BIOTEKNOLOGI HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2020
KATA PENGANTAR
Penyusun
i
DAFTAR ISI
Halaman
ii
LEMBAR EVALUASI
DATA MAHASISWA
Nama
NIM
Anggota Kelompok
Kelas Praktikum
Kelas Teori
Kelompok Praktikum
Dosen Pengasuh Kelas
Pontianak, ………………………
Dosen Pengasuh Praktikum
(…………………………………..)
NIP.
iii
TATA TERTIB PRAKTIKUM
Penyusun,
Tim Dosen Pengasuh Praktikum
Bioteknologi Hutan
iv
1
ACARA I
EKSTRAKSI SPORA FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA
DAN PEWARNAAN AKAR
B. Dasar Teori
Fungi mikoriza arbuskula (FMA) merupakan mikrob tanah yang dapat
bersimbiosis hampir 90% tanaman di dunia. Berdasarkan kajian molekuler Schüßler
et al. (2001) dan Schüßler dan Walker (2010), klasifikasi FMA terdiri dari 4 ordo
(Glomerales, Diversiporales, Paraglomerales, dan Archaeosporales), 11 famili, dan
17 genus. FMA merupakan sumber daya hayati yang dapat dimanfaatkan untuk
berbagai kepentingan. Hal ini dikarenakan FMA mempunyai 4 peran fungsional,
yaitu sebagai bioprosesor, bioprotektor, bioaktivator dan bioagregator. Agar dapat
dimanfaatkan secara optimal, maka sangat penting memahami teknik atau metode
dasar bekerja dengan FMA.
Pengambilan contoh tanah dan akar dari lapangan merupakan langkah awal
bekerja dengan FMA untuk menyiapkan bahan yang akan digunakan untuk
mempelajari keberadaan dan mendapatkan propagul FMA (spora, hifa ekstraradikal,
akar bermikoriza) yang masih viabel. Spora FMA dalam tanah atau yang ada di
rizosfer dapat diekstraksi secara langsung dengan atau tanpa penghancuran contoh
tanah dan akar menggunakan air yang mengalir. Spora yang ada di dalam akar
(intraradikal) hanya dapat diekstrak setelah akarnya dihancurkan dengan blender.
Spora selanjutnya ditangkap dengan penyaring bertingkat.
Pewarnaan akar diperlukan untuk menentukan derajat atau intensitas kolonisasi
FMA di akar tanaman. Kolonisasi FMA dihitung berdasarkan kenampakan struktur
intraradikal FMA (hifa, spora dalam akar, vesikel, arbuskula) yang dapat bersenyawa
dengan senyawa pewarna pada kondisi masam. Pemasaman akar akan efektif bila
seluruh larutan alkali (basa) yang digunakan sebelumnya dapat dibersihkan dengan
bantuan air (pencucian). Prinsip ini digunakan pada berbagai metode pewarnaan akar.
Cara kerja baku pewarnaan akar mengacu pada cara kerja Philips dan Hayman (1970)
yang menggunakan HCl, zat warna biru tripan (tryphan blue), gliserol dan asam
laktat. Bahan-bahan tersebut harganya mahal dan kurang baik untuk kesehatan
(khususnya pewarna biru tripan yang bersifat karsinogenik). Penggunaan cuka
komersial sebagai bahan pemasam dan tinta tulis menjadi alternatif yang aman dan
memberikan hasil pewarnaan yang baik (Nusantara et al. 2012). Hasil perhitungan
kolonisasi FMA di akar kemudian dikategorikan berdasarkan kriteria Rajapakse dan
Miller (1992) atau O’Connor et al. (2001).
2
C. Jadwal Praktikum
Maret 2020
b. Congkel akar tanaman beserta tanah dengan bantuan cangkul atau sekop. Akar
yang diambil untuk contoh berdiameter kurang dari 1 mm (akar serabut).
