam diri manusia dan
menjadi pengalaman.
c.Realisme
Aliran ini menyatakan bahwa objek-objek yang diketahui adalah nyata dalam
dirinya dan tidak bergantung pada yang mengetahui ataupun pikiran. Dunia ada
sebelum dan sesudah pikiran.
d. Kritisisme
Aliran ini berusaha menjawab persoalan pengetahuan dengan tokohnya adalah
Immanuel Kant yang pemikirannya bertolak pada ruang dan waktu sebagai dua
bentuk pengamatan. Akal menerima bahan-bahan pengetahuan dari empiris (indera
dan pengalaman) dan mengaturnya dalam bentuk pengamatan yakni ruang dan
waktu.
Pengamatan merupakan permulaan pengetahuan, sedangkan pengolahan oleh
akal merupakan pembentuknya.
Persoalan pengetahuan yang menekankan kepada hakekat pengetahuan,
dijawab oleh aliran berikut:
a. Idealisme
Tokoh dalam paham ini adalah Plato. Ia berpendirian bahwa pengetahuan
adalah proses-proses mental ataupun proses-proses psikologi yang sifatnya subjektif.
Pengetahuan merupakan gambaran subjektif tentang kenyataan dan tidak
memberikan gambaran yang tepat tentang hakekat sesuatu yang berada di luar
pikiran.
b. Empirisme
Aliran ini berkeyakinan bahwa hakekat pengetahuan adalah berupa
pengalaman. Tokohnya adalah David Hume yang menyatakan bahwa ideide dapat
dikembalikan pada sensasi-sensasi ( rangsangan indera ) dan pengalaman merupakan
ukuran terakhir dari kenyataan.Wiliam James menyatakan bahwa pernyataan tentang
fakta adalah hubungan diantara benda-benda , sama banyaknya dengan pengalaman
khusus yang diperoleh secara langsung melalui indera.
c. Positivisme
Pendiri sekaligus tokoh yang terpenting dari aliran filsafat positivisme adalah
Aguste Compte. Aliran ini berpendirian bahwa kepercayaan-kepercayaan yang
dogmatis harus digantikan dengan pengetahuan faktawi. Apapun yang diluar dunia
pengalaman tidak perlu diperhatikan. Manusia harus menaruh perhatian pada dunia
ini. Beberapa tokoh diantaranya mengatakan bahwa pernyataan yang mengandung
arti adalah pernyataan yang dapat diverifikasi dianggap tidak bermakna atau bukan
merupakan pengetahuan.
d. Pragmatisme
Aliran ini tidak mempersoalkan apa hakekat pengetahuan melainkan
menanyakan apa guna pengetahuan tersebut. William James menyatakan bahwa
ukuran kebenaran sesuatu hal itu ditentukan oleh akibat praktisnya.
3. Aliran-aliran dalam Persoalan Nilai-nilai (Etika)
a. Idealisme Etis
Aliran ini meyakini hal-hal berikut:
1) Adanya suatu skala nilai-nilai asas-asas moral, atau aturan-aturan untuk bertindak;
2) Lebih mengutamakan hal-hal yang bersifat spiritual ataupun mental daripada yang
bersifat inderawi atau kebendaan;
3) Lebih mengutamakan kebebasan moral daripada ketentuan kejiwaan atau alami;
4) Lebih mengutamakan hal yang umum daripada hal yang khusus.
b. Deontologisme Etis
Aliran ini berpendirian bahwa sesuatu tindakan dianggap baik tanpa disangkutkan
dengan nilai kebaikan sesuatu hal, yang menjadi dasar moralitas adalah kewajiban.
Sesuatu perbuatan dikatakan wajib secara moral tanpa memperhitungkan akibat-
akibatnya. Deontologisme juga disebut formalisme dan juga intuisionisme.
c. Etika Teologis
Etika teologis merupakan etika aksiologis (etika berdasar nilai) yang membuat
ketentuan bahwa kebaikan atau kebenaran suatu tindakan sepenuhnya bergantung
pada sesuatu tujuan atau hasil.
d. Hedonisme
Hedonisme menganjurkan manusia untuk mencapai kebahagiaan yang
didasarkan pada kenikmatan, kesenangan. Tokoh dalam aliran ini adalah Cyrenaics
(400 SM), yang menyatakan bahwa hidup yang baik adalah memperbanyak
kenikmatan melalui kenikmatan indera dan intelek. Sebaliknya, Epicurus (341-270
SM) menyataka bahwa kesenangan dan kebahagiaan adalah tujuan hidup manusia.
Kegembiraan pikiran adalah lebih tinggi daripada kenikmatan jasmani.
e. Utilitarisme
Pandangan yang menyatakan bahwa tindakan yang baik adalah tindakan yang
menimbulkan kenikmatan atau kebahagiaan yang sebesar-besarnya dan sebanyak-
banyaknya bagi manusia.