Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH SOSIOLOGI HUKUM

“HUKUM SEBAGAI ALAT UNTUK

MENGUBAH MASYARAKAT”
Dosen Pengampu : Windarto, S.Kom.M.S.I

Disusun Oleh :

Nama : Muhammad Nur Muslimin (RRB10017082)

Khalid Fadjri Siddiq (B10016229)

Adinoor Kusuma (B10017176)

Yohanes Kurniawan Purba (RRB1001702)

JURUSAN ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS JAMBI

2019

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puja dan Puji hanya layak tercurahkan kepada Allah SWT.,
karena atas limpahan karunia-Nya. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada
Rasulullah Muhammad Shallallahu’alaihi wa sallam. Manusia istimewa yang seluruh
perilakunya layak untuk diteladani, yang seluruh ucapannya adalah kebenaran, yang
seluruh getar hatinya kebaikan. Sehingga kami dapat menyelesaikan tugas kelompok
ini tepat pada waktunya.

Banyak kesulitan dan hambatan yang kami hadapi dalam membuat tugas
kelompok ini tapi dengan semangat dan kegigihan serta arahan, bimbingan dari
berbagai pihak sehingga kami mampu menyelesaikan tugas kelompok ini dengan
baik.

Kami menyimpulkan bahwa tugas kelompok ini masih belum sempurna, oleh
karena itu kami menerima saran dan kritik, guna kesempurnaan tugas kelompok ini
dan bermanfaat bagi kami dan pembaca pada umumnya.

Jambi, 23 September 2019

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................i

DAFTAR ISI....................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................1

2
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................2

A. Pengertian Hukum.................................................................................................2
B. Penemuan Hukum dalam Perubahan Sosial..........................................................2
C. Pengertian Kontrol Sosial......................................................................................5

BAB III PENUTUP.......................................................................................................10

A. Kesimpulan.........................................................................................................10
B. Saran....................................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................11

ii

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagai negara hukum, tentunya hukum menjadi salah satu instrumen penting
dalam pembangunan Indonesia. Pembangunan yang di maksudkan tentunya tidak

3
pada fisik semata yang terbatas oleh ruang dan waktu tertentu. Melainkan
pembangunan kualitas segenap rakyat Indonesia dalam upaya mencerdaskan
kehidupan bangsa yang bersifat proyeksi jauh kedepan. Pada zaman reformasi
sekarang ini, hukum di tuntut menjadi panglima bagi kemajuan bengasa, seiring
dengan kemajuan demokrasi kita. Namun, dewasa ini hukum cenderung terpasung
oleh demokrasi itu sendiri. Demokrasi seharusnya dapat berbanding lurus dengan
kedaulatan hukum (Nomokrasi) dalam perjalananya membangun bangsa ini.
Hukum selalu menjadi tumpuan harapan rakyat Indonesia untuk mewujudkan
keadilan. Keadilan yang menjadi salah satu dari tujuan hukum seharusnya dapat di
praktekan dalam upaya membangun masyarakat, bukan mengadili masyarat dalam
pembanguan dengan dalih bahwa kita adalah negara hukum. Peranan hukum dalam
membangun masyarakat, berarti juga bahwa kedaulatan hukum berada di tangan
rakyat sebagaimana pengertian kedaulatan rayat dalam berdemokrasi. Meskipun
dalam penerapan serta penegakannya antar demokrasi dan hukum berbeda.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian hukum menurut para ahli?
2. Bagaimana Penemuan hukum dalam perubahan sosial?
3. Apa Pengertian kontrol sosial?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hukum
Beberapa pendapat tentang definisi hukum, di antara lain:
1. Menurut Prof. Dr. P. Borst

