Anda di halaman 1dari 53

Regulasi dan Etika Farmasi

Materi perkuliahan (3 sks): Acuan:


a. Hukum dan Etika 1. Website International
Pharmaceutical
b. Perkembangan Praktek Farmasi
Federation
c. Bidang Tugas Farmasi 2. Kumpulan peraturan
d. Posisi dan Peran Farmasis di Masyarakat perundang-undangan
kesehatan
ETIKA
Etika berasal dari bahasa Inggris Ethics: Ukuran
tingkah laku manusia yang baik, yakni tindakan yang
tepat harus dilaksankan oleh manusia sesuai dengan
moral pada umumnya.
Dari bahasa Yunani Ethos: Kebiasaan-kebiasaan
tingkah laku manusia; adat; akhlak; watak; perasaan;
sikap; dan cara berfikir. Dalam bahasa latin di kenal
istilah Mos atau Mores
Menurut kamus umum Bahasa Indonesia Etika berarti
pengetahuan tentang azas-azas akhlak (moral).
lanjutan
Kamus Bahasa Indonesia (1998), etika mengandung
arti:
Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk,
tentang hak dan kewajiban moral
Kumpulan asas atau nilai yang berkenan dengan akhlak
Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu
golongan atau masyarakat
Sumber/ landasan Etika
Nilai-nilai atau value
Norma
Sosial Budaya dibangun oleh konstruksi sosial dan
dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi
Religius
Agama mempunyai hubungan erat dengan moral
Agama merupakan motivasi terkuat perilaku moral atau
etik
Agama merupakan sumber nilai dan norma yang paling
penting
Agama mengandung ajaran moral yang menjadi pegangan
bagi perilaku
Kebijakan atau policy maker
KODE ETIK
Kode Etik adalah norma-norma yang harus
diindahkan oleh setiap profesi di dalam
melaksanakan tugas profesinya dan di dalam
hidupnya di masyarakat.
Kode etik diartikan sebagai ciri suatu profesi yang
bersumber dari nilai-nilai internal dan eksternal suatu
disiplin ilmu dan merupakan pengetahuan
komprehensif suatu profesi yang memberikan
tuntunan anggota dalam melaksanakan pengabdian
profesi.
HUKUM
Hukum berhubungan erat dengan moral. Hukum
membutuhkan moral. Hukum tidak mempunyai arti
kalau tidak dijiwai moralitas.
Moral hanya sebatas hal yang abstrak saja tanpa
adanya hukum, contoh: mencuri secara moral dan
hukum adalah salah.
Perbedaan Hukum dan Moral
Hukum Moral
Tertulis sistematis Bersifat subyektif tidak
Membatasu tingkah laku tertulis .
lahiriah dan legal formal Menyangkut sikap batin
Memaksa dan bersangsi seseorang
Hukum atas kehendak Moral tidak memaksa, sangsi
masyarakat dan negara berupa ketidaktengan.
Didasarkan pada norma
moral
ETIKA dan AGAMA
Agama mempunyai hubungan erat dengan moral, dasar
terpenting dari tingkah laku moral adalah agama.
Agama adalah sumber segala nilai dan norma yang
hendak kita tuju.
Prinsip-prinsip moral terkandung dalam Agama dan
berlaku universal
PRINSIP ETIKA DAN MORALITAS
DALAM PRAKTEK KEFARMASIAN
Etika dalam pelayanan kefarmasian merupakan isu
utama dalam profesi farmasi. Pelayanan kefarmasian
merupakan proses yang menyangkut dimensi:
penyiapan sediaan, distribusi maupun aspek
keamanan, kemanfaatan dan kesesuaian terhadap
pasien. Hal tersebut membutuhkan seorang farmasis
yang mampu menjalankan prinsip pekerjaan
kefarmasian dengan penuh tanggung jawab dan
berbasis pada prinsip moral dan tanggung jawab yang
dimilikinya.
Tujuan dan Dimensi Kode Etik
Tujuan Kode Etik:
Menjunjung tinggi martabat dan citra profesi
Menjaga dan memelihara kesejahteraan anggota
Meningkatkan pengabdian para anggota profesi
Meningkatkan mutu profesi
Dimensi Kode Etik:
Anggota dan klien
Anggota dan sistem
Anggota dan Profesi lain
Antar Anggota
Prinsip Kode Etik
Menghargai otonomi
Melakukan tindakan yang benar
Mencegah tindakan yang merugikan
Memperlakukan manusia secara adil
Menjelaskan dengan benar
Menepati janji yang telah disepakai
Menjaga kerahasiaan
Kode Etik Farmasis Indonesia (Keputusan no: 007/2005, konggres ISFI
XVII/2005
Kewajiban umum (kewajiban terhadap profesinya):
1. Setiap apoteker/ framasis harus menjunjung tinggi, menghayati dan
mengamalkan sumpah apoteker/ famasis
2. Berusaha mengamalkan dengan sungguh-sungguh kode etik apoteker/
farmasis
3. Menjalankan profesi sesuai kompetensi apoteker/ farmasis Indonesia
serta selalu mengutamakan dan berpegang teguh pada prinsip
kemanusiaan dalam melaksanakan kewajibannya
4. Selalu aktif mengikuti perkembangan dibidang kesehatan pada
umumnya dan di bidang farmasi khususnya
5. Menjauhkan diri dari usaha mencari keuntungan diri semata dan
