Anda di halaman 1dari 25

PENUNTUN PRAKTIKUM

BIOTEKNOLOGI HUTAN

TIM DOSEN PENGASUH PRAKTIKUM

FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2020
KATA PENGANTAR

Penuntun Bioteknologi Hutan merupakan buku petunjuk yang digunakan


sebagai pedoman pelaksanaan praktikum mata kuliah Bioteknologi Hutan. Buku
Pedoman Praktikum ini berisi dasar teori dan cara pelaksanaan praktikum Bioteknologi
Hutan di Laboratorium.
Mata kuliah Bioteknologi Hutan memiliki status Mata Kuliah Umum (MKU)
dengan kode mata kuliah KHU 313, dan bobot kredit 3 sks. Mata kuliah ini diambil oleh
mahasiswa semester VI di Fakultas Kehutanan Untan. Selanjutnya, melalui buku
Pedoman Praktikum Bioteknologi Hutan ini diharapkan mahasiswa dapat melakukan
praktek di laboratorium tentang hal-hal yang menunjang kegiatan untuk memahami mikro
tanah hutan yang sangat potensial untuk digunakan dalam menunjang pembangunan
hutan, reforestasi hutan, reklamasi dan rehabilitasi lahan bekas tambang, dan pengadaan
bibit melalui teknik kultur jaringan.
Akhirnya, semoga buku Pedoman Praktikum Bioteknologi Hutan ini dapat
dimanfaatkan dan digunakan sebagaimana mestinya. Penyusun juga mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian penulisan buku ini.

Pontianak, Pebruari 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR …………………………………………………………… i


DAFTAR ISI …………………………………………………………………….. ii
LEMBAR EVALUASI ………………………………………………………….. iii
TATA TERTIB PRAKTIKUM ………………………………………………...... iv
MATERI PRAKTIKUM
ACARA I. EKSTRAKSI SPORA FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA DAN
PEWARNAAN AKAR .................................................................. 1

ACARA II. DASAR-DASAR ISOLASI BAKTERI ........................................ 7

ACARA III. KULTUR JARINGAN .................................................................. 11

ii
LEMBAR EVALUASI

PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI HUTAN


FAKULTAS KEHUTANAN UNTAN

DATA MAHASISWA

Nama
NIM
Anggota Kelompok
Kelas Praktikum
Kelas Teori
Kelompok Praktikum
Dosen Pengasuh Kelas

DAFTAR NILAI EVALUASI

No. Judul Praktikum Nilai Laporan Keterangan


1 Ekstraksi Spora Fungi Mikoriza
Arbuskula dan Pewarnaan Akar
2 Dasar-dasar Isolasi Bakteri
3 Kultur Jaringan
Rerata Nilai

Pontianak, ………………………
Dosen Pengasuh Praktikum

(…………………………………..)
NIP.

iii
TATA TERTIB PRAKTIKUM

1. Sebelum menjalankan praktikum mahasiswa harus sudah mempersiapkan diri


mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan latihan yang akan dihadapi.
2. Mahasiswa harus datang tepat pada waktunya.
3. Mahasiswa harus memperhatikan dengan sungguh-sungguh semua keterangan yang
diberikan oleh pembimbing praktikum mengenai latihan/acara yang dihadapi sehingga
tidak mengalami kesulitan dalam melaksanakan praktikum.
4. Saat menjalankan praktikum, mahasiswa diharuskan berlaku tertib dan menggunakan
pakaian lapangan jika kegiatan dilakukan di lapangan (areal yang sudah ditentukan
sebelumnya).
5. Sebelum dan sesudah menjalankan praktikum, mahasiswa harus membersihkan
peralatan yang akan dan telah digunakan, bahan bekas praktikum yang telah
digunakan dan tidak terpakai lagi harus dibuang ke tempat yang telah disediakan.
6. Jawablah pertanyaan/soal-soal pada lembaran kosong pada buku pedoman praktikum
ini, khususnya di tempat yang telah disediakan.
7. Hasil pengamatan ditulis dengan pena (bukan tinta) dan gambar dengan pensil pada
halaman yang tersedia dalam buku ini.
8. Laporan praktikum harus dikumpulkan paling lambat 1 minggu sebelum ujian akhir
semester (UAS).
9. Format laporan: 1. Judul; 2. Tujuan; 3. Cara Kerja; 4. Hasil Pengamatan dan
Pembahasan; 6. Kesimpulan dan Saran; 7. Daftar Pustaka.

Penyusun,
Tim Dosen Pengasuh Praktikum
Bioteknologi Hutan

iv
1

ACARA I
EKSTRAKSI SPORA FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA
DAN PEWARNAAN AKAR

A. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)


Tujuan yang ingin dicapai dari acara praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat:
1. mengisolasi spora fungi mikoriza arbuskula (FMA) dari sampel tanah, dan
2. melakukan pewarnaan akar untuk menetapkan apakah akar tanaman dikolonisasi
FMA atau tidak dan untuk menentukan derajat dan intensitas kolonisasi akar
tanaman oleh FMA.

B. Dasar Teori
Fungi mikoriza arbuskula (FMA) merupakan mikrob tanah yang dapat
bersimbiosis hampir 90% tanaman di dunia. Berdasarkan kajian molekuler Schüßler
et al. (2001) dan Schüßler dan Walker (2010), klasifikasi FMA terdiri dari 4 ordo
(Glomerales, Diversiporales, Paraglomerales, dan Archaeosporales), 11 famili, dan
17 genus. FMA merupakan sumber daya hayati yang dapat dimanfaatkan untuk
berbagai kepentingan. Hal ini dikarenakan FMA mempunyai 4 peran fungsional,
yaitu sebagai bioprosesor, bioprotektor, bioaktivator dan bioagregator. Agar dapat
dimanfaatkan secara optimal, maka sangat penting memahami teknik atau metode
dasar bekerja dengan FMA.
Pengambilan contoh tanah dan akar dari lapangan merupakan langkah awal
bekerja dengan FMA untuk menyiapkan bahan yang akan digunakan untuk
mempelajari keberadaan dan mendapatkan propagul FMA (spora, hifa ekstraradikal,
akar bermikoriza) yang masih viabel. Spora FMA dalam tanah atau yang ada di
rizosfer dapat diekstraksi secara langsung dengan atau tanpa penghancuran contoh
tanah dan akar menggunakan air yang mengalir. Spora yang ada di dalam akar
(intraradikal) hanya dapat diekstrak setelah akarnya dihancurkan dengan blender.
Spora selanjutnya ditangkap dengan penyaring bertingkat.
Pewarnaan akar diperlukan untuk menentukan derajat atau intensitas kolonisasi
FMA di akar tanaman. Kolonisasi FMA dihitung berdasarkan kenampakan struktur
intraradikal FMA (hifa, spora dalam akar, vesikel, arbuskula) yang dapat bersenyawa
dengan senyawa pewarna pada kondisi masam. Pemasaman akar akan efektif bila
seluruh larutan alkali (basa) yang digunakan sebelumnya dapat dibersihkan dengan
bantuan air (pencucian). Prinsip ini digunakan pada berbagai metode pewarnaan akar.
Cara kerja baku pewarnaan akar mengacu pada cara kerja Philips dan Hayman (1970)
yang menggunakan HCl, zat warna biru tripan (tryphan blue), gliserol dan asam
laktat. Bahan-bahan tersebut harganya mahal dan kurang baik untuk kesehatan
(khususnya pewarna biru tripan yang bersifat karsinogenik). Penggunaan cuka
komersial sebagai bahan pemasam dan tinta tulis menjadi alternatif yang aman dan
memberikan hasil pewarnaan yang baik (Nusantara et al. 2012). Hasil perhitungan
kolonisasi FMA di akar kemudian dikategorikan berdasarkan kriteria Rajapakse dan
Miller (1992) atau O’Connor et al. (2001).
2