Apabila akar tanaman pohon yang akan diambil, dugalah lebih dulu di mana
ujung akar (dapat dirunut dari akar lateral yang besar), kemudian gali
menggunakan pisau belati supaya tidak merusak akar.
c. Pada setiap satu tanaman, contoh tanah dan akar diambil dari beberapa titik
kemudian dikompositkan agar menjadi contoh komposit. Untuk kelompok
tanaman perdu dan anakan pohon, potong akar pada bagian leher akar dan
kemudian contoh tanah dimasukkan ke dalam kantong plastik secara bersama-
sama.
d. Ambil tanah dan potongan akar secukupnya dari beberapa tanaman inang yang
sejenis (minimal 3).
e. Lekatkan label pada bagian luar kantong plastik. Beri keterangan pada label
mengenai tanggal dan lokasi pengambilan contoh, jenis tanaman inang, jenis
tanah, dan informasi lain yang dipandang perlu.
f. Biarkan kantong plastik tetap terbuka selama beberapa saat. Tujuannya adalah
untuk menurunkan suhu dan respirasi berkurang (ditandai dengan tidak adanya
uap air dalam kantong plastik).
g. Contoh tanah dan akar harus segera diproses sesampainya di laboratorium atau
masukkan dalam lemari pendingin bila tidak langsung diproses.
h. Untuk ekstraksi spora, contoh tanah dan akar dihancurkan supaya gembur.
i. Sebagian contoh akar dicuci bersih dan hati-hati di bawah air mengalir dan
selanjutnya diproses untuk pemeriksaan ada tidaknya kolonisasi FMA dalam
akar dengan pewarnaan akar.
2. Ekstraksi spora
a. Masukkan contoh tanah (100 g) ke dalam wadah baskom atau ember kecil,
kemudian tambah air secukupnya. Aduk dan remas dengan tangan untuk
menghancurkan agregat/bongkahan tanah. Akar yang tersekap di dalam agregat
tanah dikeluarkan tapi tidak dibuang.
b. Masukkan suspensi tanah dan akar ke dalam tabung blender, khususnya untuk
agregat tanah yang sulit dihancurkan dengan tangan. Hancurkan contoh tanah
tersebut dengan menekan tombol start agar spora terlepas dari agregat hifa
yang menempel pada akar atau tanah.
c. Waktu memblender tidah boleh terlalu lama karena justeru akan
menghancurkan akar yang akan membuat ekstrak menjadi semakin keruh.
d. Tuangkan suspensi tanah dan akar ke penyaring bertingkat. Bagian paling atas
adalah penyaring dengan ukuran mata saring terbesar dan yang paling bawah
ialah penyaring dengan ukuran mata saring terkecil. Ukuran mata saring 38-63
µm sudah dapat menangkap sebagian besar spora FMA. Biasanya partikel-
partikel liat masih terikut, sehingga mengotorkan hasil penyaringan.
e. Endapan yang terdapat pada penyaring terbawah dipindahkan ke piala gelas
(Beaker glass) dengan bantuan air dari botol semprot.
f. Aduk dan tuangkan ke tabung sentrifugasi. Tinggi ekstrfak sebaiknya tidak
melebihi 1 cm dan harus tersedia cukup ruangan agar suspensi tidak tumpah.
g. Tuangkan larutan gula 60% ke dalam suspensi tanah dalam tabung sentrifugasi
sebanyak dua kali volume ekstrak.
h. Lakukan sentrifugasi dengan kecepatan 3.000 rpm selama kurang lebih 3 menit
atau 2.500 rpm selama 5 menit.
i. Spora akan mengapung pada larutan gula atau bagian atas suspensi jernih.
4
Gambar 2. Kombinasi cuka komersial dan tinta tulis warna biru sebagai
zat pemasam dan pewarna struktur mikoriza (Foto: Abimanyu
D Nusantara).
H. Kesimpulan (Skor 5)
ACARA II
B. Dasar Teori
Bakteri adalah sekelompok mikroorganisme bersel satu, dan bersifat prokariotik
karena mempunyai inti tetapi tidak bermembran atau tidak mempunyai pembungkus
inti. Bakteri berukuran mikroskopis berkisar antara 0,12 mikron, dan mempunyai
beberapa organel yg dpt melaksanakan fungsi hidup. Bakteri mampu bergerak aktif
karena punya flagel. Cara berkembangbiak bakteri adalag dengan membelah diri,
dengan ukuran yang sangat kecil sehingga hanya dapat dilihat dengan mikroskop.
