Anda di halaman 1dari 18

AKUNTANSI KEPERILAKUAN

 Akuntansi keperilakuan dalam bingkai retrospektif dan prospektif


 Filosofi riset akuntansi keperilakuan

Oleh :

KELOMPOK 2

ULYA AULIA (02320170118)

NILAM SALAM (02320170120)

ANDI NURHIKMAH FIRDAYANTI (02320170122)

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

FAKULTAS EKONOMI

MAKASSAR

2017-2018
Kata Pengantar

Akuntansi telah diakui sebagai sebuah fenomena yang membentuk dan berfungsi

sebagai konsekuensi interdependen dari konteks dimana akuntansi beroperasi. Dari

perspektif ekonomi, peranan dan fungsi akuntansi sekarang berdampak penting

pada organisasi pemerintahan dan operasi pasar keuangan. Dengan cara yang sama,

dari perspektif keperilakuan dan organisasi, akuntansi sekarang diakui sebagai

praktik yang konsekuensinya dimediasi oleh konteks sosial dan manusia dimana

akuntansi beroperasi dan cara akuntansi bersinggungan dengan fenomena sosial dan

organisasional lainnya.
Pendahuluan

Perkembangan riset akutansi Indonesia di bidang keperilakuan masih merupakan hal


yang relatif baru dibandingkan dengan riset akutansi lainnya. Misalnya, bila dibandingkan
dengan penelitian di bidang akutansi keuangan, dengan topik penelitian pada kemampuan
rasio-rasio keuangan memprediksi harga saham, kebangkrutan, dan lain-lain maka riset
akutansi di bidang keperilakuan masih dapat dikatakan tertinggal (Kuang dan Tin, 2010).
Akutansi keperilakuan adalah cabang akutansi yang mempelajari hubungan antara perilaku
manusia dengan sistem akutansi.

Saat ini, kurikulum nasional sudah memasukkan mata kuliah Akutansi Keperilakuan
sebagai mata kuliah pilihan. Sebagai konsekuensinya, diperlukan sumber daya (akuntan)
yang siap untuk mengembangkan dan mengajarkan mata kuliah tersebut. Pengembangan
bidang akutansi keperilakuan tentu saja sangat tergantung pada hasil-hasil penelitian yang
dilakukan. Penelitian dapat dilakukan untuk suatu ide yang baru maupun melanjutkan
penelitian sebelumnya untuk memperkuat atau menantang hasil penelitian terakhir. Oleh
karena itu informasi, mengenai arah perkembangan riset di bidang akutansi keperilakuan
menjadi sangat berguna bagi para akutan yang tertarik melakukan penelitian di bidang ini.

Sebagai bagian dari ilmu pengetahuan, teori-teori akutansi keperilakuan dikembangkan


dari penelitian empiris atas perilaku manusia di organisasi. Dengan demikian, peranan
penelitian dalam pengembangan ilmu itu sendiri sudah tidak diragukan lagi. Ruang lingkup
penelitian di bidang akutansi keperilakuan sangat luas sekali, tidak hanya meliputi bidang
akutansi manajemen saja, tetapi juga menyangkut penelitian di bidang etika, auditing, sistem
informasi akutansi bahkan juga akutansi keuangan.
Akuntansi Keprilakuan Dalam Bingkai Retrospektif dan Prospektif

Bidang yang Kompleks, Kaya, dan Terus Bergerak

Dalam meninjau literatur akuntansi secara sistematis dan hati-hati, Birnberg dan

Shield menggambarkan setiap kasus bukan saja pada pemahaman yang muncul

tetapi juga pada proses penyelidikan kumulatif. Walaupun perhatian yang

membentuk riset keperilakuan dalam akuntansi berbeda-beda, Birnberg dan Shield

menampilkan sebuah gambaran area yang menekankan modalitas penyelidikan

sampai pada struktur lama dan pembelajaran yang terjadi. Dengan memilih untuk

fokus pada titik litelatur yang mereka survei, analisis Birnberg dan Shield diakui

cenderung agak umum. Kondisi (state of the art) di lapangan bergerak cepat.

