2. Peran Pemerintah
Syarat utama untuk menjamin sebuah system ekonomi pasar yang fair dan adil adalah
perlunya suatu peran pemerintah yang merupakan kombinasi prinsip non-intervention,
dan prinsip campur tangan, khususnya demi menegakkan keadilan. Berdasarkan prinsip
non-intervention, pada dasarnya pemerintah memang tidak boleh ikut campur tangan atas
kehidupan dan kegiatan siapa pun. Namun prinsip no harm benar-benar ditegakkan.
Dalam semangat system ekonomi pasar yang dikehendaki, pemerintah dibatas
perannya hanya pada tingkat yang minimal, tetapi sekaligus efektif. Minimal karena,
pertama, pemerintah dibatasi perannya hanya pada tiga utas utama. Pertama, tugas
melindungi masyarakat dari kekerasan dan invasi dari masyarakat merdeka lainnya;
kedua, tugas melindungi, sebisa mungkin, setiap anggota masyarakat dari ketidakadilan
atau penindasan dari setiap anggota lainnya, dan menjamin tugas pelaksanaan keadilan
secara ketat; dan, ketiga, tugas bangun dan mengelola pekerjaan-pekerjaan umum tertentu
dan lembaga-lembaga umum tertentu yang tidak bias dijalankan oleh swasta.
Syarat utama terwujudnya system pasar yang adil, dan syarat utama bagi kegiatan
bisnis yang baik dan etis, adalah perlunya suatu pemerintahan yang adil juga. Artinya,
pemerintah yang benar-benar bersikap netral dan tunduk pada aturan main yang ada,
berupa aturan keadilan yang menjamin hak dan kepentingan setiap orang secara sama dan
fair. Prinsip berbisnis dengan tidak merugikan hak dan kepentingan pihak lain lalu
berfungsi juga untuk mencegah campur tangan pemerintah, yang bagi pelaku bisnis
sangat merugikan kegiatan bisnisnya dan karena itu selalu ingin dihindarinya.
Setiap pelaku bisnis selalu mendambakan kebebasan berusaha yang maksimal,
termasuk bebas dari campur tnagan pemerintah yang selalu dirasakan sebagai membatasi
ruang gerak bisnisnya. Demi menghindari campur tangan ini, pelaku bisnis seharusnya
dengan kemauan sendiri akan berbisnis secara baik karena pengandaian bahwa kalau ia
berbisnis secara tidak fair akan ditindak pemerintah. Hal ini menunjukan bahwa system
pasar bukanlah system tanpa campur tangan pemerintah. Yang kita butuhkan adalah
pemerintah yang minimal dan efektif bukan yang kuat yang akan menggilas semua
kekuatan social dalam masyarakat termasuk yang memperjuangkan hak masyarakat, tapi
sekaligus lemah terhadap kekuatan ekonomi yang kuat.
.
2. Oligopoli
Oligopoli adalah kolusi antara pengusaha dengan pengusaha. Oligopoli agak berbeda
sifatnya dengan monopoli karena oligopoli terletak di antara pasar yang bebas dan
terbuka di satu pihak dan monopoli di pihak yang lain. Dalam prakteknya, pasar dikuasai
oleh segelintir pengusaha-pengusaha -semakin sedikit semakin baik- untuk menguasai
dan mendikte pasar.
Inti dari oligopoli adalah bahwa beberapa perusahaan sepakat baik secara tersirat
maupun tersurat untuk menetapkan harga produk dari industri sejenis pada tingkat yang
jauh lebih tinggi dari harga berdasarkan mekanisme murni dalam pasar. Dalam hal ini,
setiap perusahaan sejenis sangat peka terhadap harga dan strategi pasar yang diambil oleh
masing-masing perusahaan.
Bentuk dari oligopoli adalah seperti merger, yaitu penggabungan beberapa perusahaan
yang sebelumnya bersaing atau sama lain menjadi satu perusahaan raksasa. Namun,
bentuk pertama dari oligopoli adalah kartel atau dikenal debagai persetujuan tersurat.
Dalam praktek ini manajer dari beberapa perusahaan sejenis bertemu dan mengadakan
persetujuan secara tersurat untuk membatasi persaingan di antara mereka dengan
menetapkan harga jual produk mereka jauh di atas harga yang normal dalam pasar dengan
tujuan untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya bagi perusahaan yang terlibat.