Sel bakteri berikut bagian-bagian tubuhnya adalah sebagai berikut:
C. Jadwal Praktikum
April/Mei 2020
- Aquadest
- Spirtus
- Alkohol 70%
- Aluminum foil
Alat:
- Autoclave, untuk sterilisasi media dan alat.
- Neraca analitik.
- Hot plate, untuk memanaskan dan homogenisasi media.
- Gelas ukur, untuk mengukur aquadest.
- Cawan Petri, sebagai tempat pertumbuhan bakteri.
- Pipet mikro, untuk mengukur suspensi yang akan disemprotkan di media.
- Hand sprayer, untuk menyemprotkan alkohol.
- Erlenmeyer, untuk mencampur bahan kimia dengan pelarut.
- Laminar air flow, untuk melakukan isolasi mikrob agar tidak kontaminasi.
- Label, untuk kode pada cawan petri.
- Microtube, untuk penempatan suspensi pengenceran.
- Shaker, untuk homogenisasi larutan suspensi
E. Prosedur Kerja
1. Pembuatan medium tauge ekstrak agar (TEA) dibuat asisten praktikum
Tauge ekstrak agar (TEA) termasuk medium semi alamiah karena tersusun atas
bahan alami (tauge) dan bahan sintetis (sukrosa dan agar). TEA digunakan untuk
menumbuhkan khamir dan kapang. Medium ini berdasarkan konsistensinya termasuk
medium padat karena terdapat agar sebagai bahan penyusunnya, sedanghkan
berdasarkan susunan kimianya termasuk medium non sintetik/semi alamiah. Fungsi
bahan yang digunakan pada medium TEA : tauge sebagai sumber vitamin, nitrogen
organik dan senyawa karbon. Sukrosa sebagai sumber gula dan energi. Agar untuk
memedatkan medium TEA. Aquadest untuk melarutkan agar, sukrosa dan tauge.
Komposisi bahan yang diperlukan dalam pembuatan medium TEA (1000 mL)
sebagai berikut:
– Tauge : 100 g
– Sukrosa : 60 g
– Agar : 15 g
– Aquadest : 1000 mL
Cara Kerja :
a. Tauge dipotong bagian bawah akar dan bagian atas pucuknya
b. Bagian tengahnya diambil dan dipotong- potong seukuran satu centimeter,
kemudian dicuci.
c. Ditimbang tauge sebanyak 10 g, sukrosa 6 g, agar 1,5 g.
d. Bahan-bahan dimasukkan ke dalam gelas Beaker, kemudian aquadest
ditambahkan hingga volume 100 mL kemudian merebus tauge sampai mendidih
(5-20 menit).
e. Setelah mendidih, angkat larutan tersebut dan saring ekstraknya menggunakan
kertas saring dan corong lalu masukkan ke dalam tabung Erlenmeyer.
f. Erlenmeyer ditutup dengan aluminum foil dan plastik serta diikat dengan karet,
kemudian disterilisasi dalam autoklaf pada tekanan 2 atm selama 15- 20 menit.
g. Media yang telah dingin disimpan dalam kulkas.
9
2. Pengambilan sampel
a. Sampel tanah diambil di bawah tegakan pohon hutan
b. Sampel tanah diambil menggunakan sarung tangan plastik, kemudian digunakan
sekop yang telah disterilkan dengan disemprot alkohol 70% kemudian
dikeringkan.
c. Sampel tanah diambil pada kedalaman 0-20 cm.
d. Tanah diambil sebanyak ±200 g.
e. Sampel tanah dibawa ke laboratotium menggunakan ice box untuk dilakukan
proses isolasi.