Penekanan baru muncul, dan isu, masalah, perspektif, dan metode baru dimasukan

Meskipun demikian, keadaan riset sekarang merupakan suatu hal yang dibenarkan

oleh Birnberg dan Shield yang menawarkan karakteristik positif terhadap area

tersebut. Walaupun tidak diragukan lagi bahwa riset tersebut telah berbeda dalam

hal kualitas, Birnberg dan Shield membenarkan penekanan terhadap sifat

observasional dari perbandingan dan variasi keperilakuan, serta peningkatan sifat

orientasi teoretis dalam proses riset tersebut. Mereka juga menekankan sifat aplikasi

dari banyak riset tersebut. Mungkin berlawanan dengan banyak pandangan yang

dipegang diluar, mereka menunjukkan mobilisasi peran yang mengkhawatirkan

yang dipenuhi dengan pertanyaan dan masalah akuntansi.


Kemungkinan pertama, Birnberg dan Shield menampilkan sebuah pandangan

tentang area yang menunjukkan kemajuan kumulatif dan koheren yang telah

dicapai. Walaupun area tersebut kompleks dan sulit dikarakteristikan secara tepat,

subjek semacam itu membedakan perspektif dan bahkan rasionalitas. Walaupun

area lainnya mungkin memiliki penekanan dan kerangka kerja berbeda, Birnberg

dan Shield menunjukkan bahwa perkembangan riset organisasi dan keperilakuan

dalam akuntansi selama bertahun-tahun tidak mengalami kemajuan secara acak atau

hanyaterdiri atas studi dalam jumlaah besar pada bidang terisolasi. Riset dalam

bidang tersebut telah secara sadar melakukan aktivitas dari para pendahulu mereka

dan bersifat kontemporer.

Banyak karakteristik Birnberg dan Shield yang disebut aliran riset ‘sosiologi

organisasional’ berorientasi pada kumpulan isu berikutnya. Para peneliti akuntansi

keperilakuan yang bekerja dalam tradisi ini terpesona pada keragaman praktik

akuntansi dalam praktik heterogenitas yang terlihat dalam aksi sosial dan

organisasional. Kesulitan dalam melakukan universalisasi terhadap teknik dan

alasan banyak yang masuk dalam kategori pembahasan akuntansi. Birnberg dan

Shield berusaha menggunakan faktor-faktor yang mempengaruhi cara akuntansi

bekerja, cara akuntansi berhubungan dengan proses organisasi, serta cara

mengangkat konsekuensi sosial, ekonomi, organisasional, dan keperilakuan

terhadap akuntansi guna mengatasi kesulitan-kesulitan tersebut.


Dengan mengadopsi agenda riset yang berbeda tersebut, para peneliti organisasional

dalam akuntansi tertarik pada bermacam-macam perspektif intelektual, literatur

riset, dan mode penyelidikan ekuitas yang berbeda. Dengan mengakui keragaman

akuntansi, banyak peneliti telah berfokus meningkatkan perspektif tersebut melalui

pemahaman praktik akuntansi organisasional yang dapat diperoleh. Namun,

terdapat relatif sedikit penelitian yang dilakukan dalam bentuk interpretatif ketat

seperti yang dipahami secara konvensional dalam literatur. Menyadari pernyataan

epistemologis pada sebagian besar ilmu pengetahuan manusia, peneliti organisasi

bersiap mengakui sifat reflektif dan konstitutif, bukan saja pada akuntansi itu

sendiri, tetapi juga pengentahuan yang diperoleh darinya. Hal ini juga memberikan

dasar bagi mereka untuk memisahkannya dari pernyataan epistemologis lebih

sederhana yang menunjukkan karakteristik bagian lain literatur akuntansi.

