Gaya kepemimpinan otokrasi adalah gaya yang memusatkan diri pada atasan.
seluruh keputusan diambil berdasarkan pertimbangan pemimpin itu sendiri.
Sementara bawahan dituntut untuk menjalankan keputusan tersebut baik suka
ataupun tidak suka.
Peran bawahan dalam pengambilan keputusan terbatas atau bahkan tidak ada.
Atasan akan menentukan lewat komunikasi satu arah, apa yang seharusnya
dilakukan, bagaimana caranya, kapan waktunya hingga seperti apa tugas
dikerjakan.
Gaya otokratis ditandai dengan banyaknya perintah atau petunjuk yang diberikan
atasan. gaya kepemimpinan ini membutuhkan kepatuhan total bawahannya
untuk menjalankan prosedur- prosedur yang telah dibuat.
3. Gaya Kepemimpinan Instruktif
Gaya kepemimpinan instruktif adalah gaya yang menekankan instruksi atau
pengarahan langsung dari atasan pada bawahan (-bawahan baru). Biasanya
sifat instruksi atau pengarahan itu sendiri sangat spesifik. Seperti tugas apa yang
harus dilakukan, bagaimana hingga kapan harus dilakukan.
Kadar supportifnya juga rendah sehingga dianggap tidak efektif untuk menggali
potensi sumber daya manusia dari bawahan. Bahkan gaya kepemimpinan yang
satu ini bisa membuat kualitas pegawai lebih rendah.
Tujuan gaya kepemimpinan delegatif ini adalah untuk melatih anak buah dalam
menyelesaikan persoalannya sendiri dalam sebuah organisasi hingga
perusahaan tanpa harus melibatkan peran atasan lebih banyak.
Banyak atasan menggunakan gaya kepemimpinan yag satu ini tidak hanya
dalam rangka membuat operasional perusahaan berjalan dengan baik. Namun
banyak atasan mempertimbangkan untuk menggunakan gaya kepemimpinan
delegatif ini dalam rangka memaksimal potensi bawahan.
Ketaatan ini tidak hanya berlaku untuk dirinya sebagai atasan namun juga untuk
bawahan yang berada dalam kepemimpinannya. Selain taat prosedur, atasan
dengan gaya kepemimpinan birokratis ini juga lebih banyak mengambil
keputusan sesuai prosedur, lebih kaku dan tidak fleksibel.
Keterlibatan bawahan dalam hal ini anak buah sangat besar dalam proses
pengambilan keputusan hingga apapun yang ditentukan oleh atasan. Namun
penerapan gaya kepemimpinan konsultatif ini lebih kepada atasan yang meminta
pendapat bawahan atas keputusan yang akan diambil.
Dengan kata lain, atasan akan selalu berkonsultasi atau berdiskusi dengan
bawahan namun hak mutlak pengambilan keputusan masih ada di tangannya.
Meski cenderung berubah-ubah sesuai dengan kondisi anggota atau anak buah,
namun biasanya atasan dengan gaya kepemimpinan situasional memiliki
beberapa karakter yang dapat dibaca. Setidaknya ada beberapa karakter atau
gaya yang selalu dilakukan seorang atasan yang mengadopsi kepemimpinan
situasional.
Pemimpin yang karismatik memiliki pengaruh yang kuat atas para pengikut oleh
karena karisma dan kepercayaan diri yang ditampilkan.
Para pengikut cenderung mengikuti pemimpin karismatik karena kagum dan
secara emosional percaya dan ingin berkontribusi bersama dengan pemimpin
karismatik.
Karisma tersebut timbul dari setiap kemampuan yang mempesona yang ia miliki
terutama dalam meyakinkan setiap anggotanya untuk mengikuti setiap arahan
yang ia inginkan.
Hubungan yang terjalin antara pemimpin yang melayani dengan para anggota
berorientasi pada sifat melayani dengan standar moral spiritual. Pemimpin yang
melayani lebih mengutamakan kebutuhan, kepentingan dan aspirasi dari para
anggota daripada kepentingan pribadinya.