H. Kesimpulan (Skor 5)
ACARA III
KULTUR JARINGAN
Kultur jaringan adalah salah satu metode yang digunakan dalam pengembangan
Bioteknologi Tumbuhan. Metode ini merupakan prosedur pemeliharaan dan pertumbuhan
jaringan tanaman (sel, kalus, protoplas) serta organ (batang, akar, embrio) pada kultur
aseptis (in vitro). Metode kultur jaringan di antaranya digunakan untuk perbanyakan
tanaman, modifikasi genotip (plant breeding), produksi metabolit sekunder, pemeliharaan
plasma nutfah, penyelamatan embrio (embryo rescue) (Hartmann dkk., 1997). Menurut
Pierik (1977), ada beberapa kelebihan metode kultur jaringan dibandingkan metode yang
lain, yaitu:
1) Metode perbanyakan lebih cepat dibandingkan metode yang lain;
2) Metode ini digunakan untuk perbanyakan tanaman yang sulit diperbanyak dengan
metode konvensional;
3) Tanaman hasil kultur jaringan mempunyai jaringan yang lebih kuat dibandingkan
metode yang lain;
4) Dapat digunakan untuk memperoleh tanaman yang bebas penyakit dan tidak terbatas
oleh musim dalam pelaksanaanya.
Prinsip dasar kultur jaringan adalah teori totipotensi menurut Schwann dan Schleiden
(1838) yang menyatakan bahwa setiap sel mempunyai kemampuan untuk tumbuh
menjadi individu baru jika berada pada lingkungan yang sesuai. Kondisi lingkungan
untuk kultur jaringan harus terkontrol baik dari segi suhu, kelembapan dan cahaya. Selain
kondisi lingkungan yang terkontrol, suplai nutrisi dan penambahan zat pengatur tumbuh
juga sangat penting.
Zat pengatur tumbuh sangat penting digunakan untuk mengontrol organogenesis dan
morfogenesis dalam pembentukan dan perkembangan tunas dan akar, serta pembentukan
kalus. Penggunaan ZPT tergantung pada arah pertumbuhan jaringan tanaman yang
diinginkan. Jenis dan konsentrasi ZPT untuk setiap tanaman berbeda tergantung pada
genotip 2 dan kondisi fisiologi jaringan tanaman (Lestari, 2011).
Metode kultur jaringan merupakan prosedur laboratorium aseptis yang membutuhkan
fasilitas yang unik dan keahlian khusus. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar
metode kultur jaringan dapat dilaksanakan, di antaranya adalah:
1. Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan
2. Alat dan bahan yang dperlukan dalam metode kultur jaringan tumbuhan
3. Metode sterilisasi.
B. Dasar Teori
Praktikum 1. Pengenalan Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan
Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan terdiri dari ruangan-ruangan yang
dipisahkan berdasarkan fungsinya, yaitu ruang persiapan (preparation area), ruang
penanaman (transfer area), ruang pertumbuhan (growing area). Seberapapun luasnya
laboratorium, ketiga ruang tersebut harus ada. Ketiga ruang di atas juga harus terpisah
dari kebun bibit dan green house untuk menghindari masuknya kontaminasi ke dalam
ruang kultur. Kebersihan lantai, meja dan kursi harus terus dijaga secara intensif
(Hartman dkk, 1997).
1. Ruang persiapan (preparation area).
Ruang persiapan merupakan ruangan yang mempunyai 3 fungsi dasar, yaitu untuk
membersihkan alat-alat (alat-alat gelas seperti cawan Petri, botol, dll), persiapan dan
sterilisasi media, dan penyimpanan alat-alat gelas. Sebuah bak untuk mencuci yang
dilengkapi dengan kran untuk aliran air mengalir juga diperlukan untuk membersihkan
alat-alat berbahan gelas. Selain itu diperlukan meja yang permukaanya dilapisi dengan
bahan yang mudah dibersihkan. Peralatan selanjutnya yang digunakan dalam ruang
preparasi adalah lemari es untuk menyimpan larutan stok dan beberapa media,
timbangan analitik, autoclave, pH meter, magnetic stirrer, destilator (Hartmann dkk.,
1997). Selain alat di atas, ruangan ini juga dilengkapi dengan alat-alat seperti hot plate
dengan magnetic stirer, oven, pH meter, kompor gas, labu takar, gelas piala, gelas
Erlenmeyer, pengaduk gelas, spatula, cawan Petri, pipet, botol kultur, pisau scalpel.
