Anda di halaman 1dari 17

NAMA : Tricia Rose Diana (023001700052)

MATA KULIAH : Etika Profesi


DOSEN : Ibu Mutia Anindita

Rangkuman Bab 11 Buku Etika Bisnis: Tuntutan dan Relevansinya

ETIKA PASAR BEBAS


Kita sangat membutuhkan perangkat moral bagi praktek bisnis yang baik dan etis. Etika
bisnis lalu mempunyai tempat yang sentral dan strategis. Akan tetapi, perangkat moral yang
hanya mendasarkan dirinya pada imbauan belaka tidak akan banyak berfungsi dan bisnis
tidak akan berjalan secara baik dan etis kalau tidak didukung oleh perangkat legal-politis.
Berarti demi menjamin bisnis yang baik dan etis, sangat diperlukan sistem sosial politik dan
ekonomi yang sesuai, yaitu sitem sosial politik yang menjamin secara konsekuen kegiatan
bisnis yang baik, etis, dan fair. Tanpa ini, etika bisnis tidak akan banyak berfungsi dan yang
terjadi bukannya bisnis yang baim dan etis, melainkan praktek-praktek bisnis yang curang,
dalam bentuk monopoli, oligopoli, perlindungan politik, hak istimewa, nepotisme, dll.
Ini berarti, supaya bisnis dapat dijalankan secara baik dan etis, dibutuhkan perangkat
hukum yang baik dan adil. Harus ada aturan main yang fair, yang dijiwai oleh etika dan
moralitas. Aturan main ini merupakan positivasi nilai-nilai moral dan menjadi pegangan
konkret bagi semua pelaku bisnis. Aturan bisnis ini berlaku bagi semua pelaku bisnis dan
semuanya harus tunduk padanya. Jika tidak, bisnis sulit bisa dijalankan secara baik dan etis.
Yang sangat penting dan mendasar untuk menegakan hukum tersebut adalah perlunya
pemerintahan yang bersih dan adil, yang secara konsekuen dan efektif menegakan hukum
tersebut dengan sanksi dan hkuman yang sesuai dengan aturan yang ada bagi siapa saja yang
melanggar aturan tersebut tanpa terkecuali. Kendati hukumnya bagus, pemerintah nya sendiri
pun juga harus tegas dan adil dalam menerapkan hukum tanpa berpihak. Pemerintah juga
harus tunduk dan patuh pada aturan main yang ada. Dengan demikian, yang kita butuhkan
untuk memungkinkan bisnis dapat dijalankan secara baik dan etis adalah dua perangkat:
pertama adalah perangkat moralitas, kedua adalah perangkat legal politis.
Ada beberapa alasan untuk ini. Pertama, hukum saja tidak memadai karena hukum bisa
sangat tidak etis dan tidak adil. Ada praktek bisnis yang punya dasar hukum yang objektif
dan tidak seorangpun membantah itu. Namun, betapa tidak etisnya karena ternyata hukum itu
bersikap diskriminatif, yang mengistimewakan satu kelompok sementara menyingkirkan
kelompok lain. Kedua, adanya beberapa komplain dari konsume tertentu terhadap produk
atau pelayanan dari suatu perusahaan yang mengecewakan, menunjukan dengan jelas bahwa
bagi banyak pengusaha, hukum saja tudak cukup. Kendati keluhan kondumen ini tidak
disertau hukuman atau sanksi apapun, mereka menanggapinya dengan serius. Ketiga, kendati
hukum itu baik dan perlu, hukum saja bisa tidak manusiawi. Ketika hukum diterapkan secara
harfiah tanpa pertimbangan moral dan rasa kemanusiaan pada kasus yang menuntut
pertimbangan moral yang ekstra, maka hukum menjadi tidak etis dan tidak manusiawi.
1. Keunggulan Moral Pasar Bebas
Terlepas dari kelemahannya yang tidak bisa dibantah, sistem ekonomi pasar bebas
sebagai sistem yang paling baik dan kondusif, dibandingkan dengan sistem alternatif
manapun, bagi bisnis yang baik dan etis karena dari segi etis sistem ini lebih
memungkinkan praktek bisnis yang baik, etis, dan fair. Dari segi moral, sistem ekonomi
pasar bebas mengandung beberapa hal yang sangat positif.
Pasar bebas adalah sistem ekonomi yang lahir untuk mendobrak sistem ekonomi yang
tidak etis dan menghambat pertumbuhan ekonomi dengan memberikan kesempatan
berusaha yang sama, bebas, dan fair kepada semua pelaku ekonomi.
Keadilan di sini terutama dijamin melalui prinsip no harm. Dalam sistem ekonomi
pasar bebas, sebagaimana dikehendaki Adam Smith, semua pelaku ekonomi dibiarkan
bebas menjalankan bisnisnya sesuai dengan keinginannya untuk mengejar keuntungan
sebesar-besarnya, asalkan dengan satu syarat minim: tidak merugikan hak dan
kepentingan pihak lain serta hak dan kepentingan masyarakat luas. Dengan mematuhi
prinsip dan aturan paling minim ini, akan tercipta sebuah sistem yang teratur dan yang
menjamin kepatian iklim usaha yang sehat, baik, teratur, fair, dan etis.
Secara moral dalam kaitannya dengan jaminan atas keadilan ini, sistem pasar bebas
menjamin dua hal. Pertama, adanya kesempatan berusaha yang sama dan fair bagi semua
orang. Paling kurang, kesempatan yang sama dibuka bagi semua melalui aturan yang fair.
Kedua, ada aturan yang jelas dan fair, dan karena itu etis. Aturan ini juga diberlakukan
secara fair, transparan, konsekuen, dan objektif. Maka, semua pihak secara objektif
tunduk dan dapat merujuknya secara terbuka.
Dengan demikian, sistem ekonomi pasar bebas bukanlah sistem tanpa regulasi. Ia
memang lahir untuk menggantikan sistem merkantilisme yang regulatif. Pasar sendiri
adalah sebuah sitem regulasi, yaitu sistem regulasi demi menjaga dan menjamin hak dan
kepentingan bisnis setiap pelaku secara sama dan fair. Hanya dengan kebebasan aturan
main yang jelas, pasar benar-benar berfungsi mengharminisasikan kepentingan masing-
masing pihak dan sekaligus mempertahankan mekanisme pasar itu sendiri. Bersama
dengan itu, bisa diciptakan iklim yang sehat tidak hanya bagi pertumbukan ekonomi
nasional, melainkan juga bagi kegiatan bisnis yang fair, adil, dan berarti etis.
Yang membedakan regulasi sistem merkantilisme dan regulasi pasar bebas adalah
bahwa regulasi merkantilistis merupakan hasil rekayasa monopolitis dan kolusif antara
pengusaha dan pengusaha demi kedua belah pihak, dengan mengorbankan kepentingan
banyak orang. Sbaliknya, regulasi pasar bebas adalah regulasi sebagai perwujudan
keadilan dan kebasan demi menjamin hak dan kepentingan setiap orang dan hak seluruh
masyarakat, sambil tetap mempertahankan tingkat pertumbuhan ekonomi yang relatif
tinggi.
Ketiga, pasar memberikan peluang yang optimal, kendati belum tentu sempurna, bagi
pesaingan yang bebas yang sehar dan fair. Di satu pihak, ekonomi pasar menjamin secara
optimal kebebasan dan kesempatan berusaha sebagai hak yang harus dinikmati semua
orang. Di pihak lain, sitem persaingan bebas yang sehat dan fair itu, pada akhirnya semua
pihak diuntungkan.
Keempat, dari segi pemerataan ekonomi, pada tingkat pertama ekonomi pasar jauh
lebih mampu menjamin pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi membuka
lapangan kerja yang semakin luas, dan semakin banyak orang yang meningkatkan taraf
hidupnya secara relatif dan progresif. Mekanisme ini berlangsung secara fair karena nasib
ekonomi dan sosial masing-masing orang ditentukan oleh sejauh mana dia mampu
memanfaatkan peluang yang diberika pasar. Pasar tidak bekerja secara khusus untuk
kepentingan pihak tertentu.
Kelima, pasar juga memberikan peluang yang optimal bagi perwujudan kebebasan
manusia. Dalam sistem pasar, setiap orang dibiarkan dan dimungkinkan untuk
menentukan sendiri kegiatan dan bahkan hidupnya sendiri-sendiri. Setiap orang tidak
didikte dan tidak menggantungkan hidupnya bagaikan parasit kepada orang lain. Dalam
sistem pasar semua kegiatan bisnis bersifat bebas dan sukarela. Tidak ada orang yang
dipaksa untuk menjual dan membeli barang yang tidak disukainya. Lebih dari itu, dalam
pasar bebas tidak ada penjual atau pembeli yang memonopoli kegiatan bisnis tertentu.
Semua pihak bebas melakukan bisnis apa saja.

