PENDAHULUAN
1. Pendekatan-pendekatan non-rasional:
Kepatuhan merupakan cara yang umum dalam membuat keputusan etis,
terutama oleh anak-anak dan mereka yang bekerja dalam struktur kepangkatan
(militer, kipolisian, beberapa organisasi keagamaan, berbagai corak bisnis).
Moralitas hanya mengikuti aturan atau perintah dari penguasa tidak memandang
apakah anda setuju atau tidak.
Imitasi serupa dengan kepatuhan karena mengesampingkan penilaian seseorang
terhadap benar dan salah dan mengambil penilaian orang lain sebagai acuan
karena dia adalah panutan. Moralitas hanya mengikuti contoh yang diberikan oleh
orang yang menjadi panutan.
Perasaan atau kehendak merupakan pendekatan subjektif terhadap keputusan
dan perilaku moral yang diambil. Yang dianggap benar adalah apa yang dirasakan
benar atau dapat memuaskan kehendak seseorang sedangkan apa yang salah
adalah yang dirasakan salah atau tidak sesuai dengan kehendak seseorang.
Intuisi merupakan persepsi yang terbentuk dengan segera mengenai
bagaimana bertindak di dalam sebuah situasi tertentu. Intuisi serupa dengan
kehendak dimana sifatnya sangat subjektif, namun berbeda karena intuisi terletak
pada pemikiran dibanding keinginan. Karena itu intuisi lebih dekat kepada bentuk
rasional dari keputusan etis yang diambil dari pada kepatuhan, imitasi, perasaan,
dan kehendak. Kebiasaan merupakan metode yang sangat efisien dalam
mengambil keputusan moral karena tidak diperlukan adanya pengulangan proses
pembuatan keputusan secara sistematis setiap masalah moran muncul dan sama
dengan masalah yang pernah dihadapi. Walaupun kebiasaan ini sangat berguna,
namun kita tidak boleh terlalu mengandalkannya.
2. Pendekatan rasional:
Deontologi melibatkan pencarian aturan-aturan yang terbentuk dengan baik
yang dapat dijadikan sebagai dasar dalam pembuatan keputusan moral seperti
”perlakukan manusia secara sama”. Dasarnya dapat saja agama (seperti
kepercayaan bahwa manusia sebagai ciptaan Tuhan adalah sama) atau juga non-
religius (seperti manusia memiliki gen-gen yang hampir sama).
Konsekuensialisme mendasari keputusan etis yang diambil karena merupakan
cara analisis bagaimana konsekuensi atau hasil yang akan didapatkan dari
berbagai pilihan dan tindakan. Tindakan yang benar adalah tindakan yang
memberikan hasil yang terbaik. Tentunya ada berbagai perbedaan mengenai
batasan hasil yang terbaik.
Prinsiplisme, seperti yang tersirat dari namanya, mempergunakan prinsip-
prinsip etik sebagai dasar dalam membuat keputusan moral. Prinsip-prinsip
tersebut digunakan dalam kasus-kasus atau keadaan tertentu untuk menentukan
hal yang benar yang harus dilakukan, dengan tetap mempertimbangkan aturan dan
konsekuensi yang mungkin timbul. Prinsiplisme sangat berpengaruh dalam debat-
debat etika baru-baru ini terutama di Amerika. Keempat prinsip dasar,
penghargaan otonomi, berbuat baik berdasarkan kepentingan terbaik dari pasien,
tidak melakukan tindakan yang dapat menyakiti pasien serta keadilan merupakan
prinsip dasar yang digunakan dalam pengambilan keputusan etik di dalam
praktek. Prinsip-prinsip tersebut jelas memiliki peran yang penting dalam
pengambilaan keputusan rasional walaupun pilihan terhadap keempat prinsip
tersebut dan terutama prioritas untuk menghargai otonomi di atas yang lain
merupakan refleksi budaya liberal dari Barat dan tidak selalu universal. Terlebih
lagi keempat prinsip tersebut sering kali saling bergesekan di dalam situasi
tertentu sehingga diperlukan beberapa kriteria dan proses untuk memecahkan
konflik tersebut.
Etika budi pekerti kurang berfokus kepada pembuatan keputusan tetapi lebih
kepada karakter dari si pengambil keputusan yang tercermin dari perilakunya.
Nilai merupakan bentuk moral unggul. Seperti disebutkan di atas, satu nilai yang
sangat penting untuk apoteker adalah belas kasih, termasuk kejujuran, bijak, dan
dedikasi. Apoteker dengan nilai-nilai tersebut akan lebih dapat membuat
keputusan yang baik dan mengimplementasikannya dengan cara yang baik juga.
Namun demikian, ada orang yang berbudi tersebut sering merasa tidak yakin
bagaimana bertindak dalam keadaan tertentu dan tidak terbebas dari kemungkinan
mengambil keputusan yang salah.