2. Ruang penanaman (transfer area)
Ruang penanaman merupakan ruang yang digunakan untuk isolasi, inokulasi dan
subkultur (penjarangan) pada kondisi steril yang di dalamnya terdapat lemari kaca atau
kabinet yang disebut laminar airflow (LAF). Laminar airflow ini digunakan untuk
pemotongan eksplan, melakukan penanaman dan subkultur. Namun, jika tidak ada
LAF yang memadai, tahap isolasi (pemotongan eksplan) dapat dilakukan di antara
kertas saring steril. Sangat dianjurkan untuk menggunakan jas laboratorium yang
bersih selama tahap persiapan dan mensterilkan tangan dengan alkohol 96% (Pierik,
1987). Alat-alat seperti scalpel, gunting dan alat-alat inokulasi lainnya harus
disterilkan dengan alkohol 96% dan dilanjutkan dengan pemanasan di atas api bunsen.
Lampu ultraviolet (UV) juga digunakan untuk mensterilkan ruang, sebelum LAF
digunakan. Pemotongan eksplan juga dilakukan di dalam LAF yang kemudian
dilanjutkan dengan beberapa tahapan sterilisasi sebelum ditanam pada media kultur.
Selama inokulasi atau penanaman, botol yang berisi media padat pada prinsipnya pada
kondisi horisontal, hal ini dilakukan untuk mengurangi kontaminasi, terutama ketika
tidak bekerja dalam LAF. Subkultur atau tahap penjarangan juga dilakukan dalam
LAF, dan merupakan tahapan yang perlu dilakukan pada metode kultur jaringan. Ada
beberapa alasan perlu dilakukannya subkultur, diantaranya yaitu nutrisi media yang
semakin lama semakin berkurang, munculnya browning atau media agar menjadi
kecoklatan karena jaringan tanaman kadang mengeluarkan senyawa toksik, atau
eksplan membutuhkan tahap perkembangan lebih lanjut.
3. Ruang pertumbuhan atau inkubasi (growing area)
Growing area merupakan ruang pertumbuhan atau ruang penyimpanan hasil kultur
pada kondisi cahaya dan temperatur yang terkontrol. Ruang pertumbuhan ini terdiri
dari rakrak yang biasanya terbuat dari kaca dan digunakan untuk meletakkan botol-
botol kultur setelah proses penanamanan pada ruang isolasi di dalam LAF. Rak-rak
yang digunakan untuk inkubasi dilengkapi dengan lampu neon di atasnya sebagai
13
sumber cahaya. Ruang pertumbuhan kultur jaringan dilengkapi dengan air conditioner
(AC) untuk mengontrol suhu ruang.
Alat-alat yang diperlukan dalam metode kultur jaringan tumbuhan: gelas ukur, gelas
Erlenmeyer, cawan Petri, hotplate, timbangan analitik, botol-botol gelas, oven, magnetic
stirrer, destilator, autoclave, lemari es, laminar airflow, pinset, scalpel, spatula, rak
inkubasi, bunsen, aluminium foil, karet, plastik gulung, batang pengaduk kaca.
Pengamatan
Lakukan pengamatan terhadap ruangan-ruangan dan alat-alat beserta fungsinya di
laboratorium kultur jaringan. Gambar atau foto beberapa alat tersebut.
Praktikum 2. Sterilisasi
Sterilisasi pada kegiatan kultur jaringan mutlak dilakukan untuk mencegah terjadinya
kontaminasi. Sterilisasi dilakukan terhadap:
1. Sterilisasi alat dan botol kultur
2. Sterilisasi media
3. Sterilisasi eksplan, eksplan disterilkan dengan bahan kimia seperti etil alkohol,
4. Sterilisasi tempat kerja.
Prosedur sterilisasi.
Sebagian besar sterilisasi alat dan media menggunakan autoklaf (steam or wet
sterilization) dengan suhu antara 115-1350C. Kondisi standard untuk sterilisasi dengan
autoklaf adalah suhu 1210C dan tekanan sebesar 15 psi (pounds per square inch) selama
15 menit. Kondisi ini berdasarkan keadaan yang dibutuhkan untuk membunuh
mikroorganisme termophilik. Suhu 1210C hanya dapat diperoleh pada tekanan 15 psi.