Banyak praktek oligopoli jenis ini, yang umum dikenal sebagai berikut:
a. Praktek price-fixing
Yaitu perusahaan-perusahaan oligopolistis sepakat untuk menetapkan harga lebih
tinggi dan memaksa konsumen untuk menerima harga terserbut.
b. Praktek manipulasi penawaran
Yaitu perusahaan-perusahaan oligopolistis sepakat untuk menangguhkan produksi
untuk kurun waktu tertentu atau untuk menghentikan penawaran dalam kurun waktu
tertentu sehingga terjadi kelangkaan dalam pasar. Akibatnya, akan melonjak
permintaan yang dengan sendirinya akan diikuti oleh naiknya harga produk dari
perusahaan-perusahaan oligopolistis tadi. Dalam praktek ini, timbul kesan seakan-
akan pasarlah yang menyebabkan harga naik padahal ini adalah akibat dari manipulasi
perusahaan-perusahaan tersebut.
Bentuk lain dari praktek oligopoli adalah price leadership atau dikenal sebagai
persetujuan diam-diam. Yang terjadi adalah bahwa sudah ada semacam kesepakatan
diam-diam di antara perusahaan-perusahaan sejenis untuk menaikkan atau sebaliknya
menurunkan harga produk mereka mengikuti langkah yang diambil oleh salah satu dari
perusahaan sejenis.
Dalam praktek oligopoli yang paling dirugikan adalah pihak konsumen. Konsumen
diperlakukan secara tidak adil karena dirugikan dan dalam banyak hal tidak bebas
menentukan pilihannya baik dalam hal jenis barang maupun harga yang lebih kompetitif.
Selain itu, praktek oligopoli tidak hanya merusak mekanisme pasar dan juga kepentingan
masyarakat, melainkan juga menumpuk kekuatan ekonomi dan juga politik dakam
kelompok tertentu.
3. Suap
Salah satu praktek yang sampai tingkat tertentu juga mengarah pada monopoli dan
juga merusak pasar adalah suap. Suap mengarah pada monopoli karena dengan suap
menyuap mencegah perusahaan lain untuk masuk dalam pasar untuk bersaing secara fair.
Ada perbedaan antara tip dan suap. Tip adalah hadiah atau pemberian cuma-cuma yang
diberikan kepada seseorang atau pihak tertentu sebagai tanda terima kasih atas bantuan
atau pelayanan yang telah diberikannya. Maka tip adalah bentuk perilaku etis sebagai
ungkapan penghargaan yang tulus atas jasa orang lain.
Tip tidak menjadi alat intimidasi secara halus atau lunak dan samar-samar. Suap
justru berbeda dengan tip. Suap diberikan sebelum pelayanan atau bantuan diberikan dan
merupakan syarat bagi pelaksanaan pelayanan dan bantuan tersebut yang sesungguhnya
sudah menjadi tugas, tanggung jawab dan kewajiban pihak pelaksana itu.
Ada beberapa masalah etis yang terkait dengan praktek suap. Yang pertama adalah
bahwa suap merupakan praktek dasar objektif, melainkan karena permainan kotor
bernama suap. Misalnya,kelompok tertentu yang mendapat proyek atau diberi hak
monopoli impor, ekspor atau penjualan produk tertentu,lalu dengan mudah menjadi kaya
raya melalui cara yang tidak fair. Yang kedua adalah ketidakadilan distributive juga
muncul dalam bentuk pembayaran upah buruh yang rendah. Maksudnya,dalam pasar
yang masih memungkinkan untuk adanya persaingan,demi tetap menjaga daya saing
perusahaan penyuap,biaya untuk suap diperoleh dengan cara menekan upah buruh
serendah mungkin. Dengan menekan upah buruh, ketimpangan ekonomi makin besar.
Yang ketiga yang ditimbulkan oleh suap adalah ekonomi yang tinggi. Karena ekonomi
biaya tinggi yang disebabkan oleh praktek-praktek suap karena membengkakkan biaya
secara tidak perlu-pada akhirnya juga memberatkan masyarakat,termasuk masyarkat
miskin. Yang keempat, dalam kasus suap yang melibatkan pihak birokrasi
pemerintah,praletk suap melahirkan praktek kenegaraan, yang tidak etis karena pelayanan
public yang menjadi tugas, tanggung jawab dan kewajiban moral birokrasi pemerintah
diperjual belikan. Yang terakhir yaitu hilangnya profesionalisme, khususnya komitmen
sebagai orang yang professional dibidangnya. Pemberi suap mendapatkan proyek atau
kemudahan bukan karena professional, melainkan karena suap.
