Anda di halaman 1dari 42

Makalah

TEKNOLOGI PANGAN DAN GIZI


“PENDINGINAN BAHAN PANGAN”

DISUSUN
OLEH
KELOMPOK 4

1. SUSANLY AINUN HANDOKO 811417068


2. SITTI RIZKA AMALIA ABDULLAH 811417016
3. DWI JULIANI MERTOSONO 811417141

PEMINATAN GIZI
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2019/2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas nikmat yang selalu dilimpahkan
kepada hamba-hambanya.Atas berkat dan rahmat-Nyalah penulis dapat
menyelesaikan tugas mata kuliah Teknologi Pangan dan Gizi dengan judul
“Pendinginan Bahan Pangan” ini dengan baik.

Tidak lupa kami ucapkan terima kasih atas dorongan dan dukungan
keluarga, pengajar dan rekan-rekan seperjuangan serta pihak-pihak yang turut
membantu dalam penyelesaian tugas ini.

Kami menyadari dalam penulisan tugas ini masih terdapat banyak


kekurangan, untuk itu kami mengharapkan saran dan kritikan yang membangun.

PENULIS

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................4
1.1. Latar Belakang....................................................................................4
1.2. Rumusan Masalah..............................................................................4
1.3. Tujuan..................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................6
2.1...............................................................................................................
Sejarah ................................................................................................6
2.2...............................................................................................................
Definisi ................................................................................................6
2.3...............................................................................................................
Titik beku bahan pangan...................................................................10
2.4...............................................................................................................Laju
pembekuan..........................................................................................11
2.5...............................................................................................................
Factor yang mempengaruhi pembekuan..........................................13
2.6...............................................................................................................
Pengaruhnya terhadapbahan makanan...........................................13
2.7...............................................................................................................
Proses pembekuan..............................................................................19
2.8...............................................................................................................Alat
pembekuan..........................................................................................22
2.9...............................................................................................................Meto
de pembekuan.....................................................................................25
2.10. Pertahanan mutu............................................................................26
2.11. Penyimpanan dan pengangkutan.................................................29
2.12. Kerusakan-kerusakan yang dapat terjadi...................................30
2.13. Contoh penerapan..........................................................................32

3
2.14. Kelebihan dan kelemahan.............................................................35
BAB III PENUTUP.........................................................................................38
3.1................................................................................................................Kesi
mpulan.................................................................................................38
3.2................................................................................................................Sara
n ...........................................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................40

4
BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam menghadapi krisis global saat ini, suatu usaha harus tetap eksis,
antara lain dengan melakukan berbagai inovasi baru bagi produk yang
dihasilkannya. Pangan beku merupakan salah satu inovasi penting yang dapat
dilakukan di masa sekarang ini.
Pembekuan pada bahan pangan memiliki pengaruh yang cukup baik,
penurunan suhu akan mengakibatkan penurunan proses kimia, mikrobiologi dan
biokimia yang berhubungan dengan kelayuan, kerusakan, pembusukan dan lain-
lain. Pada suhu dibawah 0°C air akan membeku dan terpisah dari larutan dan
membentuk es yang mirip dalam hal air yang diuapkan pada pengeringan.
Apabila suhu penyimpanan beku cukup rendah, dan peperubahan kimiawi
selama pembekuan dan penyimpana beku dapat dipertahankan sampai batas
minimum, maka mutu makanan beku dapat dipertahankan untuk jangka waktu
yang cukup lama.
Beberapa manfaat yang terdapat dalam pembekuan bahan pangan
menuntut masyarakat indonesia untuk mempelajari teknologi makanan beku
demi meningkatkan pengetahuan anak bangsa mengenai teknologi dalam
pengolahan bahan pangan.
1.2. Rumusan masalah
1. Bagaimana sejarah dari pembekuan makanan?
2. Apa definisi dari pembekuan makanan?
3. Bagaimana titik beku dari bahan pangan?
4. Bagaimanalaju pembekuan bahan pangan?
5. Apa saja factor yang mempengaruhi pembekuan?
6. Bagaimana pengaruh pembekuan terhadap makanan?
7. Bagaimana proses dari pembekuan?

5
8. Apa saja alat dari pembekuan?
9. Apa saja metode pembekuan?
10. Bagaimanan pertahanan mutu pembekuan makanan?
11. Bagaimana penyimpanan dan pengangkutan makanan beku?
12. Apa saja kerusakan-kerusakan yang bisa terjadi saat pembekuan makanan?
13. Berikan contoh penerapan pembekuan makanan!
14. Apa kelebihan dan kelemahan pembekuan makanan?
1.3. Tujuan
1. Mengetahui sejarah dari pembekuan makanan
2. Mengetahui definisi dari pembekuan makanan
3. Mengetahui titik beku dari bahan pangan
4. Mengetahui laju pembekuan bahan pangan
5. Mengetahui factor yang mempengaruhi pembekuan
6. Mengetahui pengaruh pembekuan terhadap makanan
7. Mengetahui proses dari pembekuan
8. Mengetahui alat dari pembekuan
9. Mengetahui metode pembekuan
10. Mengetahui pertahanan mutu pembekuan makanan
11. Mengetahui penyimpanan dan pengangkutan makanan beku
12. Mengetahui kerusakan-kerusakan yang bisa terjadi saat pembekuan
makanan
13. Mengetahui contoh penerapan pembekuan makanan
14. Mengetahui kelebihan dan kelemahan pembekuan makanan

6
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Sejarah
Industri food frozen sendiri mulai dikenal berkat jasa Clarence Birdeye.
Awalnya Clarence terinspirasi oleh suku Indian Inuit yang selalu berhasil
melakukan proses pembekuan ikan. Setelah lama mempelajarinya, akhirnya
Clarence berhasil meniru proses pembekuan tersebut. Ia pun mencobanya dengan
makanan lain, seperti daging, ayam, dan tentunya ikan.
Penemuan Clarence disambut luar biasa oleh masyarakat Amerika.
Sebab, berkat temuannya mereka tidak perlu repot-repot lagi memasak. Selain
itu, penemuan Clarence selangkah lebih maju dibandingkan pembekuan
tradisional yang sudah ada waktu itu. Sebab, pembekuan yang dilakukan
Clarence hanya sedikit menghasilkan lapisan es.
Sadar penemuannya dapat sambutan positif, Clarence langsung berusaha
membuat petualangan kulinernya itu jadi hak paten. Setelah mendapatkan hak
paten, ia kemudian menjualnya kepada perusahaan makanan General Food
Corporation.
Atas prestasinya ini, Clarence dianugerahi Babcock Hart Award pada
1949 oleh Institute of Food Technologies. Pada tahun 2003, namanya diabadikan
pada Food Engineering Hall of Fame.

2.2. Definisi
Pembekuan makanan adalah proses mengawetkan produk makanan
dengan cara mengubah hampir seluruh kandungan air dalam produk menjadi es.
Keadaan beku menyebabkan aktivitas mikrobiologi dan enzim terhambat
sehingga daya simpan produk menjadi panjang.
Teknologi pembekuan makanan adalah teknologi mengawetkan
makanan dengan menurunkan temperaturnya hingga di bawah titik beku air. Hal
ini berlawanan dengan pemrosesan termal, di mana makanan dipaparkan ke

7
temperatur tinggi dan memicu tegangan termal terhadap makanan, dapat
mengakibatkan hilangnya nutrisi, perubahan rasa, tekstur, dan sebagainya, atau
pemrosesan kimia dan fermentasi yang dapat mengubah sifat fisik dan kimia
makanan. Makanan beku umumnya tidak mengalami hal itu semua;
membekukan makanan cenderung menjaga kesegaran makanan. Makanan beku
menjadi favorit konsumen melebihi makanan kaleng atau makanan kering,
terutama di sektor hasil peternakan (daging dan produk susu), buah-buahan, dan
sayur-sayuran.
Hampir semua jenis bahan makanan dapat dibekukan (bahan mentah,
setengah jadi, hingga makanan siap konsumsi) dengan tujuan pengawetan. Proses
pembekuan makanan melibatkan pemindahan panas dari produk makanan. Hal
ini akan menyebabkan membekunya kadar air di dalam makanan dan
menyebabkan berkurangnya aktivitas air di dalamnya. Menurunnya temperatur
dan menghilangnya ketersediaan air menjadi penghambat utama pertumbuhan
mikroorganisme dan aktivitas enzim di dalam produk makanan, menyebabkan
makanan menjadi lebih awet dan tidak mudah membusuk. Keunggulan dari
teknik pembekuan makanan adalah semua hal tersebut dapat dicapai dengan
mempertahankan kualitas makanan seperti nilai nutrisi, sifat organoleptik, dan
sebagainya.
Mutu hasil pembekuan masih mendekati bahan pangan yang segar
walaupun tidak dapat dibandingkan dengan mutu hasil pendinginan. Pembekuan
dapat mempertahankan rasa dan nilai gizi bahan pangan yang lebih baik daripada
metoda lain, karena pengawetan dengan suhu rendah (pembekuan) dapat
menghambat aktivitas mikroba mencegah terjadinya reaksi-reaksi kimia dan
aktivitas enzim yang dapat merusak kandungan gizi bahan pangan. Walaupun
pembekuan dapat mereduksi jumlah mikroba yang sangat nyata tetapi tidak dapat
mensterilkan makanan dari mikroba. maka dapat disimpulkan bahwa proses
pengawetan dengan cara pembekuan didasarkan atas dua buah prinsip, yakni :