Bahan dan peralatan yang digunakan pada sterilisasi dengan autoklaf adalah: peralatan
kaca/Glass ware (seperti botol kultur, gelas Erlenmeyer, cawan Petri, gelas piala),
peralatan penanaman/dissecting kit (seperti pinset, scalpel), aluminum foil, kertas paying,
karet gelang, kertas merang, kertas pembungkus, plastic seal.
a. Botol bersih diberi beberapa tetes aquadest dan tutup dengan kertas atau aluminium
foil (jangan terlalu kencang bila menggunakan aluminum foil). Botol-botol yang
mempunyai tutup yang autoclaveable, jangan ditutup terlalu kencang, karena selama
pemanasan terjadi pemuaian.
b. Alat-alat yang perlu disterilkan sebelum penanaman adalah: pinset, gunting, gagang
skalpel, kertas saring, cawan Petri, botol-botol kosong, jarum dan pipet.
c. Alat-alat dan kertas saring dibungkus rapi dengan kertas tebal atau ditaruh dalam baki
stainless steel dan bakinya dibungkus dengan kain tebal sebelum dimasukkan dalam
autoklaf. Alumunum foil tidak direkomendasikan sebagai pembungkus, karena uap
tidak dapat masuk ke dalam bungkusan. Alat-alat sektio seperti pinset, gunting, gagang
skalpel, dan jarum, dibungkus dengan kertas kopi atau kertas merang.
d. Cawan Petri akan disterilkan, juga dibungkus dengan kertas kopi atau kertas merang.
Prosedur kerja
1. Glass ware dan dissesting kit dicuci bersih dengan sabun, dibilas dengan air lalu
dikeringkan. Setelah kering mulut botol ditutup dengan aluminium foil dan dieratkan
dengan plastic seal (segel plastik). Pinset dan scalpel dibungkus dengan kertas
aluminum foil.
2. Glass ware dan dissesting kit disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 120oC pada
tekanan 17,5 psi selama 30 menit.
14
3. Selama proses sterilisasi berlangsung, autoklaf ditutup rapat sehingga tekanan di dalam
autoklaf naik. Tekanan tinggi tersebut dipertahankan selama 30 menit dengan
mengecilkan api, dilakukan selama tiga kali.
4. Kompor dimatikan setelah proses sterilisasi selesai katup dibuka untuk membuang uap
air hingga tekanan 0 psi.
5. Autoklaf dibuka dan peralatan yang disterilisasi diambil.
6. Peralatan disimpan di tempat yang bersih.
Pada prinsipnya, sterilisasi autoclave menggunakan panas dan tekanan dari uap air.
Temperatur sterilisasi biasanya 121ºC, tekanan yang biasa digunakan antara 15-17,5 psi
(pound per square inci) atau 1 atm. Lamanya sterilisasi tergantung dari volume dan jenis.
Alat-alat dan air disterilkan selama 1 jam, tetapi media antara 20-40 menit tergantung dari
volume bahan yang disterilkan. Sterilisasi media yang terlalu lama dapat menyebabkan:
1. Penguraian gula; 2. Degradasi vitamin dan asam-asam amino;3. Inaktifasi sitokinin
zeatin riboside; 4. Perubahan pH yang berakibatkan depolimerisasi agar.
Pengamatan:
Lakukan prosedur sterilisasi terhadap ruangan, tempat kerja dan peralatan.
disesuaikan dengan penambahan basa untuk mencapai pH sekitar 5-7. Sitokinin juga
sering ditambahkan dalam media kultur jaringan. Sitokinin yang sering digunakan adalah
kinetin, benzyl adenine (BA) dan zeatin. Sitokinin biasanya dibutuhkan untuk memicu
pertumbuhan tunas, tetapi penggunaannya bersama dengan auksin juga mampu
menginduksi kalus.
Setiap unsur-unsur dibuat larutan stoknya terlebih dahulu. Membuat larutan stok
gunanya untuk efisiensi dalam pekerjaan pembuatan media, seperti menimbang bahan-
bahan kimia yang berulang-ulang dan dalam skala kecil. Selain itu juga untuk menekan
terjadinya kesalahan dalam penimbangan dan meningkatkan ketelitian dalam pembuatan
media kultur. Larutan stok dikelompokkan sesuai dengan kebutuhan unsur hara tanaman,
yaitu:
1. Larutan stok hara makro adalah:
NH4Cl 535 mg/L; KNO3 2.020 mg/L; MgSO4.7H2O 247 mg/L; CaCl12.2H2O 294
mg/L; KCl 1.492 mg/L; NaH2PO4.2H2O 312 mg/L.