4
Hukum adalah keseluruhan peraturan bagi kelakuan atau perbuatan manusia di
dalam masyarakat, yang pelaksanaanya dapat dipaksakan dan bertujuan untuk
mendapatkan tata atau keadilan.
2. Menurut Prof. Dr. Van Kan
Dalam buku karangannya yang terkenal yaitu “Inleiding tot de Rechtswetenschap”
mendefinisikan hukum adalah keseluruhan peraturan hidup yang bersifat
memaksa untuk melindungi kepentingan manusia di dalam masyarakat.
3. Menurut Prof. Mr. Dr. L. J. Van Apeldoorn
Dalam bukunya yang berjudul “Inleiding tot de Studie Van Het Nederlandse
recht” memberikan pengertian sebagai berikut “memberikan definisi/batasan
hukum, sebenarnya hanya bersifat menyamaratakan saja, dan itupun tergantung
siapa yang memberikan
Jadi, hukum merupakan sebuah aturan yang membatasi masyarakat agar
mencapai keadilan bersama

B. Penemuan Hukum dalam Perubahan Sosial


Dalam pameo ubi Societas ibi ius yang bermakna dimana ada masyarakat, disitu ada
hukum maka perlu digambarkan hubungan antara perubahan sosial dan penemuan
hukum. Masyarakat ada dan menciptakan hukum, masyarakat berubah, maka hukumpun
berubah. Perubahan hukum dilalui melalui dua bentuk, yakni masyarakat berubah
terlebih dahulu, baru hukum datang mengesahkan perubahan itu (perubahan pasif) dan
bentuk lain yakni hukum sebagai alat untuk mengubah ke arah yang lebih baik (law as a
tool of social engineering).
Masalah pemenuhan hukum dalam perubahan sosial memunculkan dua pandangan
yang berlawanan berkaitan dengan bagaimana seharusnya hukum berperan. Disatu pihak,
pandangan yang mengemukakan bahwa hukum seyogyanya mengikuti, tidak memimpin
dan bahwa hal itu harus dilakukan perlahan-lahan sebagai respon terhadap perasaan
hukum masyarakat yang sudah terumuskan secara jelas. Pandangan ini diwakili oleh Von
Savigny yang berpendapat bahwa, hukum itu ditemukan, bukan diciptakan. Pendapat
berlainan dikemukakan oleh Jeremy Betham yang berkeyakinan bahwa hukum daat
dikonstruksi secara rasional dan dengan demikian akan mampu berperan dalam
mereformasi masyarakat. Pandangan kedua ini secara progresif dikembangkan oleh
Prof.Mochtar Kusumaatmadja dengan konsep hukumnya yang memandang hukum
sebagai sarana pembaharuan  masyarakat disamping saran untuk menjamin ketertiban

5
dan kepastian hukum. Konsepsi dan definisi hukum yang dikemukakan oleh Prof.
Mochtar Kusumaatmadja dalam tataran praktis menghendaki adanya inisiati dari
pembentuk undang-undang untuk melakukan penemuan hukum dalam rangka
mengarahkan dan mengantisipasi dampak negatif dari perubahan sosial yang terjadi di
Indonesia.Menurut Achmad Ali, tidak perlu diperdebatkan bagaimana hukum
neyesuaikan dengan perubahan masyarakat dan bagaimana hukum menjadi penggerak ke
arah perubahan masyarakat. Kenyataannya, dimanapun dalam kegiatan perubahan
hukum, hukum telah berperan dalam perubahan tersebut dan hukum telah berperan
dalam mengarahkan masyarakat kepada kehidupan yang lebih baik. Hukum berfungsi
sebagai perlindungan kepentingan manusia. Perubahan hukum yang terjadi merupakan
kosekuensi logis dari hukum yang bersifat dinamis. Perubahan tersebut, baik melalui
konsep masyarakat yang berubah dahulu maupun konsep law as tool social
engineering mempunyai tujuan untuk membentuk dan memfungsikan sistem hukum
nasional yang berusmber pada dasar negara Pancasila dan konstitusi negara. Perubahan
hukum hendaknya dilaksanakan secara komprehensif yang meliputi lembaga-lembaga
hukum, peraturan-peraturan hukum dan juga memperhatikan kesadaran hukum
masyarakat.
Mempelajari perubahan hukum dalam perubahan sosial adalah proses yang tidak
cukup berhenti pada satu kesimpulan. Karena sosiologi hukum dalam hubungannya
dengan masyarakat selalu timbal balik yakni pengaruh hukum terhadap masyarakat di
satu sisi dan pengaruh perubahan masyarakat terhadap hukum disisi yang lain[6].
Kegunaan sosiologi secara umum adalah untuk merumuskan norma dan hukum umum
yang membentuk tata hukum nasional, mengungkap aspirasi-aspirasi masyarakat,
memberikan informasi tentang dasar-dasar sosial bidang-bidang hukum tertentu, sebagai
katalisator pendekatan interdisipliner dan dapat pula sebagai pengetahuan yang luas bagi
hakim dalam menjalankan keputusan.
Namun mengingat sifatnya, sosiologi merupakan ilmu pengetahuan murni bukan
terapan, maka diperlukan disiplin ilmu lain untuk menjabarkannya kedalam praktek.
Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang abstrak dan bukan konkret, Sosiologi
bertujuan untuk menghasilkan pengertian-pengertian dan pola-pola umum. Untuk itu
diperlukan disiplin ilmu terapan seperti ilmu hukum pidana, perdata, tata negara, dsb.
Namun tetap dalam penerapannya masih memerlukan sosiologi hukum sebagai alat
bantu. Misalnya, dalam penyusunan peraturan perundang-undangan yang bersifat
demokratis harus mempresentasikan peran hukum sebagai alat untuk mendinamisasikan