8
 Suhu yang sangat rendah yang berfungsi menghambat pertumbuhan
mikroorganisme dan memperlambat aktivitas enzim dan reaksi kimiawi.
 Pembentukan kristal es yang menurunkan ketersediaan air bebas di
dalam pangan sehingga pertumbuhan mikroorganisme terhambat.
Pada proses pembekuan, penurunan suhu akan menurunkan aktifitas
mikroorganisme dan sistem enzim, sehingga mencegah kerusakan bahan pangan.
Selain itu, kristalisasi air akibat pembekuan akan mengurangi kadar air bahan
dalam fase cair di dalam bahan pangan tersebut sehingga menghambat
pertumbuhan mikroba atau aktivitas sekunder enzim. Proses pembekuan terjadi
secara bertahap dari permukaan sampai pusat bahan. Pada pemukaan bahan,
pembekuan berlangsung cepat sedangkan pada bagian yang lebih dalam, proses
pembekuan berlangsung lambat. Pada awal proses pembekuan, terjadi fase
precooling dimana suhu bahan diturunkan dari suhu awal ke suhu titik beku.
Pada tahap ini semua kandungan air bahan berada pada keadaan cair. Setelah
tahap precooling terjadi tahap perubahan fase, pada tahap ini terjadi
pembentukan kristal es.
Penyimpanan pada suhu rendah dapat menghambat kerusakan makanan,
antara lain kerusakan fisiologis, kerusakan enzimatis maupun kerusakan
mikrobiologis. Pada pengawetan dengan suhu rendah dibedakan antara
pendinginan dan pembekuan. Pendinginan dan pembekuan merupakan salah satu
cara pengawetan yang tertua.
Pendinginan atau refrigerasi ialah penyimpanan dengan suhu rata-rata
yang digunakan masih di atas titik beku bahan. Kisaran suhu yang digunakan
biasanya antara – 1oC sampai + 4oC. Pada suhu tersebut, pertumbuhan bakteri
dan proses biokimia akan terhambat. Pendinginan biasanya akan mengawetkan
bahan pangan selama beberapa hari atau beberapa minggu, tergantung kepada
jenis bahan pangannya. Pendinginan yang biasa dilakukan di rumah-rumah
tangga adalah dalam lemari es yang mempunyai suhu –2oC sampai + 16oC.

9
Pembekuan atau freezing ialah penyimpanan di bawah titik beku
bahan, jadi bahan disimpan dalam keadaan beku. Pembekuan yang baik dapat
dilakukan pada suhu kira-kira –17oC atau lebih rendah lagi. Pada suhu ini
pertumbuhan bakteri sama sekali berhenti. Pembekuan yang baik biasanya
dilakukan pada suhu antara – 12 oC sampai – 24oC. Dengan pembekuan, bahan
akan tahan sampai bebarapa bulan, bahkan kadang-kadang beberapa tahun.
Perbedaan antara pendinginan dan pembekuan juga ada hubungannya
dengan aktivitas mikroba.
 Sebagian besar organisme perusak tumbuh cepat pada suhu di atas 10 oC
 Beberapa jenis organisme pembentuk racun masih dapat hidup pada suhu
kira-kira 3,3oC
 Organisme psikrofilik tumbuh lambat pada suhu 4,4 oC sampai – 9,4 oC
 Organisme ini tidak menyebabkan keracunan atau menimbulkan penyakit
pada suhu tersebut, tetapi pada suhu lebih rendah dari – 4,0 oC akan
menyebabkan kerusakan pada makanan.
Jumlah mikroba yang terdapat pada produk yang didinginkan atau yang
dibekukan sangat tergantung kepada penanganan atau perlakuan-perlakuan yang
diberikan sebelum produk itu didinginkan atau dibekukan, karena pada
kenyataannya mikroba banyak berasal dari bahan mentah/ bahan baku. Setiap
bahan pangan yang akan didinginkan atau dibekukan perlu mendapat perlakuan-
perlakuan pendahuluan seperti pembersihan, blansing, atau sterilisasi, sehingga
mikroba yang terdapat dalam bahan dapat sedikit berkurang atau terganggu
keseimbangan metabolismenya.
Pada umumnya proses-proses metabolisme (transpirasi atau penguapan,
respirasi atau pernafasan, dan pembentukan tunas) dari bahan nabati seperti
sayur-sayuran dan buah-buahan atau dari bahan hewani akan berlangsung terus
meskipun bahan-bahan tersebut telah dipanen ataupun hewan telah disembelih.
Proses metabolisme ini terus berlangsung sampai bahan menjadi mati dan

10
akhirnya membusuk. Suhu dimana proses metabolisme ini berlangsung dengan
sempurna disebut sebagai suhu optimum.
Penggunaan suhu rendah dalam pengawetan makanan tidak dapat
mematikan bakteri, sehingga pada waktu bahan beku dikeluarkan dan dibiarkan
hingga mencair kembali (“thawing”), maka pertumbuhan dan perkembangbiakan
mikroba dapat berlangsung dengan cepat. Penyimpanan dingin dapat
menyebabkan kehilangan bau dan rasa beberapa bahan bila disimpan berdekatan.
Misalnya :
• Mentega dan susu akan menyerap bau ikan dan bau buah-buahan
• Telur akan menyerap bau bawang
Bila memungkinkan sebaiknya penyimpanan bahan yang mempunyai
bau tajam terpisah dari bahan lainnya, tetapi hal ini tidak selalu ekonomis. Untuk
mengatasinya, bahan yang mempunyai bau tajam disimpan dalam kedaan
terbungkus.
2.3. Titik beku bahan pangan
Sel-sel hidup banyak mengandung air, sering kali sampai dua pertiga atau
lebih dari jumlah beratnya. Di dalam medium ini banyak terlarut senyawa
organic dan anorganik, termasuk garam, gula, dan asam dalam bentuk larutan,
juga termasuk molekul organic yang lebih kompleks seperti protein dalam bentuk
suspensi koloidal. Sedikit banyak juga terdapat gas-gas yang terlarut dalam
larutan yang berair. Perubahan-perubahan fisik, kimia dan biologis yang terjadi
di dalam bahan pangan selama pembekuan dan pencairan merupakan proses yang
sangat kompleks dan belum seluruhnya diketahui. Titik beku suatu cairan adalah
suhu di mana cairan tersebut dalam keadaan seimbang dengan bentuk padatnya.
Suatu larutan dengan tekanan uap yang lebih rendah dari zat pelarut murni tidak
akan seimbang dengan zat pelarut yang padat pada titik beku normalnya.. Sistem
tersebut harus didinginkan sampai suhu dimana larutan dan zat pelarut yang
padat mempunyai tekanan yang sama.

11
Titik beku suatu larutan adalah lebih rendah daripada zat pelarut murni.
Titik beku bahan pangan adalah lebih rendah daripada air murni. Bilamana suatu
cairan menguap, molekul-molekul yang lepas memberikan suatu tekanan yang
dikenal dengan tekanan uap. Tekanan total dari suatu system akan sama dengan
tekanan parsial dari tekanan tersebut. Penambahan zat terlarut yang bersifat tidak
menguap (gula) ke dalam air akan menurunkan tekanan uap air dari larutan gula
dalam air, dan titik beku larutan tersebut akan menjadi lebih rendah daripada air
murni. Oleh karena kebanyakan bahan pangan kandungan airnya tinggi maka
kebanyakan pangan akan membeku pada suhu antara 32o dan 25o.F. Selama
berlangsung pembekuan suhu bahan pangan tersebut relatif tetap sampai
sebagian besar dari bahan pangan tersebut membeku, dan setelah beberapa waktu
suhu akan mendekati medium pembeku.
2.4. Laju pembekuan
Salah satu pertimbangan pemilihan suatu proses dalam industri
pembekuan pangan beku adalah laju pembekuan. Laju pembekuan tidak saja
menentukan struktur akhir produk beku, tetapi juga mempengaruhi lama
pembekuan
Laju pembekuan suatu massa pangan adalah ratio antara jarak minimal
antara permukaan dengan titik pusat termal dibanding dengan waktu yang
diperlukan oleh produk pangan mencapai suhu 0 oC pada permukaan bahan
sampai mencapai suhu -5 oC pada pusat termal bahan. Salah satu variasi terhadap
definisi Lembaga Refrigerasi International ialah Thermal Arrest Time (TAR).
Menurut definisi ini, laju pembekuan ialah pengukuran waktu yang dibutuhkan
titik yang paling lambat membeku pada produk, untuk menurunkan suhu dari 0
oC menjadi –5 oC. Sedangkan Heldman dan Singh (1981) mengatakan laju
pembekuan ialah Pengukuran waktu yang dibutuhkan untuk menurunkan suhu
produk pada titik yang paling lambat menjadi dingin atau beku, dihitung dari saat
tercapainya titik beku awal sampai tercapainya tingkat suhu yang diinginkan di
bawah titik beku produk tersebut. Meskipun disadari bahwa definisi ini tidak

12
terlepas dari kekurangan, agaknya masih merupakan kompromi terbaik bila
dibandingkan dengan keunggulan dan kelemahan definisi lain. (Heldman dan
Singh, 1981).
Laju pembekuan dapat diatur dan sangat menentukan sifat dan mutu
produk beku yang dihasilkan. Sifat produk yang diakibatkan oleh pembekuan
yang sangat cepat sangat berbeda dari produk yang dihasilkan dari pembekuan
lambat. Pembekuan yang sangat cepat akan menghasilkan kristal es yang kecil
tersusun secara merata pada jaringan. Sedangkan pembekuan lambat akan
menyebabkan terbentuknya kristal es yang besar yang tersusun pada ruang antar
sel dengan ukuran pori yang besar. Dari segi kecepatan berproduksi, pembekuan
secara sangat cepat dianggap menguntungkan, selama mutu produk yang
dihasilkan tidak dikorbankan (Heldman dan Singh, 1981).
King (1971) membagi laju pembekuan ke dalam 3 golongan yaitu ; (1).
Pembekuan lambat, jika waktu pembekuan adalah 30 menit atau lebih untuk 1
cm bahan yang dibekukan, (2). Pembekuan sedang , jika waktu pembekuan
adalah 20- 30 menit atau lebih untuk 1 cm bahan yang dibekukan dan, (3).
Pembekuan cepat, jika waktu pembekuan adalah kurang dari 20 menit untuk 1
cm bahan yang dibekukan. Pembekuan cepat didefinisikan oleh mereka yang
menganut teori kristalisasi cepat sebagai proses dimana suhu bahan pangan
tersebut melampaui zona pembekuan kristal maksimum (32o sampai 25oF)
dalam waktu 30 menit atau kurang. Prinsip dasar dari semua pembekuan cepat
adalah cepatnya pengambilan panas dari bahan pangan. Metode ini meliputi
pembekuan dalam hembusan cepat udara dingin, dengan imersi langsung bahan
pangan ke dalam medium pendingin, dengan jalan persinggungan plat-plat
pendingin dalam ruang pembekuan, dan dengan pembekuandengan udara,
nitrogen, karbondioksida cair.