Sudut Pandang Dari Luar

Tinjauan yang disampaikan oleh Burgstahler dan Sundem menunjukkan perbedaan

yang besar. Sebagai orang luar dibidang tersebut, mereka memberikan sudut

pandang dari luar atau without (sudut pandang non-akuntansi) walaupun memahami

akuntansi. Perspektif tersebut mempunyai manfaat potensial. Dalam banyak

penyelidikan lapangan, terdapat bahaya intropeksi dan sering kali menantang untuk

memperhatikan pandangan mereka yang memahami perkembangan dari perspektif

berbeda. Seperti disampaikan Burgstahler dan Sundem, riset akuntansi keperilakuan

telah diperhatikan di masa lalu oleh anggota komunitas sosial berbeda.


Tugas yang di ambil oleh Burgstahler dan Sundem adalah sulit. Kekayaan dan

kompleksitas dari bidang yang muncul menciptakan kesulitan besar bagi pihak luar

(outsider). Hal ini membutuhkan investasi waktu yang besar untuk memahami

aliran proses riset, strategi riset kumulatif yang diadopsi, cara bidang tersebut

distruktur dan dikarakteristikkan, serta implikasipenuh dari keragaman perspektif

konseptual yang digunakan. Survei atas seluruh bidang riset yang berorientasi

ekonomi dalam akuntansi mulai dari teori biaya dan laba yang menekankan pada

studi pasar modal yang efisien, teori agensi, ekonomi informasi dan organisasi, dan

seterusnya akan menjadi tugas yang cukup berat bagi peneliti organisasional atau

keperilakuan.

Lagipula, tugas tersebut tidak permudah oleh munculnya asumsi seragam tentang

rasionalitas keperilakuan yang dominan. Keragaman tersebut tidak muncul dalam

area keperilakuan dan organisasional. Tingkat kesulitan bisa saja semakin tinggi.

Jika orang luar berbicara berdasarkan keragaman ilmu pengetahuan manusia secara

umum atau ilmu ekonomi secara khusus dalam mencoba menguraikan proses

intelektual yang bekerja dalam analisis akuntansi dan keperilakuan, maka dia harus

menghadapi cara beragam energi intelektual yang berbeda dan berasal dari ilmu

pengetahuan lain masuk dan mempengaruhi akuntansi.


Oleh karna itu, Burgstahler dan Sundem dihargai karena melakukan tugas tersebut.

Walaupun penulis akan mengomentari sejumlah masalah yang diamati dari

pendekatan mereka, masih terdapat banyak aspek dari komentar mereka yang

bermanfaat dan berharga untuk dipertimbangkan lebih lanjut oleh komunitas riset

keperilakuan. Hal yang bermanfaat adalah tidak hanya pernyataan eksplisit mereka

tentang cara memahami area tersebut, tetapi pandangan mereka setidaknya

membuka beberapa kemungkinan bagi perspektif keperilakuan dan ekonomi. Hal

ini memungkinkan terjadinya pertumbuhan minat dalam komunitas ekonomi untuk

menyelidiki proses organisasi secara lebih samar.

Menggerakkan Agenda Riset ke Depan

Komentar pribadi Caplan tentang kemunculan akuntansi keperilakuan memberikan

beberapa pemahaman lebih lanjut tentang kekuatan mobilisasi perkembangan dari

area tersebut dan apa yang dicapai sekarang. Bukan hanya pengaruh tekanan

peranan yang dimainkan oleh restrukturisasi intelektual bisnis Amerika terhadap

pendidikan riset, melainkan juga kemunculan studi akuntansi keperilakuan yang

perlu dipandang dalam konteks kemunculan ketertarikan organisasional terhadap

ilmu pengetahuan sosial dan keperilakuan. Menurut Caplan, akuntan keperilakuan

memberikan penekanan yang adil terhadap pemahaman sempit, dikendalikan

metode, dan cepat melakukan studi yang sebagian tampaknya dihasilkan oleh

budaya akademis Amerika.