6
masyarakat. Dengan demikian fungsi vital hukum dalam negara yang berubah dapat
mengakomodasikan semua dinamika masyarakat yang kompleks seperti Indonesia.
Tanpa peran sosiologi hukum, maka penyusunan peraturan perundang-undangan tersebut
hanya murni logika dan kemungkinan besar akan gagal menampung aspirasi masyarakat,
mendapat penolakan hingga menyebabkan antipati.
Di dalam praktek, keefektifitasan hukum tergantung sepenuhnya pada para kalangan
profesional hukum dalam penyelesaian kasus hukum yaitu pengacara (lawyers), Hakim
(Judge) dan Klien (Client). Sudah bukan rahasia lagi bagi para praktisi hukum bahwa
terdapat inkonsistensi antara substansi hukum yang diajarkan dalam penyelenggaraan
pendidikan hukum dengan tantangan dan tuntutan praktek hukum di Indonesia.
Kesenjangan tersebut lebih sering terjadi karena kurangnya pembinaan kesadaran
hukum, khususnya sikap para pelaksana hukum. Untuk memupuk dan membina
pertumbuhan kesadaran masyarakat, para penegak hukum mempunyai peranan yang
amat besar. Hal ini penting dilakukan, mengingat institusi hukum itu sendiri dipandang
sebagai sarana penting untuk memelihara ketertiban dan perdamaian dalam masyarakat.
Suatu bangsa yang ingin melihat terciptanya suatu ketertiban dan perdamaian dalam
masyarakat akan terus berusaha untuk mengatur dan mengarahkan tingkah laku seluruh
warga masyarakat menurut pola-pola tertentu. Salah satu cara yang dapat dipakai untuk
meperlancar interaksi antara para warga masyarakat adalah dengan mengeluarkan
norma-norma hukum tertentu. Melalui hukum inilah antara lain ditetapkan peranan-
peranan yang seharusnya dilakukan oleh warga masyarakat. Namun, berdasarkan
pengamatan maupun beberapa hasil penelitian menunjukkan adanya ketidakcocokan
antara apa yang diharapkan oleh hukum dan tingkah laku nyata warga masyarakat.
Jadi, tegaknya suatu peraturan hukum baru akan menjadi kenyataan bilamana,
didukung oleh adanya kesadaran hukum dari segenap warga masyarakat. Kesadaran
terhadap berlakunya hukum adalah dasar bagi dilaksanakannya hukum itu sendiri.
Semakin merata kesadaran terhadap berlakunya hukum, semakin kecil pula kemungkinan
munculnya tingkah laku yang tidak sesuai dengan hukum.