2. Peran Pemerintah
Syarat utama untuk menjamin sebuah system ekonomi pasar yang fair dan adil adalah
perlunya suatu peran pemerintah yang merupakan kombinasi prinsip non-intervention,
dan prinsip campur tangan, khususnya demi menegakkan keadilan. Berdasarkan prinsip
non-intervention, pada dasarnya pemerintah memang tidak boleh ikut campur tangan atas
kehidupan dan kegiatan siapa pun. Namun prinsip no harm benar-benar ditegakkan.
Dalam semangat system ekonomi pasar yang dikehendaki, pemerintah dibatas
perannya hanya pada tingkat yang minimal, tetapi sekaligus efektif. Minimal karena,
pertama, pemerintah dibatasi perannya hanya pada tiga utas utama. Pertama, tugas
melindungi masyarakat dari kekerasan dan invasi dari masyarakat merdeka lainnya;
kedua, tugas melindungi, sebisa mungkin, setiap anggota masyarakat dari ketidakadilan
atau penindasan dari setiap anggota lainnya, dan menjamin tugas pelaksanaan keadilan
secara ketat; dan, ketiga, tugas bangun dan mengelola pekerjaan-pekerjaan umum tertentu
dan lembaga-lembaga umum tertentu yang tidak bias dijalankan oleh swasta.
Syarat utama terwujudnya system pasar yang adil, dan syarat utama bagi kegiatan
bisnis yang baik dan etis, adalah perlunya suatu pemerintahan yang adil juga. Artinya,
pemerintah yang benar-benar bersikap netral dan tunduk pada aturan main yang ada,
berupa aturan keadilan yang menjamin hak dan kepentingan setiap orang secara sama dan
fair. Prinsip berbisnis dengan tidak merugikan hak dan kepentingan pihak lain lalu
berfungsi juga untuk mencegah campur tangan pemerintah, yang bagi pelaku bisnis
sangat merugikan kegiatan bisnisnya dan karena itu selalu ingin dihindarinya.
Setiap pelaku bisnis selalu mendambakan kebebasan berusaha yang maksimal,
termasuk bebas dari campur tnagan pemerintah yang selalu dirasakan sebagai membatasi
ruang gerak bisnisnya. Demi menghindari campur tangan ini, pelaku bisnis seharusnya
dengan kemauan sendiri akan berbisnis secara baik karena pengandaian bahwa kalau ia
berbisnis secara tidak fair akan ditindak pemerintah. Hal ini menunjukan bahwa system
pasar bukanlah system tanpa campur tangan pemerintah. Yang kita butuhkan adalah
pemerintah yang minimal dan efektif bukan yang kuat yang akan menggilas semua
kekuatan social dalam masyarakat termasuk yang memperjuangkan hak masyarakat, tapi
sekaligus lemah terhadap kekuatan ekonomi yang kuat.
.