13
2.5. Factor yang mempengaruhi pembekuan
 Suhu
 Kualitas bahan
 Perlakuan pendahuluan yang tepat
Misalnya pembersihan/ pencucian atau blansin
 Kelembaban
Umumnya RH dalam pendinginan sekitar 80 – 95 %. Sayur-sayuran
disimpan dalam pendinginan dengan RH 90 – 95 %
 Aliran udara yang optimum
 Distribusi udara yang baik menghasilkan suhu yang merata di seluruh
tempat pendinginan, sehingga dapat mencegah pengumpulan uap air
setempat (lokal).
2.6. Pengaruh pembekuan terhadap bahan makanan
Makanan tidak mempunyai titik beku yang pasti, tetapi akan membeku
pada kisaran suhu tergantung pada kadar air dan komposisi sel. Kurva suhu
dengan waktu pembekuan umumnya menunjukkan garis datar (plateau) antara 0o
dan -5o C berkaitan dengan perubahan (fase) air menjadi es, kecuali jika
kecepatan pembekuan sangat tinggi. Telah ditunjukkan bahwa waktu yang
dibutuhkan untuk melampaui daerah pembekuan ini mempunyai pengaruh yang
nyata pada mutu beberapa makanan beku. Umumnya telah diketahui bahwa pada
tahapan ini terjadi kerusakan sel dan struktur jaringan yang irreversible yang
mengakibatkan mutu menjadi jelek setelah pencairan, terjadi khususnya sebagai
hasil pembentukan kristal es yang besar dan perpindahan air selama pembekuan
dari dalam sel kea bagian luar sel yang dapat mengakibatkan kerusakan sel
karena pengaruh tekanan osmosis. Akan tetapi, pembekuan yang cepat dan
penyimpanan dengan fluktuasi suhu yang tidak terlalu besar, akan membentuk
kristal-kristal es yang kecil di dalam sel dan akan mempertahankan struktur
jaringan dengan kerusakan minimum pada membran sel.

14
Pembekuan juga memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan
mikroorganisme. Pertumbuhan mikroorgananisme dalam makanan pada suhu di
bawah kira-kira -12oC belum dapat diketahui dengan pasti. Jadi penyimpanan
makanan beku pada suhu sekita -18oC dan di bawahnya akan mencegak
kerusakan mikrobiologis dan perubahan bentuk makanan, dengan persyaratan
tidak pernah terjadi perubahan suhu yang besar.
Mikroorganisme psokrofilik mempunyai kemampuan untuk tumbuh
pada suhu dalam lemari es, terutama di antara 0o dan 5oC. Jadi penyimpanan
yang lama pada suhu-suhu ini baik sebelum maupun sesudah pembekuan dapat
mengakibatkan terjadinya kerusakan oleh mikrobe. Jadi usakan suhu
penyimpanan 18oC atau lebih rendah.
Walaupun jumlah mikrobe biasanya menurun selama proses pembekuan
dan penyimpanan beku (kecuali spora), makanan beku yang tidak steril seringkali
cepat membusuk seperti produk yang tidak dibekukan jika suhu cukup tinggi dan
penyimpanan pada suhu tersebut cukup lama. Pembekuan dan penyimpanan
makanan beku juga mempunyai pengaruh yang nyata padakerusakan sel
mikrobe. Jika sel yang rusak atau luka tersebut mendapat kesempatan
menyembuhkan dirinya, maka pertumbuhan yang cepat akan terjadi jika
lingkungan sekitarnya memungkinkan.
Harus diakui, proses pembekuan akan menurunkan nilai gizi
dibandingkan dengan bahan segarnya, terutama kandungan vitamin dan
komponen-komponen lain yang sensitif terhadap proses pengolahan suatu bahan
baku. Tapi ada hal yang menarik dari hasil penelitian yang dilaporkan dari
Jepang.
Salah satu penelitiannya tentang kandungan vitamin C dari suatu jenis
sayuran menunjukkan, kandungan vitamin C akibat proses pembekuan lebih
tinggi dibandingkan dengan sayuran segarnya. Untuk cita rasa, dari hasil
penelitian beberapa panelis yang terpilih menunjukkan, sangat sedikit konsumen
dengan tepat mampu mengenali makanan olahan dari bahan segar atau bahan

15
produk beku. Suatu hasil yang agak berbeda dengan dugaan selama ini, makanan
dari produk beku memunyai cita rasa yang lebih rendah dari makanan yang
disiapkan dari bahan segar.
Dalam dunia teknologi pangan, reezeburn yakni suatu perubahan citra
rasa, perubahan warna, kehilangan zat gizi serta perubahan tekstur dari bahan
pangan beku akan cepat terjadi jika bahan pangan disimpan pada suhu di atas
minus 9 °C.
Untuk memperoleh hasil yang terbaik dari bahan pangan yang
dibekukan, suhu penyimpanan harus dijaga agar konstan dan tidak boleh lebih
tinggi dari minus 17 °C, serta harus diikuti dengan pengemasan yang baik atau
memenuhi standar pengemasan untuk bahan pangan beku (Syamsir,2010).
 Pengaruh Pembekuan terhadap Jaringan
Makanan tidak mempunyai titik beku yang pasti, tetapi akan membeku
pada kisaran suhu tergantung pada kadar air dan komposisi sel. Kurva
suhu – waktu pembekuan umumnya menunjukkan garis datar (plataeau)
antara 0oC dan 5oC berkaitan dengan perubahan (fase) air menjadi es,
kecuali jika kecepatan pembekuan sangat tinggi. Telah ditunjukkan
bahwa waktu yang dibutuhkan untuk melampaui daerah pembekuan ini
mempunyai pengaruh yang nyata pada mutu beberapa makanan beku.
Umumnya telah diketahui bahwa pada tahapan ini terjadi kerusakan sel
dan struktur yang irreversible yang mengakibatkan mutu menjadi jelek
setelah pencairan, terjadi khususnya sebagai hasil pembentukan kristal es
yang besar dan perpindahan air selama pembekuan dari dalam sel ke
bagian luar sel yang dapat mengakibatkan kerusakan sel karena pengaruh
tekanan osmotis. Pembekuan yang cepat dan penyimpanan dengan
fluktuasi suhu yang tidak terlalu besar, akan membentuk kristal-kristal es
kecil di dalam sel dan akan mempertahankan jaringan dengan kerusakan
minimum pada membran sel.

16
 Pengaruh Pembekuan terhadap Mikroorganisme
Pertumbuhan mikroorganisme dalam makanan pada suhu di bawah kira-
kira 12oC belum dapat diketahui dengan pasti. Jadi penyimpanan
makanan beku pada suhu sekitar 18oC dan di bawahnya akan mencegah
kerusakan mikrobologis, dengan persyaratan tidak terjadi perubahan suhu
yang besar. Mikroorganisme psikofilik mempunyai kemampuan untuk
tumbuh pada suhu lemari es terutama di antara 0o dan 5oC. Jadi
penyimpanan yang lama pada suhu-suhu ini baik sebelum atau sesudah
pembekuan dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan oleh mikroba.
Walaupun jumlah mikroba biasanya menurun selama pembekuan dan
penyimpanan beku (kecuali spora), makanan beku tidak steril dan
acapkali cepat membusuk seperti produk yang tidak dibekukan jika suhu
cukup tinggi dan lama penyimpanan pada suhu tersebut cukup lama.
Pembekuan dan penyimpanan makanan beku juga mempunyai pengaruh
yan nyata pada kerusakan sel mikroba. Jika sel yang rusak atau luka
tersebut mendapat kesempatan menyembuhkan dirinya, maka
pertumbuhan yang cepat akan terjadi jika lingkungan sekitarnya
memungkinkan.
 Pengaruh Pembekuan terhadap Protein
Oleh karena pembekuan hanya menyebabkan sedikit perubahan nilai gizi
protein, maka dimungkinkan untuk mendenaturasi protein dengan
perlakukan demikian. Hal ini dapat dilihat dalam proses pendadihan
bahan-bahan yang berprotein terutama selama pembekuan dan pencairan
yang berulang-ulang. Walaupun nilai biologis protein yang mengalami
denaturasi, sebagai bahan pangan manusia, tidak banyak berbeda dengan
protein asli, kenampakan dan kualitas bahan pangan tersebut mungkin
akan berubah sama sekali karena perlakuan-perlakuan yang demikian.

17
Selama penyimpanan beku jika seandainya enzim tidak diinaktifkan,
proteolisis mungkin terjadi di dalam jaringan hewan.
 Pengaruh Pembekuan terhadap Enzim
Aktivitas enzim tergantung pada suhu. Aktivitas enzim mempunyai pH
optimum dan dipengaruhi oleh kadar substrat. Aktivitas suatu enzim atau
system enzim dapat dirusakan pada suhu mendekati 200oF. Enzim masih
mempunyai sebagian aktivitasnya pada suhu serendah –100oF. Walaupun
kecepatan reaksinya sangat rendah pada suhu tersebut. Sistem enzim
hewan cenderung mempunyai kecepatan reaksi optimum pada suhu
sekitar 98oF. Sistem enzim tanaman cenderung mempunyai suhu
optimum pada suhu yang sedikit lebih rendah. Pembekuan menghentikan
aktivitas mikrobiologis. Aktivitas enzim hanya dihambat oleh suhu
pembekuan. Pengendalian enzim yang termudah dapat dikerjakan dengan
merusak dengan perlakuan pemanasan yang pendek (balansing) sebelum
pembekuan dan penyimpanan.
 Pengaruh Pembekuan terhadap Lemak
Deteriorasi oksidatif lemak dan minyak bukanlah hal yang asing lagi pada
bahan pangan. Lemak dalam jaringan ikan cenderung lebih cepat menjadi
tengik daripada lemak dalam jaringan hewan. Pada suhu –10oC
ketengikan yangberkembang dalam jaringan berlemak yang beku sangat
berkurang. Lemak yang tengik cenderung mempunyai nilai gizi yang
lebih rendah daripada lemak yang segar. Untuk mencegah proses tersebut
maka proses pembekuan merupakan pencegahan yang sangat baik hampir
pada semua makanan berlemak.
 Pengaruh Pembekuan terhadap Vitamin
Kehilangan vitamin-vitamin berlangsung terus sepanjang pelaksanaan
pengolahan, misalnya selama blansing dan pencucian, pemotongan dan
penggilingan. Terkenanya jaringan-jaringan oleh udara akan

18
menyebabkan hilangnya vitamin C karena oksidasi. Umumnya
kehilangan vitamin C terjadi bilamana jaringan dirusak dan terkena udara.
Selama penyimpanan dalam keadaan beku kehilangan vitamin C akan
berlangsung terus. Makin tinggi suhu suhu penyimpanan makin besar
terjadinya kerusakan zat gizi. Dalam bahan pangan beku kehilangan yang
lebih besar dijumpai terutama pada vitamin C daripada vitamin yang lain.
Blansing untuk menginaktifkan enzim adalah penting untuk melindungi
tidak hanya vitamin-vitamin akan tetapi juga kualitas bahan pangan beku
pada umumnya.
Secara komersial sudah lama dilakukan penambahan asam askorbat
pada buah-buahan sebelum pembekuan guna melindungi kualitas.
Vitamin B1 peka peka terhadap panas dan rusak sebagian selama blansing
untuk menginaktifkan enzim. Kehilangan lebih lanjut tetapi dalam jumlah
yang lebih sedikit selama penyimpanan beku pada suhu dibawah nol pada
buah-buahan, sayuran, daging, dan unggas. Selama preparasi untuk
pembekuan kandungan vitamin B2 dalam bahan pangan menjadi
berkurang, akan tetapi selama penyimpanan beku kerusakan zat gizi
hanya sedikit atau tidak rusak sama sekali. Vitamin-vitamin yang larut
dalam lemak dan karoten sebagai prekusor vitamin A selama pembekuan
bahan pangan mengalamin sedikit perubahan, walaupun terjadi
kehilangan selama penyimpanan. Blansing pada jaringan tanaman dapat
memperbaiki stabilitas penyimpanan karoten. Penyimpanan bahan pangan
dalam keadaan beku tanpa dikemas dapat menjurus ke arah terjadinya
oksidasi dan perusakan sebagian besar zat gizi, termasuk vitamin.
 Pengaruh Pembekuan terhadap Parasit
Pembekuan bahan pangan mempunyai keuntungan dalam mematikan
parasit. Contoh yang terbaik dalam hal ini kita jumpai dalam mematikan
Trichinella spiralis dengan pembekuan. Penurunan suhu bahan pangan

19
yang terkena infeksi sampai 0oF atau lebih rendah akan mematikan
semua tingkatan kehidupan organisme tersebut. Bahan pangan yang
dibekukan tidak cocok untuk pertumbuhan parasit dan kenyataan bahwa
infestasi oleh insekta tidak pernah terjadi.
2.7. Proses pembekuan
Perubahan bahan sampai membeku tidak terjadi sekaligus dari cairan ke
padatan. Contohnya sebotol susu yang disimpan pada ruang pembeku (freezer),
maka cairan yang paling dekat dengan dinding botol akan membeku lebih
dahulu. Kristal yang terjadi mula-mula ialah air murni (H2O). Ketika air terus
berkristal, susu menjadi lebih pekat terutama pada komponen protein, lemak,
laktosa, dan mineral. Pekatan ini akan berkristal secara perlahan-lahan sebanding
dengan proses pembekuan yang berlangsung pada makanan.
Pada pembekuan akan terjadi beberapa proses sebagai berikut :
Mula-mula terjadi pembentukan kristal es yang biasanya berlangsung cepat
pada suhu dibawah 0 oC. Kemudian diikuti proses pembesaran dari kristal-kristal
es yang berlangsung cepat pada suhu – 2 oC sampai – 7 oC. Pada suhu yang lebih
rendah lagi, maka pembesaran kristal-kristal es dihambat karena kecepatan
pembentukan kristal es meningkat.
Hasil gambar untuk pembekuan:

20
Secara normal pembesaran kristal-kristal es dimulai di ruang ekstra seluler,
karena viskositas cairannya relatif lebih rendah. Bila pembekuan berlangsung
secara lambat, maka volume ekstra seluler lebih besar sehingga terjadi
pembentukan kristal-kristal es yang besar di tempat itu. Kristal es yang besar
akan menyebabkan kerusakan pada dinding sel. Kadar air bahan makin rendah ,
maka akan terjadi denaturasi protein terutama pada bahan nabati. Proses ini
bersifat irreversible.
Pembekuan secara cepat akan menghambat kecepatan difusi air ke ruang
ekstra seluler, akibatnya air akan berkristal di ruang intra seluler, sehingga massa
kristal es akan terbagi rata dalam seluruh jaringan. Kristal es yang terbentuk
berukuran kecil-kecil. Keadaan ini mengakibatkan kehilangan air pada waktu ”
thawing ” akan berkurang.
Pembekuan menyebabkan terjadinya :
• perubahan tekstur
• pecahnya emulsi lemak
• perubahan fisik dan kimia dari bahan
Perubahan yang terjadi tergantung dari komposisi makanan sebelum dibekukan.
Konsentrasi padatan terlarut yang meningkat, akan merendahkan kemampuan
pembekuan. Bila dalam larutan mengandung lebih banyak garam, gula, mineral,
dan protein, akan menyebabkan titik beku lebih rendah dan membutuhkan waktu
yang lebih lama untuk membeku.
Dibandingkan dengan pemanasan dan pengeringan, maka pembekuan
dalam pengawetan sebenarnya lebih berorientasi pada usaha penghambatan
tumbuhkembangnya mikroba serta pencegahan kontaminasi yang akan terjadi.
Oleh karena itu jumlah mikroba dan kontaminasi atau kerusakan awal bahan
pangan sangat penting diperhitungkan sebelum pembekuan. Jadi sanitasi dan
higiene pra-pembekuan ikut menentukan mutu makanan beku. Produk
pembekuan yang bahan asalnya mempunyai tingkat kontaminasi tinggi, akan

21
lebih cepat rusak atau lebih cepat turun mutunya dibandingkan dengan bahan
yang pada awalnya lebih rendah kadar kontaminasinya.
Semua produk makanan mengandung berbagai jenis zat terlarut. Sangat
sulit untuk menentukan pada temperatur berapa seluruh air dalam produk
makanan akan membeku, dikarenakan keberadaan zat terlarut dalam makanan
menurunkan titik beku.
Perkiraan waktu pembekuan
Laju pendinginan yang memengaruhi waktu pembekuan yang diperlukan
produk makanan kualitas produk makanan dapat didefinisikan oleh selisih antara
temperatur awal produk makanan dan temperatur akhir pembekuan dibagi
dengan waktu. (oC/s). Dapat juga didefinisikan dengan rasio dari selisih antara
temperatur permukaan dan temperatur bagian dalam produk makanan dengan
waktu yang dibutuhkan bagi permukaan produk makanan untuk mencapai
temperatur 0oC dan bagian dalam produk makanan untuk mencapai temperatur
-5oC.
Perkiraan waktu pembekuan adalah faktor utama dalam melakukan
pembekuan makanan. Waktu pembekuan menentukan kapasitas alat pendingin
yang dibutuhkan dalam melakukan pembekuan.
Faktor yang memengaruhi lamanya proses pembekuan adalah
konduktivitas termal, kalor jenis, ketebalan, massa jenis, dan luas permukaan
produk makanan serta selisih temperatur antara produk makanan dengan medium
pendinginan dan resistansi laju pindah panas. Perkiraan waktu pembekuan
semakin sulit dilakukan karena konduktivitas termal, massa jenis, dan kalor jenis
produk makanan bervariasi bergantung pada temperatur awal, ukuran, dan bentuk
dari makanan.
Semakin besar ukuran produk makanan, waktu yang dibutuhkan untuk
melakukan pembekuan akan semakin lama. Hal ini dikarenakan meningkatnya
kalor laten dan jumlah kalor yang harus dipindahkan. Peningkatan ukuran