4. Undang-Undang Anti-Monopoli
Undang-undang anti monopoli bertujuan melindungi hak dan kepentingan masyarakat
dari keserakahan pihak manapun yang ingin mengeruk keuntungan bagi dirinya sendiri
dengan mengorbankan kepentingan pihak lain,ternasuk kepentingan masyarakat,melalui
cara curang atau tidak fair. Yang kedua, undang-undang anti monopoli bertujuan
melindungi kesejahteraan konsumen dengan melarang praktek-praktek bisnis yang
curang. Asumsinya, dengan persaingan yang sehat konsumen akan memperoleh barang
dan jasa yang semakin beragam sesuai dengan kebutuhannya. Dengan persaingan yang
sehat mereka dapat memperoleh barang dengan harga yang lebih murah pada tingkat
kualitas yang terjamin baik. Yang ketiga adalah undang-undang anti monopoli bermaksud
melindungi perusahaan kecil dan menengah dari praktek bisnis yang monopolis dan
oligopolis. Tanpa undang-undang ini ada bahaya yang cukup besar bahwa perusahaan
yang cukup besar dengan mudah membeli dukungan pemerintah dan mengadakan
persekongkolan dengan perusahaan lain yang besar untuk mendikte harga dan dengan
demikian menjatuhkan perusahaan menengah dan kecil yang tidak bias bersaing dengan
mereka.
Rangkuman Bab 4 Buku Etika Bisnis dan Profesi: Tantangan Membangun Manusia
Seutuhnya
Kalau diperhatikan, falsafah Pancasila sebenarnya dilandasi oleh semua teori etika yang ada
yaitu:
a. Teori teonom (sila ke-1)
b. Teori egoisme/teori hak (sila ke-2)
c. Teori deontologi, teori kewajiban (sila ke-3 dan sila ke-4)
d. Teori utilitarianisme (sila ke-5)
Bisnis dari dimensi etis, pertama, kegiatan bisnis adalah kegiatan produktif, artinya kegiatan
menghasilkan, dan mendistribusikan barang dan jasa untuk kebutuhan seluruh umat manusia.
Kedua, bila dilihat dari pihak yang memperoleh manfaat dari keuntungan suatu kegiatan
bisnis (masalah keadilan dalam distribusi keuntungan) dan tindakan bisnis dalam
merealisasikan keuntungan itu, isu etika muncul untuk memberikan penilaian atas dampak
negatif yang ditimbulkan bagi masyarakat dan lingkungan alam (merugikan orang lain atau
menimbulkan kerusakan lingkungan).
Dimensi Hukum
Dalam kaitannya dengan tinjauan dati aspek hukum ini, De George (dalam Sonny Keraf,
1998) membedakan dua macam pandangan tentang status perusahaan, yaitu legal creator dan
legal recognition. Dari sudut pandang legal creator, perusahaan diciptakan secara legal oleh
negara sehingga perusahaan adalah sebuah badan hukum. Sebagai ciptaan hukum, perusahaan
mempunyai hak dan kewajiban hukum sebagaimana layaknya status hukum yang dimiliki
oleh manusia. Pada sudut pandang legal recognition perusahaan bukan diciptakan oleh
negara, melainkan oleh orang atau kelompok orang yang mempunyai kepentingan untuk
memperoleh keuntungan. Setiap peraturan hukum yang baik memang harus dijiwai oleh
moralitas. Namun sebagaimana dimaklumi, tidak semua peraturan hukum berkaitan dengan
moral.
Dimensi Sosial
Perusahaan saat ini sudah berkembang menjadi suatu system terbuka yang sangat kompleks.
Sebgaia suatu system, artinya di dalam organisasi perusahaan dapat terdapat berbagai elemen,
unsur, orang, dan jaringan yang saling terhubung, saling berinteraksi, saling bergantung, dan
saling berkepentingan. Keberadaan suatu perusahaan sebenarnya ditentukan oleh manusia
atau orang, baik yang ada di dalam perusahaan (karyawan, manajer, eksklusif) maupun di
luar perusahaan (pemasok, pelanggan, pemodal, pejabat pemerintah, dan masyarakat luas),
yang semuanya memiliki kepentingan dan kekuatan atau kekuasaan untuk mendukung atau
menghambat keberadaan dan pertumbuhnan perusahaan.
Bila perusahaan dilihat dari dimensi social, tujuan pokok keberadaan perusahaan
adalah untuk menciptakan barang dan jasa yang diperlukan oleh masyarakat, sedangkan
keuntungan akan dating dengan sendirinya bila perusahaan mampu melayani kebutuhan
masyarakat.