Rangkuman Bab 12 Buku Etika Bisnis: Tuntutan dan Relevansinya

MONOPOLI DAN KEBIJAKSANAAN PEMERINTAH


1. Monopoli
Monopoli adalah situasi dalam pasar di mana hanya ada satu atau segelintir
perusahaan yang menjual produk atau komoditas tertentu yang tidak punya pengganti
yang mirip dan ada hambatan bagi perusahaan atau pengusaha lain untuk masuk dalam
bidang industri atau bisnis tersebut. Karena itu, hampir tidak ada persaingan berarti.
Terdapat dua macam monopoli, yaitu:
a. Monopoli Alamiah
Monopoli ini lahir secara wajar dan alamiah karena kondisi objektif yang dimiliki
oleh suatu perusahaan, yang menyebabkan perusahaan ini unggul dalam pasar tanpa
bisa ditandingi dan dikalahkan secara memadai oleh perusahaan lain.
Memang ada produk pengganti atau alternative, tapi sering kali produk pengganti
ini sulit untuk menyamai dan menyaingi produk unggulan yang memonopoli pasar
tadi karena kekhasan produk unggulan tersebut yang sudah disenangi konsumen. Jadi,
monopoli perusahaan tersebut memang didasarkan pada keunggulannya dalam pasar.
Sementara itu pasar sendiri tetap terbuka untuk dimasuki oleh pesaing-pesaing lain.
b. Monopoli Artifisial
Monopoli ini lahir karena persekongkolan atau kolusi politis dan ekonomi antara
pengusaha dan penguasa demi melindungi kepentingan kelompok pengusaha tersebut.
Monopoli semacam ini bisa lahir karena dua pertimbangan, yaitu:
(1) Pertimbangan rasional
Pertimbangan ini misalnya demi melindungi industri dalam negeri, demi
memenuhi economic of scale, dan seterusnya.
(2) Pertimbangan irasional
Pertimbangan ini bisa sangat pribadi sifatnya dan bisa dari yang samar-samar dan
besar muatan ideologisnya sampai pada yang kasar dan terang-terangan.

Monopoli artifisial dapat menimbulkan beberapa masalah etis, seperti:


a) Masalah keadilan
Salah satu aspek keadilan yang dilanggar oleh praktek monopoli ini adalah
dilanggarnya prinsip perlakuan yang sama bagi semua pengusaha atau kelompok
bisnis. Dengan praktek monopoli ini, ada kelompok yang diperlakukan secara
istimewa, bahkan tanpa alasan yang rasional, sementara yang lain disingkirkan
secara menyakitkan dan secara tidak fair. Ini juga menimbulkan persoalan bahwa
negagar yang seharusnya bersikap netral tak berpihak, dengan praktek monopoli
itu bertindak secara sepihak. Ini sungguh meyakitkan karena negara telah
memainkan dan mempraktekkan politik diskriminasi dalam bidang ekonomi.
b) Ketimpangan ekonomi atau ketidakadilan distributif
Maksudnya adalah bahwa monopoli menimbulkan ketimpangan atau distribusi
ekonomi yang tidak merata antara kelompok yang satu dengan kelompok yang
lain. Dengan monopoli artifisial, kelompok yang mendapat monopoli memperoleh
kesempatan bisnis dan perlindungan politik untuk menjadi semakin kaya
sementara yang lain dibiarkan berjuang sendiri kalau bukan bangkrut. Berbeda
dengan monopoli alamiah yang memperoleh keuntungan atau kekayaan melalui
cara yang halal dan fair yaitu memalui keunggulan objektif perusahaan tersebut,
di metode artifisal keuntungan atau kekayaannya diperoleh melalui cara yang
curang.
c) Terlanggarnya kebebasan baik pada konsumen maupun para pengusaha
Artinya konsumen tidak bisa secara bebas memilih barang dan jasa yang sesuai
dengan kemampuan ekonominya karena hanya ada satu produk dengan harga
yang telah dipatok tersebut, Sementara itu, pengusaha lain tidak bisa menikmati
kebebasan berusaha karena hambatan yang secara sengaja diciptakan untuk
melindungu perusahaan monopolistis.

2. Oligopoli
Oligopoli adalah kolusi antara pengusaha dengan pengusaha. Oligopoli agak berbeda
sifatnya dengan monopoli karena oligopoli terletak di antara pasar yang bebas dan
terbuka di satu pihak dan monopoli di pihak yang lain. Dalam prakteknya, pasar dikuasai
oleh segelintir pengusaha-pengusaha -semakin sedikit semakin baik- untuk menguasai
dan mendikte pasar.
Inti dari oligopoli adalah bahwa beberapa perusahaan sepakat baik secara tersirat
maupun tersurat untuk menetapkan harga produk dari industri sejenis pada tingkat yang
jauh lebih tinggi dari harga berdasarkan mekanisme murni dalam pasar. Dalam hal ini,
setiap perusahaan sejenis sangat peka terhadap harga dan strategi pasar yang diambil oleh
masing-masing perusahaan.
Bentuk dari oligopoli adalah seperti merger, yaitu penggabungan beberapa perusahaan
yang sebelumnya bersaing atau sama lain menjadi satu perusahaan raksasa. Namun,
bentuk pertama dari oligopoli adalah kartel atau dikenal debagai persetujuan tersurat.
Dalam praktek ini manajer dari beberapa perusahaan sejenis bertemu dan mengadakan
persetujuan secara tersurat untuk membatasi persaingan di antara mereka dengan
menetapkan harga jual produk mereka jauh di atas harga yang normal dalam pasar dengan
tujuan untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya bagi perusahaan yang terlibat.
Banyak praktek oligopoli jenis ini, yang umum dikenal sebagai berikut:
a. Praktek price-fixing
Yaitu perusahaan-perusahaan oligopolistis sepakat untuk menetapkan harga lebih
tinggi dan memaksa konsumen untuk menerima harga terserbut.
b. Praktek manipulasi penawaran
Yaitu perusahaan-perusahaan oligopolistis sepakat untuk menangguhkan produksi
untuk kurun waktu tertentu atau untuk menghentikan penawaran dalam kurun waktu
tertentu sehingga terjadi kelangkaan dalam pasar. Akibatnya, akan melonjak
permintaan yang dengan sendirinya akan diikuti oleh naiknya harga produk dari
perusahaan-perusahaan oligopolistis tadi. Dalam praktek ini, timbul kesan seakan-
akan pasarlah yang menyebabkan harga naik padahal ini adalah akibat dari manipulasi
perusahaan-perusahaan tersebut.
Bentuk lain dari praktek oligopoli adalah price leadership atau dikenal sebagai
persetujuan diam-diam. Yang terjadi adalah bahwa sudah ada semacam kesepakatan
diam-diam di antara perusahaan-perusahaan sejenis untuk menaikkan atau sebaliknya
menurunkan harga produk mereka mengikuti langkah yang diambil oleh salah satu dari
perusahaan sejenis.
Dalam praktek oligopoli yang paling dirugikan adalah pihak konsumen. Konsumen
diperlakukan secara tidak adil karena dirugikan dan dalam banyak hal tidak bebas
menentukan pilihannya baik dalam hal jenis barang maupun harga yang lebih kompetitif.
Selain itu, praktek oligopoli tidak hanya merusak mekanisme pasar dan juga kepentingan
masyarakat, melainkan juga menumpuk kekuatan ekonomi dan juga politik dakam
kelompok tertentu.