C. Jadwal Praktikum
Maret 2020

D. Bahan dan Alat


Bahan:
Ekstraksi spora
- Contoh tanah komposit dari lapangan
- Air
- Sukrosa 60% w/v (larutkan 60 g gula pasir dalam 100 mL air)
Pewarnaan akar
- Air suling (destilata)
- KOH 10% w/v (masukkan 100 g KOH teknis dalam labu ukur 1.000 mL, lalu
tambahkan air suling sampai tanda garis).
- Cuka komersil 5% v/v (masukkan 200 mL cuka 25% ke dalam labu ukur 1.000
mL, lalu tambahkan air suling sampai tanda garis).
- Campuran tinta-cuka 5% v/v (tuang 50 mL tinta tulis Quink biru dalam labu ukur
1.000 mL, lalu tambahkan larutan cuka 5% sampai tanda garis)
- Larutan destaining asetogliserol (campur 500 mL gliserol + 450 mL air suling +
50 mL cuka komersil 5%)
Alat:
Pengambilan sampel tanah dan akar
- Sekop atau cangkul
- Pisau belati
- Kantong plastik
- Spidol
- Kertas label
- Pena dan buku catatan
Ekstraksi spora
- Wadah baskom atau ember kecil
- Satu set penyaring (sieve) berukuran diameter mata saring 700 µm, 450 µm,
250 µm, 125 µm, 63 µm,dan 45 µm. Alat penyaring yang digunakan dapat
disesuaikan berdasarkan ketersediaan di laboratorium.
- Piala gelas (Beaker glass) 500/1.000 mL atau bekas botol air mineral ukuran
volume 1 L.
- Botol semprot (hand sprayer)
- Botol film atau tabung sentrifugasi
- Cawan Petri
- Pinset spora
- Mikroskop stereo
E. Prosedur Kerja
1. Pengambilan contoh tanah dan akar
a. Tanaman inang yang dipilih adalah tanaman kehutanan: akasia, jabon, sengon;
dan tanaman gulma: pakis.
3

b. Congkel akar tanaman beserta tanah dengan bantuan cangkul atau sekop. Akar
yang diambil untuk contoh berdiameter kurang dari 1 mm (akar serabut).
Apabila akar tanaman pohon yang akan diambil, dugalah lebih dulu di mana
ujung akar (dapat dirunut dari akar lateral yang besar), kemudian gali
menggunakan pisau belati supaya tidak merusak akar.
c. Pada setiap satu tanaman, contoh tanah dan akar diambil dari beberapa titik
kemudian dikompositkan agar menjadi contoh komposit. Untuk kelompok
tanaman perdu dan anakan pohon, potong akar pada bagian leher akar dan
kemudian contoh tanah dimasukkan ke dalam kantong plastik secara bersama-
sama.
d. Ambil tanah dan potongan akar secukupnya dari beberapa tanaman inang yang
sejenis (minimal 3).
e. Lekatkan label pada bagian luar kantong plastik. Beri keterangan pada label
mengenai tanggal dan lokasi pengambilan contoh, jenis tanaman inang, jenis
tanah, dan informasi lain yang dipandang perlu.
f. Biarkan kantong plastik tetap terbuka selama beberapa saat. Tujuannya adalah
untuk menurunkan suhu dan respirasi berkurang (ditandai dengan tidak adanya
uap air dalam kantong plastik).
g. Contoh tanah dan akar harus segera diproses sesampainya di laboratorium atau
masukkan dalam lemari pendingin bila tidak langsung diproses.
h. Untuk ekstraksi spora, contoh tanah dan akar dihancurkan supaya gembur.
i. Sebagian contoh akar dicuci bersih dan hati-hati di bawah air mengalir dan
selanjutnya diproses untuk pemeriksaan ada tidaknya kolonisasi FMA dalam
akar dengan pewarnaan akar.

2. Ekstraksi spora
a. Masukkan contoh tanah (100 g) ke dalam wadah baskom atau ember kecil,
kemudian tambah air secukupnya. Aduk dan remas dengan tangan untuk
menghancurkan agregat/bongkahan tanah. Akar yang tersekap di dalam agregat
tanah dikeluarkan tapi tidak dibuang.
b. Masukkan suspensi tanah dan akar ke dalam tabung blender, khususnya untuk
agregat tanah yang sulit dihancurkan dengan tangan. Hancurkan contoh tanah
tersebut dengan menekan tombol start agar spora terlepas dari agregat hifa
yang menempel pada akar atau tanah.
c. Waktu memblender tidah boleh terlalu lama karena justeru akan
menghancurkan akar yang akan membuat ekstrak menjadi semakin keruh.
d. Tuangkan suspensi tanah dan akar ke penyaring bertingkat. Bagian paling atas
adalah penyaring dengan ukuran mata saring terbesar dan yang paling bawah
ialah penyaring dengan ukuran mata saring terkecil. Ukuran mata saring 38-63
µm sudah dapat menangkap sebagian besar spora FMA. Biasanya partikel-
partikel liat masih terikut, sehingga mengotorkan hasil penyaringan.
e. Endapan yang terdapat pada penyaring terbawah dipindahkan ke piala gelas
(Beaker glass) dengan bantuan air dari botol semprot.
f. Aduk dan tuangkan ke tabung sentrifugasi. Tinggi ekstrfak sebaiknya tidak
melebihi 1 cm dan harus tersedia cukup ruangan agar suspensi tidak tumpah.
g. Tuangkan larutan gula 60% ke dalam suspensi tanah dalam tabung sentrifugasi
sebanyak dua kali volume ekstrak.
h. Lakukan sentrifugasi dengan kecepatan 3.000 rpm selama kurang lebih 3 menit
atau 2.500 rpm selama 5 menit.
i. Spora akan mengapung pada larutan gula atau bagian atas suspensi jernih.
4

j. Tuangkan suspensi jernih ke permukaan penyaring berukuran mata saring


paling kecil, kemudian segera bersihkan dengan air mengalir untuk mencegah
terjadinya lisis spora.
k. Dengan bantuan semprotan air dari botol semprot, pindahkan spora ke wadah
plastik atau cawan Petri.
l. Selanjutnya, amati bentuk-bentuk spora dan spora dapat diambil dengan
bantuan pinset spora.

Gambar 1. Proses ekstraksi spora


3. Pewarnaan akar
a. Metode pewarnaan akar yang digunakan mengacu pada metode Vierheilig et al.
(1998) yang dimodifikasi Nusantara (2011).
b. Cuci akar sampai bersih dengan air suling.
c. Rendam dalam KOH 10% selama 12-24 jam.
d. Jika akarnya masih tetap berwarna kelam, tambahkan beberapa tetes H2O2
alkalin.
e. Cuci dengan air mengalir 3-5 kali, gunakan penyaring teh sebagai wadah.
f. Rendam akar dalam larutan tinta-cuka 5% selama 24-72 jam.
g. Rendam dalam larutan destaining untuk menghilangkan kelebihan larutan
pewarna.
h. Potong akar sepanjang kurang lebih 1 cm dan kemudian letakkan berjajar pada
gelas objek. Setiap 5 potong akar ditutup dengan sebuah cover slip. Setelah
pewarnaan selesai, amati setiap potong akar di bawah mikroskop slide. Pada
buku pengamatan, beri tanda + (plus) untuk setiap bidang pandang yang ada
struktur mikorizanya (hifa, arbuskula, vesikel ataupun spora intraradikal). Jika
diperlukan hitunglah masing-masing struktur tersebut.
5

∑ bidang pandang bermikoriza


% akar terkolonisasi = x 100%
∑ bidang pandang yang diamati

Gambar 2. Kombinasi cuka komersial dan tinta tulis warna biru sebagai
zat pemasam dan pewarna struktur mikoriza (Foto: Abimanyu
D Nusantara).

