Anda di halaman 1dari 4

KARAKTERISTIK, KELEBIHAN DAN KELEMAHAN LITIGASI

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Penyelesaian Sengketa


Ekonomi Syariah

Dosen Pengampu : Suyudi, SH., M.H.

Disusun Oleh

Rangga Aji P 172111404/HES 6K

HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SURAKARTA

2020
A. Pengertian Litigasi
Litigasi adalah proses dimana seorang individu atau badan
membawa sengketa, kasus ke pengadilan atau pengaduan dan penyelesaian
tuntutan atau penggantian atas kerusakan. Proses pengadilan juga dikenal
sebagai tuntutan hukum dan istilah biasanya mengacu pada persidangan
pengadilan sipil. Mereka digunakan terutama ketika sengketa atau keluhan
tidak bisa diselesaikan dengan cara lain.
Proses pengadilan tidak selalu terjadi dalam gugatan penggugat.
Dalam beberapa kasus, tuduhan palsu dan kurangnya fakta-fakta dari
orang-orang yang terkait, menyebabkan akan cepat menyalahkan, dan ini
menyebabkan litigasi atau tuntutan hukum. Sayangnya, orang juga tidak
mau bertanggung jawab atas tindakan mereka sendiri, jadi bukannya
menghadapi konsekuensi dari tindakan mereka, mereka mencoba untuk
menyalahkan orang lain dan yang hanya bisa memperburuk keadaan.

B. Karakteristik Hukum Litigasi:


Secara umum, ada 5 karakteristik utama dari penggunaan litigasi sebagai
jalur penyelesaian hukum, yaitu:
1. Aturan dan prosedurnya formal dan terstruktur.
2. Semua pihak harus hadir dan berpartisipasi.
3. Masing-masing pihak memiliki kesempatan untuk mempresentasikan
bukti dan alasan di pengadilan.
4. Keputusan yang dikeluarkan berdasarkan hukum dan bersifat
mengikat.
5. Diberlakukannya upaya hukum bagi pihak yang kalah.

C. Tahapan Penyelesaian Sengketa Melalui Litigasi


Ada dua tahap yang harus dipenuhi dalam menyelesaikan sengketa
melalui litigasi, yaitu :
1. Administratif adalah pelapor mendaftarkan gugatan kepada kantor
Pengadilan Negeri dan membayar uang muka. Pihak pengadilan lalu
akan mencatat berkas gugatan dan menetapkan majelis hakim yang
akan mengadili. Setelah hari sidang ditetapkan oleh hakim ketua,
panitera kemudian akan melayangkan surat panggilan.
2. Yudisial yaitu mencakup pemeriksaan perkara hingga tindakan hukum
secara keseluruhan. Setelah pemeriksaan perkara, pengadilan akan
mengusahakan adanya mediasi. Lalu, gugatan akan dibacakan, dan
pada tahap ini pula tergugat boleh menyampaikan pembelaan dan
bukti. Setelah masing-masing pihak menyampaikan argumennya,
majelis hakim akan membuat kesimpulan dan membaca putusan akhir.

D. Proses Penyelesaian Sengketa Melalui Litigasi


Hasil putusan hukum tentu hanya akan menguntungkan satu pihak,
entah pihak penggugat atau tergugat. Biasanya, pihak yang kalah dalam
sidang akan mengajukan upaya hukum untuk mengajukan pembelaan
terhadap putusan hakim. Upaya hukum yang ditempuh bisa berupa
banding dan kasasi.
Dalam litigasi, banding menjadi upaya pertama yang akan
ditempuh oleh pihak yang kalah untuk melakukan pemeriksaan kembali.
Jika dirasa masih belum cukup, pihak yang kalah berhak untuk melakukan
kasasi. Dalam proses kasasi, peninjauan tidak dilakukan sepenuhnya oleh
Mahkamah Agung, tetapi hanya terbatas pada proses hukumnya. Proses
penyelesaian sengketa melalui litigasi dianggap selesai apabila semua
upaya hukum telah ditempuh.

E. Keunggulan dan Kelemahan Penyelesaian Sengketa Melalui Litigasi


Masing-masing jalur hukum, baik litigasi maupun nonlitigasi pasti
memiliki keunggulan dan kelemahan. Penggunaan litigasi untuk
menyelesaikan sengketa dipilih karena memiliki keunggulan sebagai
berikut:
1. Proses dilakukan secara formal.
2. Keputusan dibuat oleh hakim dan tidak boleh melibatkan kedua belah
pihak.
3. Berorientasi pada fakta-fakta hukum yang ada.
4. Proses persidangan dilakukan secara terbuka dan dalam waktu singkat.
5. Keputusan yang dibuat bersifat final dan memaksa.

Meskipun demikian, penyelesaian sengketa melalui litigasi juga


memiliki kelemahan, yaitu:

1. Hakim yang tidak berpengalaman. Sebagai pemimpin tertinggi


persidangan, hakim tentu harus memahami dan mengetahui segala
jenis hukum juga perundangannya. Oleh karena kedua belah pihak
tidak diperbolehkan memilih pemimpin persidangan, maka hakim
terpilih harus bersifat netral dan adil.
2. Kepastian hukum yang tidak stabil. Indonesia memiliki tiga lembaga
hukum, yaitu Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah
Agung. Jika keputusan Pengadilan Negeri dianggap kurang
memuaskan, pihak yang kalah bisa mengajukan banding dan kasasi
yang tentunya akan memakan banyak waktu.

Anda mungkin juga menyukai