bertentangan dengan martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian
6. Berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi orang lain
7. Sumber informasi sesuai dengan profesinya
8. Mengikuti perkembangan peraturan perundang-undangan dibidang
kesehatan umunya dan farmasi pada khususnya
Kewajiban terhadap penderita
Apoteker/ farmasi harus mengutamakan kepentingan masyarakat dan
menghormati hak asasi penderita dan melindungi mahkluk hidup insani
Kewajiban Apoteker terhadap teman sejawat
1. Memperlakukan teman sejawat sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan
2. Saling menasehati untuk mematuhi ketentuan kode etik
3. Mempergunakan kesempatan untuk meningkatkan kerjasama yang baik
sesama apoteker/ farmasis dan mempertebal rasa saling mempercayaidi
dalam menunaikan tugasnya
Kewajiban terhadap tenaga kesehatan lainnya:
1. Membangun dan meningkatkan hubungan profesi, saling mempercayai,
menghargai dan menghormati sejawat petugas kesehatan
2. Menjauhkan diri dari tindakan atu perbuatan yang dapat mengakibatkan
berkurangnya/ hilangnya kepercayaan kepada masyarakat kepada sejawat
petugas kesehatan lain
Etika dalam Praktek Kefarmasian
Etika merupakan suatu pertimbangan sistematis
tentang perilaku benar atau salah, kebajikan atau
kejahatan yang berhubungan dengan perilaku.
Etika dilandasi oleh nilai-nilai moral.
Klarifikasi nilai moral meliputi fase:
Pilihan, kebebasan manusia untuk memilih
Penghargaan, apresiasi klien terhadap langkah yang
kita tempuh
Tindakan, integrasi nilai dalam pekerjaan secara
konsisten
Perilaku Etis Profesional
Farmasis harus memiliki komitmen yang tinggi untuk
memberikan asuhan kefarmasian yang berkualitas
berdasarkan standar perilaku yang etis dalam praktek
kefarmasian.
Perilaku pengambilan keputusan dalam layanan
kefarmasian meliputi dua pendekatan:
Pendekatan berdasar prinsip (etika); menghargai
martabat klien, menghindari perbuatan salah,
memberikan sesuatu yang bermanfaat, keadilan
menjelaskan manfaat dan resiko.
Pendekatan berdasarkan asuhan, berpusat pada
hubungan interpersonal, meningkatkan penghormatan
dan penghargaan terhadap martabat klien, mengolah
berbagai saran dan data, menekankan pada tanggung
jawab moral, kebaikan, empati.
Unsur pelayanan profesional:
Didasarkan pada sikap profesional
Ditujukan untuk kepentingan yang menerima
Pelayanan yang diberikan serasi dengan standar profesi
Memberikan perlindungan bagi anggota profesi
Kriteria Perilaku Profesional
Bertindak sesuai dengan keahlian dan didukung oleh
pengetahuan, pengalaman dan ketrampilan
Bermoral tinggi
Berlaku jujur terhadap diri sendiri maupun orang lain
Tidak melakukan tindakan coba-coba yang tidak
didukung pengetahuan profesi
Tidak memberikan janji berlebihan
ISU ETIK dalam PENGAMBILAN KEPUTUSAN PRAKTEK
KEFARMASIAN
Etik merupakan bagian dari dasar tindakan manusia
yang berhubungan dengan nilai manusia dalam
menghargai suatu tindakan apakah benar atau salah
dan penyelesaiannya baik atau buruk.
Kesadaran tentang baik dan buruk dipengaruhi oleh:
lingkungan, pendidikan, sosial budaya, agama, hal ini
disebut pula sebagai kesaradarn moral/ kesadaran
etik.
Kesadaran moral erat kaitannya dengan nilai-nilai,
dan keyakinan sesorang.
Dalam praktek kefarmasian seringkali dihadapi
permasalahan yang bersfat dilematis, artinya kita
dihadapkan pada keputusan yang berkaitan dengan
etik, dilema muncul karena terbentuk pada konflik
moral, pertentangan batin atau pertentangan nilai-
nilai yang diyakini oleh farmasis dengan kenyataan
yang ada.
ISU MORAL DAN DILEMA MORAL
Isu moral merupakan topik yang penting
berhubungan dengan benar dan salah dalam
kehidupan sehari-hari, dan berhubunngan dengan
kejadian yang luar biasa seperti menyangkut konflik,
mal praktik, perang dsb. Contoh vaksin meningitis
untuk jamaah haji.
Dilema moral adalah suatu keadaan dimana
dihadapkan pada dua alternatif pilihan yang kelihatan
sama atau hampir sama dan membutuhkan
pemecahan. Ketika mencari solusi atau pemecahan
masalahharus mengingat tanggung jawab profesional
Tindakan selalu ditujukan untuk meningkatkan
kenyamaan dan kesejahteraan pasien
Menjamin bahwa tindakan yang diklakukan didasarkan
pada rasa tanggung jawab dan mengutamakan
kepentingan pasien.
Contoh studi kasus:
Beberapa Contoh:
Permasalahan etik dalam kehidupan sehari-hari:

Permasalahan etik dalam kaitannya dengan


teknologi:

Permasalahan etik dalam kaitannya dengan profesi


farmasi:
Pengambilan Keputusan dalam
Pelayanan Kefarmasian
Lima hal pokok dalam pengambilan keputusan:
Intuisi, berdasar perasaan, lebih subyektif dan mudah
terpengaruh
Pengalaman, mewarnai pengetahuan praktis
Fakta, keputusan lebih riil, valid dan baik
Wewenang
Rasional, bersifat obyektif transparan dan konsiosten
Faktor-Faktor yang memicu Perkembangan Praktek
Kefarmasian
Product Oriented Patient Oriented

Penyedia dan Penyalur Obat


Pembangunan kesehatan bertujuan untuk
(demografi obat dan farmakoekonomi
meningkatan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
agar terwujud derajat kesehatan yang
optimal UU No. 23/ 1992
Concern terhadap kepentingan Perlindungan terhadap kepentingan pasien/
layanan pasien konsumen kesehatan UU No. 8/1999
Drug monitoring dan pharmacy
practice Farmasi Sosial
Farmasi (bidang kefarmasian):
Adalah suatu profesi yang concerns, commits dan competens tentang obat
(Riswaka Sudjaswadi, 2000)
Pharmacy is the health profession that links the health sciences with the
chemical sciences and it is charged with ensuring the safe use of medication (
http://en.wikipedia.org/wiki/pharmacy)
Pharmacy is health profession who help people to maintain good health to avoid
ill health and where appropriate to acquire and make the best use of their
medicines

Lingkup pharmacy practice meliputi compounding and dispensing medicine,


patient care, clinical services, reviewing medications for safety and efficacy dan
melayani drug information.