Tidak satupun dari empat pendekatan ini, ataupun pendekatan yang lain
dapat mencapai persetujuan yang universal. Setiap orang berbeda dalam memilih
pendekatan rasional yang akan dipilih dalam mengambil keputusan etik. Seperti
juga orang yang memilih pendekatan yang non-rasional. Hal ini dikarenakan
setiap pendekatan mempunyai kelebihan dan kekurangannya sendiri. Mungkin
dengan mengkombinasikan keempat pendekatan tersebut maka akan didapatkan
keputusan etis yang rasional. Harus dipikirkan juga konsekuensi dari keputusan
alternatif dan konsekuensi mana yang akan diambil. Yang terakhir adalah
mencoba memastikan bahwa perilaku si pembuat keputusan tersebut dalam
membuat dan mengimplementasikan keputusan yang sudah diambil juga baik.
Proses yang dapat ditempuh adalah:
1. Tentukan apakah masalah yang sedang dihadapai adalah masalah etis.
2. Konsultasi kepada sumber-sumber kewenangan seperti kode etik dan
kebijakan ikatan apoteker serta kolega lain untuk mengetahui bagaimana
apoteker biasanya berhadapan dengan masalah tersebut.
3. Pertimbangkan solusi alternatif berdasarkan prinsip dan nilai yang
dipegang serta konsekuensinya.
4. Diskusikan usulan solusi anda dengan siapa solusi itu akan berpengaruh.
5. Buatlah keputusan dan lakukan segera, dengan tetap memperhatikan
orang lain yang terpengaruh.
6. Evaluasi keputusan yang telah diambil dan bersiap untuk bertindak
berbeda pada kesempatan yang lain.
ETIKA
PENGERTIAN ETIKA
Etika merupakan studi tentang nilai dengan pendekatan kebenaran. Kata
etik (atau etika) berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti karakter,
watak kesusilaan atau adat. Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan dengan
konsep yang dimilki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah
tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik.
Etika adalah studi tentang nilai-nilai manusiawi yang berhubungan dengan
nilai kebenaran dan ketidakbenaran yang didasarkan atas kodrat manusia serta
manifestasinya di dalam kehendak dan perilaku manusia. Pelanggaran etika belum
tentu melanggar UU, namun hanya melanggar sumpah (etika). Sedang
pelanggaran UU pasti melanggar etika juga.
Dalam pergaulan hidup bermasyarakat, bernegara hingga pergaulan hidup
tingkat internasional di perlukan suatu system yang mengatur bagaimana
seharusnya manusia bergaul. Sistem pengaturan pergaulan tersebut menjadi saling
menghormati dan dikenal dengan sebutan sopan santun, tata krama, protokoler
dan lain-lain. Maksud pedoman pergaulan tidak lain untuk menjaga kepentingan
masing-masing yang terlibat agara mereka senang, tenang, tentram, terlindung
tanpa merugikan kepentingannya serta terjamin agar perbuatannya yang tengah
dijalankan sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku dan tidak bertentangan
dengan hak-hak asasi umumnya. Hal itulah yang mendasari tumbuh kembangnya
etika di masyarakat kita.
Dalam perkembangannya, etika sangat mempengaruhi kehidupan manusia.
Etika memberi manusia orientasi bagaimana ia menjalani hidupnya melalui
rangkaian tindakan sehari-hari. Ini berarti etika membantu manusia untuk
mengambil sikap dan bertindak secara tepat dalam menjalani hidup ini. Etika pada
akhirnya membantu kita untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang
perlu kita lakukan dan yang pelru kita pahami bersama bahwa etika ini dapat
diterapkan dalam segala aspek atau sisi kehidupan kita, dengan demikian etika ini
dapat dibagi menjadi beberapa bagian sesuai dengan aspek atau sisi kehidupan
manusianya.
Menurut Sonny Keraf, etika dapat dibagi menjadi :
1) Bagaimana saya mengambil keputusan dan bertindak dalam bidang kehidupan
dan kegiatan khusus yang saya lakukan, yang didasari oleh cara, teori dan prinsip-
prinsip moral dasar.
2) Namun, penerapan itu dapat juga berwujud : Bagaimana saya menilai prilaku saya
dan orang lain dalam bidang kegiatan dan kehidupan khusus yang dilatarbelakangi
oleh kondisi yang memungkinkan manusia bertindak etis : cara bagaimana
manusia mengambil suatu keputusan atau tindakan, dan teori serta prinsip moral
dasar yang ada dibaliknya.
