Anda di halaman 1dari 48

POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANAK DAN SAUDARA TIRI

DALAM PERNIKAHAN KEMBALI

RISET KOMUNIKASI PEMASARAN

Diajukan untuk memenuhi tugas Riset Komunikasi Pemasaran

Program Studi Ilmu Komunikasi

Disusun Oleh:

Aulia Dzultamulyana 1502174128


Larita Anggraini Istiqomah 1502174052
Prikanti Kusuma Wardani 1502174369

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS KOMUNIKASI DAN BISNIS
UNVERSITAS TELKOM
2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.....................................................................................................................i
DAFTAR GAMBAR........................................................................................................ii
DAFTAR TABEL..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................1
1.2 Fokus Penelitian........................................................................................................7
1.3 Rumusan Masalah....................................................................................................7
1.4 Tujuan Penelitian.......................................................................................................7
1.5 Manfaat Penelitian.................................................................................................... 7
1.6 Lokasi dan Periode Penelitian...................................................................................8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................9
2.1 Komunikasi -----------------------------------------------------------------------------------9
2.2 Pola Komunikasi -----------------------------------------------------------------------------9
2.3 Komunikasi Intepersonal ------------------------------------------------------------------10
2.3.1 Definisi Komunikasi Interpersonal------------------------------------------------10
2.3.2 Unsur Komunikasi Interpersonal---------------------------------------------------11
2.3.3 Tujuan Komunikasi Interpersonal--------------------------------------------------12
2.4 Remaja---------------------------------------------------------------------------------------13
2.4.1 Definisi Remaja----------------------------------------------------------------------13
2.4.2 Tahapan-tahapan Perkembangan Remaja1---------------------------------------14
2.4.3 Tugas-tugas Perkembangan Remaja ----------------------------------------------14
2.5 Hubungan Antar Saudara -----------------------------------------------------------------15
2.5.1 Definisi Saudara ---------------------------------------------------------------------15
2.5.2 Hubungan Antar Saudara -----------------------------------------------------------16
2.5.3 Karakteristik Dimensi Hubungan Antar Saudara--------------------------------16
2.5.4 Saudara Tiri (stepsibling)------------------------------------------------------------18
2.5.5 Ciri-ciri Saudara Tiri-----------------------------------------------------------------19
2.6 Pernikahan Kembali -----------------------------------------------------------------------22
2.7 Teori Interaksi Simbolik ------------------------------------------------------------------21
2.8 Penelitian Terdahulu -----------------------------------------------------------------------22
2.9 Kerangka Teori------------------------------------------------------------------------------31

i
BAB III METODE PENELITIAN............................................................................32

3.1 Paradigma Penelitian...............................................................................................32


3.2 Subjek dan Objek Penelitian...................................................................................35
3.2.1 Objek Penelitian.................................................................................................35
3.2.2 Subjek Penelitian-----------------------------------------------------------------------35
3.3 Lokasi Penelitian----------------------------------------------------------------------------36
3.4 Unit Analisis............................................................................................................36

3.5 Informan..................................................................................................................38
3.5.1 Informan Pendukung---------------------------------------------------------------------38
3.5.2 Informan Kunci---------------------------------------------------------------------------38
3.6 Teknik Pengumpulan data.......................................................................................38
3.7 Teknik Analisis Data...............................................................................................39
3.8 Teknik Keabsahan Data..........................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................42

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Data Kasus Perceraian tahun 2015-2018-------------------------------------2


Gambar 1.2 Data Kasus Pernikahan tahun 2015-2017------------------------------------4
Gambar 2.1 Hubungan remaja dan saudara tiri dalam posisi remaja yang
memiliki saudara tiri----------------------------------------------------------------------------20
Gambar 2.1 Kerangka Pikiran---------------------------------------------------------------32
Gambar 3.1 Peta Kota Bandung--------------------------------------------------------------38

iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Periode Penelitian...........................................................................................7
Tabel 2.2 Tabel Terdahulu...........................................................................................23
Tabel 3.1 Unit Analisis Penelitian................................................................................38