Dimensi Spiritual
Dalam ajaran agama Islam bahwa menjalankan kegiatan bisnis itu merupakan bagian dari
ibadah, asalkan kegiatan bisnis diatur berdasarkan wahyu yang tercantum dalam Al-Qur’an
dan Sunah Rasul (Dawam Rahardjo, 1990). Kegiatan bisnis yang spiritual tumbuh
berdasarkan paradigma sebagai berikut:
Pengelola dan pemangku kepentingan menyadari bahwa kegiatan bisnis adalah bagian
dari ibadah (God Devotion).
Tujuan bisnis adalah untuk memajukan kesejahteraan semua pemangku kepentingan
atau masyarakat (Prosperus Society).
Dalam menjalankan aktivitas bisnis, pengelola mampu menjamin kelestarian alam
(Planet Consevation).
Meskipun saat ini perekonomiaan dunia telah mencapai tingkat yang sangat maju, namun tak
urung juga menimbulkan dampak negative, antara lain kesenjangan antara golongan kaya
dengan golongan miskin yang makin melebar; timbulnya pemanasan global; kerusakan hutan;
ancaman kemusnahan kehidupan akibat limbah beracun; bisnis yang memproduksi dan
memperdagangkan barang/jasa terlarang (narkoba, judi, pelacuran, dan lain-lain); bisnis yang
memproduksi dan memperdagangkan berbagai jenis senjata pemusnah massal; dan
sebagainya. Semua ini membuktikan bahwa masih banyak pelaku bisnis dan oknum
pemangku kepentingan terkait yang belum sepenuhnya mengikuti ajaran agama dalam
menjalankan praktik bisnis mereka.
PENDEKATAN PEMANGKU KEPENTINGAN
Tanggung Jawab Manajemen dan Teori Pemangku Kepentingan
Menurut Schroeder (1998), paling tidak ada enam teori yang berkaitan dengan pemangku
penetingan, yaitu: teori kepemilikan (proprietary thory), teori entitas ( entity theory), teori
dana (fund theory), teori komando (command theory), teori perusahaan (enterprise theory),
dan teori ekuitas sisa (residual equity theory).
Tujuan pengelolaan perusahaan adalah untuk meningkatkan laba dan kekayaan para
pemilik perusahaan, sedangkan kepentingan para pemangku kepentingan selain pemegang
saham belum mendapat perhatian yang seimbang. Oleh karena itu, paradigma pengelolaan
masih menganut teori kepemilikan. Pada hakikatnya, pandangan pengelola perusaahaan
dalam teori ekuitas sisa masih sama dengan pandangan pengelola dalam teori kepemilikan.
Hanya saja dalm teori ekuitas sisa, orientasi pengelola lebih ditujukan kepada para pemegang
saham biasa, sedangkan pemegang saham preferen tidak mendapat perhatian yang setara.
Paradigma yang sangat berbeda dijumpai dalam teori dana, manajemen dalam mengelola
suatu Lembaga/organisasi lebih berorientasi kepada restriksi legal atas penggunaan dana yang
dipercayakan kepadanya. Kondisi yang berlawanan dengan hal tersebut diberikan oleh teori
komando. Dalam teori ini, manajemen tidak lagi berorientasi kepada para pemangku
kepentingan di luar perusahaan, tetapi lebih melihat fungsi dirinya dalam mengendalikan
perusahaan. Selain itu, dalam teori perusahaan, peranan bisnis tidak lagi hanya dilihat secara
terbatas dari satu atau beberapa pemangku kepentingan saja. Perusahaan sudah dianggap
sebagai Lembaga social, yaitu suatu Lembaga yang menciptakan manfaat dan kesejahteraan
kepada semua pemangku kepentingan.
Sony Keraf membagi pemangku kepentingan ke dalam dua golongan, yaitu pemangku
kepentingan pasar (kelompok primer) dan pemangku kepentingan nonpasar (kelompok
sekunder). Kelompok primer adalah mereka yang mengadakan transaksi atau berinteraksi
langsung dengan perusahaan. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah: pelanggan,
pemasok, pemodal, pemberi pinjaman, serta karyawan perusahaan. Kelompok sekunder
adalah semua pemangku kepentingan yang tidak termasuk kelompok primer tersebut. Mereka
ini tidak secara langsung berinteraksi atau bertransaksi dengan perusahaan, tetapi
kepentingan dan kekuatan kelompok ini dapat saja mempengaruhi keberadaan perusahaan.
Yang termasuk dalam kelompok ini adalah: pemerintah, media massa, masyarakat sekitar
perusahaan, dan lain-lain.
Hubungan tingkat kesadaran, Teori Etika, dan Paradigma Pengelolaan Perusahaan