ETIKA = / MORAL
Etika Ethikos (bahasa Yunani) Adat istiadat / Kebiasaan
Moral Moralitas (bahasa Latin) Adat istiadat / Kebiasaan
Moral : tuntutan perilaku dan keharusan masyarakat,
Etika : prinsip di belakang keharusan moral
(Thompson & Thompson, 1981)
Etika : sistem dari prinsip prinsp moral atau aturan perilaku
Moral: prinsip-2 yg berkaitan dg perlaku baik dan buruk
(Priharjo, 1995)
ETIKET
Etiket Etiqutte (bahasa Prancis) Sopan santun
Etiket Etiket (bahasa Belanda) Secarik kertas yang ditempel di barang
Etika (ethics) = moral
Etiket (etiqutte) = sopan santun
Persamaan etika dan etiket:
1. Menyangkut perilaku manusia
2. Atur prilaku manusia scr normatif artinya memberi norma pd manusia apa
yg hrs dilakukan dan tdk boleh dilakukan
Bertens, 2005
ETIKA PROFESI
Menurut Martin (1993), etika didefinisikan sebagai “the discpline which
can act as the performance index or reference for our control system”. Dengan
demikian, etika akan memberikan semacam batasan maupun standar yang akan
mengatur pergaulan manusia di dalam kelompok sosialnya. Dalam pengertiannya
yang secara khusus dikaitkan dengan seni pergaulan manusia, etika ini kemudian
dirupakan dalam bentuk aturan (code) tertulis yang secara sistematik sengaja
dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada dan pada saat yang dibutuhkan
akan bisa difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam tindakan
yang secara logika-rasional umum (common sense) dinilai menyimpang dari kode
etik. Dengan demikian etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan “self
control”, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk
kepentingan kelompok sosial (profesi) itu sendiri.
Selanjutnya, karena kelompok profesional merupakan kelompok yang
berkeahlian dan berkemahiran yang diperoleh melalui proses pendidikan dan
pelatihan yang berkualitas dan berstandar tinggi yang dalam menerapkan semua
keahlian dan kemahirannya yang tinggi itu hanya dapat dikontrol dan dinilai dari
dalam oleh rekan sejawat, sesama profesi sendiri. Kehadiran organisasi profesi
dengan perangkat “built-in mechanism” berupa kode etik profesi dalam hal ini
jelas akan diperlukan untuk menjaga martabat serta kehormatan profesi, dan di
sisi lain melindungi masyarakat dari segala bentuk penyimpangan maupun
penyalah-gunaan kehlian (Wignjosoebroto, 1999).
SISTEM PENILAIAN ETIKA
Titik berat penilaian etika sebagai suatu ilmu, adalah pada perbuatan baik
atau jahat, susila atau tidak susila. Perbuatan atau kelakuan seseorang yang telah
menjadi sifat baginya atau telah mendarah daging, itulah yang disebut akhlak atau
budi pekerti. Budi tumbuhnya dalam jiwa, bila telah dilahirkan dalam bentuk
perbuatan namanya pekerti. Jadi suatu budi pekerti, pangkal penilaiannya adalah
dari dalam jiwa; dari semasih berupa angan-angan, cita-cita, niat hati, sampai ia
lahir keluar berupa perbuatan nyata. Burhanuddin Salam, Drs. menjelaskan bahwa
sesuatu perbuatan di nilai pada 3 (tiga) tingkat :
1. Tingkat pertama, semasih belum lahir menjadi perbuatan, jadi
masih berupa rencana dalam hati, niat.
2. Tingkat kedua, setelah lahir menjadi perbuatan nyata, yaitu
pekerti.
3. Tingkat ketiga, akibat atau hasil perbuatan tersebut, yaitu baik atau
buruk.
Dari sistematika di atas, kita bisa melihat bahwa ETIKA PROFESI
merupakan bidang etika khusus atau terapan yang merupakan produk dari etika
sosial. Kata hati atau niat biasa juga disebut karsa atau kehendak, kemauan, wil.
Dan isi dari karsa inilah yang akan direalisasikan oleh perbuatan. Dalam hal
merealisasikan ini ada (4 empat) variabel yang terjadi :
a. Tujuan baik, tetapi cara untuk mencapainya yang tidak baik.
b. Tujuannya yang tidak baik, cara mencapainya ; kelihatannya baik.
c. Tujuannya tidak baik, dan cara mencapainya juga tidak baik.
d. Tujuannya baik, dan cara mencapainya juga terlihat baik.
PENGERTIAN PROFESI
Profesi adalah kelompok terbatas dari orang-orang yang mempunyai
keahlian khusus yang diperoleh dari pendidikan tinggi atau pengalaman yang
khusus dan dengan keahlian itu mereka dapat berfungsi dalam masyarakat untuk
berperilaku atau pelayanan yang lebih baik dibandingkan dengan warga
masyarakat lain pada umumnya.
