Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pioderma ialah penyakit kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus,
Streptococcus, atau oleh keduanya. Faktor predisposisi yang dapat menyebabkan
timbulnya penyakit ini adalah hygiene yang kurang, menurunnya daya tahan
tubuh, atau jika telah ada penyakit lain di kulit.1
Salah satu bentuk pioderma adalah ektima. Ektima adalah pioderma ulseratif kulit
yang umumnya disebabkan oleh Streptococcus β-hemolyticus. Penyebab lainnya
bisa Staphylococcus aureus atau kombinasi dari keduanya. Bakteri biasanya
menyerang epidermis dan dermis sehingga membentuk ulkus dangkal yang
ditutupi oleh krusta berlapis, biasanya terdapat pada tungkai bawah.1
Streptococcus merupakan organisme yang biasanya menyebabkan infeksi pada
ektima. Gambaran ektima mirip dengan impetigo, namun kerusakan dan daya
invasifnya pada kulit lebih dalam daripada impetigo. Infeksi diawali pada lesi
yang disebabkan karena trauma pada kulit, misalnya, ekskoriasi, varicella atau
gigitan serangga. Lesi pada ektima awalnya mirip dengan impetigo, berupa
vesikel atau pustul. Kemudian langsung ditutupi dengan krusta yang lebih keras
dan tebal daripada krusta pada impetigo, dan ketika dikerok nampak lesi punched
out berupa ulkus yang dalam dan biasanya berisi pus.1,

Universitas Islam Al-Azhar Mataram-1


BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Gendit Samsara
Umur : 9 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Sungkit, Kesik, Masbagik, Lombok Timur
Tgl/Jam Masuk : 22 Juni 2016 / 10:47 WITA
Status Pekerjaan : Pelajar
Agama : Islam
Dokter yang merawat : dr. L.M. Budiani, M.Biomed, Sp, KK.

2.2 ANAMNESIS (AUTOANAMNESIS)


Keluhan Utama : Mengeluhkan luka pada kaki dan tangan kiri kanan
sejak 2 bulan yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke poli kulit dan kelamin RS
Soedjono Selong dengan keluhan luka yang muncul
pada kaki dan tangan kiri kanan sejak 2 bulan yang
lalu. Awalnya pasien merasa timbul bisul pada daerah
tangan, kemudian muncul juga di kaki, bisul tersebut
berisi cairan kental yang berwarna kekuningan.
Kemudian bisul tersebut pecah dan menjadi luka yang
akhirnya meninggalkan bekas kehitaman pada daerah
tersebut. Lesi tersebar pada daerah tangan dan tungkai
kanan kiri, terasa gatal, sehingga pasien sering
menggaruk dan pasien merasa terganggu dengan
bekas yang ditinggalkan. Tidak terdapat lesi pada
bagian tubuh lainnya. Pasien mengaku sering bermain
tanpa menggunakan alas kaki dan bermain di
lingkungan yang kotor. Keluhan ini diakui baru
pertama kali dialami pasien. Tidak ada yang
mengalami hal serupa di keluarga. Riwayat panas
Universitas Islam Al-Azhar Mataram-2
badan sebelumnya tidak ada. Pasien menyangkal
adanya gigitan serangga maupun riwayat alergi.
Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat keluhan serupa disangkal. Riwayat alergi ,
asma , dan riwayat penyakit kulit lainnya disangkal
oleh pasien.
Riwayat Penyakit Keluarga : Riwayat keluhan serupa disangkal.
Riwayat Pengobatan : Lesi pasien dikompres dengan air hangat, tetapi tidak
ada perbaikan.
Riwayat Sosial : Penderita adalah anak terakhir di keluarganya. Pasien
aktif bermain di sekitar rumah, termasuk bermain karet
dan lainnya di tanah tanpa menggunakan alas kaki.

2.3 PEMERIKSAAN FISIK


KU : Tampak Sehat
Kesadaran : Compos Mentis

Kepala : Normocephali, rambut hitam


Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Gigi : Gigi berlubang (+), sisa akar gigi (+), caries gigi (+)
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Telinga : Normal, tidak ada kelainan kulit
Hidung : Normal, deviasi (-), sekret (-)
Mulut : bibir tidak pucat, tidak ada kelainan kulit
Thoraks : tidak dilakukan, kulit status dematologikus
Abdomen : tidak dilakukan, kulit status dematologikus
Ekstremitas atas : akral hangat, (status dermatologikus)
Ekstremitas bawah : akral hangat, tidak ada edema, tidak sianosis, terdapat
kelainan pada (status dermatologikus)

Universitas Islam Al-Azhar Mataram-3


2.4 STATUS DERMATOLOGI
Distribusi : Bilateral
Regio : Tibialis dextra sinistra, dan antebrachii dextra sinistra
Efloresensi Primer : Pustul dan pustul yang telah pecah.
Warna : Eritematosa
Ukuran : Lentikuler sampai nummular
Jumlah : Multipel
Efloresensi sekunder : Ulkus, erosi, krusta.

Universitas Islam Al-Azhar Mataram-4


2.5 RESUME
Seorang anak perempuan berusia 9 tahun datang ke poli kulit dan kelamin RS
Soedjono Selong di antar oleh ibunya. Dari anamnesis didapatkan pasien datang
dengan keluhan luka dan gatal di tangan kanan kiri sejak 2 bulan yang lalu
kemudian mucul lagi di kaki kiri kanan, yang awalnya berupa bisul, kemudian
bisul pecah dan mengeluarkan cairan berwarna kekuningan. Yang kemudian
semakin parah karena pasien menggaruk. Dari pemeriksaan fisik ditemukan tanda
tanda vital dalam batas normal, pada pemeriksaan dermatologi ditemukan pustul,
batas tegas, multipel, dengan ukuran lentikuler antara 0,5 cm-1 cm, tersebar.
Beberapa pustul pecah meninggalkan ulkus berbentuk bulat, berbatas tegas, dasar
tampak kotor, pinggiran ulkus meninggi, daerah sekitar ulkus tertutup krusta
berwarna kuning kehitaman terdistribusi regional pada regio tibialis dextra
sinistra. Riwayat sering bermain tanpa menggunakan alas kaki. Riwayat panas
badan sebelumnya tidak ada. Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga, tidak
ada. Riwayat alergi tidak ada.

2.6 USULAN PEMERIKSAAN


Pemeriksaan gram untuk mengetahui infeksi bakteri

Dari hasil pemeriksaan didapatkan:


 Kuman batang gram negatif (-)
 Kuman batang gram positif (-)
 Kuman batang gram negatif (-)
 Kuman kokus gram negatif (-)
 Kuman kokus gram negatif (-)
 Universitas Islam Al-Azhar Mataram-5
2.7 DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja : Ektima
Diagnosis Banding : Impetigo Krustosa

2.8 RENCANA PENATALAKSANAAN


a. Medikamentosa
R/ Cetrizine tab 10 mg No. III
ʃ 1 dd tab 1/2
R/ Sedrofen 500mg no V
ʃ 2 dd tab 1/2
R/ Fuson Cr no I
ʃ 2 dd u.e
R/ Infus NaCl 0,9% fl no I
Kasa Steril no I
ʃ u.e (untuk kompres)

b. Non-medikamentosa
 Edukasi pasien untuk tidak menggaruk lesi
 Menasehati agar menjaga daya tahan tubuh dengan istirahat cukup dan
konsumsi makanan bergizi.
 Menjaga hygine dengan mandi teratur dan mencuci pakaian yang bersih,
dan selalu memakai alas kaki saat berpergian maupun bermain.
 Menasehati agar teratur mengkonsumsi obat sesuai anjuran dokter.

2.9 PROGNOSIS
Ad vitam : Bonam
Ad functionam : Bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
Ad Cosmeticam : Dubia ad malam

Universitas Islam Al-Azhar Mataram-6


2.10 FOLLOW UP (30 juni 2016)
Kontrol bila obat habis belum ada perbaikan atau keluhan berulang.

Anamnesa Keluhan gatal dan sakit berkurang, kemerahan pada lesi lama
berkurang, tidak ada muncul lesi baru
Pemeriksaan Fisik Status General
Kondisi Umum : tampak sehat
Kesadaran : Compos Mentis

Status Dermatologis
Lokasi : Ekstrimitas atas ( antebrachii,) dekstra et sinistra,
Ekstrimitas bawah (tibialis) dekstra et sinistra
Effloresensi : Makula hiperpigmentasi multiple ukuran lentikuler
sampai numular, sirkumskrip, distribusi bilateral.

Universitas Islam Al-Azhar Mataram-7


Diagnosis Ektima + Hiperpigmentasi pasca inflamasi
Terapi Umum
 Menghindari faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
timbulnya penyakit dan faktor-faktor yang dapat
memperberat penyakit, seperti menjaga hygine
dengan mandi teratur dan mencuci pakaian yang
bersih, dan selalu memakai alas kaki saat berpergian
maupun bermain
Khusus
 Na Fusidat Cream 2 dd ue
 Vitamin C 1 dd 1 no X

Universitas Islam Al-Azhar Mataram-8


BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 DEFINISI
Ektima adalah pioderma kulit ulseratif yang umumnya disebabkan oleh
streptokokus beta hemolitikus. Penyebab lainnya bisa Stafilokokus atau
kombinasi dari keduanya. Menyerang epidermis dan dermis membentuk ulkus
dangkal yang ditutupi oleh krusta berlapis, biasanya terdapat pada tungkai bawah.
Ektima memiliki sinonim antara lain Ulcerative pyoderma, Cutaneous pyoderma,
Impetigo, Deep impetigo, Skin streptococci, Grup A beta-hemolitik streptococci,
Ecthymatous ulcer, Group A streptococci.1
3.2 EPIDEMIOLOGI
Insiden ektima di seluruh dunia tepatnya tidak diketahui. Di Bagian Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
insidennya  menduduki tempat ketiga dan berhubungan erat dengan keadaan
sosial ekonomi. Frekuensi terjadinya ektima berdasarkan umur biasanya terdapat
pada anak-anak dan orang tua, tidak ada perbedaan ras dan jenis kelamin (pria
dan wanita sama). Pada anak-anak kebanyakan terjadi pada umur 6 bulan sampai
18 tahun.2
Dari hasil penelitian epidemiologi didapatkan bahwa tingkat kebersihan dari
pasien dan kondisi kehidupan sehari-harinya merupakan penyebab yang paling
terpenting untuk perbedaan angka serangan, beratnya lesi, dan dampak sistemik
yang didapatkan pada pasien ektima.2
Ektima merupakan penyakit kulit berupa ulkus yang paling sering terjadi pada
orang-orang yang sering bepergian (traveler). Pada suatu studi kasus di Perancis,
ditemukan bahwa dari 60 orang wisatawan, 35 orang (58%) diantaranya
mendapatkan infeksi bakteri, dimana bakteri terbanyak yang ditemukan yaitu
Staphylococcus aureus dan Streptococcus B-hemolyticus grup A yang merupakan
penyebab dari penyakit kulit impetigo dan ektima. Dari studi kasus ini pula,
ditemukan bahwa kebanyakan wisatawan yang datang dengan ektima memiliki
riwayat gigitan serangga (73%). Di daerah perkotaan, lesi-lesi pada ektima
disebabkan Staphylococcus aureus dan didapatkan pada pengguna obat-obatan
intravena dan pasien terinfeksi HIV.1
Universitas Islam Al-Azhar Mataram-9
3.3 ETIOLOGI
Ektima merupakan pioderma ulseratif pada kulit yang umumnya disebabkan oleh
Streptococcus β-hemolyticus grup A. Status bakteriologi dari ektima pada
dasarnya mirip dengan Impetigo. Keduanya dianggap sebagai infeksi
Streptococcus, karena pada banyak kasus didapatkan kultur murni Streptococcus
pyogenes. Ini didasarkan pada isolasi Streptococcus dan Staphylococcus dan dari
beberapa Staphylococcus saja. 2
Streptococcus β-hemolyticus grup A dapat menyebabkan lesi atau menginfeksi
secara sekunder lesi yang sudah ada sebelumnya. Adanya kerusakan jaringan
(seperti ekskoriasi, gigitan serangga, dermatitis) dan keadaan imunokompromis
(seperti diabetes dan neutropenia) merupakan predisposisi pada pasien untuk
timbulnya ektima. Faktor-faktor predisposisi terjadinya ektima antara lain: gizi,
hygiene perorangan atau lingkungan, iklim, underlying disease misalnya diabetes
melitus, atopik, trauma dan penyakit kronik.4
3.4 PATOFISIOLOGI
Staphylococcus aureus  merupakan penyebab utama dari infeksi kulit dan
sistemik. Seperti halnya Staphylococcus aureus, Streptococcus sp. Juga terkenal
sebagai bakteri patogen untuk kulit. Streptococcus Grup A, B, C, D, dan G
merupakan bakteri patogen yang paling sering ditemukan pada manusia.
Kandungan M-protein pada bakteri ini menyebabkan bakteri ini resisten terhadap
fagositosis.3
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus pyogenes menghasilkan beberapa
toksin  yang dapat menyebabkan kerusakan lokal atau gejala sistemik. Gejala
sistemik dan lokal dimediasi oleh superantigens (SA). Antigen ini bekerja dengan
cara berikatan langsung  pada molekul HLA-DR (Mayor Histocompability
Complex II (MHC II)) pada antigen-presenting cell  tanpa adanya proses antigen.
Walaupun biasanya antigen konvensional memerlukan interaksi dengan kelima
elemen dari kompleks  reseptor sel T, superantigen hanya memerlukan interaksi
dengan variabel dari pita B. Aktivasi  non spesifik dari sel T menyebabkan
pelepasan masif Tumor Necrosis Factor-α (TNF-α), Interleukin-1 (IL-1), dan
Interleukin-6 (IL-6) dari makrofag. Sitokin ini menyebabkan gejala klinis berupa
demam, ruam erythematous, hipotensi, dan cedera jaringan.3

Universitas Islam Al-Azhar Mataram-10


Faktor host seperti immunosuppresi, terapi glukokortikoid, dan atopik
memainkan peranan penting dalam pathogenesis dari infeksi Staphylococcus.
Adanya trauma ataupun inflamasi dari jaringan (luka bedah, luka bakar, trauma,
dermatitis, benda asing) juga menjadi faktor yang berpengaruh pada pathogenesis
dari penyakit yang disebabkan oleh bakteri ini.4
3.5 GAMBARAN KLINIS
Penyakit ini dimulai dengan suatu vesikel atau pustul di atas kulit yang
eritematosa, membesar dan pecah (diameter 0,5 – 3 cm) dan beberapa hari
kemudian terbentuk krusta tebal dan kering yang sukar dilepas dari dasarnya.
Biasanya terdapat kurang lebih 10 lesi yang muncul. Bila krusta terlepas,
tertinggal ulkus superficial dengan gambaran “punched out appearance” atau
berbentuk cawan dengan dasar merah dan tepi meninggi. Lesi cenderung menjadi
sembuh setelah beberapa minggu dan meninggalkan sikatriks. Biasanya lesi dapat
ditemukan pada daerah ekstremitas bawah, wajah dan ketiak.4

Gambar 1.  Lesi tipikal ektima pada ektremitas bawah

Gambar 2. Tahapan ektima. Lesi dimulai sebagai sebuah pustule yang kemudian pecah
membentuk ulkus.

Universitas Islam Al-Azhar Mataram-11


 

Gambar 3. Ektima. Ulkus dengan krusta tebal pada tungkai pasien yang menderita diabetes
dan gagal ginjal

Gambar 4. Ektima pada aksila

3.6 DIAGNOSIS
a. Anamnesis
Pasien biasanya datang dengan keluhan luka pada anggota gerak bawah.
Pasien biasanya menderita diabetes dan orang tua yang tidak peduli dengan
kebersihan dirinya.2
Anamnesis ektima, antara lain2:
1. Keluhan utama: Pasien datang dengan keluhan berupa luka.
2. Durasi: Ektima dapat terjadi dalam waktu yang lama akibat trauma
berulang, seperti gigitan serangga.
3. Lokasi: Ektima terjadi pada lokasi yang relatif sering trauma berulang,
seperti tungkai bawah.
4. Perkembangan lesi: Awalnya lesi berupa pustul kemudian pecah
membentuk ulkus yang tertutupi krusta

Universitas Islam Al-Azhar Mataram-12


5. Riwayat penyakit sebelumnya. Misalnya, Diabetes melitus dapat
menyebabkan penyembuhan luka yang lama.

b. Pemeriksaan Fisik
Effloresensi ektima awalnya berupa pustul kemudian pecah membentuk ulkus
yang tertutupi krusta.5

Gambar 5. Krusta coklat berlapis lapis pada ektima

Gambar 6. Pada Lesi ektima yang diangkat krustanya akan terlihat


ulkus yang dangkal

c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan gram
dan kultur. Bahan untuk pemeriksaan bakteri sebaiknya diambil dengan
mengerok tepi lesi yang aktif. Pemeriksaan dengan gram merupakan prosedur
yang paling bermanfaat dalam mikrobilologi diagnostik ketika dicurigai