Kriteria persentase kolonisasi dikategorikan sebagai berikut:


Rajapakse dan Miller (1992) O’Connor et al. (2001)
Persen Kolonisasi Kategori Persen Kolonisasi Kategori
0–5 Kelas 1 0 Tidak dikolonisasi
6 – 25 Kelas 2 < 10 Rendah
26 – 50 Kelas 3 10 – 30 Sedang
51 – 75 Kelas 4 > 30 Tinggi
75 – 100 Kelas 5

F. Hasil Pengamatan (skor 50)


1. Ekstraksi spora
Tabel jumlah spora hasil ekstraksi
Kode Sampel Ulangan Jumlah Spora

Jumlah Total ..... .....


Rerata (∑ spora/100 g ..... .....
contoh tanah)

2. Persentase kolonisasi akar


Tabel persentase kolonisasi akar
Kode Jumlah Bidang Jumlah Bidang Persentase Kategori
Sampel Pandang yang Pandang yang Kolonisasi (%)
Diamati Bermikoriza
6

G. Pembahasan (Skor 20)

H. Kesimpulan (Skor 5)

I. Daftar Pustaka (Skor 5)

J. Pertanyaan (skor 20)


1. Jelaskan keempat peran fungsional FMA sebagai bioprosesor, bioprotektor,
bioaktivator dan bioagregator!
2. Apa fungsi zat pewarna dalam pewarnaan akar yang dikolonisasi FMA?
7

ACARA II

DASAR-DASAR ISOLASI BAKTERI

A. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)


Mahasiswa dapat mengisolasi bakteri yang ada di alam, baik bakteri yang
bermanfaat (bahan dasar pupuk hayati) maupun bakteri yang merugikan (patogen
penyebab penyakit).

B. Dasar Teori
Bakteri adalah sekelompok mikroorganisme bersel satu, dan bersifat prokariotik
karena mempunyai inti tetapi tidak bermembran atau tidak mempunyai pembungkus
inti. Bakteri berukuran mikroskopis berkisar antara 0,12 mikron, dan mempunyai
beberapa organel yg dpt melaksanakan fungsi hidup. Bakteri mampu bergerak aktif
karena punya flagel. Cara berkembangbiak bakteri adalag dengan membelah diri,
dengan ukuran yang sangat kecil sehingga hanya dapat dilihat dengan mikroskop.
Sel bakteri berikut bagian-bagian tubuhnya adalah sebagai berikut:

Gambar 3. Bagian-bagian sel bakteri


Bentuk-bentuk sel bakteri adalah: basil/batang, coccus/bulat dan spiral. Berikut
adalah gambarannya:

Basil/Batang Coccus/Bulat Spiral

C. Jadwal Praktikum
April/Mei 2020

D. Bahan dan Alat


Bahan:
- Media TEA
- Sampel tanah
8

- Aquadest
- Spirtus
- Alkohol 70%
- Aluminum foil
Alat:
- Autoclave, untuk sterilisasi media dan alat.
- Neraca analitik.
- Hot plate, untuk memanaskan dan homogenisasi media.
- Gelas ukur, untuk mengukur aquadest.
- Cawan Petri, sebagai tempat pertumbuhan bakteri.
- Pipet mikro, untuk mengukur suspensi yang akan disemprotkan di media.
- Hand sprayer, untuk menyemprotkan alkohol.
- Erlenmeyer, untuk mencampur bahan kimia dengan pelarut.
- Laminar air flow, untuk melakukan isolasi mikrob agar tidak kontaminasi.
- Label, untuk kode pada cawan petri.
- Microtube, untuk penempatan suspensi pengenceran.
- Shaker, untuk homogenisasi larutan suspensi

E. Prosedur Kerja
1. Pembuatan medium tauge ekstrak agar (TEA)  dibuat asisten praktikum
Tauge ekstrak agar (TEA) termasuk medium semi alamiah karena tersusun atas
bahan alami (tauge) dan bahan sintetis (sukrosa dan agar). TEA digunakan untuk
menumbuhkan khamir dan kapang. Medium ini berdasarkan konsistensinya termasuk
medium padat karena terdapat agar sebagai bahan penyusunnya, sedanghkan
berdasarkan susunan kimianya termasuk medium non sintetik/semi alamiah. Fungsi
bahan yang digunakan pada medium TEA : tauge sebagai sumber vitamin, nitrogen
organik dan senyawa karbon. Sukrosa sebagai sumber gula dan energi. Agar untuk
memedatkan medium TEA. Aquadest untuk melarutkan agar, sukrosa dan tauge.
Komposisi bahan yang diperlukan dalam pembuatan medium TEA (1000 mL)
sebagai berikut:
– Tauge : 100 g
– Sukrosa : 60 g
– Agar : 15 g
– Aquadest : 1000 mL
Cara Kerja :
a. Tauge dipotong bagian bawah akar dan bagian atas pucuknya
b. Bagian tengahnya diambil dan dipotong- potong seukuran satu centimeter,
kemudian dicuci.
c. Ditimbang tauge sebanyak 10 g, sukrosa 6 g, agar 1,5 g.
d. Bahan-bahan dimasukkan ke dalam gelas Beaker, kemudian aquadest
ditambahkan hingga volume 100 mL kemudian merebus tauge sampai mendidih
(5-20 menit).
e. Setelah mendidih, angkat larutan tersebut dan saring ekstraknya menggunakan
kertas saring dan corong lalu masukkan ke dalam tabung Erlenmeyer.
f. Erlenmeyer ditutup dengan aluminum foil dan plastik serta diikat dengan karet,
kemudian disterilisasi dalam autoklaf pada tekanan 2 atm selama 15- 20 menit.
g. Media yang telah dingin disimpan dalam kulkas.
9

2. Pengambilan sampel
a. Sampel tanah diambil di bawah tegakan pohon hutan
b. Sampel tanah diambil menggunakan sarung tangan plastik, kemudian digunakan
sekop yang telah disterilkan dengan disemprot alkohol 70% kemudian
dikeringkan.
c. Sampel tanah diambil pada kedalaman 0-20 cm.
d. Tanah diambil sebanyak ±200 g.
e. Sampel tanah dibawa ke laboratotium menggunakan ice box untuk dilakukan
proses isolasi.

3. Isolasi bakteri tanah


a. Alat dan bahan disterilisasi 15-20 menit pada tekanan 1 atm dan suhu 121oC.
b. Alat yang telah disterilisasi, dioven hingga kering. Media yang telah disterilkan
didiamkan sampai suhu tidak terlalu panas sekitar 45oC atau belum beku.
c. Aquadest yang telah disterilisasi dimasukkan dalam masing-masing microtube
berukuran 2 mL dengan volume 0,9 mL sebanyak 6 microtube.
d. Setiap 10 g sampel tanah dimasukkan dalam Erlenmeyer, kemudian akuades
ditambahkan hingga 100 mL pada tabung Erlenmeyer dan dihomogenkan, setelah
homogen dipipet 1 mL dan dipindahkan ke dalam microtube kosong sehingga
menjadi seri pengenceran 10-1.
e. Selanjutnya, dipipet 0,1 mL larutan pada pengenceran 10-1 ke dalam microtube
yang sudah berisi 0,9 mL akuades steril, sehingga menjadi seri pengenceran 10-2
demikian seterusnya, pengenceran ini dilakukan hingga seri pengenceran 10-7.
Setiap seri pengenceran tip pipet mikro yang digunakan harus selalu diganti untuk
menjaga kemurnian suspensi pada masing-masing seri pengenceran.
f. Larutan suspensi dipipet 0,1 mL dari masing-masing seri pengenceran dimasukkan
ke setiap cawan Petri yang telah dituang media TEA, kemudian cawan digoyang-
goyang membentuk angka delapan supaya pertumbuhan mikrob merata.
g. Cawan Petri diberi label sesuai dengan kode sampel dan seri pengenceran,
h. Diinkubasi selama 7 hari, diamati morfologi koloni (bentuk, warna, tepian dan
elevasi) serta dihitung pertumbuhan koloni setiap harinya ditandai menggunakan
pulpen permanen pada bagian bawah cawan Petri.
Seri pengenceran dan cara isolasi bakteri adalah sebagai berikut:
10

i. Setelah 24 jam diinkubasi, lakukan pengamatan. Pengamatan dilakukan terhadap


koloni bakteri yang tumbuh, diberi tanda supaya tidak terhitung lagi keesokan
harinya. Pengamatan dilakukan tiap hari di jamyang samaselama 5 hari, dan
dicatat jumlah koloni yang tumbuh setiap harinya. Hasil kegiatan wajib difoto dan
dilampirkan di laporan praktikum.
j. Perhitungan jumlah koloni bakteri dalam satuan CFU/g tanah:
Kepadatan bakteri (CFU/g tanah) = total koloni yang tumbuh sampai hari ke 5 x
tingkat pengenceran

F. Hasil Pengamatan (skor 50)


Ulangan Tingkat Total koloni Kepadatan bakteri
ke- pengenceran (CFU/g tanah)
1 105
2
3
4
5
1 106
2
3
4
5
1 107
2
3
4
5
Rerata kepadatan bakteri

G. Pembahasan (Skor 20)

H. Kesimpulan (Skor 5)

I. Daftar Pustaka (Skor 5)

J. Pertanyaan (skor 20)


1. Sebutkan bagian-bagian dari tubuh bakteri secara umum!
2. Sebutkan minimal 5 faktor yang mempengaruhi populasi bakteri di suatu lokasi.
3. Bagaimana bakteri bisa dikatakan menguntungkan?
4. Menurut pendapat saudara bagaimana kira-kira perbedaan populasi bakteri di
hutan alam dengan hutan tanaman?
11

ACARA III
KULTUR JARINGAN

Kultur jaringan adalah salah satu metode yang digunakan dalam pengembangan
Bioteknologi Tumbuhan. Metode ini merupakan prosedur pemeliharaan dan pertumbuhan
jaringan tanaman (sel, kalus, protoplas) serta organ (batang, akar, embrio) pada kultur
aseptis (in vitro). Metode kultur jaringan di antaranya digunakan untuk perbanyakan
tanaman, modifikasi genotip (plant breeding), produksi metabolit sekunder, pemeliharaan
plasma nutfah, penyelamatan embrio (embryo rescue) (Hartmann dkk., 1997). Menurut
Pierik (1977), ada beberapa kelebihan metode kultur jaringan dibandingkan metode yang
lain, yaitu:
1) Metode perbanyakan lebih cepat dibandingkan metode yang lain;
2) Metode ini digunakan untuk perbanyakan tanaman yang sulit diperbanyak dengan
metode konvensional;
3) Tanaman hasil kultur jaringan mempunyai jaringan yang lebih kuat dibandingkan
metode yang lain;
4) Dapat digunakan untuk memperoleh tanaman yang bebas penyakit dan tidak terbatas
oleh musim dalam pelaksanaanya.
Prinsip dasar kultur jaringan adalah teori totipotensi menurut Schwann dan Schleiden
(1838) yang menyatakan bahwa setiap sel mempunyai kemampuan untuk tumbuh
menjadi individu baru jika berada pada lingkungan yang sesuai. Kondisi lingkungan
untuk kultur jaringan harus terkontrol baik dari segi suhu, kelembapan dan cahaya. Selain
kondisi lingkungan yang terkontrol, suplai nutrisi dan penambahan zat pengatur tumbuh
juga sangat penting.
Zat pengatur tumbuh sangat penting digunakan untuk mengontrol organogenesis dan
morfogenesis dalam pembentukan dan perkembangan tunas dan akar, serta pembentukan
kalus. Penggunaan ZPT tergantung pada arah pertumbuhan jaringan tanaman yang
diinginkan. Jenis dan konsentrasi ZPT untuk setiap tanaman berbeda tergantung pada
genotip 2 dan kondisi fisiologi jaringan tanaman (Lestari, 2011).
Metode kultur jaringan merupakan prosedur laboratorium aseptis yang membutuhkan
fasilitas yang unik dan keahlian khusus. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar
metode kultur jaringan dapat dilaksanakan, di antaranya adalah:
1. Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan
2. Alat dan bahan yang dperlukan dalam metode kultur jaringan tumbuhan
3. Metode sterilisasi.

A. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)


Praktikum 1: Mahasiswa dapat mengenal ruang-ruang laboratorium Kultur Jaringan
Tumbuhan
Praktikum 2: Mahasiswa dapat melakukan cara sterilisasi ruangan, tempat kerja,
peralatan, media dan eksplan
Praktikum 3: Mahasiswa dapat membuat media kultur jaringan
Praktikum 4: Mahasiswa dapat mengerjakan cara menghasilkan kalus dari bagian
tanaman (eksplan) yang ditumbuhkan pada media kultur jaringan.
12

