Anda di halaman 1dari 24

RESUME

KEGIATAN PENDUKUNG
BIMBINGAN DAN KONSELING

“Diajukan untuk memenuhi mata kuliah Bimbingan dan Konseling”

Dosen Pembimbing
Drs. Yusri, M.Pd, Kons

OLEH
Rhama Fadilla Zainal
17053101

JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2020
KEGIATAN PENDUKUNG BK

Kegiatan pendukung pada umumnya tidak ditujukan secara langsung

untuk memecahkan atau mengentaskan masalah klien melainkan untuk

memungkinkan di perolehnya data dan keterangan lain serta kemudahan-

kemudahan atau komitmen yang akan membantu kelancaran dan keberhasilan

kegiatan layanan terhadap klien. Kegiatan pendukung ini umumnya dilaksanakan

tanpa kontak langsung dengan sasaran layanan ( Hallen, 2000:89 ).

Memang benar bahwa alat dan kelengkapan yang paling handal dimiliki

konselor untuk menjalankan tugas-tugas pelayanan ialah mulut dan berbagai

keterampilan berkomunikasi, baik verbal maupun non verbal ( Prayitno dan

Erman Amti, 2004:315 ). Namun, mengingat apa yang menjadi isi komunikasi itu

menjangkau wawasan yang sedemikian luas dan multidimensional serta harus

sesuai dengan data dan kenyataan yang berkenaan dengan objek-objek yang

dibicarakan, maka konselor perlu diperlengkapi dengan berbagai data, keterangan

dan informasi, terutama tentang klien dan lingkungannya.

Kegiatan pendukung dan bimbingan konseling meliputi kegiatan pokok

aplikasi instrumentasi dan bimbingan konseling, himpunan data, konferensi kasus,

kunjungan rumah, dan alih tangan kasus.Semua jenis kegiatan pendukung

dilaksanakan secara langsung, dikaitkan pada keempat bidang bimbingan, serta

disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan klien. Hasil kegiatan pendukung

dipakai untuk memperkuat satu atau beberapa jenis layananbimbingan dan

konseling ( Prayitno, 1997:95 ).

A. Aplikasi Instrumentasi Bimbingan dan Konseling


Aplikasi instrumentasi bimbingan dan koseling, yaitu kegiatan pendukung

bimbingan dan koseling untuk mengumpulkan data dan keterangan tentang

peserta didik (klien/konseli), keterangan tentang lingkunan peserta didik

(konseli) dan lingkungan yang lebih luas.Pengumplan data ini dapat dilakukan

dengan berbagai instrument, baik tes maupun non tes.

Aplikasi Instrumentasi adalah  upaya pegungkapan melalui pengukuran

dengan memakai alat ukur atau instrument tertentu. Hasil aplikasi ditafsirkan,

disikapi dan digunakan untuk memberikan perlakuan terhadap klien dalam 

bentuk layanan konseling.

Aplikasi instrumentasi bimbingan dan konseling bertujuan untuk

mengumpulkan data dan keterangan tentang peserta didik/konseli ( baik

individual maupun kelompok ), keterangan tentang lingkungan peserta didik,

dan lingkungan yang lebih luas. Pengumpulan data dan keterangan ini dapat

dilakukan dengan berbagai instrument, baik tes maupun non tes.

Hasil pengumpulan data itu dipakai dalam kegiatan layanan bimbing dan

konseling sebagaimana yang telah disebutkan dalam pembahasan sebelumnya.

Fungsi utama bimbingan dan konseling yang di embankan oleh kegiatan

penunjang aplikasi instrumentasi ialah fungsi pemahaman.

Materi umum aplikasi instrumentasi yaitu berupa data dan keterangan

yang dikumpulkan melalui aplikasi instrumentasi pada umumnya, meliputi:

1. Kebisaan dan sikap dalam beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang

Maha Esa.

2. Kemmpuan dan kondisi mental dan fisik klien.


3. Kemampuan dan pengenalan lingkungan dan hubungan social.

4. Sikap, kebiasaan, keterampilan dan kemampuan belajar.

5. Informasi karir dan pendidikan.

6. Kondisi keluarga dan lingkungan ( prayitno, 1997:95 )

Ada beberapa pertimbangan yang perlu mndapat perhatian para konselor

dalam penerapan aplikasi instrumentasi bimbingan dan konseling, antara lain

adalah:

1. Instrumentasi yang dipakai harus sahih dan terandalkan.

2. Pemakai instrument (dalam hal ini konselor) bertanggung jawab atas

pemilihan instrument yang akan dipakai (misalnya tes), monitoring

pengaminidtrasiannya dan skoring, penginterprestasian skor dan

penggunaan sebagai sumber informasi bagi pengambilan keputusan

tertentu.