iv
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keluarga merupakan tempat pertama bagi anak dalam melakukan hubungan
sosial, melalui keluarga anak dapat belajar berempati dan memperhatikan
keiinginan untuk membantu orang lain dengan cara berinteraksi dengan orang
tua, saudara kandung atau saudara lainnya. Sedangkan menurut Galvin dan
Brommel (dalam Stewart & Sylvia 2001) mengungkapkan bahwa sebuah
keluarga adalah jaringan orang-orang yang berbagai kehidupan dalam jangka
waktu lama, yang terikat oleh perkawinan, darah, atau komitmen, legal atau
tidak, dan menganggap diri mereka sebagai keluarga, dan yang berbagi
pengharapan-pengharapan masa depan mengenai hubungan yang berkaitan.
Bentuk keluarga inti yaitu terdiri dari bapak, ibu dan anak hasil dari
pernikahan. Biasanya sering terjadi pada sebuah keluarga yang didalam
perkembangannya terdapat permasalahan yang ditemui dalam menjaga
hubungan diantara anggota keluarganya baik antara suami istri, orang tua ke
anak, antar anak, hingga antara keluarga inti dengan keluarga besar. Tak hanya
ada bentuk keluarga inti selain itu ada juga keluarga batih, keluarga batih yaitu
keluarga yang didalamnya terdapat posisi tambahan selain keluarga inti (dalam
Lee, 1982). Sebuah keluarga terbentuk karena adanya sebuah perkawinan yang
menjadi pondasinya.
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)
yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa menurut
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 (pasal 1). Sedangkan menurut Thalib
(1980), perkawinan ialah suatu perjanjian yang suci kuat dan kokoh untuk hidup
bersama secara sah antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk
membentuk keluarga yang kekal, santun-menyantuni, kasih-mengasihi, tenteram
dan bahagia. Dariyo (2006) menyatakan bahwa sebuah keluarga terbentuk dari
pernikahan yang terbentuk dari perwujudan resmi dari komitmen bagi pasangan
yang sebelumnya telah memutuskan untuk hidup bersama-sama mengarungi
bahtera rumah tangga. Melalui sosialisasi, anak-anak memperoleh keterampilan

1
sosial, emosional, dan kognitif sehingga mereka dapat berfungsi dalam
masyarakat. Orang tua memiliki tanggung jawab penting dalam memenuhi
kebutuhan dasar dan perawatan, perlindungan, membimbing dan mendukung
perkembangan anak remaja. Dengan demikian, peranan orang tua sangat besar
dalam proses perkembangan anak karena orang tua merupakan figur utama yang
mempengaruhi anak dalam pertumbuhan dan perkembangan.
Dewasanya manusia tidak dapat hidup dengan sendirinya, karena itu
manusia merupakan makhluk sosial yang memerlukan berkomunikasi dengan
sesama manusia lainnya, atau mengemukakan pendapatnya, perasaan, kemauan
dan keinginan dirinya agar orang lain dapat memahami apa yang dirinya
inginkan, begitu juga dengan kita yang dapat memahami kemauan orang lain,
hal ini disebut dengan komunikasi interpersonal. Komunikasi interpersonal ini
biasanya terjadi dalam ruang lingkup pertemanan, pekerjaan, dan lain
sebagainya. Selain itu, komunikasi interpersonal juga terjadi pada ruang lingkup
yang paling dekat yaitu dalam ruang lingkup keluarga. Karena keluarga adalah
tempat pertama bagi seorang manusia untuk berkomunikasi dikehidupan sehari-
hari. Menjalani hidup yang memiliki keluarga yang utuh dan harmonis adalah
impian dari setiap anak pada keluarganya. Menurut Singgih D. Gunawan (1995)
keluarga yang bahagia apabila seluruh anggota keluarga merasa bahagia yang
ditandai
dengan

berkurangnya akan kesenggangan, kekacauan, dan kepuasan terhadap seluruh


keadaan dan pada keberadaan dirinya.