Istilah profesi telah dimengerti oleh banyak orang bahwa suatu hal yang
berkaitan dengan bidang yang sangat dipengaruhi oleh pendidikan dan keahlian,
sehingga banyak orang yang bekerja tetap sesuai. Tetapi dengan keahlian saja
yang diperoleh dari pendidikan kejuruan, juga belum cukup disebut profesi.
Tetapi perlu penguasaan teori sistematis yang mendasari praktek pelaksanaan, dan
hubungan antara teori dan penerapan dalam praktek. Sejalan dengan itu, menurut
DE GEORGE, timbul kebingungan mengenai pengertian profesi itu sendiri,
sehubungan dengan istilah profesi dan profesional. Kebingungan ini timbul karena
banyak orang yang profesional tidak atau belum tentu termasuk dalam pengertian
profesi. Berikut pengertian profesi dan profesional menurut DE GEORGE :
PROFESI, adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk
menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian.
PROFESIONAL, adalah orang yang mempunyai profesi atau pekerjaan purna
waktu dan hidup dari pekerjaan itu dengan mengandalkan suatu keahlian yang
tinggi. Atau seorang profesional adalah seseorang yang hidup dengan
mempraktekkan suatu keahlian tertentu atau dengan terlibat dalam suatu kegiatan
tertentu yang menurut keahlian, sementara orang lain melakukan hal yang sama
sebagai sekedar hobi, untuk senang-senang, atau untuk mengisi waktu luang.
Profesional adalah bekerja dengan tujuan mulia untuk membuat orang lain
menjadi sejahtera.
Yang harus kita ingat dan fahami betul bahwa “PEKERJAAN / PROFESI” dan
“PROFESIONAL” terdapat beberapa perbedaan :
PROFESI:
- Mengandalkan suatu keterampilan atau keahlian khusus.
- Dilaksanakan sebagai suatu pekerjaan atau kegiatan utama (purna waktu).
- Dilaksanakan sebagai sumber utama nafkah hidup.
- Dilaksanakan dengan keterlibatan pribadi yang mendalam.
PROFESIONAL:
- Orang yang tahu akan keahlian dan keterampilannya.
- Meluangkan seluruh waktunya untuk pekerjaan atau kegiatannya itu.
- Hidup dari situ.
- Bangga akan pekerjaannya.
CIRI-CIRI PROFESI:
Secara umum ada beberapa ciri atau sifat yang selalu melekat pada profesi, yaitu :
1. Adanya pengetahuan khusus, yang biasanya keahlian dan keterampilan ini
dimiliki berkat pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang bertahun-
tahun.
2. Adanya kaidah dan standar moral yang sangat tinggi. Hal ini biasanya
setiap pelaku profesi mendasarkan kegiatannya pada kode etik profesi.
3. Mengabdi pada kepentingan masyarakat, artinya setiap pelaksana profesi
harus meletakkan kepentingan pribadi di bawah kepentingan masyarakat.
4. Ada izin khusus untuk menjalankan suatu profesi. Setiap profesi akan
selalu berkaitan dengan kepentingan masyarakat, dimana nilai-nilai
kemanusiaan berupa keselamatan, keamanan, kelangsungan hidup dan
sebagainya, maka untuk menjalankan suatu profesi harus terlebih dahulu
ada izin khusus.
5. Kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu profesi.
Dengan melihat ciri-ciri umum profesi di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa
kaum profesional adalah orang-orang yang memiliki tolak ukur perilaku yang
berada di atas rata-rata.
CIRI-CIRI PROFESI:
1. Menjalankan pekerjaan yang memerlukan dasar dari pendidikan tinggi.
2. Bekerja berdasarkan perkembangan standar sesuai dengan kemajuan ilmu
pengetahuan.
3. Pekerjaan yang dilakukan untuk kepentingan kemanusiaan dan
kemasyarakatan
4. Menaati kode etik profesi beserta kewenangan peradilannya dalam
menjaga kualitas pekerjaan.
5. Menjalin hubungan baik dengan asosiasi/organisasi profesi yang
berwenang norma disiplin di lingkungan intern para anggotanya.
Di satu pihak ada tuntutan dan tantangan yang sangat berat, tetapi di lain
pihak ada suatu kejelasan mengenai pola perilaku yang baik dalam rangka
kepentingan masyarakat. Seandainya semua bidang kehidupan dan bidang
kegiatan menerapkan suatu standar profesional yang tinggi, bisa diharapkan akan
tercipta suatu kualitas masyarakat yang semakin baik.