22
makanan juga meningkatkan resistansi internal terhadap laju pindah panas,
sehingga membutuhkan waktu lebih lama dalam pembekuan.
2.8. Alat pembekuan
Tipe peralatan yang digunakan untuk produk tertentu ditentukan oleh berbagai
faktor. Sensivitas produk, ukuran, dan bentuk produk makanan serta kualitas
akhir yang diperlukan, laju produksi, ketersediaan ruang, kapasitas investasi, tipe
media pendinginan yang digunakan, dan sebagainya. Peralatan pembekuan
secara umum dapat dikelompokan sebagai berikut:
 Kontak langsung dengan permukaan dingin
Dalam pembekuan sistem lempengan dingin, lempengan seolah
menjadi pembungkus produk makanan tersebut. Lempengan dapat berupa
lempengan ganda atau lempengan banyak yang didinginkan dengan
berbagai cara. Ruang udara di antara lempeng dan pembungkus dapat
menambah resistansi hambatan laju transfer kalor, sehingga ruang antara
lempengan harus diminimalisasi menyesuaikan dengan ukuran produk
makanan. Dan itulah yang menjadi keuntungan dari metode ini; bentuk
dan ukuran lempengan dapat disesuaikan dengan ukuran produk
makanan. Keuntungan lainnya adalah, pembekuan dapat dilakukan
dengan cepat dari berbagai sisi produk makanan, karena logam memiliki
konduktivitas termal yang tinggi sehingga transfer panas dapat melaju
dengan cepat.
Pembekuan dengan lempengan-lempengan seperti ini cenderung
lebih menghemat ruang karena penyusunan letak makanan yang rapih dan
terstruktur.Memanfaatkan kontak langsung dengan permukaan dingin;
produk makanan, baik dalam keadaan dikemas atau tidak, diekspos secara
langsung dengan permukaan dingin, logam, lempengan, dan sebagainya.
 Pembekuan dengan memanfaatkan media udara
Memanfaatkan media udara sebagai media pendinginan; udara dalam
temperatur yang sangat dingin digunakan dalam mendinginkan produk

23
makanan. Air blast, spray udara, fluidized bed juga termasuk dalam
metode tersebut. Adalah tipe pembekuan yang umum, yaitu ruang
pendingin yang diisi oleh udara yang didinginkan.
Keuntungannya adalah, dengan memanfatkan aliran konveksi,
temperatur dingin dapat disebarkan hingga ke sudut ruangan secara
efisien, namun koefisien transfer panas konvektif udara cenderung kecil
sehingga pembekuan perlu dilakukan dalam waktu yang lebih lama akibat
rendahnya laju transfer panas. Semakin besar ruangan, semakin kecil
kalor yang dapat dipindahkan dalam satuan waktu tertentu. Hilangnya
berat dari produk juga dapat terjadi akibat kontak langsung antara produk
dan air yang mampu mengangkat kandungan air dalam produk makanan,
terutama jika temperatur dan kelembaban memungkinkan.
Sirkulasi udara dapat dilakukan secara alami maupun secara
mekanis dengan menggunakan kipas.
 Pembekuan dengan menggunakan cairan
Menggunakan cairan sebagai coolant. Dalam hal ini, cairan yang
bertemperatur sangat rendah, titik didih yang rendah, serta memiliki
konduktivitas termal yang tinggi digunakan dalam mendinginkan produk
makanan. Cairan disemprotkan ke produk atau produk direndam ke dalam
cairan. Termasuk dalam metode ini adalah cryogenic.
Umumnya, produk makanan direndam dalam cairan pendingin
yang didinginkan. Cairan yang digunakan berupa cairan yang memiliki
titik didih rendah namun memiliki kemampuan menyerap panas yang
tinggi, misalnya glikol atau cairan lainnya yang disebut coolant. Makanan
cair juga dapat didinginkan dengan cara ini asalkan dikemas terlebih
dahulu sebelum direndam. Umumnya tidak ada kontak langsung antara
produk makanan dengan cairan pendingin, karena berisiko merusak
kualitas produk makanan.

24
Penyemprotan makanan juga termasuk metode ini, dengan
menggunakan cairan pendingin yang sejenis. Makanan dialirkan dengan
konveyor, lalu dilakukan penyemprotan. Setelah dilakukan
penyemprotan, umumnya produk makanan dibekukan dengan
memanfaatkan media udara seperti aliran udara dingin. Cara ini
menjadikan makanan menjadi beku lebih cepat dibandingkan tanpa cairan
pendingin.
Dengan metode cryogenic, makanan dapat dibekukan dengan cara
yang cepat. Makanan direndam dalam cairan cryogenik yang disebut
dengan cryogen. Cryogen yang umum digunakan misalnya nitrogen cair
dan karbon dioksida cair. Nitrogen cair memiliki titik didih yang sangat
rendah, yaitu -196oC, sedangkan karbon dioksida cair memiliki titik didih
-79oC. Cryogen cenderung tidak berbau, tidak berwarna, dan inert
sehingga tidak akan bereaksi dengan bahan makanan padat walau
pendinginan dilakukan dalam keadaan tanpa dikemas dan memengaruhi
kualitas makanan kecuali terhadap temperatur dinginnya itu sendiri.
Selain itu, cryogen memiliki laju transfer panas yang lebih tinggi
dibandingkan dengan cairan pendingin lainnya.
Pada proses pembekuan dengan cryogenic, pendinginan awal
perlu dilakukan untuk mencegah keretakan akibat turunnya temperatur
secara drastis karena volum produk makanan mengalami perubahan
volum yang sangat cepat ketika terendam dalam cryogen.
Mempertahankan temperatur sangat mungkin karena cryogen yang
menguap memiliki koefisien transfer kalor konvektif yang sangat tinggi.
Modifikasi terbaru dari pendingin cryogenic adalah pendingin
cryomechanical yang menggabungkan metode perendaman produk dalam
cairan cryogen dan metode mekanik yaitu menggunakan konveyor tipe
sprayer, spiral, ataupun belt yang memanfaatkan uap cryogen. Hal ini

25
akan mengurangi waktu pendinginan, mengurangi hilangnya berat produk
makanan, meningkatkan kualitas produk, dan meningkatkan efisiens
2.9. Metode pembekuan
Di industri pangan, telah dikembangkan metode pembekuan untuk
mempercepat proses pembekuan yang memungkinkan produk membeku dalam
waktu yang pendek. Pembekuan cepat atau pembekuan dalam waktu yang
singkat akan menghasilkan kristal es berukuran kecil sehingga akan
meminimalkan kerusakan tekstur bahan yang dibekukan. Selain itu, proses
pembekuan cepat juga menyebabkan terjadinya kejutan dingin (freeze shock)
pada mikroorganisme dan tidak terjadi tahap adaptasi mikroorganisme dengan
perubahan suhu sehingga mengurangi resiko pertumbuhan mikroorganisme
selama proses pembekuan berlangsung. Tiga metode pembekuan cepat yang
umum dilakukan adalah:
1. Pembekuan dengan penggunaan udara dingin yang ditiupkan atau melalui
gas lain dengan suhu rendah kontak langsung dengan makanan, misalnya
dengan alat-alat pembeku tiup (blast), terowongan (tunnel), bangku
fluidisasi (fluidised bed), spiral, tali (belt) dan lain-lain.
2. Pembekuan dengan alat pindah panas tipe gesekan (scraped heat
exchanger): produk (misalnya ice cream) dibekukan dengan metode ini
untuk mengurangi pembentukan kristal es berukuran besar. Produk
digesekkan pada permukaan pendingin dan kemudian segera dibawa
menjauh. Proses ini dilakukan secara berulang.
3. Pembekuan kriogenik (cryogenic freezing) dimana nitrogen cair (atau
karbon dioksida) disemprotkan langsung pada bahan-bahan pangan
berukuran kecil seperti udang atau strawberry. Karena cairan nitrogen dan
karbon dioksida mempunyai suhu beku yang sangat rendah (berturut-turut
-196oC dan -78oC) maka proses pembekuan akan berlangsung spontan.

26
Metoda pembekuan yang dipilih untuk setiap produk tergantung pada :
1. Mutu produk dan tingkat pembekuan yang didinginkan .
2. Tipe dan bentuk produk , pengemasan , dan lain-lain.
3. Fleksibilitas yang dibutuhkan dalam operasi pembekuan.
4. Biaya pembekuan untuk teknik alternatif.
Nitrogen cair (titik didih –196oC) dan bahan pendingin bersuhu rendah lainnya
telah menjadi sangat penting akhir-akhir ini sehubungan dengan perannya
dalam pembekuan makanan secara cepat (rapid freezing), di mana teknik
pembekuan lainnya menghasilkan mutu yang rendah pada produk akhir.
Perendaman langsung ke dalam cairan nitrogen telah diganti dengan system
penyemprotan langsung pada makanan yang telah didinginkan terlebih dahulu
oleh uap nitrogen yang bergerak berlawanan dengan aliran makanan dalam
terowongan berisulator yang lurus atau berbentuk spiral. Walaupun biaya
operasi dengan menggunakan nitrogen cair ini lebih tinggi. Cara ini mengurangi
oksidasi permukaan makanan yang tidak dikemas dan hilangnya air dari bahan
pangan tersebut, dan keluwesan cara ini memungkinkan pembekuan untuk
berbagai jenis bahan pangan.
2.10. Mempertahankan mutu
Faktor-faktor dasar yang mempengaruhi mutu akhir dari makanan beku adalah :
1. Mutu bahan baku yang digunakan untuk varitas, kemasakan,
kecocokan untuk dibekukan dan disimpan dalam keadaan beku;
2. Perlakuan sebelum pembekuan seperti blansir, penggunaan SO2 atau
asam askorbat.
3. Metode dan kecepatan pembekuan yang dipakai.
4. Suhu penyimpanan dan fluktuasi suhu.
5. Waktu penyimpanan.
6. Kelembaban tempat penyimpanan, terutama jika makanan tidak
dikemas.
7. Sifat-sifat dari setiap bahan pengemas.