Karena kebutuhannya banyak, biasanya stok makro dibuat untuk 10 kali konsentrasi.
Pembuatan yang lebih besar dikuatirkan akan terjadi pengendapan karena kepekatan
yang tinggi.
Cara pembuatan larutan stok makro:
a. Setiap unsur hara makro ditimbang setelah dikalikan 10. Misal NH4Cl = 535 x 10 =
5.350 mg = 5.35 g; KNO3 = 2.020 x 10 = 20.200 mg = 20.2 g dst.
b. Setiap bahan/unsur hara dimasukkan satu per satu ke dalam Beaker glass 1.000 mL
yang telah berisi 700 mL aquadest. Setiap memasukkan bahan diikuti pengadukan
agar bahan terlarut sempurna, baru disusul oleh bahan berikutnya.
c. Setelah bahan larut, larutan dimasukkan ke dalam labu takar 1.000 mL dan diterakan
sampai volume satu liter (1 L) dengan ditambah aquadest.
d. Larutan dimasukkan dalam botol yang gelap dan diberi label stok makro 10x,
tanggal pembuatan, dan jenis media.
e. Untuk pembuatan media satu liter diambil 100 ml dari larutan stok hara makro
dipindahkan pada media yang masih baru, dengan susunan hara yang tepat supaya kalus
dapat tumbuh menjadi tunas dan tanaman yang sempurna.
Jika akan menginduksi kalus, sebaiknya dilakukan dengan banyak ulangan karena
laju pertumbuhan dan struktur kalus dapat bervariasi pada suatu spesies meskipun pada
ulangan yang berada pada media yang sama. Media yang digunakan juga dapat berupa
media solid atau media cair. Kalus yang friable (remah) lebih mudah untuk
memperbanyak diri daripada kalus yang terlalu padat. Banyak eksplan yang dapat
digunakan untuk induksi kalus. Eksplan tersebut dapat berasal dari akar, batang, daun,
bunga, maupun polen. Asal eksplan akan menentukan pertumbuhan kalus karena
memerlukan proses pembelahan sel yang tidak akan terdiferensiasi menjadi organ.
Hormon tumbuhan atau zat pengatur tumbuh yang ditambahkan di dalam media
untuk menginduksi kalus sangat bervariasi tergantung genotip eksplan yang digunakan
serta hormon yang sudah ada di dalam tanaman induk (endogeneous hormone). Kalus
dapat diinduksi dengan penambahan hanya auksin, hanya sitokinin, atau campuran auksin
dan sitokinin dalam perbandingan tertentu. Selain tekstur kalus yang dapat berbeda (padat
atau remah), sifat lain seperti warna dan kemampuan untuk menyebar di dalam media cair
juga menentukan keberhasilan kultur kalus. Untuk produksi kalus dalam jumlah banyak
biasanya 15 digunakan media cair karena beberapa alasan. Kalus pada media padat hanya
bersentuhan dengan permukaan media yang lebih sedikit daripada jika berada
dalammedia cair.
Jika dalam media cair, maka kalus dapat menyerap lebih banyak nutrisi dan
pertukaran gas juga lebih lancar dengan media cair. Kultur kalus mempunyai banyak
tujuan, di antaranya untuk perbanyakan tanaman, induksi keragaman, produksi metabolit
sekunder, dan produksi tanaman haploid. Sebagai contoh kultur anther padi yang dapat
menghasilkan tanaman haploid melalui induksi kalus dengan penambahan 2,4-D
kemudian regenerasi tanaman dari kalus dengan media MS yang ditambah dengan NAA.
Pada eksplan daun kopi, kalus tumbuh lebih baik pada media MS yang ditambah dengan
2,4-D dan kinetin. Zat pengatur tumbuh yang diperlukan untuk induksi kalus terlihat
sangat bervariasi tergantung asal eksplan yang akan ditanam.
Cara Kerja:
1. Bahan-bahan dicuci terlebih dahulu dengan detergen, kemudian bilas dengan air bersih
2. Alat yang diperlukan dimasukkan ke dalam clean bench (di laminar airflow atau
entkas), setelah disteril dengan cara membasahi bagian luarnya dengan kain yang telah
direndam dengan alkohol 70%
3. Steril sarung tangan yang akan dipakai dengan alkohol 70%
4. Masukkan eksplan daun ke dalam larutan clorox 10% yang diberi Tween-20 sebanyak
2 tetes. Gojok (bilas) eksplan dalam larutan tersebut selama ± 10 menit.
5. Buang larutan clorox yang dipakai untuk membersihkan eksplan. Cuci eksplan dengan
aquadest steril. Pencucian diulang 3 kali. Masukkan eksplan ke dalam larutan clorox
19
5% yang diberi Tween-20 sebanyak 2 tetes. Gojok (bilas) eksplan dalam larutan
tersebut selama ± 5 menit. Cuci eksplan dengan aquadest steril. Pencucian diulang 3
kali. Letakkan eksplan pada cawan Petri. Potong eksplan kecil-kecil (± 1 cm),
kemudian tanam pada media. Tutup botol Erlenmeyer yang berisi eksplan dengan
alumunum foil dan beri label. Simpan dalam ruang inkubasi. Lakukan penanaman
dengan 5 ulangan untuk tiap macam media.
Pengamatan:
1. Kemungkinan terjadinya kontaminasi mikroorganisme pada kultur,
2. Ada tidaknya pembengkakan / pengembangan kambium,
3. Ada tidaknya pembentukan kalus.
C. Jadwal Praktikum
Mei 2020
F. Kesimpulan (Skor 5)
DAFTAR PUSTAKA
Daisy PSH, Ari W. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Yogyakarta: Penerbit Yayasan
Kanisius.
Gamborg OL, Shyluk JP. 1981. Nutrition, Media, and Characteristics of Plant Cell and
Tissue Cultures. In Plant Tissue Culture – Methods and Applications in Agriculture
(Thorpe TA, editor). London: Academic Press. Hal: 21-44.
Hadioetomo RS. 1990. Mikrobiologi dalam Praktek. Jakarta: Gramedia.
Hartmann HT. Kester DE. 1983. Plant Propagation, Principles and Practices. Fourth
Edition. Prentice-Hall International Inc.
O’Connor PJ, Smith SE, Smith FA. 2001. Arbuscular mycorrhizal associations in the
southern Southern Simpson desert. Aust J Bot. 49:493–499.
Phillips JM, Hayman DS. 1970. Improved procedures for clearing roots and staining
parasitic and vesicular–arbuscular mycorrhizal fungi for rapid assessment of
infection. Transact Brit Mycol Soc. 55:158–161.
Pierik RLM. 1987. In Vitro Culture of Higher Plants. Netherlands: Martinus Nijhoff
Publishers.
Rajapakse S, Miller Jr JC. 1992. Methods for studying vesicular–arbuscular mycorrhizal
root colonization and related root physical properties. Methods Microbiol. 24:302–
316.
Rao SMS. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Edisi Kedua.
Jakarta: UI Press.
Sumardi I, Indrianto A. Tanpa Tahun. Teknik Kultur Jaringan. Yogyakarta: Fakultas
Biologi Universitas Gadjah Mada.
Sumardi I. Tanpa Tahun. Kultur Jaringan Tumbuhan. Yogyakarta: PAU Bioteknologi.
Universitas Gadjah Mada.
Suryowinoto SM, Suryowinoto M. 1977. Perbanyakan Vegetatif pada Anggrek.
Yogyakarta: Penerbitan Yayasan Kanisius.
Schüßler A, Schwarzott D, Walker C. 2001. A New fungal phylum, the glomeromycota:
phylogeny and evolution. Mycol Res. 105:1413–1421.
Schüßler A, Walker C. 2010. The Glomeromycota. A Species List with New Families and
New Genera. Kew: The Royal Botanic Garden Kew.