3. Suap
Salah satu praktek yang sampai tingkat tertentu juga mengarah pada monopoli dan
juga merusak pasar adalah suap. Suap mengarah pada monopoli karena dengan suap
menyuap mencegah perusahaan lain untuk masuk dalam pasar untuk bersaing secara fair.
Ada perbedaan antara tip dan suap. Tip adalah hadiah atau pemberian cuma-cuma yang
diberikan kepada seseorang atau pihak tertentu sebagai tanda terima kasih atas bantuan
atau pelayanan yang telah diberikannya. Maka tip adalah bentuk perilaku etis sebagai
ungkapan penghargaan yang tulus atas jasa orang lain.
Tip tidak menjadi alat intimidasi secara halus atau lunak dan samar-samar. Suap
justru berbeda dengan tip. Suap diberikan sebelum pelayanan atau bantuan diberikan dan
merupakan syarat bagi pelaksanaan pelayanan dan bantuan tersebut yang sesungguhnya
sudah menjadi tugas, tanggung jawab dan kewajiban pihak pelaksana itu.
Ada beberapa masalah etis yang terkait dengan praktek suap. Yang pertama adalah
bahwa suap merupakan praktek dasar objektif, melainkan karena permainan kotor
bernama suap. Misalnya,kelompok tertentu yang mendapat proyek atau diberi hak
monopoli impor, ekspor atau penjualan produk tertentu,lalu dengan mudah menjadi kaya
raya melalui cara yang tidak fair. Yang kedua adalah ketidakadilan distributive juga
muncul dalam bentuk pembayaran upah buruh yang rendah. Maksudnya,dalam pasar
yang masih memungkinkan untuk adanya persaingan,demi tetap menjaga daya saing
perusahaan penyuap,biaya untuk suap diperoleh dengan cara menekan upah buruh
serendah mungkin. Dengan menekan upah buruh, ketimpangan ekonomi makin besar.
Yang ketiga yang ditimbulkan oleh suap adalah ekonomi yang tinggi. Karena ekonomi
biaya tinggi yang disebabkan oleh praktek-praktek suap karena membengkakkan biaya
secara tidak perlu-pada akhirnya juga memberatkan masyarakat,termasuk masyarkat
miskin. Yang keempat, dalam kasus suap yang melibatkan pihak birokrasi
pemerintah,praletk suap melahirkan praktek kenegaraan, yang tidak etis karena pelayanan
public yang menjadi tugas, tanggung jawab dan kewajiban moral birokrasi pemerintah
diperjual belikan. Yang terakhir yaitu hilangnya profesionalisme, khususnya komitmen
sebagai orang yang professional dibidangnya. Pemberi suap mendapatkan proyek atau
kemudahan bukan karena professional, melainkan karena suap.

4. Undang-Undang Anti-Monopoli
Undang-undang anti monopoli bertujuan melindungi hak dan kepentingan masyarakat
dari keserakahan pihak manapun yang ingin mengeruk keuntungan bagi dirinya sendiri
dengan mengorbankan kepentingan pihak lain,ternasuk kepentingan masyarakat,melalui
cara curang atau tidak fair. Yang kedua, undang-undang anti monopoli bertujuan
melindungi kesejahteraan konsumen dengan melarang praktek-praktek bisnis yang
curang. Asumsinya, dengan persaingan yang sehat konsumen akan memperoleh barang
dan jasa yang semakin beragam sesuai dengan kebutuhannya. Dengan persaingan yang
sehat mereka dapat memperoleh barang dengan harga yang lebih murah pada tingkat
kualitas yang terjamin baik. Yang ketiga adalah undang-undang anti monopoli bermaksud
melindungi perusahaan kecil dan menengah dari praktek bisnis yang monopolis dan
oligopolis. Tanpa undang-undang ini ada bahaya yang cukup besar bahwa perusahaan
yang cukup besar dengan mudah membeli dukungan pemerintah dan mengadakan
persekongkolan dengan perusahaan lain yang besar untuk mendikte harga dan dengan
demikian menjatuhkan perusahaan menengah dan kecil yang tidak bias bersaing dengan
mereka.

Rangkuman Bab 4 Buku Etika Bisnis dan Profesi: Tantangan Membangun Manusia
Seutuhnya

HAKIKAT EKONOMI DAN BISNIS


HAKIKAT EKONOMI
Ilmu ekonomi yang dapat didefinisikan sebagai ilmu yang berhubungan dengan produksi,
distribusi, dan konsumsi. Pada tingkat ekonomi makro, para ekonom dan pejabat birokrasi
pemerintah sudah sangat mengenal konsep-konsep ekonomi, seperti pendapatan nasional
bruto, konsumsi, tabungan, investasi, jumlah uang beredar, suku bunga, inflasi, neraca
perdagangan, neraca pembayaran, kurs valuta, Anggaran dan Belanja Negara (APBN), dan
sebagainya. Pada tingkat ekonomi mikro banyak dibahas tentang pengelolaan dan manajemen
bisnis antara lain hukum permintaan dan penawaran, laba optimal, pendapatan dan biaya
marjinal, serta konsep lain yang semuanya berorientasi pada pencapaian laba optimal melalui
peningkatan produktifitas dan efisiensi biaya operasi.
Ilmu ekonomi berkembang berdasarkan asumsi dasar yang masih dipegang hingga saat ini
yaitu adanya kebutuhan manusia yang tidak terbatas dihadapkan pada sumber daya yang
terbatas sehingga menimbulkan persoalan bagaimana mengeksploitasi sumber daya yang
terbatas tersebut secara efektif dan efisien guna memenuhi kebutuhan manusia yang tidak
terbatas.
Ilmu ekonomi dewasa ini telah menanamkan paradigma tentang hakikat manusia sebagai
berikut:
a) Manusia adalah makhluk ekonomi
b) Manusia mempunyai kebutuhan yang tak terbatas
c) Dalam merealisasikan kebutuhannya, manusia bertindak rasional