27
Suatu penelitian yang ekstensif dari faktor-faktor yang mempengaruhi
berkurangnya mutu makanan beku yang disimpan dalam berbagai suhu
penyimpanan yang tetap dan berfluktuasi menunjukkan bahwa :
 Untuk makanan ditemukan hubungan yang sederhana (kira-kira
logaritmis) antara waktu yang dibutuhkan pada setiap suhu sebelum
perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki terlihat, dan suhu
penyimpanan beku. Sebagai contoh, sayuran beku akan tetap stabil
selama satu tahun pada suhu -18oC dan akan kehilangan kira-kira
separuh dari daya simpannya untuk setiap kenaikan suhu penyimpanan
sebesar 2,8oC.
 Kehilangan mutu sebagai hasil fluktuasi suhu penyimpanan adalah
kumulatif selama masa simpan dari produk. Jadi kehilangan mutu
karena penyimpanan yang terlalu lama pada suhu tinggi (misalnya -5o
dampai -10oC) tidak dapat dikembalikan oleh penyimpanan
selanjutnya walaupun pada suhu yang sangat rendah.
Penyimpanan bahan pangan beku pada suhu -18oC atau lebih rendah
bertujuan untuk memperpanjang masa simpan makanan, yakni dengan menekan
pertumbuhan mikroba perusak. Penyimpanan pada suhu ini juga bertujuan
untuk mengurangi resiko perubahan bentuk pada saat proses pengemasan
maupun proses pengiriman produk (Sutanto,2009).
Perkiraan daya simpan dengan mutu yang tinggi (HQL = high quality life)
atau waktu penyimpanan pada suhu tertentu yang dibutuhkan sebelum penguji
terlatih dapat mengetahui adanya perubahan mutu (warna, rasa, tekstur) dari
suatu makanan beku yang disimpan pada suatu keadaan penyimpanan beku
tertentu jika dibandingkan dengan sampel kontrol yang disimpan pada suhu
yang sangat rendah, untuk beberapa macam makanan beku yang disimpan pada
tiga macam suhu ditunjukkan pada tabel berikut :

28
Kerusakan mutu pada dasarnya terjadi sebagai akibat dari :
1. Perubahan warna (hilangnya konstituen warna alami seperti pigmen
klorofil, pembentukan warna yang menyimpang seperti pada reaksi
pencoklatan).
2. Perubahan tekstur ( hilangnya cloud, perusakan gel, devaturasi protein,
pengerasan).
3. Perubahan rasa ( hilangnya rasa asal, pembentukan rasa yang
menyimpang, ketengikan).
5. Perubahan zat gizi seperti asam askorbat dalam buah-buahan dan
sayuran, lemak tak jenuh, asam amino esensial).
Ringkasan hilangnya vitamin dari berbagai bahan macam bahan pangan
selama pembekuan, penyimpanan beku dan pemasakan diuraikan oleh
Harris dan Karmas (1975) dan Bender (1978)

29
2.11. Penyimpanan dan pengangkutan makanan beku
Makanan dapat dibekukan sebelum atau sesudah dikemas. Buah-buahan
dan sayuran yang akan dijual eceran biasanya dibekukan dulu sebelum dikemas
dan disimpan dalam peti besar atau silo. Penyimpanan dalam jumlah banyak
memungkinkan pengemasan selama setahun dan menghindarkan kebutuhan
untuk menduga keperluan ukuran kemasan yang berbeda-beda selama satu
tahun penuh.
Seperti sistem lainnya, pengolah harus yakin bahwa suhu produk telah
diturunkan dalam alat pembeku sampai mencapai suhu ruang penyimpanan
dingin sebelum dipindahkan ke dalam ruang penyimpanan tersebut (-18oC
sampai -25oC). Kegagalan melakukan hal ini akan mengakibatkan kenaikan
suhu ruang penyimpanan dingin dan mempercepat kerusakan makanan yang
sudah ada di dalamnya. Selang waktu yang cukup lama dibutuhkan oleh sistem
pendinginan untuk dapat mengembalikan suhu yang diinginkan.
Sesudah makanan diolah, disimpan dan dikemas secara baik, bahan ini
harus dijual ke konsuman dengan perubahan mutu minimal. Distribusi makanan
beku dapat melibatkan beberapa tahap, pengangkutan ke tempat penyimpanan
dingin di pedangang-pedangang besar dan kecil, dan produk dapat mengalami
perubahan suhu yang tidak dikehendaki selama pemindahan dari ruang
penyimpanan satu ke ruang penyimpanan lainnya dan dari kendaraan ke ruang
penyimpanan. Perusahaan-perusahaan yang bertanggung jawab telah banyak
melakukan pendidikan cara penanganan operasional yang tepat, tetapi masih
banyak lagi yang harus dikerjakan.
Dalam suatu survei distribusi makanan beku di Australia, waktu yang
dibutuhkan untuk menaikkan produk dari tempat penyimpanan ke kenadaraan
pengangkut berkisar antara 10 sampai 160 menit untuk karton-karton yang
diambil dari ruang penyimpanan sampai 45 menit sebelum pengangkutan
dimulai. Waktu memuat produk samapi satu jam dapat diijinkan bagi ruang
penyimpanan yang dikendalikan dengan baik, akan tetapi biasanya justru pada

30
ruang penyimpanan yang kurang baiklah pengisian muatan berlangsung paling
lambat. Sebagai contoh jika suhu ruang penyimpanan -25oC dan mempunyai
tempat untuk mengisi muatan yang terlindung dari cuaca atau pengatur suhu
udara ruang terpisah dari udara luar, produk dapat dimuat ke dalam truk dengan
suhu di antara -18oC dan -25oC. Produk ini akan tetap berada dalam kondisi
yang baik asal rangkaian penanganan sistem pendinginan selanjutnya tetap
terkendali. Akan tetapi jika suhu ruang penyimpanan -18oC, bahan-bahan
pangan tidak akan ada tolenransi selama pengisian muatan dan operasi lainnya
padahal suhu makanan harus dipertahankan -18oC selama distribusi. Unit
pendingin pada alat pengangkut makanan beku dirancang untuk tetap
mempertahankan suhu dengan menyerap panas yang masuk ke dalam ruang
penyimpanan, tetapi bukan dirancang untuk menurunkan suhu makanan.
Sebagian besar kerusakan mutu pada makanan beku terjadi saat
pemindahan bahan pangan dari penjual ke konsumen. Konsumen tidak terlalu
memperhatikan suhu penyimpanan dalam pemindahan dari pasar ke rumah dan
saat penyimpanan dalam kulkas. Sehingga bahan pangan yang terlalu lama
disimpan dalam kulkas akan cepat rusak. Namun biasanya hal ini jrang terjadi
karena konsumen tidak perlu menyimpan terlalu lama karena segera
dikonsumsi.
2.12. Kerusakan-kerusakan saat pembekuan
Pemakaian suhu rendah untuk mengawetkan bahan pangan tanpa mngindahkan
syarat-syarat yang diperlukan oleh masing- masing bahan, dapat mngakibatkan
kerusakan-kerusakan sebagai berikut:
1. Chilling injury
Chilling injury terjadi karena :
• kepekaan bahan terhadap suhu rendah
• daya tahan dinding sel
• burik-burik bopeng (pitting)
• Jaringan bahan menjadi cekung dan transparan

31
• Pertukaran bau / aroma
• Di dalam ruang pendingin dimana disimpan lebih dari satu macam
komoditi atau produk, kemungkinan terjadi pertukaran bau/aroma.
Contoh: apel tidak dapat didinginkan bersama-sama dengan
seledri, kubis, ataupun bawang merah.
2. Kerusakan oleh bahan pendingin / refrigerant
Bila lemari es menggunakan amonia sebagai refrigeran, misalnya terjadi
kebocoran pada pipa dan ammonia masuk ke dalam ruang pendinginan, akan
mengakibatkan perubahan warna pada bagian luar bahan yang didinginkan
berupa warna coklat atau hitam kehijauan. Kalau proses ini berlangsung
terus, maka akan diikuti proses pelunakan jaringan-jaringan buah. Sebagai
contoh : suatu ruangan pendingin yang mengandung amonia sebanyak 1 %
selama kurang dari 1 jam, akan dapat merusak apel, pisang, atau bawang
merah yang disimpan di dalamnya.
3. Kehilangan air dari bahan yang didinginkan akibat pengeringan
Kerusakan ini terjadi pada bahan yang dibekukan tanpa dibungkus atau yang
dibungkus dengan pembungkus yang kedap uap air serta waktu
membungkusnya masih banyak ruang-ruang yang tidak terisi bahan.
Pengeringan setempat dapat menimbulkan gejala yang dikenal dengan nama
” freeze burn ” , yang terutama terjadi pada daging sapi dan daging unggas
yang dibekukan. Pada daging unggas, hal ini tampak sebagai bercak-bercak
yang transparan atau bercak-bercak yang berwarna putih atau kuning kotor.
Freeze burn disebabkan oleh sublimasi setempat kristal-kristal es melalui
janganjaringan permukaan atau kulit. Maka terjadilah ruangan-ruangan kecil
yang berisi udara, yang menimbulkan refleksi cahaya dan menampakkan
warna-warna tersebut. Akibat terjadinya freeze burn, maka akan terjadi
perubahan rasa pada bahan , selanjutnya diikuti dengan proses denaturasi
protein.