Pharmacist are experts on drug therapy and are the primary health
professionals who optimize medication use to provide patients with positives
health outcomes
Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus pendidikan profesi dan
telah mengucapkan sumpah berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia

Profesi adalah pekerjaan yang menunjukkan karakter specialized knowledge


dan diperoleh secara academic preparation.

A profession is an occupation that requires extensive training and the study


and mastery of specialized knowledge and usually has professional
association, ethical code and process certification or licensing.

A profession is identified by willingness of individual practitioner to comply


with ethical and professional standards which exceed minimum legal
requirements

Ciri khas profesi adalah: 1) memiliki pengetahuan yang khas (unusual


learning dengan batas pengetahuan yang jelas. 2) memberikan layanan
kepada masyarakat dalam praktek keprofesian. 3) memiliki himpunan profesi.
4)
menujunjung tinggi kode etik dalam pengabdian profesinya. 5) memiliki
motivasi altuistik dalam layanan. 6) proses pembelajaran berkelanjutan. 7)
mendapatkan jasa
Kemampuan/ keahlian dasar farmasis:

Bioavalaibility
Clinical pharmacy
Sediaan obat
Biofarmasetika dan
Farmakokinetik sosial Monitoring obat
farmasi
Aplikasi klinis
Faramakologi Medicinal
chemistry pharmaceutical
technology dan pharmacognosy

Ilmu pengetahuan alam untuk farmasi

Kontruksi disiplin ilmu kefarmasian dan outcome proses pendidikan farmasi


Secara garis besar tanggung jawab farmasi adalah:
1. Memahami prisnip jaminan mutu obat
2. Menguasi jalur ditribusi dan pengawasan obat
3. Mengenal struktur harga obat
4. Informasi dan layanan informasi obat
5. Memberikan advice kepada pasien tentang pengobatannya
6. Bekerjasama dan menjaga keharmonisan dengan profesi kesehatan
yang lain.

Bidang pekerjaan kefarmasian:


1) Community pharmacy, 2) Hospital pharmacy, 3) Nuclear phramacy, 4)
Compounding pharmacy, 5) Consultant pharmacy 6) Industri farmasi 7)
Administrator pelayanan kefarmasian
Secara terperinci faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan farmasi
sosial yang mengarah kepada layanan berorientasi kepada pasien adalah:

1. Semakin banyak muncul problem yang terkait dengan pengobatan


2. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang memungkinkan
farmasi fokus kepada pengembangan wawasan tentang drug related
problems, care processes outcomes.
3. Aplikasi farmakogenomik untuk optimasi penanganan pasien. Profil
genetik pasien digunakan dalam analisis pemilihan obat, penentuan
dosis dan perkiraan efek samping obat. Hal ini meningkatkan probloem
penenganan pasien dan memerlukan kerjasama tim kesehatan
4. Permintaan pasien akan informasi tentang obat, drug related problem,
dan permintaan informasi terbaru tentang obat baru oleh tenaga
kesehatan lain.
5. Peningkatan pengakuan akan kebutuhan dampak klinik, ekonomi dan
humanistic patient outcomes memerlukan koleksi data dan analisis yang
lengkap termasuk obat.
6. Patient care oleh pharmacist mendapatkan imbalan jasa dari pasien
Faktor-faktor penghambat:
1. Perbedaan prilaku dan tujuan individual dari farmasis mengurangi
semangat kebersamaan farmasis
2. Dikenal sebagai profesi terkait dengan produk dispensing
3. Kompetensis dan konfidensi farmasi masih terasa kurang
4. Berkurangnya posisi farmasis
5. Kepentingan bisnis
6. Kurangnya penghargaan terhadap layanan kefarmasian dari sisi
ekonomi maupun dari sisi status sosial.
7. Perbedaan skill antar farmasis yang masih dibawah standard yang
dibutuhkan untuk berinteraksi dengan pasien maupun dengan tenaga
kesehatan lainnya.
Upaya mempertegas peran profesi farmasi

Farmasi adalah tenaga kesehatan profesional yang bertanggung


jawab secara profesional dalam upaya meyakinkan dan menemukan
pengobatan yang memberikan keuntungan terapetik yang optimal bagi
pasien.
Upaya penguatan peran farmasis dapat dilakukan dengan cara
berikut:
1. Continuing professional development (pengembangan profesi
berkelanjutan) harus merupakan komitmen seorang farmasis untuk
mengembangkan keahliannya.
Continuing Professional Development:
Merupakan tanggung jawab farmasis secara individu maupun
sistematik untuk menjaga, mengembangkan dan memperluas
wawasan, keterampilan dan prilaku untuk memantapkan kompetensi
sebagai professional secara berkelanjutan dalam karir mereka
Dilakukan dengan cara updating wawasan dan skill
Personal assessment, performance review, audit
exercise, requirement of professional

Self Appraisal

Personal plan Identify resources


and action required
Evaluation

Evaluate Action Participate in CPD


personal
benefits and Presentation, teach,
benefit to clients short course, talking
with colleague and
expert, formal
education programmes
Documentation
Keep records of all CPD
activities

Continuing professional development process


2. Farmasis menerima pembagian tanggung jawab dengan professional
tenaga kesehatan lain untuk layanan kepada pasien.
3. Memperkuat organisasi profesi ditingkat nasional untuk
mengembangkan strategi yang terkoordinasi dalam penentuan
sistem manajemen, layanan maupun pembiayaan untuk farmasis
pada layanan pasien yang tidak terkait langsung dengan distribusi.
4. Pengembangan dan penggunaan tekonologi untuk meningkatkan
kemampuan farmasis pada segala bidang. Pemanfaatan teknologi
pada proses peresepan, distibusi, informasi obat dan drug therapy
management.
5. Bekerjasama dengan pemerintah dan DPR untuk merivisi ataupun
mengusulkan aturan tentang layanan kefarmasian untuk peningkatan
peran farmasis dalam pembagian tanggung jawab kerja maupun
daam kerjasama dengan profesional kesehatan lainnya.
6. Kerjasama dengan perguruan tinggi untuk penguatan keahlian
lulusannya.
7. Upaya kolaboratif oleh organisasi profesi, akademisi dan sistem
layanan kesehatan untuk merumuskan model pharmacy practice
dengan settting penguatan orientasi pasien
Upaya-upaya tersebut dilakukan untuk meningkatkan komitmen farmasis
dalam memenuhi prinsip-prinsip profesionalisme dalam farmasi yang
terangkum dalam 6 hal berikut:
1. Altruisme : Menempatkan pasien sebagai pusat layanan diatas
kepentingan lainnya. Dengan kata lain tidak menurunkan kualitas layanan
meskipun pasien tidak mampu membayar.
2. Accountability : Farmasis memiliki akuntabilitas/ tanggung jawab untuk
menyatakan dan memenuhi kesepakatan kerja dengan pasien mereka.
Memenuhi tuntutan kebutuhan masyarakat dan menjalankan tugas sesuai
dengan kode etik dan standard layanan yang telah ditentukan oleh
organisasi profesi.
3. Exellence : Farmasis harus memiliki komitmen untuk selalu bekajar
dan meningkatkan pengetahuan untuk melayani pasien termsuk keinginan
untuk melewati batas minimal standard layanan, menghasilkan layanan
berkualitas, memenuhi tanggung jawab dan berkomitmen membantu
pasien.
4. Duty : Farmasis harus memiliki komitmen untuk melayani
pasien meskipun tidak menyenangkan bagi farmasis.
5. Honor and integrity : Farmasis harus adil, jujur, menjaga kata-kata
6. Respect for other : Farmasis harus memberikan respeknya kepada
farmasis lain, tenaga profesional kesehatan lain, pasien dan keluarganya.
Pengembangan Pharmacy Practice
Pharmacist should move from behind the counter and start serving the
public by providing care instead of pills only. There is no future in the
mere act of dispensing. That activity can and will be taken over by the
internet, machines and/ or hardly trained technicians. The fact that
pharmacist have an academic training and act as health care proffesional
puts a burden them to better serve the community than they currently
only. (From: Pharmaceutical care, European developments in concepts,
implementation and research)
Pola hubungan kerja dokter dan farmasis

Pengobatan Layanan kefarmasian:


Dokter memberikan
resep Farmasis sebagai penyedia
obat
Tenaga lain perawat,
? ?????? asisten farmasis merasa
Pasien ?
memiliki kompetensi
dalam bidang obat

Dokter sebagai penanggunga jawab utama keberhasilan terapi


Apakah farmasis masih diperlukan?
Profesi exist untuk melayani masyarakat, layanan kefarmasian harus
ditujukan kepada kebutuhan inddividu dan masyarakat

Konsep layanan kefarmasian: Farmasis memiliki tanggung jawab


terhadap pasien yang menjadi tanggung jawab pelayanan profesi
farmasi
Apakah diperlukan Pharmacy practice?
Pola hubungan tradisional dokter dan farmasis (ataupun dengan
professional lain), selama ini dianggap sederhana, aman dan tidak mahal
Kompleksitas permasalahan dalam dunia pengobatan menunjukkan pola
hubungan tradisional tersebut tidak lagi sesuai, tidak dapat meyakinkan
untuk faktor keamanan, efektifitas dan kepatuhan pada terapi obat.

Seringkali muncul medication error:


4-10% pasien dinegeara berkembang mengalami dampak negatif
pengobatan disebabkan karena adanya multiple drug therapy khusunya
pada pasien yang sudah tua dan dengan penyakit yang kronis dan
menjadi penyebab kematian peringkat ke-4 – 6 di negara berkembang.
Dari sisi pembiayaan kasus tersebut memakan biaya sebesar 130 miliar
dolar pertahun. Sementara di Inggris memakan biaya 812 miliar dolar
pertahun.
Dispensing masih tetap harus menjadi tanggung jawab farmasis. Farmasis
mengelola dispensing process dan bertanggungjawab terhadap kualitas
dan outcome proses layanan tersebut.

Fakta-fakta tersebut menjadi ancaman sekaligus kesempatan bagi


farmasis pada sektor layanan kesehatan untuk menunjukkan eksistensi
sebagai profesi yang memami tentang drug therapy.

Dimensi baru pharmacy practice:


1. Pharmaceutical care
2. Evidence based pharmacy
3. Meeting patients needs
4. Chronic patient care
5. Self medication
6. Quality assurance of pharmaceutical care services
7. Clinical pharmacy
Missi pharmacy parctice :
Menyediakan obat/ pengobatan atau produk-produk kesehatan yang lain dan
layanan-layanan untuk membantu perorangan ataupun mayasrakat untuk
menghasilkan layanan ataupun produk terbaik kepada yang membutuhkan.

Layanan kefarmasian secara komprehensif termasuk memberikan jaminan


pada pelayanan kefarmasian yang baik. Hal ini memerlukan jaminan
kualitas pada proses penggunaan obat untuk menghasilkan terapi yang
maksimum dan mencegah adanya efek samping yang merugikan pada
pasien.

Istilah pharmaceutical care muncul sebagai filosofi parktek layanan


kefarmasian. Konsep dasar antara pharmaceutical care dan good pharmacy
practice mirip dan dapat dinyatakan GPP adalah jalan untuk menerapkan
adanya konsep pharmaceutical care.
Persyaratan yang diperlukan menuju pada GPP:
1. GPP menuntut concern pharmacist pada berbagai bidang untuk
memperhartikan kesejahteraan pasien.
2. GPP menuntut inti layanan/ aktivitas kefarmasian adalah suplly obat
dan produk kesehatan lain dengan menjamin kualitasnya, memiliki
kesesuaian informasi dan memberikan saran kepada pasien diikuti
dengan monitoring terhadap penggunaan obat tersebut.
3. GPP sebagai bagian integral dari kontribusi farmasis untuk
mempromosikan penggunaan obat-obatan yang rasional dan
ekonomis.
4. GPP mensyaratkan sebagai tujuan dari elemen layanan kefarmasian
adalah relevan terhadap pasien.
Untuk memenuhi syarat-syarat tersebut diperlukan kondisi-kondisi sebagai
berikut:
1. Professionalime sebagai filosofi pokok layanan.
2. Farmasi memiliki informasi tentang penggunaan obat oleh pasien dari
input sampai dengan keputusan tentang penggunaan obat. Diperlukan
sistem yang baku yang memungkinkan pharmacist untuk melaporkan/
memperoleh laporan tentang adverse drug reaction, medication error,
kelainan produk. Laporan tersebut termasuk informasi tentang obat yang
diperoleh oleh pasien baik melalui farmasis maupun tidak.
3. Hubungan antara farmasis dengan tenaga kesehatan lain yang harmonis
khususnya dokter sebgai patner dalam terapi terhadap pasien
dilandaskan pada saling percaya dan yakin pada tahapan farmakoterapi.
4. Hubungan antar farmasis sebagai kolega untuk mencari upaya
peningkatan layanan tidak sebagai kompetitor.
5. Farmasis harus mengetahui informasi penting tentang obat dan
pengobatan masing-masing pasien. (Diperlukan record).
6. Program poendidikan yang terarah untuk menghasilkan profesional
untuk menjawab tantangan-tantangan layanan kefarmasian
Professional Standards Pharmaceutical Care
Standard Professional Asuhan Kefarmasian

Obat-obat modern memilki karakteristik effektif dan memiliki aksi yang


spesifik. Obat merupakan kelompok terapi yang umumnya bersifat self-
adminestered.
Kesuksesan tergantung pada partisipasi pasien dan memerlukan infomasi
yang obyektif untuk mendapatkan keuntungan terapi dan menghindari efek
samping yang tidak diinginkan
Terapi dengan obat merupakan kolaboratif proses yang melibatkan pasein,
dokter dan farmasis.
Perkembangan penggunaan obat tanpa resep pada treatment penyakit-
penyakit yang umum.
Diperlukan peran serta farmasis untuk memberikan informasi dan saran
untuk mencapai target pengobatan yang aman dan efektif.
Prinsip asuhan kefarmasian melekat pada GPP
Asuhan kefarmasian:
Tanggung jawab pemberian farmako terapi dengan tujuan untuk mencapai
target peningkatkan kualitas hidup pasien. Merupakan upaya kolaboratif
untuk mencegah dan mengatasi permaslahan yang muncul dari
penggunaan obat (drug related problem) dan produk-produk kesehatan.

Tujuan Asuhan kefarmasian:


Untuk optimasi layanan klinis kepada pasien sehingga dihasilkan luaran
yang positif (ada peningkatan kesehatan dan kualitas hidup pasien).
Langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut:
1. Hubungan professional antara pasien dengan farmasis.
2. Memerlukan medication record, termasuk informasi spesifik.
3. Evaluasi terhadap informasi pasien dan mengembangkan terapi yang
melibatkan pasien dan pemberi resep.
Langkah-langkah paraktis pada asuhan kefarmasian:
1. Pengumpulan data: interview dengan pasien, data yang diperoleh harus
akurat. Dikaitkan pula dengan informasi penunjang: misal gaya hidup,
faktor obat-obatan dan faktor-faktor penyakit.
2. Evaluasi terhadap informasi dan memformulasi perecanaan, farmasis
bekerjasama dengan tenaga kesehatan lain mengidentifikasi dan
mengevaluasi untuk menghasilkan tindakan yang sesuai dengan standar
kemanan dan efektifitas (terkait dengan ekonomi) terhadap langkah
terapi yang telah dan akan dikerjakan untuk meminimalkan dampak yang
tidak diinginkan.
3. Penerapan rencana, farmasis bekerjasama dengan pasien untuk
meningkatkan pemahaman pasien dan komitmen untuk menjalankan
program terapi. Farmasis menjamin pasien mengerti bagaimana
menggunakan obat-obatn yang diperlukan dan peralatan yang diperlukan
4. Monitoring dan modifikasi program untuk mendaptkan positive outcome,
farmasis scr regular mereview kemajuan pasien. Apabila tidak
mendapatkan kemajuan seperti yang diharapkan dilakukan modifikasi
rencana
5. Follow up, setelah diperoleh outcome sesuai dengan yang diharapkan,
diikuti dengan langkah lanjut untuk memastikan keberlanjutan kondisi
pasien.

Anda mungkin juga menyukai