Dampak dari paradigma ini adalah:


a. Tujuan manusia hanya mengejar kekayaan materi dan melupakan tujuan spiritual
b. Manusia cenderung hanya mempercayai pikiran rasionalnya saja dan mengabaikan
adanya potensi kesadaran transedental (kesadaran spiritual, kekuatan tak terbatas,
Tuhan) yang dimiliki manusia
c. Mengajarkan bahwa sifat manusia itu serakah

ETIKA DAN SISTEM EKONOMI


Sistem ekonomi adalah jaringan berbagai unsur yang terdiri atas pola pikir, konsep teori,
asumsi dasar, kebijakan, infrastruktur, institusi, seperangkat hukum, pemerintahan, negara,
rakyat, dan unsur terkait lainnya yang semuanya ditunjukan untuk meningkatkan produksi
dan pendapatan masyarakat.
Dalam mempelajari sejarah ekonomi, kita dapat mengetahui adanya dua paham sistem
ekonomi yang berkembang, yaitu ekonomi kapitalis dan ekonomi komunis. Inti dari paham
ekonomi kapitalis adalah adanya kebebasan individu untuk memiliki, mengumpulkan, dan
mengusahakan kekayaan secara individu. Sistem kapitalis sering juga disebut sebagai sitem
ekonomi liberal. Ada dua pokok dari sistem ekonomi kapitalis, yaitu liberalisme kepemilikan
dan dukungan ekonomi pasar bebas. Sistem ekonomi kapitalis sebenarnya dilandasi oleh teori
etika egoisme dan etika hak, serta mendapat pembenaran dari kedua teori tersebut. Menurut
etika egoisme, suatu tindakan dianggap baik bila setiap individu mampu merealisasikan
kepentingannya. Sementara itu, etika hak telah menonjolkan penghormatan kepada hak-hak
individu.
Walaupun sistem kapitalis dan sistem komunis saling bertentangan, namun sebenarnya ada
persamaan yang sangat esensial, yaitu keduanya hanya ditunjukan untuk mengejar
kenikmatan duniawi dengan hanya mengandalkan kemampuan pikiran rasional dan
melupakan tujuan tertinggi umat manusia (kebahagiaan di akhirat).
Di samping kedua sistem ekstern diatas, masih dijumpai sistem ekonomi lain yang
sebenarnya merupakan penggabungan dari kedua sistem tadi, yaitu Pancasila. Pokok-pokok
pikiran dalam falsafah Pancasila antara lain:
a. Tujuan mewujudkan masyarakat adil dan sejahtera (sila ke-5).
b. Landasan operasional: kepercayaan kepada Tuhan YME sebagai landasan spiritual
(sila ke-1), hak asasi manusia (sila ke-2), persatuan/kebersamaan rakyat dalam
wilayah Indonesia (sila ke-3), dan kearifan demokrasi (sila ke-4).

Kalau diperhatikan, falsafah Pancasila sebenarnya dilandasi oleh semua teori etika yang ada
yaitu:
a. Teori teonom (sila ke-1)
b. Teori egoisme/teori hak (sila ke-2)
c. Teori deontologi, teori kewajiban (sila ke-3 dan sila ke-4)
d. Teori utilitarianisme (sila ke-5)

Etika dan Sistem Ekonomi Komunis


Tujuan sistem ekonomi komunis adalah untuk memeratakan kemakmuran masyarakat dan
menghilangkan eksploitasi oleh manusia (majikan, pemilik modal) terhadap manusia lainnya
(buruh). Sistem ekonomi komunis sangat berpengaruh sampai pertengahan abad ke-20. Pada
akhirnya sejarah mencatat bahwa rakyat di negara-negara yang menganut sitem ekonomi
komunis tetap saja miskin dan perekonomiannya jauh tertinggal bila dibandingkan dengan
negara-negara Barat yang menganut sistem ekonomi kapitalis. Tujuan pemerataan
kemakmuran tidak tercapai; yang terjadi adalah pemerataan kemiskinan.
Etika dan Sistem Ekonomi Kapitalis
Perekonomian negara-negara Barat dan Jepang yang menganut sistem ekonomi kapitalis
tumbuh jauh lebih cepat melampaui pertumbuhan ekonomi negara-negara komunis. Dengan
runtuhnya Uni Soviet, yang menjadi pendukung utama sistem ekonomi komunis menjelang
akhir abad ke-20, serta kenyataan bahwa perekonomian negara-negara komunis jauh
tertinggal dibandingkan negara-negara kapitalis, maka memasuki abad ke-21 praktis seluruh
negara di dunia kecuali Kuba telah mengadopsi sitem ekonomi kapitalis.
Seperti halnya paham/sistem ekonomi komunis, paham ekonomi kapitalis juga berkembang
berdasarkan asusmsi yang sama tentang hakikat anusia tidak utuh. Dalam sistem ekonomi
kapitalis, tujuan manusia direndahkan hanya untuk mengejar kemakmuran ekonomi (fisik)
semata dengan mengabaikan kekuatan Tuhan. Sitem ekonomi kapitalis yang berkembang di
negara-negara Barat telah melahirkan perusahaan-perusahaan multinasional dengan ciri-ciri
sebagat berikut:
a. Kekayaan mereka sudah demikian besar, bahkan sudah melampaui pendapatan
negara-negara yang sedang berkembang.
b. Kekuasaan para pemiliknya telah melewati batas-batas wilayah seatu negara. Bahkan
tidak jarang mereka ini mampu mengendalikan kebijakan aparat pemerintah dan
legislatif di negara-negara di mana perusahaan ini berada demi keuntungan
perusahaan-perusahaan tersebut.