B. Dasar Teori
Praktikum 1. Pengenalan Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan
Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan terdiri dari ruangan-ruangan yang
dipisahkan berdasarkan fungsinya, yaitu ruang persiapan (preparation area), ruang
penanaman (transfer area), ruang pertumbuhan (growing area). Seberapapun luasnya
laboratorium, ketiga ruang tersebut harus ada. Ketiga ruang di atas juga harus terpisah
dari kebun bibit dan green house untuk menghindari masuknya kontaminasi ke dalam
ruang kultur. Kebersihan lantai, meja dan kursi harus terus dijaga secara intensif
(Hartman dkk, 1997).
1. Ruang persiapan (preparation area).
Ruang persiapan merupakan ruangan yang mempunyai 3 fungsi dasar, yaitu untuk
membersihkan alat-alat (alat-alat gelas seperti cawan Petri, botol, dll), persiapan dan
sterilisasi media, dan penyimpanan alat-alat gelas. Sebuah bak untuk mencuci yang
dilengkapi dengan kran untuk aliran air mengalir juga diperlukan untuk membersihkan
alat-alat berbahan gelas. Selain itu diperlukan meja yang permukaanya dilapisi dengan
bahan yang mudah dibersihkan. Peralatan selanjutnya yang digunakan dalam ruang
preparasi adalah lemari es untuk menyimpan larutan stok dan beberapa media,
timbangan analitik, autoclave, pH meter, magnetic stirrer, destilator (Hartmann dkk.,
1997). Selain alat di atas, ruangan ini juga dilengkapi dengan alat-alat seperti hot plate
dengan magnetic stirer, oven, pH meter, kompor gas, labu takar, gelas piala, gelas
Erlenmeyer, pengaduk gelas, spatula, cawan Petri, pipet, botol kultur, pisau scalpel.
2. Ruang penanaman (transfer area)
Ruang penanaman merupakan ruang yang digunakan untuk isolasi, inokulasi dan
subkultur (penjarangan) pada kondisi steril yang di dalamnya terdapat lemari kaca atau
kabinet yang disebut laminar airflow (LAF). Laminar airflow ini digunakan untuk
pemotongan eksplan, melakukan penanaman dan subkultur. Namun, jika tidak ada
LAF yang memadai, tahap isolasi (pemotongan eksplan) dapat dilakukan di antara
kertas saring steril. Sangat dianjurkan untuk menggunakan jas laboratorium yang
bersih selama tahap persiapan dan mensterilkan tangan dengan alkohol 96% (Pierik,
1987). Alat-alat seperti scalpel, gunting dan alat-alat inokulasi lainnya harus
disterilkan dengan alkohol 96% dan dilanjutkan dengan pemanasan di atas api bunsen.
Lampu ultraviolet (UV) juga digunakan untuk mensterilkan ruang, sebelum LAF
digunakan. Pemotongan eksplan juga dilakukan di dalam LAF yang kemudian
dilanjutkan dengan beberapa tahapan sterilisasi sebelum ditanam pada media kultur.
Selama inokulasi atau penanaman, botol yang berisi media padat pada prinsipnya pada
kondisi horisontal, hal ini dilakukan untuk mengurangi kontaminasi, terutama ketika
tidak bekerja dalam LAF. Subkultur atau tahap penjarangan juga dilakukan dalam
LAF, dan merupakan tahapan yang perlu dilakukan pada metode kultur jaringan. Ada
beberapa alasan perlu dilakukannya subkultur, diantaranya yaitu nutrisi media yang
semakin lama semakin berkurang, munculnya browning atau media agar menjadi
kecoklatan karena jaringan tanaman kadang mengeluarkan senyawa toksik, atau
eksplan membutuhkan tahap perkembangan lebih lanjut.
3. Ruang pertumbuhan atau inkubasi (growing area)
Growing area merupakan ruang pertumbuhan atau ruang penyimpanan hasil kultur
pada kondisi cahaya dan temperatur yang terkontrol. Ruang pertumbuhan ini terdiri
dari rakrak yang biasanya terbuat dari kaca dan digunakan untuk meletakkan botol-
botol kultur setelah proses penanamanan pada ruang isolasi di dalam LAF. Rak-rak
yang digunakan untuk inkubasi dilengkapi dengan lampu neon di atasnya sebagai
13

sumber cahaya. Ruang pertumbuhan kultur jaringan dilengkapi dengan air conditioner
(AC) untuk mengontrol suhu ruang.
Alat-alat yang diperlukan dalam metode kultur jaringan tumbuhan: gelas ukur, gelas
Erlenmeyer, cawan Petri, hotplate, timbangan analitik, botol-botol gelas, oven, magnetic
stirrer, destilator, autoclave, lemari es, laminar airflow, pinset, scalpel, spatula, rak
inkubasi, bunsen, aluminium foil, karet, plastik gulung, batang pengaduk kaca.

Pengamatan
Lakukan pengamatan terhadap ruangan-ruangan dan alat-alat beserta fungsinya di
laboratorium kultur jaringan. Gambar atau foto beberapa alat tersebut.

Praktikum 2. Sterilisasi
Sterilisasi pada kegiatan kultur jaringan mutlak dilakukan untuk mencegah terjadinya
kontaminasi. Sterilisasi dilakukan terhadap:
1. Sterilisasi alat dan botol kultur
2. Sterilisasi media
3. Sterilisasi eksplan, eksplan disterilkan dengan bahan kimia seperti etil alkohol,
4. Sterilisasi tempat kerja.

Prosedur sterilisasi.
Sebagian besar sterilisasi alat dan media menggunakan autoklaf (steam or wet
sterilization) dengan suhu antara 115-1350C. Kondisi standard untuk sterilisasi dengan
autoklaf adalah suhu 1210C dan tekanan sebesar 15 psi (pounds per square inch) selama
15 menit. Kondisi ini berdasarkan keadaan yang dibutuhkan untuk membunuh
mikroorganisme termophilik. Suhu 1210C hanya dapat diperoleh pada tekanan 15 psi.
Bahan dan peralatan yang digunakan pada sterilisasi dengan autoklaf adalah: peralatan
kaca/Glass ware (seperti botol kultur, gelas Erlenmeyer, cawan Petri, gelas piala),
peralatan penanaman/dissecting kit (seperti pinset, scalpel), aluminum foil, kertas paying,
karet gelang, kertas merang, kertas pembungkus, plastic seal.
a. Botol bersih diberi beberapa tetes aquadest dan tutup dengan kertas atau aluminium
foil (jangan terlalu kencang bila menggunakan aluminum foil). Botol-botol yang
mempunyai tutup yang autoclaveable, jangan ditutup terlalu kencang, karena selama
pemanasan terjadi pemuaian.
b. Alat-alat yang perlu disterilkan sebelum penanaman adalah: pinset, gunting, gagang
skalpel, kertas saring, cawan Petri, botol-botol kosong, jarum dan pipet.
c. Alat-alat dan kertas saring dibungkus rapi dengan kertas tebal atau ditaruh dalam baki
stainless steel dan bakinya dibungkus dengan kain tebal sebelum dimasukkan dalam
autoklaf. Alumunum foil tidak direkomendasikan sebagai pembungkus, karena uap
tidak dapat masuk ke dalam bungkusan. Alat-alat sektio seperti pinset, gunting, gagang
skalpel, dan jarum, dibungkus dengan kertas kopi atau kertas merang.
d. Cawan Petri akan disterilkan, juga dibungkus dengan kertas kopi atau kertas merang.

Prosedur kerja
1. Glass ware dan dissesting kit dicuci bersih dengan sabun, dibilas dengan air lalu
dikeringkan. Setelah kering mulut botol ditutup dengan aluminium foil dan dieratkan
dengan plastic seal (segel plastik). Pinset dan scalpel dibungkus dengan kertas
aluminum foil.
2. Glass ware dan dissesting kit disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 120oC pada
tekanan 17,5 psi selama 30 menit.
14

3. Selama proses sterilisasi berlangsung, autoklaf ditutup rapat sehingga tekanan di dalam
autoklaf naik. Tekanan tinggi tersebut dipertahankan selama 30 menit dengan
mengecilkan api, dilakukan selama tiga kali.
4. Kompor dimatikan setelah proses sterilisasi selesai katup dibuka untuk membuang uap
air hingga tekanan 0 psi.
5. Autoklaf dibuka dan peralatan yang disterilisasi diambil.
6. Peralatan disimpan di tempat yang bersih.

Pada prinsipnya, sterilisasi autoclave menggunakan panas dan tekanan dari uap air.
Temperatur sterilisasi biasanya 121ºC, tekanan yang biasa digunakan antara 15-17,5 psi
(pound per square inci) atau 1 atm. Lamanya sterilisasi tergantung dari volume dan jenis.
Alat-alat dan air disterilkan selama 1 jam, tetapi media antara 20-40 menit tergantung dari
volume bahan yang disterilkan. Sterilisasi media yang terlalu lama dapat menyebabkan:
1. Penguraian gula; 2. Degradasi vitamin dan asam-asam amino;3. Inaktifasi sitokinin
zeatin riboside; 4. Perubahan pH yang berakibatkan depolimerisasi agar.

Pengamatan:
Lakukan prosedur sterilisasi terhadap ruangan, tempat kerja dan peralatan.