C. Pengertian Kontrol Sosial


Secara umum pengendalian sosial adalah segenap cara dan proses yang di tempuh
kelompok atau orang masyarakat, sehingga para anggotanya dapat bertindak sesuai
denagn harapan kelompok atau masyarakat.Dalam sistem pemerintahan, pengendalian
sosial di artikan sebagai pengawasan yang di lakukan masyarakat terhadap jalannnya

7
pemerintahan, khususnya pemerintah beserta aparatnya. pengertian pengendalian sosial
tersebut mencakup segala proses yang di rencanakan atau tidak serta bersifat mendidik,
mengajak, atau bahkan memaksa warga masyarakat mematuhi kaidah dan nilai-nilai
sosial yang berlaku.
Kontrol sosial menurut para pakar :
a. Peter I. Berger adalah berbagai cara yang digunakan masyarakat untuk menertibkan
anggota yang membangkang.
b. Roucek & Warren adalah proses yang terencana atau tidak terencan untuk mengajar
individu agar dapat menyesuaikan diri dengan kebiasaan dan nilai-nilai kelompok
tempat mereka tinggal.
c. Soejono Soekanto adalah suatu proses baik yang direncanakan atau tidak, yang
bertujuan untuk mengajak, membimbing bahkan memaksa warga masyarakat agar
mematuhi nilai-nilai dan kaidah-kaidah yang berlaku.
Jadi, Kontrol sosial dapat disimpulkan sebagai semua cara yang atau sarana
yang digunakan untuk mengendalikan tingkah laku warga masyarakat agar mematuhi
nilai-nilai dan kaidah yang berlaku.
1. Hukum Sebagai Sosial Kontrol
Dalam memandang hukum sebagai alat kontrol sosial manusia, maka hukum
merupakan salah satu alat pengendali sosial. Alat lain masih ada sebab masih saja
diakui keberadaan pranata sosial lainnya (misalnya keyakinan, kesusilaan). Kontrol
sosial merupakan aspek normatif kehidupan sosial. Hal itu bahkan dapat dinyatakan
sebagai pemberi defenisi tingkahg laku yang menyimpang dan akibat-akibat yang
ditimbulkannya, seperti berbagai larangan, tuntutan, dan pemberian ganti rugi.
Hukum sebagai alat kontrol sosial memberikan arti bahwa ia merupakan
sesuatu yang dapat menetapkan tingkah laku manusia. Tingkah laku ini dapat
didefenisikan sebagai sesuatu yang menyimpang terhadap aturan hukum. Sebagai
akibatnya, hukum dapat memberikan sangsi atau tindakan terhadap si pelanggar.
Karena itu, hukum pun menetapkan sanksi yang harus diterima oleh pelakunya. Ini
sekaligus berarti bahwa hukum mengarahkan agar masyarakat berbuat secara benar
menurut aturan sehingga ketentraman terwujud.
Pengendalian sosial terjadi apabila suatu kelompok menentukan tingkah laku
kelompok lain, atau apabila kelompok mengendalikan anggotanya atau kalau pribadi-
pribadi mempengaruhi tingkah laku pihak lain. Dengan demikian pengendalian sosial
terjadi dalam tiga taraf yakni:

8
a. kelompok terhadap kelompok
b. kelompok terhadap anggotanya
c.  pribadi terhadap pribadi
Dengan kata lain pengendalian sosial terjadi apabila seseorang diajak atau dipaksa
untuk bertingkah laku sesuai dengan keinginan pihak lain, baik apabila hal itu sesuai
dengan kehendaknya ataupun tidak. Jika dikatakan pengendalian sosial itu memiliki
unsur pengajakan atau pemaksaan kehendak kepada pihak lain, maka kesiapan pihak lain
itu untuk menerimanya sudah tentu didasarkan kepada keadaan-keadaan tertentu.
Sanksi hukum terhadap perilaku yang menyimpang, ternyata terdapat perbedaan
di kalangan suatu masyarakat. Tampaknya hal ini sangat berkait dengan banyak hal,
seperti keyakinan agama, aliran falsafat yang dianut. Dengan kata lain, sangsi ini berkait
dengan kontrol sosial. Ahmad Ali menyebutkan sangsi pezina berbeda bagi masyarakat
penganut Islam secara konsekuen dengan masyarakat Eropa Barat. Orang Islam
memberikan sangsi yang lebih berat, sedangkan orang Eropa Barat memberi sangsi yang
ringan saja. Dengan demikian, di samping bukan satu-satunya alat kontrol sosial, juga
hukum sebagai alat pengendali memainkan peran pasif. Artinya bahwa hukum
menyesuaikan diri dengan kenyataan masyarakat yang dipengaruhi oleh keyakinan dan
ajaran falsafat lain yang diperpeganginya.
Dalam pada itu, disebutkan pula bahwa fungsi hukum ini lebih diperluas sehingga
tidak hanya dalam bentuk paksaan. Fungsi ini dapat dijalankan oleh dua pihak:
a) pihak penguasa negara. Fungsi ini dijalankan oleh suatu kekuasaan terpusat yang
berwujud kekuasaan negara yang dilaksanakan olehthe ruling class tertentu.
Hukumnya biasanya dalam bentuk hukum tertulis dan perundang-undangan.
b) masyarakat; fungsi ini dijalankan sendiri oleh masyarakat dari bawah. Hukumnya
biasa berbentuk tidak tertulis atau hukum kebiasaan.
Fungsi hukum sebagai alat kontrol sosial dapat berjalan dengan baik bila terdapat hal-
hal yang mendukungnya. Pelaksanaan fungsi ini sangat berkait dengan materi hukum
yang baik dan jelas. Selain itu, pihak pelaksana sangat menentukan pula. Orang yang
akan melaksanakan hukum ini tidak kalah peranannya. Suatu aturan atau hukum yang
sudah memenuhi harapan suatu masyarakat serta mendapat dukungan, belum tentu dapat
berjalan dengan baik bila tidak didukung oleh aparat pelaksana yang kimit terhadap
pelaksanaan hukum. Hal yang terakhir inilah yang sering dikeluhkan oleh masyarakat
Indonesia. Aparat sepertinya dapat dipengaruhi oleh unsur-unsur lain yang sepatutnya

9
tidak menjadi faktor penentu, seperti kekuasaan, materi dan pamrih serta kolusi. Citra
penegak hukum masih rawan.
2. Hukum Sebagai Alat Pengubah Masyarakat
Hukum mungkin dipergunakan sebagai suatu alat oleh agent of change atau
pelopor perubahan adalah seseorang atau kelompok orang yang mendapatkan
kepercayaan dari masyarakat sebagai pemimpin satu atau lebih lembaga-lembaga
kemasyarakatan. Suatu perubahan sosial yang dikehendaki atau direncanakan, selalu
berada di bawah pengendalian serta pengawasan pelopor perubahan tersebut. Cara-
cara untuk mempengaruhi masyarakat dengan system yang teratur dan direncanakan
terlebih dahulu, dinamakan sosial engineering atau sosial planning. Hukum mepunyai
pengaruh langsung atau pengaruh yang tidak langsung di dalam mendorong terjadinya
perubahan sosial. Misalnya, suatu peraturan yang menentukan system pendidikan
tertentu bagi warga Negara mepunyai pengaruh secara tidak langsung yang sangat
penting bagi terjadinya perubahan-perubahan sosial.
Di dalam berbagai hal, hukum mempunyai pengaruh yang langsung terhadap
lembaga-lembaga kemasyarakatan yang artinya adalah bahwa terdapat hubungan yang
langsung antara hokum dengan perubahan-perubahan sosial. Suatu kaidah hokum
yang menetapkan bahwa janda dan anak-anak tanpa memperhatikan jenisnya dapat
menjadi ahliwaris mempunyai pengaruh langsung terhadapat terjadinya perubahan-
perubahan sosial, sebab tujuan utamanya adalah untuk mengubah pola-pola
perikelakuan dan hubungan-hubungan antara warga masyarakat.
Kiranya dapat dikatakan bahwa kaidah-kaidah hukum sebagai alat untuk
mengubah masyarakat mempunyai peranan penting terutama dalam perubahan-
perubahan yang dikehendaki atau perubahan-perubahan yang direncanakan. Dengan
perubahan-perubahan yang dikehendaki dan direncanakan dimaksudkan sebagai suatu
perubahan yang dikehendaki dan direncanakan oleh warga masyarakat yang berperan
sebagai pelopor masyarakat. Dan dalam masyarakat yang sudah kompleks di mana
birokrasi memegang peranan penting tindakan-tindakan sosial, mau tak mau harus
mempunyai dasar hukum untuk sahnya. Oleh sebab itu, apabila pemerintah ingin
membentuk badan-badan yang berfungsi untuk mengubah masyarakat (secara
Terencana), maka hukum diperlukan untuk membentuk badan tadi serta untuk
menentukan dan membatasi kekuasaannya. Dalam hal ini kaidah hukum mendorong
terjadinya perubahan-perubahan sosial dengan membentuk badan-badan yang secara