Universitas Islam Al-Azhar Mataram-13


adanya infeksi bakteri. Sebagian besar bahan yang diserahkan harus diapus
pada gelas objek, diwarnai gram dan diperiksa secara mikroskopik.2
Pada pemeriksaan mikroskopik, reaksi gram (biru-keunguan menunjukkan
organisme gram positif, merah gram negatif), dan morfologi bakteri (bentuk:
kokus, batang, fusiform atau yang lain) harus diperhatikan. Pada kultur atau
biakan, kebanyakan streptokokus tumbuh dalam pembenihan padat sebagai
koloni discoid dengan diameter 1-2 mm. Strain yang menghasilkan bahan
simpai sering membentuk koloni mukoid.2
Gambaran histopatologi didapatkan peradangan dalam yang diinfeksi kokus,
dengan infiltrasi PMN dan pembentukan abses mulai dari folikel pilosebasea.
Pada dermis, ujung pembuluh darah melebar dan terdapat sebukan sel PMN.
Infiltrasi granulomatous perivaskuler yang dalam dan superficial terjadi
dengan edema endotel. Krusta yang berat menutupi permukaan dari ulkus
pada ektima.2

Gambar 7. Pioderma Neutrofil tersebar pada dasar ulseras

3.7 KOMPLIKASI
Ektima jarang menyebabkan gejala sistemik. Komplikasi invasif pada infeksi
kulit streptokokus termasuk selulitis, erysipelas, gangren, limfadenitis supuratif
dan bakterimia. 3

Universitas Islam Al-Azhar Mataram-14


3.8 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan ektima, antara lain5:
a. Nonfarmakologi
Pengobatan ektima tanpa obat dapat berupa mandi menggunakan sabun
antibakteri dan sering mengganti seprei, handuk, dan pakaian.
b. Farmakologi
Pengobatan farmakologi bertujuan mengurangi morbiditas dan mencegah
komplikasi
 Sistemik
Pengobatan sistemik digunakan jika infeksinya luas. Pengobatan sistemik
dibagi menjadi pengoatan lini pertama dan pengobatan lini kedua.
1) Pengobatan lini pertama (golongan Penisilin)
 Dikloksasilin. Dewasa: Dikloksasilin 4 x 250 - 500 mg selama 5 -
7 hari. Anak    : 5 - 15 mg/kgBB/dosis, 3 - 4 kali/hari.
 Amoksisilin + Asam klavulanat 3 x 25 mg/kgBB
 Sefalosporin generasi pertama, seperti Sefaleksin 40 - 50
mg/kgBB/hari selama 10 hari atau sefadroksil 2 x 10-15
mg/kgBB selama 5-7 hari
2) Pengobatan lini kedua (golongan Makrolid)
 Azitromisin 1 x 500 mg, kemudian 1 x 250 mg selama 4 hari
 Klindamisin 15 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis selama 10 hari
 Dewasa: Eritomisin 4 x 250 - 500 mg selama 5 - 7 hari.  Anak    :
12,5 - 50 mg/kgBB/dosis, 4 kali/hari.

Universitas Islam Al-Azhar Mataram-15


Gambar 5: Obat Antimikroba untuk Infeksi Bakteri(4)

 Topikal
Pengobatan topikal digunakan jika infeksi terlokalisir, tetapi jika luas 
maka digunakan pengobatan sistemik. Neomisin,  Asam fusidat 2%,
Mupirosin, dan Basitrasin merupakan antibiotik yang dapat digunakan
secara topical.1
Neomisin merupakan obat topikal yang stabil dan efektif yang tidak
digunakan secara sistemik, yang menyebabkan reaksi kulit minimal, dan
memiliki angka resistensi bakteri yang rendah sehingga menjadi terapi
antibiotik lokal yang valid. Neomisin dapat larut dalam air dan memiliki
kestabilan terhadap perubahan suhu. Neomisin memiliki efek bakterisidal
secara in vitro yang bekerja spektrum luas gram negatif dan gram positif.
Efek samping neomisin berupa kerusakan ginjal dan ketulian timbul pada
pemberian secara parenteral sehingga saat ini penggunaannya secara
topical dan oral. 1

c. Edukasi

Universitas Islam Al-Azhar Mataram-16


Memberi pengertian kepada pasien tentang pentingnya menjaga kebersihan
badan dan lingkungan untuk mencegah timbulnya dan penularan penyakit
kulit. 1

3.9 PROGNOSIS
Ektima sembuh secara perlahan, tetapi biasanya meninggalkan jaringan parut
(skar).

3.10 PENCEGAHAN
Pada daerah tropis, perhatikan kebersihan dan gunakan lotion antiserangga
untuk mencegah gigitan serangga.

BAB IV

Universitas Islam Al-Azhar Mataram-17


PEMBAHASAN

Pada kasus ini di diagnosis ektima berdasarkan anamnesis dan gambaran klinis yang
terdapat pada pasien. Riwayat dan gejala klinis ektima ditemukan pada kasus ini. Dari
anamnesis didapatkan keluhan terdapat pustul terasa gatal berawal dari tangan kiri
kemudian tangan kanan, kemudian kedua tungkai. Keluhan disertai rasa sakit. Yang
kemudian digaruk yang mengakibatkan pustule pecah, krusta tebal berwarna kuning,
dasarnya ulkus.
Pada gambaran klinis ditemukan lesi : plak eritematosa berbatas tegas, dengan pustul
yang telah pecah, dengan krusta, multiple ukuran lentikular sampai nummular,
distribusi simetrik..
Gambaran ini sesuai dengan gambaran klinis ektima dimana ditemukan plak eritema
dengan krusta tebal dengan dasarnya ulkus.

Pada pasien ini diagnosis bandingnya adalah :


a. Impetigo krustosa
Impetigo krustosa, didiagnosa banding dengan ektima karena memberikan
gambaran Effloresensi yang hampir sama berupa lesi yang ditutupi krusta.
Bedanya, pada impetigo krustosa lesi biasanya lebih dangkal, krustanya lebih
mudah diangkat, dan tempat predileksinya biasanya pada wajah dan punggung
serta terdapat pada anak-anak sedangkan pada ektima lesi biasanya lebih dalam
berupa ulkus, krustanya lebih sulit diangkat dan tempat predileksinya biasanya
pada tungkai bawah serta bisa terdapat pada usia dewasa muda.3

Gambar 9. Impetigo. Eritema dan krusta pada seluruh daerah centrofacial

Universitas Islam Al-Azhar Mataram-18


Gambar 10. Impetigo. Terlihat erosi, krusta, dan blister ruptur

b. Folikulitis
Folikulitis didiagnosis banding dengan ektima sebab predileksi biasanya di
tungkai bawah dengan kelainan berupa papul atau pustul yang eritematosa.
Perbedaannya, pada folikulitis, di tengah papul atau pustul terdapat rambut
dan biasanya multiple.1,2,3

Gambar 11. Folikulitis superfisialis. Pustul multiple terlihat pada daerah jenggot.

Pengobatan yang diberikan pada kasus ini untuk sistemik dan topikal antara

Universitas Islam Al-Azhar Mataram-19


lain:
o Antihistamin: Cetirizin tab 10 mg 1x1/2 untuk mengurangi gejala gatal – gatal,
menghambat efek histamin yang dilepaskan sewaktu reaksi antigen antibodi
terjadi.
o Cefadroxil : Sedrofen tab 500 mg 2 x ½ untuk mengobati infeksi yang
diakibatkan oleh bakteri gram negatif.
o Fusidic Acid : Fuson cream 2 x ½ untuk mengobati lesi kulit primer, atau
sekunder pada infeksi karena streptococcus dan atau staphylococcus.
o Infus NaCl 0,9%, berguna untuk mengkompres luka/infeksi pada kulit

DAFTAR PUSTAKA

Universitas Islam Al-Azhar Mataram-20


1. Djuanda A. Pioderma, Dalam: Djuanda A,eds. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin Edisi 4. Jakarta: FKUI; 2008. p. 57-60.
2. Loretta D. Ecthyma. Available from: URL: http://emedicine.medscape.com.
Dikutip pada tanggal 30 Juni 2016
3. Craft N, et al. Superficial Cutaneous Infections and Pyoderma, In: Wolff
Klause, Goldsmith Lowell, Katz Stephen, eds. Fitzpatrick’s Dermatology in
General Medicine 7th ed. New York: McGraw-Hill Companies; 2008. p. 1694-
701.
4. Cevasco N.C. Common Skin Infection, Bacterial Infection. Available from:
URL: http://www.clevelandclinicmeded.com. Dikutip pada tanggal 30 Juni
2016
5. Pedoman Diagnosis dan Terapi Penyakit Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah
Denpasar tahun 2007.

Universitas Islam Al-Azhar Mataram-21

Anda mungkin juga menyukai