Praktikum 3. Media kultur jaringan


Pertumbuhan dan perkembangan tanaman secara in vitro sangat ditentukan oleh
empat faktor utama yaitu sifat genetis eksplan yang akan ditanam, nutrisi, faktor fisik
seperti cahaya, suhu dan pH, serta senyawa organik seperti vitamin dan zat pengatur
tumbuhan (ZPT). Meskipun sifat genetis tanaman sangat menentukan hasil yang akan
diperoleh, faktor-faktor lain sangat menentukan bagaimana sifat genetis tersebut akan
terekspresikan. Nutrisi merupakan faktor yang penting dalam keberhasilan kultur jaringan
tanaman karena tanaman memerlukan bantuan nutrisi saat belum autotrof di dalam
kondisi in vitro. Faktor-faktor fisik seperti suhu, cahaya, pH dan konsentrasi O2 akan
berpengaruh terhadap proses-proses seperti penyerapan air, evaporasi, dan fotosintesis.
Senyawa organik ZPT diperlukan dalam jumlah sedikit untuk membantu dalam
pembelahan sel serta diferensiasi sel-sel menjadi organ tertentu.
Pemberian nutrisi dalam jumlah dan perbandingan yang sesuai pada media in vitro
sangat diperlukan untuk menghasilkan planlet sesuai yang diinginkan. Medium kultur
jaringan yang terdiri dari unsur-unsur hara esensiel makro maupun mikro, gula dan zat-
zat organik, seperti vitamin dan hormon. Susunan zat-zat tersebut di dalam medium kultur
jaringan bervariasi tergantung dari tujuan penggunaan media tersebut dalam kultur
jaringan dan bahan yang akan dipakai. Salah satu medium yang banyak dipakai, terutama
untuk tanaman-tanaman herba adalah medium dasar Murashige dan Skoog (medium MS).
Media MS mengandung konsentrasi garam mineral yang tinggi dan senyawa N dalam
bentuk NO3- dan NH4+. Konsentrasi sukrose dan agar yang ditambahkan di dalam media
juga akan bervariasi tergantung kebutuhan eksplan. Untuk satu liter media MS biasanya
digunakan 30 gram sukrose dan 8 g agar. Konsentrasi agar dapat bervariasi tergantung
media yang diinginkan berupa media padat (solid), semi-solid atau cair.
Penambahan zat pengatur tumbuh yang seringkali digunakan dalam kultur jaringan
tumbuhan adalah dari golongan auksin dan sitokinin. Auksin biasanya digunakan untuk
induksi kalus (kadang bersama dengan sitokinin) dan induksi akar. Senyawa seperti 2,4-
dichlorophenoxyacetic acid (2.3-D) sangat efektif dalam memicu pertumbuhan kalus.
Auksin yang juga digunakan dalam kultur jaringan adalah naphtaleneacetic acid (NAA),
indoleacetic acid (IAA), dan indolebutyric acid (IBA). Pembuatan media yang
mengandung auksin, biasanya akan bersifat masam saat pengukuran pH sehingga perlu
15

disesuaikan dengan penambahan basa untuk mencapai pH sekitar 5-7. Sitokinin juga
sering ditambahkan dalam media kultur jaringan. Sitokinin yang sering digunakan adalah
kinetin, benzyl adenine (BA) dan zeatin. Sitokinin biasanya dibutuhkan untuk memicu
pertumbuhan tunas, tetapi penggunaannya bersama dengan auksin juga mampu
menginduksi kalus.
Setiap unsur-unsur dibuat larutan stoknya terlebih dahulu. Membuat larutan stok
gunanya untuk efisiensi dalam pekerjaan pembuatan media, seperti menimbang bahan-
bahan kimia yang berulang-ulang dan dalam skala kecil. Selain itu juga untuk menekan
terjadinya kesalahan dalam penimbangan dan meningkatkan ketelitian dalam pembuatan
media kultur. Larutan stok dikelompokkan sesuai dengan kebutuhan unsur hara tanaman,
yaitu:
1. Larutan stok hara makro adalah:
NH4Cl 535 mg/L; KNO3 2.020 mg/L; MgSO4.7H2O 247 mg/L; CaCl12.2H2O 294
mg/L; KCl 1.492 mg/L; NaH2PO4.2H2O 312 mg/L.
Karena kebutuhannya banyak, biasanya stok makro dibuat untuk 10 kali konsentrasi.
Pembuatan yang lebih besar dikuatirkan akan terjadi pengendapan karena kepekatan
yang tinggi.
Cara pembuatan larutan stok makro:
a. Setiap unsur hara makro ditimbang setelah dikalikan 10. Misal NH4Cl = 535 x 10 =
5.350 mg = 5.35 g; KNO3 = 2.020 x 10 = 20.200 mg = 20.2 g dst.
b. Setiap bahan/unsur hara dimasukkan satu per satu ke dalam Beaker glass 1.000 mL
yang telah berisi 700 mL aquadest. Setiap memasukkan bahan diikuti pengadukan
agar bahan terlarut sempurna, baru disusul oleh bahan berikutnya.
c. Setelah bahan larut, larutan dimasukkan ke dalam labu takar 1.000 mL dan diterakan
sampai volume satu liter (1 L) dengan ditambah aquadest.
d. Larutan dimasukkan dalam botol yang gelap dan diberi label stok makro 10x,
tanggal pembuatan, dan jenis media.
e. Untuk pembuatan media satu liter diambil 100 ml dari larutan stok hara makro

2. Larutan stok hara mikro:


Pembuatan stok hara mikro karena dibutuhkan dalam jumlah sedikit biasanya dibuat
dalam konsentrasi besar, misal sampai 100x konsentrasi awal. Kebutuhan unsur hara
mikro adalah KI 8.3 mg/L; H3BO3 3.1 mg/L; MnSO4.7H2O: 11.2 mg/L; ZnSO4.7H2O
7.2 mg/L; CuSO4.5H2O 0.25 mg/L; CoCl12.6H2O 0.24 mg/L; NaMoO4.H2O 0.24 mg/L
NiCl.6H2O 0.024 mg/L.
Cara pembuatan larutan stok mikro:
a. Setiap unsur hara makro ditimbang setelah dikalikan 100. Misal KI 8.3 mg/L = 8.3
x 100 = 830 mg/L = 0.83 g; H3BO3 3.1 mg/L = 3.1 x 100 = 310 mg/L = 0.31 g dst.
b. Setelah selesai penimbangan setiap unsur, unsur hara dimasukkan satu per satu ke
dalam Beaker glass 1.000 mL yang telah berisi 700 mL aquadest. Setiap
memasukkan bahan diikuti pengadukan agar bahan terlarut sempurna, baru disusul
oleh bahan berikutnya.
c. Jika bahan sudah larut, larutan dimasukkan ke dalam labu takar 1.000 mL dan
diterakan sampai volume satu liter (1 L) dengan ditambah aquadest.
d. Larutan dimasukkan dalam botol yang gelap dan diberi label stok mikro 100x,
tanggal pembuatan, dan jenis media. Botol yang berisi stok mikro dimasukkan di
refrigerator.
e. Untuk pembuatan media satu liter diambil 10 ml dari larutan stok hara makro.
16

3. Larutan stok vitamin:


Sama seperti unsur hara mikro, kebutuhan vitamin juga sangat sedikit, sehingga bisa
dibuat stoknya sampai 100 kali konsentrasi awal. Kebutuhan vitamin bagi embrio
kelapa kopyor adalah pryridoxine HCl 0.05 mg/L; thiamine HCl 0.05 mg/L; nicotinic
acid 0.05 mg/L; biotin 0.05 mg/L; folic acid 0.05 mg/L; glycine 1.00 mg/L. Cara
pembuatan larutan stok vitamin sama seperti larutan stok unsur hara mikro.
4. Larutan stok besi (Fe)
Besi adalah unsur hara mikro, tetapi larutan stoknya dibuat tersendiri terpisah dari
larutan stok mikro. Sumber unsur iron didapatkan dari Fe2SO4.7H2O dan Na2EDTA.
Larutan stok besi juga dibuat dalam konsentrasi besar, misal sampai 100x. Kebutuhan
unsur hara besi adalah: Fe2SO4.7H2O 41.7 mg/L; Na2EDTA 55.8 mg/L.
Cara pembuatan larutan stok besi:
a. Unsur ditimbang seratus kalinya, yaitu Fe2SO4.7H2O 41.7 mg/L x 100 = 4.170 mg
= 4.17 g. Na2EDTA 55.8 mg/L x 100 = 5.580 mg = 5.58 g
b. Setelah ditimbang, kedua larutan dilarutkan secara terpisah. Selanjutnya ke dalam
larutan dipanaskan hingga 40-600C selama beberapa menit. EDTA ditambahkan
larutan Fe2SO4.7H2O dan diaduk merata.
c. Setelah tercampur sempurna larutan dibiarkan sampai mencapai suhu kamar (25ºC)
Larutan dimasukkan ke dalam botol yang gelap dan diberi label. Larutan sebaiknya
disimpan di refrigerator.
d. Untuk membuat media kultur satu liter diambil 10 ml dari larutan stok besi.
5. Larutan stok zat pengatur tumbuh
Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) sangat essensial dalam mengatur pertumbuhan kultur.
Berbagai jenis ZPT yang digunakaan dalam kultur jaringan adalah auksin, sitokinin,
giberellin, zat penghambat tumbuh. ZPT yang sering dipakai adalah dari golongan
auksin dan sitokinin. Umumnya ZPT hanya dibutuhkan dalam jumlah sedikit, sehingga
larutan stok ZPT dibuat dengan kepekatan 1-10 mg/mL. Berikut ini diuraikan cara
pembuatan larutan stok ZPT dari golongan auksin dan sitokinin.
a. Larutan stok auksin (IAA, NAA, IBA, dan 2-4 D). Golongan auksin bereaksi
masam. Bahan: pelarut NaOH 1 N atau alkohol 40%; konsentrasi 1 mg/mL. Cara
membuat 100 mL larutan:
1. Timbang bahan 100 mg
2. Tuang dalam Beaker glass 100 mL yang berisi 70 mL aquadest
3. Teteskan sedikit NaOH 1 N sambil diaduk
4. Setelah larut merata, pindahkan ke labu takar 100 mL
5. Tambahkan aquadest sampai volume 100 mL
6. Pindahkan ke tabung Erlenmeyer 100 mL
7. Beri label, tanggal pembuatan dan konsentrasi, tutup rapat dan simpan di dalam
refrigerator
8. Volume pemakaian 1 ppm = 1 mL per 1 L; media 2 ppm = 2 mL per 1 L media
b. Larutan stok sitokinin (Kinetin, Adenin, Zeatin, BA, 2-iP). Golongan sitokinin
merupakan reaksi basa. Bahan: pelarutHCl 1 N dan pemanasan; konsentrasi 1
mg/mL. Cara mmebuat 100 mL larutan:
1. Timbang bahan 100 mg
2. Tuang dalam beaker glass 100 mL yang berisi 70 mL aquadest
3. Teteskan larutan HCl 1 N sambil diaduk
4. Panaskan sebentar hingga bahan-bahan benar-benar larut dan berwarna jernih 7
5. Pindahkan ke labu takar 100 ml dan tambahkan aquadest sampai volume 100 ml
6. Pindahkan larutan ke dalam erlenmeyer 100 ml, tutup rapat dengan aluminum foil
17

7. Beri label, tanggal pembuatan dan konsentrasi, kemudian simpan dalam


refrigerator
8. Volume pemakaian: 1 ppm = 1 mL per 1 L media; 2 ppm = 2 mL per 1 L media.

Hal-hal yang harus diperhatikan pada larutan stok:


1. Larutan stok sebaiknya tidak disimpan terlalu lama, terutama vitamin dan ZPT.
Oleh karena itu pembuatan larutan stok harus diperhitungkan betul jumlah
kebutuhannya
2. Larutan stok yang telah mengalami perubahan, misalnya: ada pengendapan atau
terkontaminasi (ditumbuhi mikroorganisme) sebaiknya tidak digunakan lagi
3. Semua alat-alat yang digunakan untuk membuat larutan stok dibilas terlebih dahulu
dengan aquadest guna mencegah terkontaminasi dengan zat-zat lain yang tidak
diinginkan
4. Setiap larutan stok harus berlabel mengenai: tanggal pembuatan, jenis larutan stok
dan kepekatan.
5. Untuk larutan stok yang bersifat labil seperti vitamin dan ZPT disimpan di dalam
refrigerator. Hindarkan larutan stok dari cahaya langsung, simpan dalam botol yang
berwarna gelap.

Membuat Media Murashige & Skoog (Media MS)


a. Siapkan erlenmeyer 1000 ml yang telah diisi dengan 500 ml akuadest,
b. Tambahkan 10 ml larutan stok makronutrient, aduk merata menggunakan magnetic
stirrer c. Kemudian tambahkan satu per satu, larutan stok hara mikro, vitamin, iron
(besi), vitamin, dan myo-inositol.
d. Masukkan ZPT jika dibutuhkan. Volume yang digunakan disesuaikan dengan
kebutuhan dan stok ZPT yang telah dibuat
e. Masukkan sucrose atau dapat diganti dengan gula pasir sebanyak 30 gram per liter
media MS
f. Ukur pH larutan dan sesuaikan pH nya sehingga berada pada pH 5.7-5.8. Jika terlalu
basa ditambah dengan HCl dan jika terlalu asam maka ditambah larutan NaOH.
g. Ukur lagi larutan tersebut sehingga mencapai 1 liter dan dikembalikan ke dalam beaker
atau Erlenmeyer
h. Tambahkan agar 8 gram untuk 1 liter media (media solid) dan aduk serta panasi media
hingga mendidih menggunakan magnetic stirrer.
i. Tuang ke dalam botol kultur secukupnya, kemudian tutup dengan aluminum
foil/plastic dan beri label (MS)
j. Sterilisasi dalam autoklaf dengan temperatur 121oC selama 15 menit

Pengamatan: membuat larutan stok kultur jaringan dan media MS.

Praktikum 4. Inisiasi kalus


Menurut teori sel yang dikemukakan oleh Schleiden dan Swann, sel mempunyai
kemampuan otonom dan totipotensi. Sel hidup apabila diletakkan pada suatu lingkungan
yang sesuai, akan bertumbuh dan berkembang menjadi tanaman yang sempurna. Kultur
jaringan merupakan pengembangan dari teori sel, yaitu dengan menumbuhkan sel atau
kumpulan sel (jaringan) pada media dengan nutrisi yang sesuai dengan kebutuhan sel atau
jaringan tanaman yang ditanam pada media tersebut. Jaringan yang ditumbuhkan pada
media yang padat akan membentuk kalus, yaitu massa atau sel-sel yang tidak beraturan.
Kalus yang terbentuk dipotong menjadi bagian yang lebih kecil, yang kemudian
18