3. Pemakaian instrument, harus disiapkan secara matang bukan hanya

persiapan instrument saja, tetapi persiapan instrument yang akan

mengambil tes.

4. Tes atau instrument apapun hanya merupakan salah satu sumber dalam

rangka memahami individu secara lebih luas dan mendalam.

5. Ada dan dipergunakannya berbagai instrumentlainnya bukanlah syarat

mutlak bagi pelaksanaan pelayanan bimbingan konseling.

Pemahaman tentang diri klien, tentang masalah klien, dan tentang

lingkungan yang lebih luas dapat dicapai dengan berbagai cara. Wawancara

dan dialog yang mendalam biasanya merupakan cara yang efektif untuk
mengembangkan pemahaman tentang diri klien dan masalahnya itu. Dalam

kaitan itu konselor perlu memiliki wawasan dan keterampilan yang memadai

dalam penggunaan berbagai instrument tersebut.

Instrumentasi bimbingan dan konseling memang merupakan salah satu

sarana yang perlu dikembangkan agar pelayanan bimbingan dan koseling

terlaksana secara lebih cermat dan berdasarkan data empiric.

Penyelenggaraan aplikasi instrumentasi bimbingan dan konseling meliputi

digunakan dan dikembangkannya berbagai instrument, baik tes mupun non

tes.

1. Instrument Tes

Tes merupakan prosedur untuk mengungkapkan tingkah laku

seseorang dan menggambarkan dalam bentuk skala angka atau klasifikasi

tertentu.Dalam bentuk nyata tes berbentuk serangkaian pertanyaan yang

harus dijawab atau dikerjakan oleh orang yang di tes.

Secara umum kegunaan berbagai tes itu ialah membantu konselor dalam:

a. Memperoleh dasar-dasar pertimbangan berkenaan dengan berbagai

masalah pada individu yang di tes, seperti masalah penyesuaian

dengan lingkungan, masalah prestasi atau hasil belajar, masalah

penempatan atau penyaluran.

b. Memahami sebab-sebab terjadinya masalah diri individu.

c. Mengenali individu (misalnya disekolah) yang memiliki kemampuan

yang sangat tinggi atau sangat rendah yang memerlukan bantuan

khusus.
d. Memperoleh gambaran tentang kecakapan, kemampuan, atau

keterampilan seorang individu dalam bidang tertentu.

Berbagai hal yang dipeloleh konselor dari hasil tes dapat

digunakan untuk menetapkan jenis layanan yang perlu diberikan kepada

individu yang dimaksudkan.

2. Instrument Non Tes

Instrument non tes meliputi berbagai prosedur, seperti pengamatan,

wawancara, catatan anecdote, angket, sosiometri, dan inventori yang

dibekukan (Prayitno dan Erman Amti, 2004:319).

Agar diperoleh hasil yang terandalkan, pengamatan dan wawancara

dilakukan dengan mempergunakan pedoman pengamatan dan pedoman

wawancara.Catata anekdot merupakan hasil pengamatan, khususnya

tentang tingkah laku yang tak biasa atau khusus yang perlu mendapatkan

perhatian tersendiri.Angket dan daftar isian dipergunakan untuk

mengungkapkan berbagai hal, biasanya tentang diri individu, oleh individu

sendiri.Sosiometri untuk melihat dan memberikan gambaran tentang pola

hubungan sosial diantara individu-individu dan kelompok. Sedangkan

melalui inventori yang dibakukan akan dapat diungkapkan berbagai hal

yang biasanya merupakan pokok pebahasan dalam rangka pelayanan

bimbingan dan konseling secara lebih luas.

B. Himpunan Data

Penyelenggaraan himpunan data, yaitu kegiatan pendukung bimbingan dan

konseling untuk menghimpun seluruh data dan keterangan yang relevan


dengan keperluan pengembangan peserta didik (klien/konseli).Himpunan data

perlu diselenggarakan secara berkelanjutan, sistematik, komprehensif, terpadu

dan sifatnya tertutup.Penyelenggaraan himpunan data bermaksud

menghimpun seluruh data dan keterangan yang relevan dengan keperluan

pengembangan siswa dalam berbagai aspeknya. Data yang terhimpun

merupakan hasil dari upaya aplikasi instrumentasi, dan apa yang menjadi hasil

himpunan data dimanfaatkan sebesar-besarnya dalam kegiatan layanan

bimbingan.