10
langsung berpengaruh terhadap perkembangan-perkembangan di bidang-bidang
sosial, ekonomi, dan politik.
3. Hukum sebagai sarana pengatur perikelakuan.
Sebagai sosial engineering, hukum merupakan suatu sarana yang ditujukan
untuk mengubah perikelakuan warga masyarakat, sesuai dengan tujuan-tujuan yang
telah di tetapkan sebelumnya. Kalau hukum merupakan sarana yang dipilih untuk
mencapai tujuan-tujuan tertentu, maka prosesnya tidak hanya berhenti pada pemilihan
hukum sebagai sarana saja. Selain pengetahuan yang manatap tentang sifat hakikat
hukum, juga perlu diketahui adalah batas-batas di dalam penggunaan hukum sebagai
sarana (untuk mengubah ataupun mengatur perikelakuan warga masyarakat).
Suatu contoh misalnya, perihal komunikasi hukum. Kiranya sudah jelas, supaya
hukum benar-benar dapat mempengaruhi perikelakuan warga masyarakat, maka
hukum tadi harus disebarkan seluas mungkin sehingga melembaga dalam masyarakat.
Adanya alat-alat komunikasi tertentu, merupakan salah satu syarakat bagi penyebaran
serta pelembagaan hukum. Komunikasi hukum dapat dilakukan secara formal, yaitu
melalui suatu tata cara yang terorganisasikan dengan resmi. Di samping itu, ada juga
tata cara informal yang tidak resmi sifatnya. Inilah yang merupakan salah satu batas di
dalam penggunaan hukum sebagai sarana pengubah dan pengatur perikelakuan. Ini
lah yang dinamakan difusi.
Masyarakat terdiri dari pribadi-pribadi dan kelompok-kelompok, yang di
dalam kehidupannya berkaitan secara langsung dengan penentuan pilihan terhadap
apa yang ada di dalam lingkungan sekita-rnya. Pilihan-pilihan yang dapat dilakukan,
dibatasi oleh suatu kerangkan tertentu. Artinya, kalau dia sampai melampaui batas-
batas yang ada, maka mungkin dia menderita; sebaliknya, kalau dia tetap berada di
dalam batas-batas tertentu, maka dia akan mendapat imbalan-imbalan tertentu pula.
Apakah yang akan dipilih oleh pribadi-pribadi atau kelompok-kelompok,
tergantung pada factor-faktor fisik, psikologis, dan sosial. Di dalam suatu masyarakat
di mana interaksi sosial menjadi intinya, maka perikelakuan yang diharapkan dari
pihak-pihak lain, merupakan hal yang sangat menentukan. Akan tetapi, walaupun
manusia selalu memilih, ada kecenderungan bahwa dia mengadakan pilihan-pilihan
yang sama, secara berulang-ulang atau teratur. Hal ini disebabkan oleh karena
manusia pribadi tadi menduduki posisi-posisi tertentu dalam masyarakat dan
peranannya pada posisi tersebut ditentukan oleh kaidah-kaidah tertentu. Selain
daripada itu, peranannya huga tergantung dan ditentukan oleh berperannya pihak-