dipindahkan pada media yang masih baru, dengan susunan hara yang tepat supaya kalus
dapat tumbuh menjadi tunas dan tanaman yang sempurna.
Jika akan menginduksi kalus, sebaiknya dilakukan dengan banyak ulangan karena
laju pertumbuhan dan struktur kalus dapat bervariasi pada suatu spesies meskipun pada
ulangan yang berada pada media yang sama. Media yang digunakan juga dapat berupa
media solid atau media cair. Kalus yang friable (remah) lebih mudah untuk
memperbanyak diri daripada kalus yang terlalu padat. Banyak eksplan yang dapat
digunakan untuk induksi kalus. Eksplan tersebut dapat berasal dari akar, batang, daun,
bunga, maupun polen. Asal eksplan akan menentukan pertumbuhan kalus karena
memerlukan proses pembelahan sel yang tidak akan terdiferensiasi menjadi organ.
Hormon tumbuhan atau zat pengatur tumbuh yang ditambahkan di dalam media
untuk menginduksi kalus sangat bervariasi tergantung genotip eksplan yang digunakan
serta hormon yang sudah ada di dalam tanaman induk (endogeneous hormone). Kalus
dapat diinduksi dengan penambahan hanya auksin, hanya sitokinin, atau campuran auksin
dan sitokinin dalam perbandingan tertentu. Selain tekstur kalus yang dapat berbeda (padat
atau remah), sifat lain seperti warna dan kemampuan untuk menyebar di dalam media cair
juga menentukan keberhasilan kultur kalus. Untuk produksi kalus dalam jumlah banyak
biasanya 15 digunakan media cair karena beberapa alasan. Kalus pada media padat hanya
bersentuhan dengan permukaan media yang lebih sedikit daripada jika berada
dalammedia cair.
Jika dalam media cair, maka kalus dapat menyerap lebih banyak nutrisi dan
pertukaran gas juga lebih lancar dengan media cair. Kultur kalus mempunyai banyak
tujuan, di antaranya untuk perbanyakan tanaman, induksi keragaman, produksi metabolit
sekunder, dan produksi tanaman haploid. Sebagai contoh kultur anther padi yang dapat
menghasilkan tanaman haploid melalui induksi kalus dengan penambahan 2,4-D
kemudian regenerasi tanaman dari kalus dengan media MS yang ditambah dengan NAA.
Pada eksplan daun kopi, kalus tumbuh lebih baik pada media MS yang ditambah dengan
2,4-D dan kinetin. Zat pengatur tumbuh yang diperlukan untuk induksi kalus terlihat
sangat bervariasi tergantung asal eksplan yang akan ditanam.

Alat dan Bahan:


1. Clean Bench with UV Lamp (BI-124 / JICA); 2. Cawan Petri steril; 3. Pinset panjang
dan pinset pendek steril; 4. Scalpel steril; 5. Gelas Erlenmeyer kosong steril; 6. Gelas
ukur; 7. Lampu spirtus; 8. Alkohol 70%; 9. Larutan formalin 10%; 10. Larutan sublimat
40 mg/100 mL aquadest; 11. Larutan kloroks 10% ditambah Tween-20 sebanyak 2 tetes;
12. Larutan PVP (polyvinil pyrrolidone) 50 mg/100 mL aquadest ditambah ascorbic acid
(vitamin C) 50 mg; 13. Aquadest steril; 14. Media MS + 1 ppm 2,4-D dan MS + 1,5 ppm
2,4-D 15.
Eksplan: Daun.

Cara Kerja:
1. Bahan-bahan dicuci terlebih dahulu dengan detergen, kemudian bilas dengan air bersih
2. Alat yang diperlukan dimasukkan ke dalam clean bench (di laminar airflow atau
entkas), setelah disteril dengan cara membasahi bagian luarnya dengan kain yang telah
direndam dengan alkohol 70%
3. Steril sarung tangan yang akan dipakai dengan alkohol 70%
4. Masukkan eksplan daun ke dalam larutan clorox 10% yang diberi Tween-20 sebanyak
2 tetes. Gojok (bilas) eksplan dalam larutan tersebut selama ± 10 menit.
5. Buang larutan clorox yang dipakai untuk membersihkan eksplan. Cuci eksplan dengan
aquadest steril. Pencucian diulang 3 kali. Masukkan eksplan ke dalam larutan clorox
19

5% yang diberi Tween-20 sebanyak 2 tetes. Gojok (bilas) eksplan dalam larutan
tersebut selama ± 5 menit. Cuci eksplan dengan aquadest steril. Pencucian diulang 3
kali. Letakkan eksplan pada cawan Petri. Potong eksplan kecil-kecil (± 1 cm),
kemudian tanam pada media. Tutup botol Erlenmeyer yang berisi eksplan dengan
alumunum foil dan beri label. Simpan dalam ruang inkubasi. Lakukan penanaman
dengan 5 ulangan untuk tiap macam media.
Pengamatan:
1. Kemungkinan terjadinya kontaminasi mikroorganisme pada kultur,
2. Ada tidaknya pembengkakan / pengembangan kambium,
3. Ada tidaknya pembentukan kalus.

C. Jadwal Praktikum
Mei 2020

D. Hasil Pengamatan (skor 50)

E. Pembahasan (Skor 20)

F. Kesimpulan (Skor 5)

G. Daftar Pustaka (Skor 5)

H. Pertanyaan (skor 20)


1. Jelaskan 3 (tiga) ruangan untuk kegiatan kultur jaringan!
2. Jelaskan alat-alat yang digunakan dalam kegiatan kultur jaringan!
3. Jelaskan cara sterilisasi peralatan kultur jaringan!
4. Mengapa sterilisasi tidak boleh dilakukan terlalu lama?
5. Jelaskan unsur-unsur hara yang terdapat dalam media kultur jaringan!
6. Jelaskan jenis-jenis zat pengatur tumbuh!
7. Apakah yang dimaksud bahwa sel mempuyai kemampuan totipotensi?
8. Bagian-bagian apa saja yang dapat dijadikan sebagai sumber eksplan?
20

DAFTAR PUSTAKA

Daisy PSH, Ari W. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Yogyakarta: Penerbit Yayasan
Kanisius.
Gamborg OL, Shyluk JP. 1981. Nutrition, Media, and Characteristics of Plant Cell and
Tissue Cultures. In Plant Tissue Culture – Methods and Applications in Agriculture
(Thorpe TA, editor). London: Academic Press. Hal: 21-44.
Hadioetomo RS. 1990. Mikrobiologi dalam Praktek. Jakarta: Gramedia.
Hartmann HT. Kester DE. 1983. Plant Propagation, Principles and Practices. Fourth
Edition. Prentice-Hall International Inc.
O’Connor PJ, Smith SE, Smith FA. 2001. Arbuscular mycorrhizal associations in the
southern Southern Simpson desert. Aust J Bot. 49:493–499.
Phillips JM, Hayman DS. 1970. Improved procedures for clearing roots and staining
parasitic and vesicular–arbuscular mycorrhizal fungi for rapid assessment of
infection. Transact Brit Mycol Soc. 55:158–161.
Pierik RLM. 1987. In Vitro Culture of Higher Plants. Netherlands: Martinus Nijhoff
Publishers.
Rajapakse S, Miller Jr JC. 1992. Methods for studying vesicular–arbuscular mycorrhizal
root colonization and related root physical properties. Methods Microbiol. 24:302–
316.
Rao SMS. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Edisi Kedua.
Jakarta: UI Press.
Sumardi I, Indrianto A. Tanpa Tahun. Teknik Kultur Jaringan. Yogyakarta: Fakultas
Biologi Universitas Gadjah Mada.
Sumardi I. Tanpa Tahun. Kultur Jaringan Tumbuhan. Yogyakarta: PAU Bioteknologi.
Universitas Gadjah Mada.
Suryowinoto SM, Suryowinoto M. 1977. Perbanyakan Vegetatif pada Anggrek.
Yogyakarta: Penerbitan Yayasan Kanisius.
Schüßler A, Schwarzott D, Walker C. 2001. A New fungal phylum, the glomeromycota:
phylogeny and evolution. Mycol Res. 105:1413–1421.
Schüßler A, Walker C. 2010. The Glomeromycota. A Species List with New Families and
New Genera. Kew: The Royal Botanic Garden Kew.

Anda mungkin juga menyukai