32
4. Denaturasi protei
Denaturasi protein berarti putusnya sejumlah ikatan air dan berkurangnya
kadar protein yang dapat diekstrasi dengan larutan garam. Gejala denaturasi
protein terjadi pada daging, ikan, dan produk-produk air susu. Proses
denaturasi menimbulkan perubahan-perubahan rasa dan bau, serta perubahan
konsistensi (daging menjadi liat atau kasap). Semua bahan yang dibekukan,
kecuali es krim, sebelum dikonsumsi dilakukan “thawing”, maka untuk
bahan yang telah mengalami denaturasi protein pada waktu pencairan
kembali, air tidak dapat diabsorpsi (diserap) kembali. Tekstur liat yang
terjadi disebabkan oleh membesarnya molekul-molekul.
2.13. Contoh penerapan pembekuan
1. Pembekuan pada Udang
Udang diklasifikasikan ke dalam fhilum Arthropoda, kelas Crustaceae, dan
bangsa Decapoda. Badan udang dibagi menjadi dua: chepalotorax yaitu
gabungan antara kepala, dada, dan perut, bagian yang kedua yaitu ekor.
Bagian kepala beratnya kurang lebih 36-41 % dan daging 24-41 % serta
kulit 17-23 % dari total berat badan.
Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa,
memiliki aroma yang spesifik dan memiliki nilai gizi tinggi. Udang segar
adalah udang yang baru ditangkap . Ciri-ciri udang segar adalah rupa dan
warna bening , sfesifikasi jenis, cemerlang, sambungan antar ruas kokoh,
kulit melekat kuat pada daging. Bau segar spesifik menurut jenisnya.
Bentuk daging kompak , elastis, dan rasanya manis. Udang yang rusak atau
busuk ditandai dengan : rupa dan warna kemerahan dan kusam, sambungan
antar ruas longgar, sudah mulai ditandai bercak-bercak hitam. Bau tidak
segar, bau busuk. Proses penurunan mutu udang disebabkan oleh factor-
faktor yang berasal dari badan udang itu sendiri dan factor lingkungan.
Penurunan mutu udang terjadi secara autolisis, bakteriologis, dan
oksidasi.Prinsip yang dianut dalam penanganan udang adalah

33
mempertahankan kesegaran udang selama mungkin dengan cara
memperlakukan udang dengan cermat dan hati-hati; segera dan cepat
mendinginkan udang sampai mencapai suhu 0ºC; memperlakukan udang
secara bersih; serta selalu memperhatikan factor waktu dan kecepatan
bekerja selama rantai penanganan dingin.
Pada prinsipnya udang hasil tangkapan harus dilindungi dari panas,
aksi pembusukan, dan pencemaran. Selama rantai penanganan udang harus
dilindungi dari perembesan oleh panas ke dalam wadah atau peti.Adapun
contoh penanganan yang kurang baik dan dapat menurunkan mutu udang
adalah penyusunan udang yang terlalu rapat, tumpukan udang yang terlalu
tinggi, dan udang tidak ditutup oleh es.Sebagai patokan pemberian es pada
udang adalah : segera setelah udang ditangkap diberi es yang cukup
banyak. Banyaknya es yang diberikan tergantung kepada lamanya
penyimpanan, tetapi pada umumnya perbandingan antara udang dengan es
adalah 1: 1. Suhu udara senantiasa 0ºC selama perjalanan pulang dari
penangkapan dan dibongkar di darat.. Masih tersisa es di sekitar udang
pada saat dibongkar untuk dinaikan ke darat.
Cara penyusunan udang di kapal ada dua macam : penyusunan secara
curah dan penyusunan dengan peti. Penyusunan secara curah adalah suatu
penyusunan atau penyimpanan udang dengan es di dalam kerangka
kandang yang biasanya dibuat dengan cara memasang papan lepas ke arah
atas kerangka penyangga vertical dalam palka kapal. Masalah utama dari
penyusunan udang secara curah adalah kesukaran membongkar udang pada
saat pendaratan, penanganan berlangsung lambat, tenaga kerja banyak, dan
kerusakan udang tinggi.
Keuntungan cara penyusunan udang dengan pemetian adalah mutu
udang yang didaratkan akan lebih baik daripada metode susun curah, udang
masih tetap terlindung dalam es selama pembongkaran, pelelangan

34
berlangsung lebih mudah dan lebih cepat, dan mutu udang lebih baik
karena tidak banyak yang rusak karena tekanan..
Pada prinsipnya pembekuan udang merupakan salah satu cara
memperlambat terjadinya proses penurunan mutu – baik secara autolisis,
bakteriologis, dan oksidasi-dengan suhu dingin. Walau dapat menghambat
pertumbuhan mikroorganisme serta menghambat reaksi kimia dan aktivitas
enzim, pembekuan bukanlah cara untuk mensterilkan udang. Oleh karena
itu setelah udang dibekukan dan disimpan dalam cold storage, tidak akan
lepas begitu saja dari proses penurunan mutu. Proses penurunan udang
disebabkan beberapa hal, yaitu : autolisis, denaturasi protein, bakteriologis,
oksidasi, dan dehidrasi.
2. Pembekuan buah dan sayur
Apabila suhu penyimpanan dipertahankan tidak melebihi batas minimum
dari pertumbuhan mikrobe untuk waktu penyimpanan lebih lama,mutu
makanan beku akan rusak terutama sebagai akibat dari perubahan-
perubahan fisik, kimia, dan biokimia. Perlakuan-perlakuan sebelum
pembekuan bertujuan untuk mengurangi kerusakan selama pembekuan dan
penyimpanan beku yang termasuk :
1. Blansir untuk beberapa macam buah-buahan dan hampir semua sayuran
untuk menonaktifkan enzim-enzim peroksidase, katalase, dan enzim
pembuat coklat lainnya, mengurangi kadar oksigen dalam sel,
mengurangi jumlah mikrobe, dan memperbaiki warna.
2. Penambahan atau pencelupan ke dalam larutan asam askorbat atau
larutan sulfurdioksida untuk mempertahankan warna dan mengurangi
pencoklatan.
3. Pengemasan buah-buahan dalam gula kering atau sirup untuk
meningkatkan kecepatan pembekuan dan mengurangi reaksi
pencoklatan, dengan mengurangi jumlah oksigen yang masuk ke dalam
buah-buahan.

35
4. Perubahan pH beberapa buah untuk menurunkan kecepatan reaksi
pencoklatan.
5. Perubahan enzim adalah penyebab utama dari perubahan mutu dari
buah-buahan dan enzim-enzim tersebut harus dinonaktifkan atau
dihambat kegiatannya bila diinginkan mutu akhir yang cukup baik.
Selama pembekuan dan penyimpanan beku, konsentrasi bahan-bahan
dalam sel termasuk enzim dan substratnya meningkat, jadi kecepatan
aktivitas enzim dalam jaringan beku cukup nyata, walaupun pada suhu
rendah.
2.14. Keuntungan dan kelemahan
Makanan beku memiliki efek buruk bagi kualitas produk yang dihasilkan,
diantaranya :
1) Efek terhadap karakter fisik
Ketika air diubah menjadi es, volumenya bertambah sembilan persen (air
memiliki volume terkecil pada temperatur empat derajat selsius lalu
bertambah volumenya seiring penurunan temperatur, sifat anomali air)
(Kalichevsky et al. 1995). Jika produk makanan tersebut mengandung banyak
air, maka hal yang sama akan terjadi. Namun kadar air, temperatur
pendinginan, dan keberadaan ruang antar sel amat mempengaruhi perubahan
volume tersebut.
Kerusakan sel juga mungkin terjadi akibat pendinginan. Hal ini
diakibatkan gerakan kristal es atau kondisi osmotik sel. Produk daging tidak
mengalami kerusakan sebesar produk buah-buahan dan sayuran karena
struktur fibrous yang dimiliki daging lebih elastis dibandingkan struktur buah
dan sayur yang cenderung kaku
Kehilangan berat akibat pendinginan juga menjadi masalah karena
selain masalah kualitas, hal ini juga merupakan masalah ekonomi jika produk
dijual berdasarkan berat produk. Produk yang tidak dikemas akan mengalami
kehilangan berat lebih besar akibat perpindahan tingkat kelembaban menuju