Sama seperti lainnya, area akuntansi keperilakuan cenderung mencerminkan

pembelajaran, proses kumulatif riset, dan interdependensi sehat dengan disiplin

ilmu lain dalam ilmu pengetahuan manusia. Dengan cara ini, tidak perlu ada konflik

antara tinjauan substantif dan kumulatif yang disampaikan oleh Burgstahler dan

Sundem, serta frustasi yang disampaikan oleh Caplan dan periset lainnya. Mereka

telah menunjukkan pencapaian riil dari bidang tersebut, sementara yang lainnya

masih mencerminkan presentase besar dari studi yang dilakukan. Bahkan, seperti

yang disampaikan secara benar oleh Caplan, para peneliti tidak perlu menonjolkan

kepuasan diri. Riset akuntansi membutuhkan perbaikan dan dapar diperbaiki.

Pasang Surut Aliran Kemajuan

Tinjauan Lord tentang perkembangan pemikiran keperilakuan dalam akuntansi

memperkuat banyak temuan dari riset lain. Meskipun demikian, pendekatan khusus

ini juga menghasilkan sejumlah observasi tentang cara bidang tersebut dapat

bermanfaat bagi pengembangan berikutnya. Hal yang menarik adalah kualitas dan

keaslian riset semata tampaknya tidak memadai untuk memasukkan dorongan

khusus dari riset organisasional dan keperilakuan ke jalur kemajuan kumulatif.

Tinjauan Lord bermanfaat untuk, menyampaikan pertimbangan tentang skala

pengembangan komparatif dari studi yang berorientasi akuntansi di Amerika

Serikat, khususnya yang mencerminkan pendekatan pemrosesan informasi manusia

dan kognitif.
Tinjauan ini terkadang lebih implisit dalam pandangan Burgstahler dan Sundem

yang mengandung intelektual literatur riset daripada distribusi numerik. Terdapat

bermacam-macam alasan, termasuk predisposisi budaya serta kehadiran awal

psikolog dalam komunitas sekolah bisnis, peningkatan perubahan dalam disiplin

ilmu tersebut, serta seberapa besar hal ini dipahami sebagai ilmu pengetahuan, dan

sifat metodologinya. Lord juga menekankan cara riset akuntansi keperilakuan

muncul dalam konteks peningkatan ketertarikan yang lebih umum terhadap peranan

akuntansi dalam pengambilan keputusan. Dengan demikian, ia mengilustrasikan

bagaimana pengembangan riset akuntansi keperilakuan berhubungan dengan

konsepsi rasionalitas keputusan, setidaknya berdasarkan beberapa kesesuaian

teorisasi ekonomi yang mendasarinya.


Filosofi Riset Akuntansi Keprilakuan

Pergeseran Arah Riset

Pendekatan klasikal lebih menitikberatkan pada pemikiran normatif yang mengaami


kejayaannya pada tahun 1960-an. Pada tahun 1970-an terjadi pergeseran pendekatan dalam
riset akutansi. Alasan yang mendasari pergeseran ini adalah pendekatan normatif yang telah
berjaya selama satu dekade ini tidak dapat menghasilkan teori akutansi yang siap digunakan
dalam praktik sehari-hari. Alasan kedua yang mendasari usaha pemahaman akutansi secara
empiris dan mendalam adalah “gerakan” dari masyarakat peneliti akutansi yang
menitikberatkan pada pendekatan ekonomi dan perilaku.

Filosofi Paradigma Metodologi Riset

Suatu pengetahuan (knowledge) dibangun berdasarkan asumsi-asumsi filosofis tertentu.


menurut Burrel dan Morgan (1979), asumsi-asumsi tersebut adalah ontologi (ontology),
epistemologi (epistemology), hakikat manusia (human nature), dan metodologi
(methodology). Ontologi berhubungan dengan haikat atau sifat dari realitas atau objek yang
akan diinvestigasi. Epistemologi berhubungan dengan sifat ilmu pengetahuan, bentuk ilmu
pengetahuan tersebut, serta cara mendapatkan dan menyebarkannya. Epistemologi ini
memberikan perhatian pada cara menyerap dan mengomunikasikan ilmu pengetahuan.
Pendekatan subjektivisme (anti-positivism) memberikan penekanan bahwa pengetahuan
bersifat sangat subjektif dan spiritual atau transendental yang didasarkan pada pengalaman
dan pandangan manusia. Hal ini sangat berbeda dengan pebdekatan objektivisme
(positivism) yang berpandangan bahwa pengetahuan itu berada dalam bentuk yang tidak
berwujud (intangible). Asumsi mengenai sifat manusia merujuk pada hubungan antara
manusia dengan lingkungannya.
Berbagai Paradigma Metodologi Riset