Materi umum himpunan data diantaranya sebagai berikut:

1. Identitas siswa (klien) dan keluarga.

2. Hasil aplikasi instrumentasi.

3. Hasil belajar, karya tulis, dan rekaman kemampuan siswa.

4. Catatan anekdot.

5. Informasi pendidikan dan jabatan.

6. Laporan dan catatan khusus.

Fungsi utama bimbingan yang didukung oleh penyelenggaraan himpunan

data ialah fungsi pemahaman.Hasil aplikasi instrumentasi pada umumnya

menjadi yang dianggap penting dalam himpunan data.Himpunan data juga

dapat meliputi hasil wawancara, konferensi kasus, kunjungan rumah, analisis

hasil belajar, pengamatan dan hasil upaya pengumpulan bahan lainnya yang

dianggap relevan dengan pelayanan bantuan terhadap siswa. Keseluruhan data

yang dikumpulkan itu dapat dikelompokkan menjadi:

1. Data pribadi, adalah menyangkut diri masing-masing siswa secara


perorangan. Himpunan data pribadi dilakukan terpisah untuk setiap siswa,

karena himpunan data pribadi bersifat berkelanjutan, maka harus ada kera

sama antar guru kelas.Himpunan data pribadi siswa memang perlu lengkap

dan menyeluruh, tetapi harus tetap sederhana, ringkas, dan bersifat

sepenuhnya. Himpunan data pribadi sering juga disebut Cumulative

Record.

2. Data kelompok, adalah menyangkut aspek tertentu dari sekelompok siswa,

seperti gambaran menyeluruh hasil beljar siswa stu kelas, hasil sosiometri,

laporan penyelenggaraan dan hasil diskusi atau belajar kelompok,

penyelenggaraan dan isi bimbingan, dan konseling kelompok.

3. Data umum, adalah tidak secara langsung menyangkut diri siswa baik

secara pribadi (perorangan)ataupun kelompok. Data ini berasal dari luar

diri siswa, seperti informasi pendidikan dan jabatan serta informasi

lingkungan fisik social dan budaya. Data ini biasanya dihimpun dalam

bentuk tersendiri, contohnya bentuk buku, kumpulan tentang informasi

pendidikan, informasi jabatan, informasi sisial budaya ( Prayitno, 1997:99-

100).

Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam rangka

penyelenggaraan himpunan data dan pemanfaatannya secara optimal:

1. Materi himpunan data yang baik (akurat dan lengkap) sangat berguna

untuk memberikan gambaran yang tepat untuk individu.

2. Data tentang individu selalu bertambah, berubah, berkembang, dan

dinamis. Oleh karea itu data tentang siswa perlu di perbarui.


3. Data yang terkumpul disusun dalam format-format yang teratur rapi

menurut system tertentu.

4. Data dalam himpunan data itu pada dasarnya bersifat rahasia.

5. Mengingat bahwa data yang di kumpulkan cukup banyak, harus pula

ditambah dan dikurangisesuai dengan perkembangan, lagi pula

pengeluaran data dan pemasukannya kembali memakan waktu yang

cukup banyak, konselor sering terjebak oleh pekerjaan rutin

penyelenggaraan himpunan data itu.

Berbagai hal yang termuat didalam himpunan data meliputi pokok-pokok

data/keterangan tentang berbagai hal sebagaimana yang menjadi isi dari

aplikasi instrumentasi tersebut diatas.Selain itu, himpunan data juga memuat

karya tulis atau rekaman kemampuan siswa, catatan anekdot, laporan khusus,

dan informasi pendidikan dan jabatan.

C. Kunjungan Rumah

Kunjungan rumah, yaitu kegiatan pendukung bimbingan dan konseling

untuk memperoleh data, keterangan, kemudahan dan komitmen bagi

terentaskannya permasalahan peserta didik (klien/konseli) melalui kunjungan

kerumahnya. Kegiatan ini memerlukan kerja sama yang penuh dari orang tua

dan anggota keluarga lainnya.

Penanganan permasalahan siswa sering kali memerlukan pemahaman yang

lebih jauh tentang suasana rumah atau keluarga siswa.Untuk itu perlu

dilakukan kunjungan rumah. Kunjungan rumah tidak perlu dilakukan untuk

seluruh siswa; hanya untuk siswa yang permasalahannya menyangkut dengan


kadar yang cukup kuat peranan ruah atau orang tua sajalah yang memerlukan

kunjungan rumah. Lebih jauh, data atau keterangan tentang rumah orang tua

boleh jadi juga tidak perlu diperoleh melalui kunjungan rumah oleh

konselor.Cara yang lebih praktis untuk memperoleh data yang dikehendaki

itu, selain melalui wawancara secara langsung dengan siswa yang

bersangkutan, ialah melalui wawancara dengan orang tua yang dipanggil

datang kesekolah.