36
wilayah yang bertekanan lebih rendah akibat kontak langsung dengan media
pendinginan.
Cracking atau terbentuknya retakan pada permukaan hingga bagian
dalam produk juga bisa terjadi, terutama ketika produk makanan dibekukan
dengan cara direndam ke dalam cairan pendingin atau cryogen yang
menyebabkan terbentuknya lapisan beku di permukaan makanan. Lapisan ini
melawan peningkatan volume dari dalam sehingga produk akan mengalami
stress di bagian dalamnya. Jika lapisan beku yang terbentuk cukup rapuh,
akan terjadi retakan. Sifat produk seperti porositas, ukuran, modulus
elastisitas, dan densitas sangat mempengaruhi terjadinya keretakan tersebut.
Perubahan densitas terjadi akibat bertambahnya volume, dan ini bisa ditangani
dengan pendinginan dalam kondisi tekanan tinggi.
2) Efek terhadap bahan penyusun makanan
Pendinginan akan mengurangi aktivitas air pada makanan. Mikroorganisme
tidak dapat tumbuh pada kondisi aktivitas air yang rendah dan temperatur di
bawah nol. Organisme patogen tidak bisa tumbuh pada temperatur di bawah
5oC, namun tipe organisme lainnya memiliki respon yang berbeda. Sel
vegetatif ragi, jamur, dan bakteri gram negatif akan hancur pada temperatur
rendah, namun bakteri gram positif dan spora jamur diketahui tidak
dipengaruhi oleh temperatur rendah. Protein akan mengalami denaturasi
dalam temperatur dingin yang mengakibatkan perubahan penampilan produk,
tapi nilai nutrisinya tidak terjadi walau terjadi denaturasi selama berat tidak
berkurang. Pembekuan tidak mempengaruhi kandungan vitamin A, B, D, dan
E, namun mempengaruhi kandungan vitamin C.
3) Efek pembekuan terhadap sifat termal makanan
Pengetahuan tentang sifat termal produk makanan dibutuhkan dalam
mendesain proses pembekuan dan alat yang dibutuhkan, termasuk juga
kapasitas pemindahan panas. Konduktivitas termal es adalah 4 kali
konduktivitas termal air, sehingga konduktivitas termal makanan beku

37
umumnya tiga sampai empat kali lebih besar dibandingkan makanan yang
tidak dibekukan. Selama tahap awal pembekuan, peningkatan konduktivitas
termal berlangsung cepat. Untuk makanan yang kaya kandungan lemaknya,
variasi konduktivitas termal terhadap temperatur dapat diabaikan, namun
dalam kasus produk daging, orientasi serat otot mempengaruhi konduktivitas
termal.
Kalor jenis es hanya setengahnya dari kalor jenis air. Selama masa
pendinginan, kalor jenis produk makanan menurun. Pengukuran kalor jenis
cukup rumit karena terdapat perubahan fase berkelanjutan dari air ke es. Kalor
laten dari produk makanan dapat diperkirakan dari fraksi air yang ada pada
makanan. Difusivitas termal dari makanan beku bisa diperkirakan dari massa
jenis, kalor jenis, dan termal konduktivitas. Digabungkan dengan data
mengenai konduktivitas termal dan kalor jenis es terhadap air, dapat
diperkirakan bahwa makanan beku memiliki nilai difusivitas termal 9-10 kali
lebih besar dibandingkan dengan makanan yang tidak dibekukan.Meskipun
memiliki kekurangan, makanan beku punya banyak kelebihan lain sehingga
teknologinya terus dipakai dan dikembangkan sampai sekarang. Kelebihan
tersebut antara lain :
 Pengolahan lebih sederhana karena produk sudah “bersih”
 Menjamin ketersediaan pasokan sepanjang tahun. Dengan umur simpan
yang relatif panjang, bahkan produk musiman dapat tersedia sepanjang
tahun, kapan saja diperlukan.
 Harga relatif murah, terutama untuk produk musiman yang dibekukan
pada saat musim panen ketika harga murah sehingga harganya relatif
murah disbanding produk segar.
 Kualitas lebih konsisten
 Lebih terjamin keamanan makanannya karena dibekukan dalam keadaan
segar.

38
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. Industri food frozen sendiri mulai dikenal berkat jasa Clarence Birdeye.
Awalnya Clarence terinspirasi oleh suku Indian Inuit yang selalu berhasil
melakukan proses pembekuan ikan. Setelah lama mempelajarinya, akhirnya
Clarence berhasil meniru proses pembekuan tersebut. Ia pun mencobanya
dengan makanan lain, seperti daging, ayam, dan tentunya ikan
2. Pendinginan atau refrigerasi ialah penyimpanan dengan suhu rata-rata yang
digunakan masih di atas titik beku bahan. Kisaran suhu yang digunakan
biasanya antara – 1oC sampai + 4oC. Pada suhu tersebut, pertumbuhan
bakteri dan proses biokimia akan terhambat. Pendinginan biasanya akan
mengawetkan bahan pangan selama beberapa hari atau beberapa minggu,
tergantung kepada jenis bahan pangannya. Pendinginan yang biasa dilakukan
di rumah-rumah tangga adalah dalam lemari es yang mempunyai suhu –2oC
sampai + 16oC.
3. Titik beku suatu larutan adalah lebih rendah daripada zat pelarut murni. Titik
beku bahan pangan adalah lebih rendah daripada air murni. Bilamana suatu
cairan menguap,
4. Laju pembekuan suatu massa pangan adalah ratio antara jarak minimal
antara permukaan dengan titik pusat termal dibanding dengan waktu yang
diperlukan oleh produk pangan mencapai suhu 0 oC pada permukaan bahan
sampai mencapai suhu -5 oC pada pusat termal bahan
5. Suhu, Kualitas bahan , Perlakuan pendahuluan yang tepatMisalnya
pembersihan/ pencucian atau blansin
6. Harus diakui, proses pembekuan akan menurunkan nilai gizi dibandingkan
dengan bahan segarnya, terutama kandungan vitamin dan komponen-
komponen lain yang sensitif terhadap proses pengolahan suatu bahan baku.

39
7. Mula-mula terjadi pembentukan kristal es yang biasanya berlangsung cepat
pada suhu dibawah 0 oC. Kemudian diikuti proses pembesaran dari kristal-
kristal es yang berlangsung cepat pada suhu – 2 oC sampai – 7 oC. Pada
suhu yang lebih rendah lagi, maka pembesaran kristal-kristal es dihambat
karena kecepatan pembentukan kristal es meningkat.
8. Tipe peralatan yang digunakan untuk produk tertentu ditentukan oleh
berbagai faktor. Sensivitas produk, ukuran, dan bentuk produk makanan
serta kualitas akhir yang diperlukan, laju produksi, ketersediaan ruang,
kapasitas investasi, tipe media pendinginan yang digunakan, dan sebagainya
9. Di industri pangan, telah dikembangkan metode pembekuan untuk
mempercepat proses pembekuan yang memungkinkan produk membeku
dalam waktu yang pendek
10. Faktor-faktor dasar yang mempengaruhi mutu akhir dari makanan beku
adalah :Mutu bahan baku yang digunakan untuk varitas, kemasakan,
kecocokan untuk dibekukan dan disimpan dalam keadaan beku;Perlakuan
sebelum pembekuan seperti blansir, penggunaan SO2 atau asam askorbat.
11. Makanan dapat dibekukan sebelum atau sesudah dikemas. Buah-buahan
dan sayuran yang akan dijual eceran biasanya dibekukan dulu sebelum
dikemas dan disimpan dalam peti besar atau silo. Penyimpanan dalam
jumlah banyak memungkinkan pengemasan selama setahun dan
menghindarkan kebutuhan untuk menduga keperluan ukuran kemasan yang
berbeda-beda selama satu tahun penuh.
12. injury terjadi karena kepekaan bahan terhadap suhu rendah&daya tahan
dinding sel
13. Kerusakan sel juga mungkin terjadi akibat pendinginan. Hal ini diakibatkan
gerakan kristal es atau kondisi osmotik sel. Produk daging tidak mengalami
kerusakan sebesar produk buah-buahan dan sayuran karena struktur fibrous
yang dimiliki daging lebih elastis dibandingkan struktur buah dan sayur
yang cenderung kaku

40
3.2. Saran
1. Untuk pengajar
Diharapkan kepadapengajar agar dapat memberikan masukan serta
evaluasi terhadap apa yang teah dipresentasikan oleh mahasiswa.
2. Untuk mahasiswa
Diharapkan kepada seluruh mahasiswa berperan aktif baik sebelum
maupun saat presentasi.

41
DAFTAR PUSTAKA

Bender,A.E.1978.food Processing and NutritionI.(Academic, London)


Buckle, K.A. et al. 2009.Ilmu Pangan. Hari Purnomo Adiono, penerjemah. Jakarta:
UI-Press. Terjemahan dari : Food Science.
Desrosier N. W, Desrosier J. W. 1982.The Technology of Food Preservation, Edisi
Keempat. Westport, CN: AVIPub Co.
Desrosier, N.W., 1988. Teknologi Pengawetan Pangan; Penerjemah Muchji
Muljohadjo, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
Dickerson R. W., Jr. 1968. “Thermal properties of foods.” dalam: The Freezing
Preservation of Foods, (Tressler D. K., Van Arsdel W. B., dan Kopley M. J.,
eds), pp 26–51. Westport, CN: The AVI Publishing Co.
Fennema D., Powrie W. D., dan Marth E. H. 1973. Low temperature preservation of
foods and living matter. New York: Marcel Dekker Inc.
Harris,R.S., E. Karmas.1975. Nutritional Evaluation of Food Processing (2nd Edn).
(Westport,AVI)
Kalichevsky M. T., Knorr D., dan Lillford P. J. 1995. “Potential food applications of
high pressure effects on ice water transitions.” Trends in Food Science and
Technology, 6: 253–258.
Rohanh, Ainun. 2002. Pembekuan. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,
Sumatera Utara.
Sutanto, Mien. 2009. Inovasi Pangan Beku Siap Saji. Kulinologi, Edisi April
Vol.1:03. Bogor : PT Media Pangan Indonesia.
Syamsir, Elvira.2010. Prinsip Pembekuan (Freezing) Pangan.(terhubung berkala).
http://id.shvoong.com/exact-science/ (17 Desember 2010).

42

Anda mungkin juga menyukai