 Paradigma Fungsional

Paradigma fungsionalis sering disebut fungsionalis struktural (structural fungsionalist)


atau kontinjensi rasional (rational contigency). Paradigma ini merupakan paradigma yang
umum dan dominan digunakan dalam riset akuntansi dibandingkan dengan paradigma lain
sehingga diserbut paradigma utama (mainstream paradigm). Secara ontologi, paradigma
utama sangat dipengaruhi oleh realitas fisik yang menganggap bahwa realitas objektif berada
secara bebas dan terpisah di luar diri manusia. Realitas diukur, dianalisis, dan digambarkan
secara objektif, sehingga konsekuensinya adalah jarak antara objek dan subjek (Lubis,
2014:129).

 Paradigma Interpretif

Paradigma ini juga disebut interaksionis subjektif (subjective interactionist).


Pendekatan alternatif ini berasal dari filsuf Jerman yang menitikberatkan pada peranan
bahasa, interpretasi dan pemahaman dalam ilmu sosial. Menurut Barrel dan Morgan,
paradigma ini menggunakan cara pandang para nominalis yang melihat realitas sosial sebagai
sesuatu yang hanya merupakan label, nama atau konsep yang digunkan untuk membangun
realitas. Hal itu bukanlah sesuatu yang nyata, melainkan hanyalah penamaan atas sesuatu
yang diciptakan oleh manusia atau merupakan produk manusia itu sendiri. dengan demikian,
realitas sosial merupakan sesuatu yang berada dalam diri manusia itu sendiri sehingga
bersifat subjektif, bukan objektif sebagaimana yang dipahami oleh paradigma fungsionalis.
Pendekatan ini bersifat pada subjektif dunia sosial dan berusaha memahami kerangka berpikir
objek yang sedang dipelajarinya. Fokusnya ada pada diri individu dan persepsi manusia
terhadap realitas, bukan pada realitas independen di luar mereka. Paradigma interpretif tidak
menggunakan ilmu pengetahuan untuk menjelaskan (to explain) dan memprediksi (to
predict), tetapi untuk memahami (to understand) (Lubis, 2014:132).
 Paradigma Strukturalisme Radikal

Paradima strukturalisme radikal mempunyai kesamaan dengan fungsionalis, yang


mengasumsikan bahwa sistem sosial mempunyai keberadaan ontologis yang konkret dan
nyata. Pendekatan ini berfokus pada konflik mendasar sebagai dasar dari produk hubungan
kelas dan struktur pengendalian, serta memperlakukan dunia sosial sebagai objek eksternal
dan memiliki hubungan terpisah dari manusia tertentu (Lubis, 2014:132).

 Paradigma Humanis Radikal

Jika didasakan pada teori kritis dari Frankurt Schools dan Habermas, riset-riset akan
dikasifikasikan dalam paradigma humanis radikal (radical humanist). Pendekatan kritis
Habermas melihat objek studi sebagai suatu interaksi sosial yang disebut “dunia kehidupan”
(life world), yang berarti interaksi berdasarkan pada kepentingan kebutuhan yang melekat
dalam diri manusia dan membantu untuk pencapaian yang saling memahami. Interaksi sosial
dalam dunia kehidupan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:

a. Interaksi yang mengikuti kebutuhan sosial alami, misalnya kebutuhan akan sistem
informasi manajemen.

b. Interaksi yang dipengaruhi oleh mekanismen sistem, misalnya pemilihan sistem yang
akan dipakai atau konsultan yang diminta untuk merancang sisitem bukan merupakan
interaksi sosial yang alami karena sudah mempertimbangkan berbagai kepentingan.