11
pihak lain di dalam posisinya masing-masing. Selanjutnya, hal itu juga dibatasi oleh
pihak-pihak yang mengawasi dan memberikan reaksi terhadap peranannya, maupun
kemampuan serta kepribadian manusia. Pribadi-pribadi yang memilih, melakukan hal
itu, oleh karena dia percaya bahwa dia menghayati perikelakuan yang diharapkan dari
pihak-pihak lain, dan bagaimana reaksi pihak-pihak lain terhadap perikelakuannya.
Oleh karena itu, untuk menjelaskan mengapa seseorang menentukan pilihan-pilihan
tertentu, maka harus pula dipertimbangkan anggapan-anggapan tentang apa yang
harus dilakukannya atau tidak harus dilakukan maupun anggapan tentang yang harus
dilakukan oleh lingkungannya. Inilah yang merupakan struktur normative yang
terdapat pada diri pribadi manusia, yang sekaligus merupakan potensi di dalam
dirinya, untuk dapat mengubah perikelakuannya, melaui perubahan-perubahan
terencana di dalam wujud penggunaan kaidah-kaidah hokum sebagai sarana. Dengan
demikian, maka pokok di dalam proses purabahan perikelakuan melaui kaidah-kaidah
hokum adalah konsepsi-konsepsi tentang kaidah, peranan dan sarana maupun cara
untuk mengusahakan adanya konformitas.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

12
Dari uraian diatas, dapatlah kita ambil kesimpulan bahwa kedudukan hukum kita
saat ini tidak sedang berada pada posisi idealnya, sesuai dengan idealnya landasan
filosofis dan teoritis. Namun, sebagai negara hukum yang berdaulat, dengan
kemajemukan etnis, suku, dan ras yang kita miliki,  kedudukan hukum kita lebih di
tunjukkan oleh suatu sistem hukum yang terintegrasi dan saling berhubungan dalam
sebuah hirraki sebagai negara hukum.

Dalam prakteknya sebagai negara hukum, Indonesia terkesan lebih serius dalam
pembentukan hukum dari pada penegakan hukum. Hal ini tentulah di pengaruhi oleh
banyaknya sistem hukum yang mempengaruhi pembangunan hukum di Indonesia. Bangsa
kita mengalami kesulitan dalam membentuk sebuah kesatuan budaya hukum yang benar-
benar dapat melindungi segenap rakyatnya. Ini tentunya di pengaruhi oleh kemajemukan
budaya yang tumbuh dan berkembang di Indonesia. Sehingga dalam pembentukan hukum
yang responsif serta aspiratif selalu menemukan kendala, baik dalam pembentukannya
ataupu dalam penegakannya.

B. SARAN

Demikianlah yang dapat kami sampaikan mengenai materi yang menjadi bahasan
dalam makalah ini, tentunya banyak kekurangan dan kelemahan kerena terbatasnya
pengetahuan kurangnya rujukan atau referensi yang kami peroleh hubungannya dengan
makalah ini Penulis banyak berharap kepada para pembaca yang budiman memberikan
kritik saran yang membangun kepada kami demi sempurnanya makalah ini. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis para pembaca khusus pada penulis.

DAFTAR PUSTAKA

http://ririnbrain.blogspot.com/2008/11/hukum-sebagai-alat-untuk-mengubah.html.,30

13
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum, Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis, Chandra
Pratama, Jakarta : 1996
Purbacaraka Purnadi, Perilaku Kaedah Hukum. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung : 1993, hal
8

14

Anda mungkin juga menyukai