2
Gambar 1.1 Data Kasus Perceraian tahun 2015-2018
(Sumber: Mahkamah Agung Indonesia diakses pada portal website www.indonesiabaik.id pada
tanggal 27 Februari 2020 pukul 21.14)

Grafik diatas memaparkan bahwa kasus perceraian di Indonesia sudah


sangat sering terjadi dan bukan lagi hal yang menjadi tabu di Indonesia.
Meningkatnya tingkat tren kasus perceraian di Indonesia dalam kurun waktu 4
tahun terakhir (2015-2018) mengalami peningkatan kasus perceraian sejumlah
tiga persen (3%) setiap tahunnya. Permasalahan dalam keluarga yang menjadi
penyebab dari perceraian ini tak bisa dipungkiri seperti perbedaan pendapat,
pertengkaran, kekerasan, ekonomi, bahkan perselingkuhan yang jika sudah tidak
bisa diselesaikan dengan baik dan tepat, maka akan berujung pada perceraian.

Berdasarkan data dari Dirjen Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung


pada periode 2014-2016, perceraian di tanah air memang mengalami kenaikan.
Dari 344.237 perceraian pada 2014, naik menjadi 365.633 perceraian pada
2016. Pada tahun 2015 berdasarkan data dari Kemenag ada 398.245 gugatan,
terdiri dari 113 ribuan gugatan talak oleh suami, sedangkan 281 ribu lebih
dilaporkan oleh istri. Kemudian, pada tahun 2017 meningkat menjadi 415.898
gugatan cerai. Kemudian pada tahun 2018, sebanyak 419.268 laporan mengenai
putusan perceraian yang terjadi (cerai talak sebanyak 111.490, cerai gugat
sebanyak 307.778) dan gugatan cerai ini paling banyak dilakukan oleh pihak
istri dibandingkan oleh pihak suami pada sebuah keluarga. Kasus perceraian
merupakan hal yang sering dialami oleh banyak pasangan suami istri dan pada
dasarnya kasus tersebut menjadi hal yang ditakuti oleh pasangan suami istri dan
keluarga.
Perceraian orang tua akan selalu membawa akibat pada anak-anaknya
terutama pada usia remaja. Usia remaja adalah masa peralihan dari anak-anak

3
menjadi dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek fungsi untuk
memasuki usia dewasa. Anak dari keluarga yang mengalami perceraian
biasanya cenderung melakukan hal-hal negatif. Seperti seks bebas, narkoba,
minum-minuman keras dan lain sebagainya. Dan secara prestasi belajar,
biasanya akan cenderung menurun karena mengalami depresi dan emosi yang
tempramen atas keadaan yang menimpa kedua orang tuanya dan akan
mempengaruhi kehidupan masa depannya. Akan tetapi ada beberapa anak yang
juga bisa bangkit dari keterpurukan atau hal-hal negatif tersebut.
Anggota dalam keluarga inti tak hanya orang tua dan anak yang memiliki
hubungan darah atau kandung, akan tetapi anggota keluarga inti juga termasuk
antara orang tua dengan anak adopsi ataupun anak tiri. Banyak kita jumpai suatu
kelompok keluarga yang sudah tidak lengkap lagi, menjadi seorang orangtua
tunggal bukanlah hal yang mudah dijalani, karena menjadi orangtua tunggal
harus bisa mendidik anaknya dengan dua sisi yang berbeda.
Melihat pada konsekuensi-konsekuensi yang muncul dari perceraian, maka
masalah utama yang perlu dihadapi setelah perceraian dapat berupa penyesuaian
kembali dengan status hidup sendiri tanpa pasangan, atau yang disebut dengan
duda atau janda. Seorang orang tua tunggal banyak yang melakukan untuk
mencari pasangan baru dalam membantu mendidik dan mengasuh anaknya yang
masih kecil, Dengan status baru sebagai janda apalagi yang memiliki anak,
wanita harus berperan sebagai orang tua tunggal dan harus bisa mengatur
ekonomi keluarga secara mandiri. Sebagai orang tua tunggal wanita harus bisa
berperan ganda yaitu sebagai ayah yang fungsinya mencari nafkah dan sebagai
ibu yang berperan membesarkan dan mendidik anak. Hal ini dikarenakan bahwa
kondisi keuangan wanita hampir selalu memburuk setelah perceraian, terutama
jika dia memiliki anak. Berdasarkan dari hal tersebut timbul keinginannya untuk
menikah kembali. Kondisi ini mendatangkan anggota keluarga yang baru yang
memungkinkan suatu keadaan yang berbeda-beda pada setiap individu yang
mengalaminya, seperti halnya ketika seorang anak memiliki orang tua baru yang
menggantikan salah satu orang tua kandungnya.