 Paradigma Posmodernisme

Posmodernisme menyajikan suatu wacana yang sedang muncul yang meletakan dirinya
diluar paradigma modern, bahkan dapat dikatakan bahwa paradigma posmodernisme
merupakan opsisi dari paradigma modern. Beberapa pemikir posmodernisme meliputi
Baudrillad, Jacues Derrida, Latorur dan Michael Foucault. Namun karya yang paling banyak
digunakan sebagai dasar aliran posmodernisme adalah karya Derrida dan Foucalut. Foucoult
terkenal dengan metode arkeologis (archeological) dan geonalogis (genealogical). Menurut
Foucault, istilah arkeologis dimaksudkan untuk mencari asal-usul pengetahuan dan
digunakan untuk menunjukan suatu usaha arkeologis, yaitu ciri khas pemikiran yang
menyangkut tujuan, metode dan bidang penerapan. Foucault melakukan studi tentang
periode-periode sejarah pemikiran untuk menemukan epistemologi yang mendasari disiplin
ilmu tertentu dan ciri pengetahuan yang menentukan di setiap periode (Lubis, 2014:134).
 Paradigma Akuntansi Kritis

Paradigma akuntansi kritis dipandang melalui refleksi dari ilmu sosial kritis. Paradigma
ini dikemukakan pertama kali oleh Mattessich (1964) melalui sebuah derivatif filosofi
fungsionalis dalam sistem ekonomi kapitalis. Karena itu, teori ini tidak berkaitan dengan
penyelesaian masalah keterasingan, melainkan dengan proses teknis penilaian, dimana
penilaian didefinisikan sebagai nilai objektif yang didasarkan pada konsep ekonomi margin
alis (Lubis, 2014:135).

Peluang Riset Akutansi Keperilakuan Pada Lingkungan Akutansi

Dengan menelaah riset akuntansi keperilakuan sebelumnya secara khusus, dapat


diperoleh suatu kerangka analisis dan diskusi yang dibatasi pada peluang, terutama pada hasil
potensi subbidang dan implikasinya untuk subbidang akuntansi yang lain.

1. Audit

Penjelasan dari ini berorientasi pada pembuatan keputusan dalam audit, dan telah
memfokuskan riset terakhir pada penilaian dan pembuatan keputusan auditor, seperti
perbedaan penggunaan laporan audit dan meningkatkan perkembangan yang berorientasi
kognitif. Secara persuasif, Libby dan Federick (1990) menjelaskan pentingnya pemahaman
mengenai bagaimana variabel-variabel psikologi, seperti pembelajaran, pengetahuan faktual
dan persedual, serta pengaruh memori dalam pembuatan keputusan. Pencerminan dari riset
terakhir dan riset mendatang fokus terhadap:

 Karakteristik pengetahuan yag dihubungkan dengan pengalaman (yang meliputi


bagaimana pengetahuan itu diperoleh)
 Pengujian atas bagaimana pengetahuan berinteraksi degan variabel organisasional
atau lingkungan.
 Pengujian pengaruh kinerja terhadap pengetahuan yang berbeda.
2. Akutansi Keuangan

Pentingnya riset akutansi keuangan yang berbasis pasar modal dibandingkan dengan
audit menunjukkan kurang kuatnya permintaan ekternal terhadap riset akutansi keperilakuan
dalam bidang keuangan. Hal itu dijadikan alasan untuk tidak melakukan diskusi yang lebih
lanjut oleh sebagian besar kantor akutan publik. Karena pemakai informasi keuangan
membuat keputusan individuan dan dalam kelompok-kelompok kecil, riset akutansi
keperilakuan dapat membuat suatu kontribusi penting pada bidang ini.