Akibat dari sistem ekonomi kapitalis saat ini, antara lain:


a. Terjadi pemanasan global dan kerusakan lingkungan di bumi akibat kerakusan para
pemilik modal yang didukung oleh aparat pemerintah.
b. Terjadi ketidakadilan distribusi kekayaan yang mengakibatkan timbulnya kesenjangan
kemakmuran yang makin tajam antara negara-negara kaya dengan mayoritas negara-
negara miskin; antara golongan masyarakat kaya dengan mayoritas penduduk miskin
di dunia.
c. Ancaman kekerasan, konflik antar negara, kemiskinan dan pengangguran makin luas.
d. Korupsi, kejahatan kerah putih, dan penyalahgunaan kekuasaan untuk mengejar
kekayaan pribadi dengan mengorbankan kepentingan orang banyak telah meluas.
e. Penggunaan obat-obatan terlarang, perjudian, kebebasan seks,
pembunuhan,perampokan, pencurian, dan tindakan-tindakan amoral lainnya semakin
luas.
f. Gaya hidup modern yang boros dan terlalu konsumtif, penumpukan harta kekayaan
yang jauh melampaui ukuran kebutuhan yang normal, serta pamer kemewahan dan
kekayaan telah menjadi ciri yang menonjol.
g. Munculnya tanda-tanda tekanan mental dan psikologis, seperti stres, kasus bunuh diri,
tindakan anarkis massal, dan kasus sejenisnya semakin meluas.
h. Penyakit akibat gaya hidup modern, seperti penyakit jantung, tekanan darah tinggi,
HIV/AIDS, dan penyakit sejenisnya makin mengancam umat manusia.

Etika dan Sistem Ekonomi Pancasila


Sistem ekonomi Pancasila mencoba memadukan hal-hal positif yang ada pada kedua sistem
ekonomi eksterm (komunis dan kapitalis). Ciri keadilan dan kebersamaan sistem ekonomi
Pancasila diambil dari sistem komunis; ciri hak dan kebebasan individu diambil dari sistem
kapitalis; ditambah dengan ciri ketiga yang tidak ada pada kedua sistem tersebut, yaitu
kepercayaan kepada Tuhan YME dengan memberikan kebebasan rakyatnya memeluk agama
sesuai dengan keyakinan masing-masing. Secara teoritis, sistem ekonomi Pancasila
merupakan fondasi yang paling baik dan paling sesuai untuk membangun hakikat manusia
seutuhnya.
Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah: mengapa bangsa Indonesia yang menerapkan
sistem Ekonomi Pancasila yang secara konseptual lebih baik bila dibandingkan dengan
sistem ekonomi komunis ataupun sistem ekonomi kapitalis, sampai saat ini sebagian besar
rakyatnya masih tetap miskin? Jawabannya sebenarnya sangat sederhana: karena
perekonomian bangsa ini dalam relitanya dibangun dilandaskan “Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme (KKN)”. Hal tersebut sama sekali menyimpang jauh dari konsep Ekonomi
Pancasila
Jelas sekali bahwa praktik KKN dalam pembangunan ekonomi sangat bertentangan dengan
ajaran etika dan ajaran agama mana pun. Harus dipahami bahwa yang salah bukanlah sistem
ekonomi Pancasila tersebut, tetapi oknum pemimpin negara/swasta yang menyalahgunakan
kewenangannya untuk memperkaya diri sendiri dan keluarganya, serta tumbuhnya para
pengusaha/konglomerat yang dibesarkan melalui sistem KKN.
Etika dan Sistem Ekonomi
Etika pada intinya mempelajari perilaku/tindakan seseorang dan kelompok atau lembaga
yang dianggap baik atau tidak baik. Sistem ekonomi adalah seperangkat unsur (manusia,
lembaga, wilayah, sumber daya) yang terkoordinasi untuk mendukung penungkatan produksi
(barang dan jasa) serta pendapatan untuk menciptakan kemakmuran masyarakat. Maka
berdasarkan tataran konsep, ekonomi seharusnya bersifat etis karena semua sistem ekonomi
bertujuan untuk meningkatkan produksi dan pendapatan untuk memakmurkan masyarakat.
Pengimplementasian ketiga sistem ekonomi (komunis, kapitalis, dan Pancasila) semua sistem
ini memunculkan dampak negatif yang serupa. Dampak yang paling mudah terlihat adalah
kerusakan lingkungan hidup, kesenjangan dan ketidakadilan dalam distribusi kekayaan antara
golongan jaya dan golongan miskin semakin meluas, munculnya berbagai kecenderungan
yang makin meningkat, seperti berbagai jenis korupsi, kolusi, dan manipulasi yang dilakukan
oknum pejabat pemerintahan dan kalangan pemilik/manajemen perusahaan.

PENGERTIAN DAN PERANAN BISNIS


Aktivitas bisnis bukan saja kegiatan dalam rangka menghasilkan barang dan jasa, tetapi juga
termasuk kegiatan mendistribusikan barang dan jasa tersebut ke pihak-pihak yang
memerlukan serta aktivitas lain yang mendukung kegiatan produksi dan distribusi tersebut.
Kegiatan bisnis sangat bermanfaat bagi kehidupan umat manusia dan bisa dikatakan bahwa
aktivitas bisnis bersifat etis.
Namun dalam realitanya, masih banyak dijumpai pandangan pro dan kontra mengenai etis-
tidaknya suatu aktivitas bisnis. Masih ada yang memandang kegiatan bisnis sebagai kegiatan
yang rendah dan tidak bermoral. Dua pandangan tentang bisnis sebagaimana diungkapkan
oleh Sonny Keraf (1998), yaitu pandangan praktis-realitis dan pandangan idealis.
Pandangan praktis-realistis melihat tujuan bisnis adalah untuk mencari keuntungan bagi
pelaku bisnis, sedangkan aktivitas memproduksi dan mendistribusikan barang merupakan
sarana/alat utuk merealisakikan keuntungan tersebut. Pandangan idealis melihat bahwa tujuan
pokok dari bisnis adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, sedangkan keuntungan
hanyalah akibat dari kegiatan bisnis.

Komponen-komponen Budaya Etis

Kriteria Etis Fokus


Individu Perusahaan Masyarakat
Egoisme Kepentingan diri Kepentingan Efisiensi ekonomi
(pendekatan berpusat perusahaan
pada kepentingan
diri)
Bennevolence Kepentingan Kepentingan tim Tanggung jawab
(pendekatan berpusat bersama sosial
pada kepentingan
orang lain)
Principles Moralitas pribadi Prosedur dan Kode etik dan
(pendekatan berpusat peraturan hukum
pada prinsip perusahaan
integritas)
LIMA DIMENSI BISNIS
Untuk memahami persoalan bisnis ini, Bertens (2000) mencoba menjelaskan kegiatan bisnis
dilihat dari tiga dimensi, yaitu: ekonomi, etika, dan hukum. Namun dalam pembahasan
dibawah ini, bisnis akan dilihat dari lima dimensi, yaitu: ekonomi, etika, hukum, sosial, dan
spiritual.
Dimensi Ekonomi
Bisnis paling mudah dipahami bila dilihat dari dimensi ekonomi. Bisnis adalah kegiatan
produktif untuk memperoleh keuntungan. Bisnis merupakan tulang punggung kegiatan
ekonomi, tanpa bisnis tidak ada kegiatan ekonomi. Keuntungan diperoleh berdasarkan rumus
yang sudah jamak dikembangkan oleh para akuntan yaitu penjualan dikurangi harga pokok
penjualan dan beban-beban. Bagi akuntan harga pokok penjualan merupakan harta yang telah
dikorbankan/dimanfaatkan untuk menciptakan penjualan pada periode ini. Ilmu manajemen
dan akuntansi mengajarkan teknik untuk memperoleh keuntungan optimal. Beragam teknik
itu pada intinya mengajarkan satu cara, yaitu untuk meningkatkan penjualan sampai tingkat
maksimum di satu sisi, namum pada saat yang sama dapat menekan harga pokok penjualan
dan beban-beban pada tingkat minimum.
Dimensi Etis
Bila dilihat dari dimensi etis, bisnis masih menimbulkan diskusi yang diwarnai oleh pro dan
kontra. Persoalan pro dan kontra dari etika ini dpat dimaklimi karena semua pihak
mempunyai pemahaman yang sama tentang pengertian etika dan ukuran yang tepat untuk
menilai etis-tidaknya suatu tindakan bisnis.
Dalam pembahasan ini akan dipakai dua acuan pokok:
a. Definisi etika adalah tinjauan kritis tentang baik-tidaknya suatu perilaku atau
tindakan.
b. Ukuran penilaian menggunakan tiga tingkat kesadaran, yaitu kesadaran hewani (teori
egoisme), kesadaran manusiawi (teori utilitarianisme), dan kesadaran
spiritual/transendental (teori teonom)

Bisnis dari dimensi etis, pertama, kegiatan bisnis adalah kegiatan produktif, artinya kegiatan
menghasilkan, dan mendistribusikan barang dan jasa untuk kebutuhan seluruh umat manusia.
Kedua, bila dilihat dari pihak yang memperoleh manfaat dari keuntungan suatu kegiatan
bisnis (masalah keadilan dalam distribusi keuntungan) dan tindakan bisnis dalam
merealisasikan keuntungan itu, isu etika muncul untuk memberikan penilaian atas dampak
negatif yang ditimbulkan bagi masyarakat dan lingkungan alam (merugikan orang lain atau
menimbulkan kerusakan lingkungan).
Dimensi Hukum
Dalam kaitannya dengan tinjauan dati aspek hukum ini, De George (dalam Sonny Keraf,
1998) membedakan dua macam pandangan tentang status perusahaan, yaitu legal creator dan
legal recognition. Dari sudut pandang legal creator, perusahaan diciptakan secara legal oleh
negara sehingga perusahaan adalah sebuah badan hukum. Sebagai ciptaan hukum, perusahaan
mempunyai hak dan kewajiban hukum sebagaimana layaknya status hukum yang dimiliki
oleh manusia. Pada sudut pandang legal recognition perusahaan bukan diciptakan oleh
negara, melainkan oleh orang atau kelompok orang yang mempunyai kepentingan untuk
memperoleh keuntungan. Setiap peraturan hukum yang baik memang harus dijiwai oleh
moralitas. Namun sebagaimana dimaklumi, tidak semua peraturan hukum berkaitan dengan
moral.
Dimensi Sosial
Perusahaan saat ini sudah berkembang menjadi suatu system terbuka yang sangat kompleks.
Sebgaia suatu system, artinya di dalam organisasi perusahaan dapat terdapat berbagai elemen,
unsur, orang, dan jaringan yang saling terhubung, saling berinteraksi, saling bergantung, dan
saling berkepentingan. Keberadaan suatu perusahaan sebenarnya ditentukan oleh manusia
atau orang, baik yang ada di dalam perusahaan (karyawan, manajer, eksklusif) maupun di
luar perusahaan (pemasok, pelanggan, pemodal, pejabat pemerintah, dan masyarakat luas),
yang semuanya memiliki kepentingan dan kekuatan atau kekuasaan untuk mendukung atau
menghambat keberadaan dan pertumbuhnan perusahaan.
Bila perusahaan dilihat dari dimensi social, tujuan pokok keberadaan perusahaan
adalah untuk menciptakan barang dan jasa yang diperlukan oleh masyarakat, sedangkan
keuntungan akan dating dengan sendirinya bila perusahaan mampu melayani kebutuhan
masyarakat.
Dimensi Spiritual
Dalam ajaran agama Islam bahwa menjalankan kegiatan bisnis itu merupakan bagian dari
ibadah, asalkan kegiatan bisnis diatur berdasarkan wahyu yang tercantum dalam Al-Qur’an
dan Sunah Rasul (Dawam Rahardjo, 1990). Kegiatan bisnis yang spiritual tumbuh
berdasarkan paradigma sebagai berikut:

 Pengelola dan pemangku kepentingan menyadari bahwa kegiatan bisnis adalah bagian
dari ibadah (God Devotion).
 Tujuan bisnis adalah untuk memajukan kesejahteraan semua pemangku kepentingan
atau masyarakat (Prosperus Society).
 Dalam menjalankan aktivitas bisnis, pengelola mampu menjamin kelestarian alam
(Planet Consevation).