Pekerjaan yang dapat kita sebut dengan profesi adalah yang mempunyai karakter
sebagai berikut;
bekerja penuh waktu,
orientasi kerja lebih untuk melayani daripada sekedar mencari nafkah (komitmen
untuk membantu orang lain, bahkan di luar waktu kerja),
bekerja berdasar ilmu dan keterampilan yang didapat dari pendidikan khusus,
bekerja secara otonom (berdasar keputusannya sendiri),
bekerja berdasarkan etika,
mempunyai tanda atau simbol identitas
terorganisir dalam asosiasi profesi
(Latham, 2002).
Pembuatan obat yang baik dan benar dan Pengawasan pembuatan obat.
SUMPAH APOTEKER
Nilai norma dari sumpah/janji seorang apoteker mengandung 5 substansi:
DI APOTEK:
1. Dokter menulis resep dengan kode, dan resep tersebut hanya bisa ditebus di
apotek yang ditunjuk dokter.
2. PSA menjual psikotropika dan pada saat membuat laporan bekerja sama
dengan dokter untuk membuatkan resep.
3. Krim malam, krim pagi buatan apotek sendiri, tidak diketahui formulanya.
DI RUMAH SAKIT:
Apoteker membuat suatu obat yang isinya campuran dari beberapa obat (oplosan).
DI INDUSTRI:
1. Klaim, saling mengklaim suatu produkmelanggar etika.
2. Kebohongan publikmenginfokan tentang khasiat suatu obat yang tidak
benar.
KASUS PRODUKSI
KASUS I:
Kasus Ia
1. Dalam FI IV disebutkan bahwa tablet efedrin memiliki kadar yang dapat
diterima adalah 90-100% efedrin anhydrat.
2. Untuk memproduksi tablet efedrin 50 mg sebanyak 1.000.000 tab diperlukan
50 kg serbuk efedrin anhydrat dengan penambahan berbagai bahan campuran
lainnya.
3. Hasil uji bagian QC didapat kadar efedrin 95,25%, KS/KB, WH memenuhi
syarat sehingga barang tersebut diluluskan.
4. Tablet efedrin yang dibuat menjadi 1.047.500 tablet.
5. Hasil ini terjadi berulang-ulang.
6. Telah dilakukan check proses, namun hasil sama.
Kasus Ib
Apoteker S, seorang Manajer roduksi suatu Industri farmasi diminta untuk
memproduksi sediaan Tablet Captoprl 25 mg. Sesuai dengan syarat standard
dalam Farmakope Indonesia edisi IV, syarat kadar Captopril tablet adalah 90 s.d.
110%. Guna memproduksi 100.000 tablet Captopril 25 mg, Apoteker S
menimbang 2,300 kg sehingga tiap tablet mengandung rata-rata 96,00%. Obat
dapat diproduksi dan secara peraturan perundang-undangan memenuhi syarat
kadar. Apoteker S dibanggakan oleh pemilik industri dan mendapat bonus besar
karena produksi Captopril tablet menghasilkan laba yang banyak.
Tindakan apa yang sebaiknya dilakukan oleh apoteker?
1. Cari komitmen pimpinan terhadap mutu.
2. Lakukan validasi proses.
3. Bobot keseragaman obat tablet efedrin 50 mg, walaupun range 95-110%, akan
tetapi harus ditimbang 50 mg jangan dikurangi.
KASUS II:
1. Pemerintah telah menetapkan harga jual obat adalah 1- 3 kali harga obat
generiknya. Seorang apoteker yang menjabat sebagai Manajer Produksi di
suatu industri farmasi mendapati bahwa harga bahan baku glibenclamide naik
sehingga setelah diproduksi menjadi tablet glibenclamide juga harga tinggi
2. Bila mengikuti harga yang ditetapkan pemerintah, pabrik mengalami kerugian.
Diketahui bahwa pabrik farmasi yang memproduksi glibenclamide tablet
hanya oleh beberapa pabrik farmasi.
KASUS III:
Sebuah pabrik obat tradisional Kec. Bumiayu Kab. Brebes Jawa Tengah
memproduksi OT mengandung BKO tanpa hak dan kewenangan. Ruang produksi
OT TIE dan mengandung BKO tersebut didesain seperti Bunker yang terletak
dibawah tanah dan bertingkat 2 (dua).
Pasal 3
1. Obat tradisional yang diproduksi, diedarkan diwilayah Indonesia maupun
dieksport terlebih dahulu harus didaftarkan sebagai persetujuan menteri.
2. Dikecualikan dari ketentuan ayat 1 adalah obat tradisional hasil poduksi:
a. Industri kecil obat tradisional dalam bentuk rajangan, pilis, tapel, dan
parem.
b. Usaha jamu racikan.
c. Usaha jamu gendong.
Pasal 6
1. Usaha industri obat tradisional wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Dilakukan oleh badan hukum berbentuk perseroan terbatas atau koperasi.
b. Memiliki nomor pokok wajib pajak.
Pasal 7
“Industri obat tradisional harus didirikan di tempat yang bebas pencemaran dan
tidak mencemari lingkungan”.
Pasal 8
“Usaha industri obat tradisional harus mempekerjakan secara tetap sekurang-
kurangnya seorang apoteker warga negara indonesia sebagai penanggung jawab
teknis”.
Pasal 9
1. Industri obat tradisional dan industri kecil obat tradisional wajib mengikuti
pedoman cara pembuatan obat tradisioanl yang baik (CPOTB).
2. Pemenuhan persyaratan dimaksud ayat 1 dinyatakan oleh petugas yang
berwenang melalui pemeriksaan setempat.
Pasal 23
Untuk pendaftaran obat tradisional dimaksud dalam pasal 3 obat tradisional harus
memenuhi persyaratan:
a. Secara empirik terbukti aman dan bermanfaat untuk digunakan
manusia .
b. Bahan obat tradisional dan proses produksi yang digunakan
memenuhi prsyaratan yang ditetapkan.
c. Tidak mengandung bahan kimia sintetik atau hasil isolasi yang
berkhasiat sebagai obat.
d. Tidak mengandung bahan yang tergolong obat keras atau narkotik.
KASUS PENGADAAN
Apotek menerima tawaran PBF karena ada pelicin/bonus.
KASUS DISTRIBUSI
KASUS I:
Apotek panel melanggar UU.
Untuk bersaing dengan apotek lain, sehingga apotek X mencari PBF yang menjual
harga murah walaupun tidak legal dengan tujuan agar bisa menjual kembali
dengan harga murah dengan diskon, sehingga mampu bersaing.
KASUS II:
Nempil obat antar apotek bagaimana aturan main yang baik?
Penyelesaian:
Pada prinsipnya yang penting (tolong menolong):
1. Bagi yang nempil:
a. minta tolong dengan sopan dan cara yang baik, jangan hanya menggunakan kertas
sobekan untuk pemesanan.
b. Komunikasikan / telepon dulu, siapkan dokumen tertulis.
c. Kalimat terbaik: (1) SP; (2) Copi Resep; (3) Dengan kertas yang baik. 1 & 2
Untuk nempil narkotik boleh tapi pake SP narkotik (baca UU Narkotika
No.35/2009)
2. Bagi yang ditempili:
a. Harga (pada umumnya HNA + PPN x index 1,3), namun untuk sejawat tidak
sama dengan harga pada umumnya, atau bukan juga harga netto, ini egois. Tapi
index misalnya 1,1. Tidak menarik biaya tueslag dan embalanse.
KASUS III:
Narkotik boleh didistribusikan dari apotek ke apotek, dari apotek ke RS. Masa
sesama sejawat tidak saling percaya untuk nempil obat, percuma kuliah lama kata
bu Bondan. Yang penting ada SP nya aja (kesepakatan di Yogya pake SP khusus,
tapi berdasarkan undang-undang yang penting ada permintaan tertulis dari
apoteker). UU Narkotik tahun 70an memang tidak diperbolehkan, namun UU
Narkotik sekarang boleh. UU Narkotika No. 35/2009:
Pasal 43
(1) Penyerahan Narkotika hanya dapat dilakukan oleh:
a. apotek;
b. rumah sakit;
c. pusat kesehatan masyarakat;
d. balai pengobatan; dan
e. dokter.
(2) Apotek hanya dapat menyerahkan Narkotika kepada:
a. rumah sakit;
b. pusat kesehatan masyarakat;
c. apotek lainnya;
d. balai pengobatan;
e. dokter; dan
f. pasien.
(3) Rumah sakit, apotek, pusat kesehatan masyarakat, dan balai pengobatan hanya
dapat menyerahkan Narkotika kepada pasien berdasarkan resep dokter.
(4) Penyerahan Narkotika oleh dokter hanya dapat dilaksanakan untuk:
a. menjalankan praktik dokter dengan memberikan Narkotika melalui suntikan;
b. menolong orang sakit dalam keadaan darurat dengan memberikan Narkotika
melalui suntikan; atau
c. menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek.
(5) Narkotika dalam bentuk suntikan dalam jumlah tertentu yang diserahkan oleh
dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya dapat diperoleh di apotek.
KASUS PELAYANAN
PELAYANAN RESEP
Definisi
Permenkes 922/Menkes/Per/X/1993–Pasal 1(h)
Resep adalah permintaan tertulis dari Dokter, Dokter Gigi, Dokter Hewan kepada
Apoteker Pengelola Apotik untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi
penderita sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku.
Resep yang baik adalah resep yang jelas dan dapat dibaca, resep harus memenuhi
peraturan yang ditetapkan oleh SK. MENKES RI No. 26 MenKes/Per/1981,
Bab III, pasal 10, yang memuat :
1. Nama, alamat dan No Surat Ijin Praktek Dokter
2. Tempat dan tanggal penulisan resep
3. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan obat.
4. Nama setiap obat/komponen resep (dengan Bentuk sediaan obat, Dosis, Jumlah
dan petunjuk pemakaian)
5. Tanda tangan/ paraf dokter, alamat jelas rumah untuk obat narkotika
6. Tanda seru/paraf dokter, pada obat yang melebihi dosis maksimum.
7. Nama penderita
Secara Teknis
Resep artinya pemberian obat secara tidak langsung, ditulis jelas dengan tinta,
tulisan tangan pada kop resep resmi kepada pasien, format, dan kaedah penulisan
sesuai dengan peraturan dan per Undang-Undangan yang berlaku.
Perundang-undangan:
Permenkes No.278/279/280/Menkes/SK/V/1981
1. Melayani resep dokter, dokter gigi dan dokter
hewan
2. Salinan resep harus ditanda-tangani atau diparaf
oleh Apoteker
Faktanya
Resep harus mudah dibaca dan mengungkapkan dengan jelas apa yang harus
diberikan (Zunilda, 1998).
Apabila apoteker menganggap pada resep tidak dapat dibaca dengan jelas atau
tidak lengkap, apoteker harus menanyakan kepada penulis resep (Hartono, 2003).
Dalam resep harus memuat: nama dokter, nomor Surat Izin Praktek dokter,
alamat dokter, tanggal penulisan resep, tanda tangan dokter, nama pasien, alamat,
umur, berat badan, nama obat, dosis, jumlah yang diminta, aturan pakai.
Resep yang mengandung narkotika harus ditulis tersendiri yaitu tidak boleh
ada iterasi (ulangan), ditulis dengan nama pasien tidak boleh m.i.=mihi
ipsi=untuk dipakai sendiri, alamat pasien dan aturan pakai yang jelas, tidak boleh
ditulis sudah tahu pakainya (Aniefa, 2000).
Pemberian obat yang terlalu banyak sebaiknya dihindari karena bisa bahaya.
Pemberian obat dalam jangka waktu yang terlalu lama sebaiknya dihindari.
(Joenes, 2001).
Skrining Resep
Persyaratan administratif yaitu: nama, nomor Surat Izin Praktek dan alamat
dokter, tanggal penulisan resep, paraf dokter penulis resep, nama, alamat, umur,
jenis kelamin, berat badan pasien, nama obat, dosis, dan jumlah yang diminta, dan
cara pemakaian yang jelas.
Jika terdapat sesuatu yang kurang jelas atau jika nampak telah terjadi kesalahan,
apoteker harus mengkonsultasikan kepada penulis resep. Hendaknya apoteker
tidak mengartikan maksud dari kata yang tidak jelas atau singkatan yang tidak
diketahui (Scott, 2000).
Beberapa jenis kesalahan memang cukup banyak dijumpai dalam penulisan
resep, misalnya masih banyak resep obat yang ditulis tanpa ada penulisan signa
atau aturan pakai, kadang kata signa yang dituliskan kurang jelas atau kurang
lengkap (Zairina dan Himawati, 2003).
Pelayanan Resep
Apabila apoteker menganggap bahwa dalam resep ada kekeliruan atau penulisan
resep yang tidak tepat, apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis
resep.
(Anief, M., 2000).
Kesimpulan
Resep tidak memenuhi persyaratan/ tidak sesuai dengan kaidah hukum dan teori
yang berlaku.
Resep tersebut dikonfirmasi dan didiskusikan lebih lanjut kepada dokter penulis
resep
Bila terdapat resep yang tidak memenuhi aturan-aturan diatas, resep tidak dapat
dilayani, begitu pula resep narkotika yang telah diambil sebagian oleh pasien
diapotek lain.
MASUK FORMULARIUM
Produk memiliki kualitas kurang bagus tetapi tetap dimasukkan ke dalam
formularium karena menjadi sponsor/PBF memberikan subsidi besar. Atau
sebaliknya kualitas baik tetapi tidak dicantumkan kedalam formularium, karena
tidak memberikan untung misalnya bonus atau penawaran menarik lainnya.
PERALATAN PENDUKUNG
Apoteker dalam memberikan pelayanan swamedikasi (OTC & OWA) melengkapi
dirinya dengan statoskop, tensi meter, alat tes gula darah dll. So???
Kontennya:
1. Kita harus tau tugas, tanggung jawab dan kewenangan profesi.
2. Tau kompetensi kita
3. Alat itu batasannya untuk apa dulu kita gunakan. Bukan untuk
diagnosa, namun untuk mendukung swamedikasi pasien dan monitoring
obat/hasil terapi serta hanya memberikan “warning” kepada pasien.
Disini emang terjadi dilema. Disatu sisi resep minta misalnya setengah tube. Jika
dibayar Cuma setengah, kita rugi dunk. Kalau dibayar 1 tube, padahal resep minta
hanya setengah tube.
So, solusi:
Racik obat sesuai dengan resep, lalu komunikasikan kepada pasien, resep dibuat
sekian tapi harga tetap 1 tube, sisanya bisa pasien bawa, nanti kalau ada resep
serupa bawa aja lagi tubenya jadi ntar gag perlu bayar lagi dengan catatan
penyimpanannya benar dan belum ED. Cara menghitung ED obat campuran racik
lihat ED obat paling pendek trus ED campuran adalah ½ dari ED terpendek tadi.
Walaupun ini perkiraan si, sulit ditentukan secara pasti soalnya. Biasanya si kalau
salep steril ED kira-kira 2 bulan setelah dibuka, kalua tetes mata steril githu
sekitar 1 bulan setelah dibuka.
Peraturan Menteri Kesehatan nomor 922/Menkes/Per/X/1993
BAB I Ketentuan Umum
Pasal 1
Resep adalah permintaan tertulis dari Dokter, Dokter Gigi. Dokter Hewan kepada
Apoteker Pengelola Apotik untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi
penderita sesuai peraturan perundang-undangan yang beriaku.
BAB VI Pelayanan
Pasal 14
(1) Apotik wajib melayani resep dokter, dokter gigi dan dokter hewan.
(2) Pelayanan resep dimaksud dalam ayat (1) sepenuhnya atas tanggungjawab
Apoteker Pengelola Apotik.
Pelanggaran undang-undang:
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen
Pelanggaran Etika:
Pasal 1:
Sumpah/janji : Setiap Apoteker/ Farmasis harus menjunjung tinggi, menghayati,
dan mengamalkan Sumpah Apoteker/Farmasis.
Pasal 5:
Di dalam menjalankan tugasnya setiap Apoteker/Farmasis harus menjauhkan diri
dari usaha mencari keuntungan diri semata yang bertentangan dengan martabat
dan tradisi luhur jabatan kefarmasian.
UU Pidana terkait kasus:
BAB XXV Tentang Perbuatan Curang
Pasal 382 bis
Barangsiapa untuk mendapatkan, melangsungkan atau memperluas hasil
perdagangan atau perusahaan milik sendiri atau orang lain, melakukan perbuatan
curang untuk menyesatkan khalayak umum atau seorang tertentu, diancam, jika
perbuatan itu dapat enimbulkan kerugian bagi konkuren-konkurennya atau
konguren-konkuren orang lain, karena persaingan curang, dengan pidana penjara
paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak tiga belas
ribu lima ratus rupiah.
Pasal 383
Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan, seorang
penjual yang berbuat curang terhadap pembeli:
1. karena sengaja menyerahkan barang lain daripada yang ditunjuk untuk dibeli;
2. mengenai jenis, keadaan atau jumlah barang yang diserahkan, dengan
menggunakan tipu muslihat.
Kesimpulan
Apoteker di apotek C melanggar undang-undang perlindungan konsumen,
sumpah dan kode etik profesi apoteker.
Solusi
• Apoteker harus menjalankan tugasnya sbg “decission maker” dalam hal ini harus
bs memberikan alternatif sediaan yg efisien dan efektif.
• Apoteker menjalankan tugasnya tidak hanya azas mencari keuntungan pribadi
tetapi memahami dan mengimplementasikan lafal sumpah dalam amanahnya
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kerja merupakan kekhasan manusia, dimana melalui kerja manusia
dapat mengekspresikan dirinya agar lebih dikenal orang lain. Dunia
kerja atau profesi merupakan suatu pekerjaan tertentu yang
dilakukan sebagai kegiatan pokok, dengan mengandalkan
keterampilan khusu, dilaksanakan sebagai sumber utama nafkah
hidup dan dilaksanakan dengan keterlibatan pribadi yang
menndalam. Karena itulah seorang professional pada suatu bidang
kerja tertentu adalah orang yang bener-benar terampil dengan bidang
kerja tertentu adalah orang yang benar-benar terampil dengan bidang
kerjanya, lebih terampil dibandingan dengan masyarakat umum.
3.2. Saran
Seorang yang berprofesi dalam dunia farmasi haruslah berhati-hati
dan memperhatikan kode etik dari profesi jangan sampai kita
melanggar UUD Kefarmasian.
DAFTAR PUSTAKA
https://shadrakathrine.wordpress.com/2012/09/19/makalah-etika-
profesi/
http://makalahlaporanterbaru1.blogspot.sg/2012/09/makalah-etika-
profesi-bidang-komputer.html
http://muaramasad.blogspot.sg/2013/03/pengertian-etika-profesi-
dan.html