3. Akautansi Manajemen

Riset akutansi keperilakuan dalam bidang akutansi manajemen cenderung fokus pada
variabel lingkungan dan organisasional yang mengandalkan teori agensi, seperti insentif dan
variabel asimetri informasi. Domain pengetahuan khusus merupakan karakteristik akutansi
manajemen dan si pembuat keputusan yang menggunakan akutansi manajemen. Dengan
variabel lingkungan organisasional yang menyarankan perluasan riset akutansi keperilakuan
dalam bidang akutansi manajemen dengan variabel-variabel tersebut yang meliputi interaksi
dengan variabel kognitif. Riset akutansi keperilakuan dalam bidang akutansi manajemen
hanya merupakan subbidang akutansi yang telah memperluas pengujian dari pengaruh fungsi
akutansi terhadap perilaku.

4. Sistem Informansi Akutansi

Keterbatasan riset akutansi keperilakuan dalam bidang sistem informasi akutansi adalah
kesulitan membuat generalisasi meskipun berdasarkan pada studi sistem akutansi yang lebih
awal sekalipun. Informasi akan mendorong penggunaan keunggulan teknologi saat ini,
pencitraan data, jaringan, dan akses data dinamis melalui sistem pengoperasian menyarankan
pertimbangan atas peluang riset akutansi keperilakuan dalam bidang sistem akutansi.

Dengan semakin luasnya penggunaan jaringan komputer untuk komunikasi interpersonal,


interaksi kelompok dan pengiriman informasi mengusulkan bahwa terdapat dua bidang riset
akutansi keperilakuan dalam sistem akutansi yang relevan terdapat subbidang akutansi yang
lain. analisis alternatif dari betuk-bentuk presentasi informasi adalah untuk komunikasi yang
efektif dan efisien. Pemakai terhadap format sistem informasi yang lebih umum menunjukkan
hasil bidang ini untuk akutansi keperilakuan.
5. Perpajakan

Riset akutansi keperilakuan dalam bidang perpajakan telah memfokuskan diri pada
kepatuhan dengan melakukan pengujian variabel psikologi dan lingkungan. Variabel-variabel
yang sering diuji dengan hasil campuran menyarankan bahwa pelaku kepatuhan pajak adalah
hasil yang kompleks. Riset akutansi keperilakuan dalam bidang

perpajakan saat ini telah membentuk bermacam-macam perilaku pengetahuan dari riset
akutansi keperilakuan dalam bidang audit.
Kesimpulan

Pada tahun 1970-an terjadi pergeseran pendekatan dalam riset akutansi. Dikarenakan
pendekatan normatif tidak dapat menghasilkan teori akutansi yang digunakan sehari-hari.
Terdapat beberapa paradigma metodologi riset akutansi keperilakuan diantaranya paradigma
fungsionalis, paradigma interpretif, paradigma strukturalisme radikal, paradigma humanis
radikal, paradigma posmodernisme, dan paardigma akutansi kritis. Peluang riset akutansi
keperilakuan pada lingkungan akutansi yaitu audit, akutansi keuangan, akutansi manajemen,
sistem informasi akutansi, dan perpajakan. Wawasan dalam riset akutansi keperilakuan bisa
diperoleh dengan dua cara yaitu survai publikasi utama dari riset akutansi keperilakuan dan
klasifikasi topik artikel yang dipublikasikan dan pemetaan publikasi terhadap model perilaku
individu.
Daftar Pustaka

 Hudayati, Ataina. 2002. Perkembangan Penelitian Akutansi Keperilakuan: Berbagai


Teori Pendekatan dan Pendekatan yang Melandasi. Jurnal Akutansi dan Auditing
Indonesia.Vol.6. No.2: 81-96.
 Kuang, Tan Ming dan Se Tin. 2010. Analisis Perkembangan Riset Akutansi
Keperilakuan Studi Pada Jurnal Behavioral Research In Accounting (1998-2003).
Jurnal Akutansi. Vol.2, No.2: 122-133.
 Lubis, Arfan Ikhsan. 2014. Akutansi Keperilakuan. Edisi 2. Salemba Empat. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai