Laporan Kasus Ektima
Laporan Kasus Ektima
PENDAHULUAN
b. Non-medikamentosa
Edukasi pasien untuk tidak menggaruk lesi
Menasehati agar menjaga daya tahan tubuh dengan istirahat cukup dan
konsumsi makanan bergizi.
Menjaga hygine dengan mandi teratur dan mencuci pakaian yang bersih,
dan selalu memakai alas kaki saat berpergian maupun bermain.
Menasehati agar teratur mengkonsumsi obat sesuai anjuran dokter.
2.9 PROGNOSIS
Ad vitam : Bonam
Ad functionam : Bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
Ad Cosmeticam : Dubia ad malam
Anamnesa Keluhan gatal dan sakit berkurang, kemerahan pada lesi lama
berkurang, tidak ada muncul lesi baru
Pemeriksaan Fisik Status General
Kondisi Umum : tampak sehat
Kesadaran : Compos Mentis
Status Dermatologis
Lokasi : Ekstrimitas atas ( antebrachii,) dekstra et sinistra,
Ekstrimitas bawah (tibialis) dekstra et sinistra
Effloresensi : Makula hiperpigmentasi multiple ukuran lentikuler
sampai numular, sirkumskrip, distribusi bilateral.
3.1 DEFINISI
Ektima adalah pioderma kulit ulseratif yang umumnya disebabkan oleh
streptokokus beta hemolitikus. Penyebab lainnya bisa Stafilokokus atau
kombinasi dari keduanya. Menyerang epidermis dan dermis membentuk ulkus
dangkal yang ditutupi oleh krusta berlapis, biasanya terdapat pada tungkai bawah.
Ektima memiliki sinonim antara lain Ulcerative pyoderma, Cutaneous pyoderma,
Impetigo, Deep impetigo, Skin streptococci, Grup A beta-hemolitik streptococci,
Ecthymatous ulcer, Group A streptococci.1
3.2 EPIDEMIOLOGI
Insiden ektima di seluruh dunia tepatnya tidak diketahui. Di Bagian Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
insidennya menduduki tempat ketiga dan berhubungan erat dengan keadaan
sosial ekonomi. Frekuensi terjadinya ektima berdasarkan umur biasanya terdapat
pada anak-anak dan orang tua, tidak ada perbedaan ras dan jenis kelamin (pria
dan wanita sama). Pada anak-anak kebanyakan terjadi pada umur 6 bulan sampai
18 tahun.2
Dari hasil penelitian epidemiologi didapatkan bahwa tingkat kebersihan dari
pasien dan kondisi kehidupan sehari-harinya merupakan penyebab yang paling
terpenting untuk perbedaan angka serangan, beratnya lesi, dan dampak sistemik
yang didapatkan pada pasien ektima.2
Ektima merupakan penyakit kulit berupa ulkus yang paling sering terjadi pada
orang-orang yang sering bepergian (traveler). Pada suatu studi kasus di Perancis,
ditemukan bahwa dari 60 orang wisatawan, 35 orang (58%) diantaranya
mendapatkan infeksi bakteri, dimana bakteri terbanyak yang ditemukan yaitu
Staphylococcus aureus dan Streptococcus B-hemolyticus grup A yang merupakan
penyebab dari penyakit kulit impetigo dan ektima. Dari studi kasus ini pula,
ditemukan bahwa kebanyakan wisatawan yang datang dengan ektima memiliki
riwayat gigitan serangga (73%). Di daerah perkotaan, lesi-lesi pada ektima
disebabkan Staphylococcus aureus dan didapatkan pada pengguna obat-obatan
intravena dan pasien terinfeksi HIV.1
Universitas Islam Al-Azhar Mataram-9
3.3 ETIOLOGI
Ektima merupakan pioderma ulseratif pada kulit yang umumnya disebabkan oleh
Streptococcus β-hemolyticus grup A. Status bakteriologi dari ektima pada
dasarnya mirip dengan Impetigo. Keduanya dianggap sebagai infeksi
Streptococcus, karena pada banyak kasus didapatkan kultur murni Streptococcus
pyogenes. Ini didasarkan pada isolasi Streptococcus dan Staphylococcus dan dari
beberapa Staphylococcus saja. 2
Streptococcus β-hemolyticus grup A dapat menyebabkan lesi atau menginfeksi
secara sekunder lesi yang sudah ada sebelumnya. Adanya kerusakan jaringan
(seperti ekskoriasi, gigitan serangga, dermatitis) dan keadaan imunokompromis
(seperti diabetes dan neutropenia) merupakan predisposisi pada pasien untuk
timbulnya ektima. Faktor-faktor predisposisi terjadinya ektima antara lain: gizi,
hygiene perorangan atau lingkungan, iklim, underlying disease misalnya diabetes
melitus, atopik, trauma dan penyakit kronik.4
3.4 PATOFISIOLOGI
Staphylococcus aureus merupakan penyebab utama dari infeksi kulit dan
sistemik. Seperti halnya Staphylococcus aureus, Streptococcus sp. Juga terkenal
sebagai bakteri patogen untuk kulit. Streptococcus Grup A, B, C, D, dan G
merupakan bakteri patogen yang paling sering ditemukan pada manusia.
Kandungan M-protein pada bakteri ini menyebabkan bakteri ini resisten terhadap
fagositosis.3
Staphylococcus aureus dan Staphylococcus pyogenes menghasilkan beberapa
toksin yang dapat menyebabkan kerusakan lokal atau gejala sistemik. Gejala
sistemik dan lokal dimediasi oleh superantigens (SA). Antigen ini bekerja dengan
cara berikatan langsung pada molekul HLA-DR (Mayor Histocompability
Complex II (MHC II)) pada antigen-presenting cell tanpa adanya proses antigen.
Walaupun biasanya antigen konvensional memerlukan interaksi dengan kelima
elemen dari kompleks reseptor sel T, superantigen hanya memerlukan interaksi
dengan variabel dari pita B. Aktivasi non spesifik dari sel T menyebabkan
pelepasan masif Tumor Necrosis Factor-α (TNF-α), Interleukin-1 (IL-1), dan
Interleukin-6 (IL-6) dari makrofag. Sitokin ini menyebabkan gejala klinis berupa
demam, ruam erythematous, hipotensi, dan cedera jaringan.3
Gambar 2. Tahapan ektima. Lesi dimulai sebagai sebuah pustule yang kemudian pecah
membentuk ulkus.
Gambar 3. Ektima. Ulkus dengan krusta tebal pada tungkai pasien yang menderita diabetes
dan gagal ginjal
3.6 DIAGNOSIS
a. Anamnesis
Pasien biasanya datang dengan keluhan luka pada anggota gerak bawah.
Pasien biasanya menderita diabetes dan orang tua yang tidak peduli dengan
kebersihan dirinya.2
Anamnesis ektima, antara lain2:
1. Keluhan utama: Pasien datang dengan keluhan berupa luka.
2. Durasi: Ektima dapat terjadi dalam waktu yang lama akibat trauma
berulang, seperti gigitan serangga.
3. Lokasi: Ektima terjadi pada lokasi yang relatif sering trauma berulang,
seperti tungkai bawah.
4. Perkembangan lesi: Awalnya lesi berupa pustul kemudian pecah
membentuk ulkus yang tertutupi krusta
b. Pemeriksaan Fisik
Effloresensi ektima awalnya berupa pustul kemudian pecah membentuk ulkus
yang tertutupi krusta.5
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan gram
dan kultur. Bahan untuk pemeriksaan bakteri sebaiknya diambil dengan
mengerok tepi lesi yang aktif. Pemeriksaan dengan gram merupakan prosedur
yang paling bermanfaat dalam mikrobilologi diagnostik ketika dicurigai
3.7 KOMPLIKASI
Ektima jarang menyebabkan gejala sistemik. Komplikasi invasif pada infeksi
kulit streptokokus termasuk selulitis, erysipelas, gangren, limfadenitis supuratif
dan bakterimia. 3
Topikal
Pengobatan topikal digunakan jika infeksi terlokalisir, tetapi jika luas
maka digunakan pengobatan sistemik. Neomisin, Asam fusidat 2%,
Mupirosin, dan Basitrasin merupakan antibiotik yang dapat digunakan
secara topical.1
Neomisin merupakan obat topikal yang stabil dan efektif yang tidak
digunakan secara sistemik, yang menyebabkan reaksi kulit minimal, dan
memiliki angka resistensi bakteri yang rendah sehingga menjadi terapi
antibiotik lokal yang valid. Neomisin dapat larut dalam air dan memiliki
kestabilan terhadap perubahan suhu. Neomisin memiliki efek bakterisidal
secara in vitro yang bekerja spektrum luas gram negatif dan gram positif.
Efek samping neomisin berupa kerusakan ginjal dan ketulian timbul pada
pemberian secara parenteral sehingga saat ini penggunaannya secara
topical dan oral. 1
c. Edukasi
3.9 PROGNOSIS
Ektima sembuh secara perlahan, tetapi biasanya meninggalkan jaringan parut
(skar).
3.10 PENCEGAHAN
Pada daerah tropis, perhatikan kebersihan dan gunakan lotion antiserangga
untuk mencegah gigitan serangga.
BAB IV
Pada kasus ini di diagnosis ektima berdasarkan anamnesis dan gambaran klinis yang
terdapat pada pasien. Riwayat dan gejala klinis ektima ditemukan pada kasus ini. Dari
anamnesis didapatkan keluhan terdapat pustul terasa gatal berawal dari tangan kiri
kemudian tangan kanan, kemudian kedua tungkai. Keluhan disertai rasa sakit. Yang
kemudian digaruk yang mengakibatkan pustule pecah, krusta tebal berwarna kuning,
dasarnya ulkus.
Pada gambaran klinis ditemukan lesi : plak eritematosa berbatas tegas, dengan pustul
yang telah pecah, dengan krusta, multiple ukuran lentikular sampai nummular,
distribusi simetrik..
Gambaran ini sesuai dengan gambaran klinis ektima dimana ditemukan plak eritema
dengan krusta tebal dengan dasarnya ulkus.
b. Folikulitis
Folikulitis didiagnosis banding dengan ektima sebab predileksi biasanya di
tungkai bawah dengan kelainan berupa papul atau pustul yang eritematosa.
Perbedaannya, pada folikulitis, di tengah papul atau pustul terdapat rambut
dan biasanya multiple.1,2,3
Gambar 11. Folikulitis superfisialis. Pustul multiple terlihat pada daerah jenggot.
Pengobatan yang diberikan pada kasus ini untuk sistemik dan topikal antara
DAFTAR PUSTAKA