Kegiatan kunjungan rumah, dan juga pemanggilan orang tua ke sekolah,

setidak-tidaknya memiliki tiga tujuan utama, yaitu:

1. Memperoleh data tambahan tentang permasalahan klien (siswa) khususnya

yang bersangkut-paut dengan keadaan rumah, atau orang tua.

2. Menyampaikan kepada orang tua tentang permasalahan anaknya.

3. Membangun komitmen terhadap orang tua terhadap penangan masalah

anaknya.

Materi umum kunjungan rumah, akan diperoleh berbagai data dan

keterangan tentang berbagai hal yang besar, kemungkinan ada sangkut

pautnya dengan permasalahan siswa atau klien.

Data atau keterangan ini meliputi:

1. Kondisi rumah tangga dan orang tua.

2. Fasilitas belajar yang ada dirumah.

3. Hubungan antara keluarga.

4. Sikap atau kebiasaan siswa dirumah.

5. Berbagai pendapat orang tua dan anggota keluarga inti lainnya terhadap
siswa atau klien.

6. Komitmen orang tua dan anggota keluarga lainnya dalam perkembangan

dan pengentasan masalah siswa atau klien (Prayitno, 1997:103)

Pelaksanaan kunjungan rumah memerlukan perencanaan dan persiapan

yang matang dari guru pembimbing dan memerlukan kerja sama yang baik

dari pihak orang tua serta atas persetujuan kepala sekolah. Fungsi utama yang

ditopang oleh kegiatan kunjungan rumah ialah fungsi pemahaman (Dewa ketut

sukardi, 2002: 237)

D. Konferensi Kasus

Konferensi kasus, yaitu kegiatan pendukung bimbingan dan konseling

untuk membahas permasalahan yang dialami oleh peserta didik (klien) dalam

suatu forum pertemuan yang dihadiri oleh berbagai pihak yang diharapkan

dapat memberikan bahan, keterangan kemudahan,dan komitmen bagi

terentaskannya permasalahan tersebut. Pertemuan dalam rangka konferensi

kasus bersifat terbatas dan tertutup.Dalam konferensi kasus secara spesifik

dibahas permasalahan yang dialami oleh siswa tertentu dalam suatu forum

diskusi yang dihadiri oleh pihak-pihak terkait (seperti guru

pembimbing/konselor, wali kelas, guru mata pelajaran/praktik, kepala sekolah,

orang tua, dan tenaga ahli lainya) yang diharapkan dapat memberikan data dan

keterangan lebih lanjut serta kemudahan-kemudahan bagi teretasnya

permasalahan tersebut.

Pembahasan masalah dalam konferensi kasus juga menyangkut upaya


pengentasan masalah dan peranan masing-masing pihak dalam upaya yang di

maksud itu.Dengan demikian, fungsi utama yang diemban oleh konferensi

kasus ialah fungsi pemahaman dan pengentasan.

Tujuan konferensi kasus diantaranya sebagai berikut:

Secara umum tujuan dari konferensi kasus ialah mencari interpretasi yang

tepat dan tindakan-tindakan yang konkret yang dapat diambil. Atau dengan

kata lain konferensi kasus bertujuan untuk mendapat gambaran yang lebih

tepat mengenai diri kasus dengan maksud untuk memberikan pertolongan

kepada kasus tersebut dalam memecahkan masalahnya.

1. Diperolehnya gambaran yang lebih jelas, mendalam dan menyeluruh

tentang permasalahan klien. Gambaran yang diperoleh lengkap dan saling

sangkut paut data atau keterangan yang satu dengan yang lainya.

2. Terkomunikasinya sejumlah aspek permasalahan kepada pihak-pihak yang

berkepentingan dan yang bersangkutan, sehingga penanganan masalah itu

menjadi lebih mudah dan tuntas.

3. Terkoordinasinya penanganan masalah yang dimaksud sehingga upaya

menanganan itu lebih efektif dan efisien.

Peserta konferensi kasus, konferensi kasus dipimpin oleh ahli bimbingan

yang secara langsung mengenai kasus tersebut. Peserta lain yang ikut terlibat

didalamnya adalah personel yang ada sangkut pautnya dengan permasalahan

yang di hadapi seperti kepala sekolah, guru-guru bidang studi, wali kelas,

petugas kesehatan (tim medis) dan lain-lainnya

Kasifikasi masalah konferensi kasus, masalah yang akan menjadi titik


pusat pembahasan dalam konferensi kasus adalah kasus yang telah

dipersiapkan dan diajukan oleh peserta konferensi kasus. Klasifikasi masalah

siswa yang dapat diajukan dalam pembahasan konferensi kasus salah satu atau

beberapa masalah yang dihadapi siswa di bawah ini:

1. Masalah belajar, yang antara lain berkenan dengan:

a. Kebiasaan belajar yang kurang efektif

b. Kemampuan belajar yang kurang memadai

c. Kesiapsiagaan belajar yang kurang memadai

d. Kondisi lingkungan belajar yang kurang menguntungkan

2. Masalah social pribadi diantaranya:

a. Kekurangharmonisan hubungan antar teman

b. Kekurangserasian hubungan dengan orang tua

c. Kekurangserasian hubungan dengan guru

d. Gambaran diri yang kurang tepat

e. Kebiasaan hidup yang kurang tepat

f. Kenakalan remaja

g. Gangguan psikis

3. Masalah kelanjutan studi dan pemilihan pekerjaan

a. Pemilihan jurusan yang tepat

b. Pengenalan bakat tertentu yang kurang tepat

c. Pengenalan jenis pekerjaan yang kurang memedai

d. Pengenalan sekolah sambungan dan perguruan tinggi yang kurang

memadai
e. Penyaluran bakat dan minat yang kurang memadai

Konferensi kasus dapat ditempuh melalui langkah-langkah sebagai berikut:

1. Kepala sekolah atau Koordinator BK/Konselor mengundang para peserta

konferensi kasus, baik atas insiatif guru, wali kelas atau konselor itu

sendiri. Mereka yang diundang adalah orang-orang yang memiliki

pengaruh kuat atas permasalahan dihadapi siswa (konseli) dan mereka

yang dipandang memiliki keahlian tertentu terkait dengan permasalahan

yang dihadapi siswa (konseli), seperti: orang tua, wakil kepala sekolah,

guru tertentu yang memiliki kepentingan dengan masalah siswa (konseli),

wali kelas, dan bila perlu dapat menghadirkan ahli dari luar yang

berkepentingan dengan masalah siswa (konseli), seperti: psikolog, dokter,

polisi, dan ahli lain yang terkait.

2. Pada saat awal pertemuan konferensi kasus, kepala sekolah atau konselor

membuka acara pertemuan dengan menyampaikan maksud dan tujuan

dilaksanakan konferensi kasus dan permintaan komitmen dari para peserta

untuk membantu mengentaskan masalah yang dihadapi siswa (konseli),

serta menyampaikan pentingnya pemenuhan asas–asas dalam bimbingan

dan konseling, khususnya asas kerahasiaan.

3. Guru atau konselor menampilkan dan mendekripsikan permasalahan yang

dihadapi siswa (konseli). Dalam mendekripsikan masalah siswa (konseli),

seyogyanya terlebih dahulu disampaikan tentang hal-hal positif dari siswa

(konseli), misalkan tentang potensi, sikap, dan perilaku positif yang

dimiliki siswa (konseli), sehingga para peserta bisa melihat hal-hal positif
dari siswa (konseli) yang bersangkutan. Selanjutnya, disampaikan

berbagai gejala dan permasalahan siswa (konseli) dan data/informasi

lainnya tentang siswa (konseli) yang sudah

terindentifikasi/terinventarisasi, serta upaya-upaya pengentasan yang telah

dilakukan sebelumnya.

4. Setelah pemaparan masalah siswa (konseli), selanjutnya para peserta lain

mendiskusikan dan dimintai tanggapan, masukan, dan konstribusi

persetujuan atau penerimaan tugas dan peran masing-masing dalam rangka

pengentasan/remedial atas masalah yang dihadapi siswa (konseli)

5. Setelah berdiskusi atau mungkin juga berdebat, maka selanjutnya

konferensi menyimpulkan beberapa rekomendas/keputusan berupa

alternatif-alternatif untuk dipertimbangkan oleh konselor, para peserta, dan

siswa (konseli) yang bersangkutan, untuk mengambil langkah-langkah

penting berikutnya dalam rangka pengentasan masalah siswa (konseli).

Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai itu, maka pihak-pihak yang di

undang dan diminta berpartisipasi secara aktif dan langsung dalam konferensi

itu ialah, pertama mereka yang berperanan sangat menentukan bagi siswa

yang bermasalah seperti orang tua/ wali dan guru), kedua pihak yang

diharapkan dapat memberi keterangan ataupun masukan berkenaan dengan

permasalahan di atas, dan ketiga pihak-ppihak lain yang di harapkan dapat

ikut memberikan kemudahan bagi penangan masalah siswa. Dengan demikian

tampak bahwa para peserta konferensi kasus sangat mungkin bersal dari latar

belakang yang berbeda beda, dengan wawasan yang berbeda dan menghadiri
konferensi itu dengan persepsi awal dan tujuan yang berbeda pula.

Materi pokok yang dibicarakan dalam konferensi kasus ialah segenap hal

yang menyangkut permasalahan (kasus) yang dialami oleh siswa yang

bersangkutan.Permasalahan itu didalami dan dianalisis berbagai seginya, baik

perincian masalahnya, sebab-sebab, dan sangkut paut antara berbagai hal yang

ada didalamnya, maupun berbagai kemungkinan pemecahannya serta factor-

faktor penunjangnya. Dikehendaki pula, melalui konferensi kasus itu akan

dapat terbina kerja sama yang harmonis diantara para peserta pertemuan

dalam mengatasi masalah yang dialami oleh siswa.

Kasus yang telah ditetapkan oleh konselor/guru pembimbing ada yang bisa

dipecahkan secara tuntas dengan hanya melalui penanganan konselor sekolah,

tetapi banyak pula kasus-kasus yang belum bisa ditangani sendiri yang sangat

memerlukan campur tangan dari personil lain: bantuan pemecahan masalah

terhadap kasus tersebut akan ditangani secara team: tekhnik-tekhnik bantuan

yang akan diberikan dibicarakan dalam satu pertemuan yang disebut

dengan konferensi kasus atau case conference.

Kesimpulan-kesimpulan konferensi kasus, setelah semua data dapat

dikumpulkan maka langkah selanjutnya adalah menganalisis data tersebut

seacar komprehensif, sehingga dapat diputuskan suatu rekomendasi, tentang

tekhnik bantuan pemecahan masalah yang diberikan.

Kesimpulan-kesimpulan konferensi kasus dapat dicatat dalam format

konferensi kasus.Dalam satu kali pertemuan, mungkin belum diputuskan suatu

rekomendasi.Oleh karena itu, perlu diadakan pertemuan berikutnya sesuai


dengan wktu yang telah disepakati bersama antara peserta konferensi kasus.

Penyelenggaraan konferensi kasus: tak semua masalah siswa perlu

dikonferensikasuskan. Guru kelas sebagai penyelenggaraan pertama

menjelaskan tujuan konferensi kasus dan menguraikan secara garis besar

kasus yan hendak dibicaraan itu. Isi pembicaraan konferensi kasus sama sekali

tidak bolh dibocorkan atau dibicarakan di tempat lain. Hasil yang diharapkan

dari konferensi kasus yang sukses ialah apabila konselor memperoleh data

atau keterangan tambahan yang amat berarti bagi pemecahan masalah siswa,

dan terbangun komitmen seluruh peserta pertemuan untuk menyokong upaya

pengentasan masalah klien (siswa)(prayitno, 1997:101-102)

E. Tampilan Kepustakaan

Tampilan kepustakaan yaitu kegiatan menyediakan berbagai bahan

pustaka yang dapat digunakan peserta didik dalam pengembangan pribadi,

kemampuan sosial, kegiatan belajar, dan karir atau jabatan.

Kegiatan pendukung tampilan kepustakaan membantu klien dalam

memperkaya dan memperkuat diri berkenaan dengan permasalahan yang

dialami dan dibahas bersama konselor pada khususnya, dan dalam

pengembangan diri pada umumnya. Pemanfaatan tampilan kepustakaan

diarahkan oleh konselor dalam rangka pelaksanaan pelayanaan dan atau klien

secara mandiri mengunjungi perpustakaan untuk mencari dan memanfaatkan

sendiri bahan-bahan yang ada di perpustakaan sesuai dengan keperlua.

Tampilan kepustakaan merupakan kondisi sangat memungkinkan klien

memperkuat dan memperkaya diri dengan atau tanpa bantuan konselor.


F. Alih Tangan Kasus

Alih tangan kasus, yaitu kegiatan pendukung bimbingan dan konseling

untuk mendapatkan penanganan yang lebih tepat dan tuntas atas masalah yang

dialami peserta didik (klien/konseli) dengan memindahkan penanganan kasus

dari satu pihak kepihak lainnya. Kegiatan ini memerlukan kerja sama yang

erat dan mantap antara berbagai pihak yang dapat memberikan bantuan atas

penanganan masalah tersebut (terutama kerja sama dari ahli lain tempat kasus

itu dialihtangankan)

Di sekolah alih tangan kasus dapat diartikan bahwa guru mata

pelajaran/praktik, wali kelas, dan/atau sekolah lainya, atau orang tua

mengalihtangankan siswa yang bermasalah kepada guru

pembimbing.Sebaliknya bila guru pembimbing menemukan siswa bermasalah

dalam bidag pemahaman/penguasaan materi pelajaran/latihan secara khusus

dapat menglihtangankan siswa tersebut kepada guru mata pelajaran/praktik

untuk dapat mendapat pengajaran atau latihan perbaikan dan program

pengayaan. Guru pembimbing atau guru kelas juga dapat mengalihtangankan

permassalahan siswa kepada ahli-ahli yang relevan, seperti dokter, psikiater,

ahli agama, dan lain-lain.

Alih tangan kasus bertujuan untuk mendapatkan penanganan yang lebih

baik, tepat, dan tuntas atas masalah yang dialami siswa dengan jalan

memindahkan penanganan kaasus dari satu pihak kepada pihak yang lebih

ahli. Atau dengan kata lain tujuan dari alih tangan kasus ialah layanan alih

tangan bertujuan untuk membantu melimpahkan siswa yang mengadapi


masalah tertentu kepada petugas didalam sekolah sendiri atau lembaga

pelayanan alih tangan kasus (rujukan) di luar sekolah disebabkan karena

keterbatasan kemampuan dan wewenang yang dimilikinya maupun karena

keterbatasan sumber manusiawi dan alat.

Materi pokok kasus yang dialihtangankan pada dasarnya sama dengan

keseluruhan kasus yang dialami oleh siswa yang bersangkutan. Secara khusus,

materi yang dialihtangankan ialah bagian dari permasalahan yang belum

tuntas ditangani oleh guru pembimbing (konselor). Materi khusus itu perlu di

alihtangankan karena guru pembimbing (konselor) tidak secara khusus

membidangi materi itu atau dengan kata lain, materi tersebut diluar bidang

keahlian ataupun wewenang guru pembimbing (konselor).

Lembaga-lembaga alih tangan kasus (rujukan), antara lain yaitu:

1. Rumah sakit, puskesmas, atau dokter praktek umum.

2. Lembaga pelayanan psikologis.

3. Lembaga kepolisian.

4. Lembaga-lembaga penyelenggara tes.

5. Lembaga penempatan tenaga.

Untuk melakukan pelayanan alih tangan kasus (rujukan), berikut ini adalah

syarat-syarat pelayanan alih tangan kasus antara lain, yaitu:

1. Alih tangan kasus harus disertai dengan data yang lengkap berkaitan

dengan masalah yang hadapi siswa (konseli) bersangkutan.

2. Alih tangan kasus (rujukan) harus diberikan surat pengantar atau

rekomendasiyang menjelaskan tujuan alih tangan kasus (rujukan) itu.


3. Alih tangan kasus (rujkan) harus disetujui oleh individu siswa

(klien/konseli) yang bersangkuan.

4. Pelayanan alih tangan kasus (rujukan) itu harus tetap menjadi tanggung

jawab sekolah.

5. Pihak yang dialihtangan atau dirujuk harus diminta untuk menyampaikan

laporan terinci mengenai hasil upaya alih tangan atau rujukan itu kepada

sekolah.

Proses pelayanan alih tangan kasus (rujukan) bisa dilakukan dengan

langkah-langkah sebagai berikut (Depdikbud,1981 dan Dewa Ketut

Sukardi,1988) adalah sebagai berikut:

1. Alih tangan kasus dapat dimulai dengan inisiatif pihak tertentu yang

menemukan siswa (klien/konseli) yang memiliki kesulitan dan tidak dapat

dipecahkan oleh petugas itu sendiri.

2. Wali kelas ini memperkirakan kesulitan macam apa yang dihadapi siswa.

Dalam hal ini misalnya kesulitan psikologis.

3. Wali kelas mengajukan alih tangan atau rujukan ini kepada kepala sekolah

sebagai penanggung jawab puncak dalam program bimbingan dan

konseling.

4. Kepala sekolah menunjuk terlebih dahulu diadakan pemeriksaan kesehatan

fisik. Dalam hal ini misalnya perawat sekolah.

5. Siswa tersebut bersama dengan hasil pemeriksaan ditujukan atau dirujuk

kepada konselor.

6. Apabila konselor tidak bisa menangani sendiri, siswa tersebut dirujuk


kepada ahli psikologi/psikolog untuk diperiksa, apakah siswa tersebut

memerlukan penanganan dalam suatu pembahasan kasus atau pelayanan

testing dan dalam hal apa.

7. Apabila hasil pemeriksaan psikolog menunjukkan bahwa sebenarnya

siswa tersebut tidak memerllukan pembahasan kasus dan tidak

memerlukan layanan testing, maka psikolog tersebut memberikan

rekomondasi tentang status siswa tersebut sebagai balikan kepada sekolah,

misalnya siswa tersebut membutuhkan perlakuan lemah lebut dari pihak

guru dan sebagainya. Maka pelayanan alih tangan kasus hanya berhenti

sampai disini.

8. Apabila hasil pemeriksaan itu ternyata bahwa siswa (klien) tersebut tidak

memerlukan pembahasan kasus, tetapi membutuhkan pelayanan testing,

maka siswa tersebut dialih tangankan kepada lembaga penyelenggara tes

untuk dilengkapi dengan data dari wawancara dengan orang tua pihak lain

yang dibutuhkan. Berdasarkan hasil testing dan hasil wawancara itu

diisusunlah rekomondasi untuk dikembalikan kepada sekolah, maka

ruujukkan berakhir sampai disin.

9. Apabila hasil pemeriksaan psikolog ternyata bahwa siswa (klien) itu

memerlukan pembahasan yang kleboh luas dengan berbagai pihak, maka

diselenggaraan pembahasan kasus yang melibatkan berbagai pihak yang

berkepentingan, miisalnya guru, kepala sekolah, psikologi, konselor dan

pihak lain yang diperlukan.

10. Dari hasil pembahasan kasus diberikan rekomondasi sesuai dengan status
siswa tersebut. Misalnya serangkaian pelayanan testing dan pembahasaan

berulang- ulang sampai masalahnya dapat diselesaikan.

Kriteria penilaian keberhasilan pelayanan alih tangan kasus antara lain sebagai

berikut :

1. Jika pelimpahan kasus kepada guru di dalam sekolah sendiri atau kepada

lembaga pelayanan alih tangan kasus atau rujukkan telah disertai dengan

data/informasi kasus yang diperlukan.

2. Jika alih tangan kasus dapat diakhiri dengan pemecahan masalah kasus dan

diberikan rekomondasi entag masalah kasus pada sumber alih tangan kasus.

Kegiatan alih tangan kasus meliputi dua jalur, yaitu jalur kepada konselor dan

jalur dari konselor. Jalur kepada konselor, dalam arti konselor menerima kiriman

klien dari pihak – piha lain, seperti: orang tua, kepala sekolah, guru, pihak lain

(dokter, psikiater, dan psikolog). Sedang jalur dari konselor, dalam arti konselor

mengirimkan klien yang belum tuntas ditangani kepada ahli – ahli lain, seperti:

konselor yang lebih senior, konselor yang memmbidangi psesialisasi, ahli – ahli

lain (guru bidang studi, psikologi, psikiater dan dokter). Konselor menerima klien

dari pihak lain daengan harapan klien itu dapat ditangani sesuai dengan

permasalahan yang ia hadapi. Disisi lain konselor mengalih tangani klien kepada

pihak lain apabila masalahan yang dihadapi klien memang diluar wewenang

konselor untuk menanganinya, atau setelah konselor berusaha sekuat tenanga

memeberikan bantuan, namun permasalahan klien tersebut belum berhasil

ditangani secara tuntas.

PERTANYAAN
1. Jelaskan contoh kasus yang dapat menggunakan teknik kelompok nonformal,

pendekatan normatif dan pembicaraan terfokus!

2. Bagaimana cara memahami kondisi klien seperti potensi dasarnya pada

aplikasi instrumen?

3. Bagaimana solusinya jika menurut konselor ada anak yang butuh bimbingan

tapi anak tersebut menolak bimbingan dari konselor?

4. Seberapa efektifkah ahli kasus itu digunakan?

5. Berikan contoh bagaimana masalah yang sebaiknya bisa ditangani dengan

jalan konferensi kasus!

DAFTAR PUSTAKA

Prayitno, Amti Erman.2004. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta. PT


Rineka Cipta.
Prayitno. 2012. Jenis Layanan dan Kegiatan Pendukung Bimbingan Konseling.

Padang. FIP UNP.

Anda mungkin juga menyukai