Meskipun saat ini perekonomiaan dunia telah mencapai tingkat yang sangat maju, namun tak
urung juga menimbulkan dampak negative, antara lain kesenjangan antara golongan kaya
dengan golongan miskin yang makin melebar; timbulnya pemanasan global; kerusakan hutan;
ancaman kemusnahan kehidupan akibat limbah beracun; bisnis yang memproduksi dan
memperdagangkan barang/jasa terlarang (narkoba, judi, pelacuran, dan lain-lain); bisnis yang
memproduksi dan memperdagangkan berbagai jenis senjata pemusnah massal; dan
sebagainya. Semua ini membuktikan bahwa masih banyak pelaku bisnis dan oknum
pemangku kepentingan terkait yang belum sepenuhnya mengikuti ajaran agama dalam
menjalankan praktik bisnis mereka.
PENDEKATAN PEMANGKU KEPENTINGAN
Tanggung Jawab Manajemen dan Teori Pemangku Kepentingan
Menurut Schroeder (1998), paling tidak ada enam teori yang berkaitan dengan pemangku
penetingan, yaitu: teori kepemilikan (proprietary thory), teori entitas ( entity theory), teori
dana (fund theory), teori komando (command theory), teori perusahaan (enterprise theory),
dan teori ekuitas sisa (residual equity theory).
Tujuan pengelolaan perusahaan adalah untuk meningkatkan laba dan kekayaan para
pemilik perusahaan, sedangkan kepentingan para pemangku kepentingan selain pemegang
saham belum mendapat perhatian yang seimbang. Oleh karena itu, paradigma pengelolaan
masih menganut teori kepemilikan. Pada hakikatnya, pandangan pengelola perusaahaan
dalam teori ekuitas sisa masih sama dengan pandangan pengelola dalam teori kepemilikan.
Hanya saja dalm teori ekuitas sisa, orientasi pengelola lebih ditujukan kepada para pemegang
saham biasa, sedangkan pemegang saham preferen tidak mendapat perhatian yang setara.
Paradigma yang sangat berbeda dijumpai dalam teori dana, manajemen dalam mengelola
suatu Lembaga/organisasi lebih berorientasi kepada restriksi legal atas penggunaan dana yang
dipercayakan kepadanya. Kondisi yang berlawanan dengan hal tersebut diberikan oleh teori
komando. Dalam teori ini, manajemen tidak lagi berorientasi kepada para pemangku
kepentingan di luar perusahaan, tetapi lebih melihat fungsi dirinya dalam mengendalikan
perusahaan. Selain itu, dalam teori perusahaan, peranan bisnis tidak lagi hanya dilihat secara
terbatas dari satu atau beberapa pemangku kepentingan saja. Perusahaan sudah dianggap
sebagai Lembaga social, yaitu suatu Lembaga yang menciptakan manfaat dan kesejahteraan
kepada semua pemangku kepentingan.
Sony Keraf membagi pemangku kepentingan ke dalam dua golongan, yaitu pemangku
kepentingan pasar (kelompok primer) dan pemangku kepentingan nonpasar (kelompok
sekunder). Kelompok primer adalah mereka yang mengadakan transaksi atau berinteraksi
langsung dengan perusahaan. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah: pelanggan,
pemasok, pemodal, pemberi pinjaman, serta karyawan perusahaan. Kelompok sekunder
adalah semua pemangku kepentingan yang tidak termasuk kelompok primer tersebut. Mereka
ini tidak secara langsung berinteraksi atau bertransaksi dengan perusahaan, tetapi
kepentingan dan kekuatan kelompok ini dapat saja mempengaruhi keberadaan perusahaan.
Yang termasuk dalam kelompok ini adalah: pemerintah, media massa, masyarakat sekitar
perusahaan, dan lain-lain.
Hubungan tingkat kesadaran, Teori Etika, dan Paradigma Pengelolaan Perusahaan

Analisis Pemangku Kepentingan


TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN (CORPORATE SOCIAL
RESPONSIBILITY – CSR)
Pengertian CSR
Menurut Elkington, CSR adalah tanggung jawab social perusahaan mencakup tiga dimensi,
yaitu 3P: mencapai keuntungan (profit), memnerdayakan masyarakat (people), dan
memelihara kelesterian alam/bumi (planet).
Tingkat/Lingkup Keterlibatan dalam CSR
Keberhasilan CSR dan cakupan program CSR yang dijalankan akan ditentukan oleh tingkat
kesadaran para pelaku bisnis dan para pemangku kepentingan terkait lainnya. Lawrence,
Weber, dan Post membedakan dua prinsip CSR, yaitu:
Pro dan Kontra terhadap CSR
Beberapa alasan perusahaan pro dalam CSR adalah:
1. Kesadaran yang meningkat dan masyarakat makin kritis terhadap dampak negative dari
tindakan perusahaan yang merusak alam serta merugikan masyarakat sekitarnya.
2. Sumber daya alam makin terbatas.
3. Menciptakan lingkungan social yang baik.

Beberapa alasan perusahaan kontra dalam CSR adalah:


1. Perusahaan adalah Lembaga ekonomi yang tujuan pokoknya mencari keuntungan, bukan
merupakan Lembaga social.
2. Perhatian manajemen perusahaan akan terpecah dan akan membingungkan mereka bila
perusahaan dibebani banyak tujuan.
3. Biaya kegiatan social akan meningkatkan biaya produk yang akan ditambahkan pada
harga produk.

Anda mungkin juga menyukai