4
Gambar 1.2 Data Pernikahan pada Tahun 2015-2017
(Sumber: BPS Nasional diakses pada portal website www.kumparan.com pada
tanggal 29 Maret 2020 pukul 15.14)

Menurut data dari BPS Nasional daerah yang paling banyak adanya
pernikahan ada di Jawa. Selama tiga tahun berturut-turut, Jawa Barat (Jabar),
Jawa Tengah (Jateng), dan Jawa Timur (Jatim) menjadi provinsi yang jumlah
pernikahannya terbanyak di seluruh Indonesia termasuk pernikahan kembali
oleh orang-orang yang sudah bercerai oleh pasangannya atau ditinggal karena
meninggal dunia. Menikah kembali menjadi solusi untuk dapat membantu
individu untuk membantu mengatasi persoalan yang muncul. Cara ini banyak
dilakukan oleh orang tua tunggal di Indonesia. Tentu saja hal ini menimbulkan
efek lain didalam keluarga. Menikah dengan seseorang yang sudah memiliki
anak memang menimbulkan tantangan besar, terutama saat ia diharuskan untuk
ikut mengurus anak kandung dari suami atau istrinya yang sekarang. Salahsatu
kesulitan yang pasti dihadapi adalah kesulitan untuk menerima anggota baru
didalam sebuah keluarga terutama bagi seorang anak. Mempunyai orang tua tiri
atau saudara tiri juga bukan keinginan dan pilihan sebagian besar seorang anak,
karena di lingkungan masyarakat telah terbentuk persepsi terhadap sosok orang
tua tiri dan saudara tiri yang kejam dan memiliki perilaku yang tidak baik.
Stigma seperti itu muncul karena salah satu penyebab adanya berbagai

5
tayangan film atau sinetron seperti Bawang Merah Bawang Putih, Ratapan
Anak Tiri, Cinderella yang menceritakan sosok ibu tiri dan saudara-dausara tiri
yang cukup kejam. Selain stigma yang muncul dari tayangan film dan sinetron,
pemberitaan seperti dimedia saat ini contohnya yang terjadi siswa SD bernama
Kayla asal kabupaten Kutai, Kartanegara saat disekolahnya melakukan vaksin,
guru dikelasnya melihat sesuatu yang tidak wajar pada lengan Kayla, ternyata
Kayla selama ini disiksa oleh saudara tirinya sendiri Kayla disiksa oleh saudara
tirinya dengan benda tumpul yang menyebabkan lengannya mendapatkan luka
lebam yang cukup serius, (dilansir pada portal berita
www.wartakota.tribunnews.com pada tanggal 29 Maret 2020 pukul 12.31).
Dari kasus tersebut kenyataannya keluarga baru menyadari pernikahan
kembali tadi tidak memiliki komunikasi yang baik pada anak dengan orang tua
tiri bahkan anak dengan saudara tirinya, dan sering terjadi kriminalitas
pembunuhan atau kekerasan. Pada keluarga yang bercerai terjadi penurunan
komunikasi yang sangat drastis pada perkembangan sang anak karena anak
merupakan korban yang paling terluka ketika orang tuanya memutuskan untuk
bercerai. Mereka juga harus beradaptasi lagi dengan keluarga barunya dan juga
pada jika kedua orangtua tersebut sama-sama memiliki anak maka anak dari
keluarga itu harus menyesuaikan diri dengan saudara tirinya karena pasti akan
banyak terjadi ketidaksesuaian diantara anak dari pernikahan mereka yang dulu
dengan anak tiri dari pernikahan kembali itu. Hal ini membutuhkan waktu yang
lama bagi sebuah keluarga untuk beradaptasi. Anggota keluarga tiri akan
melewati banyak perubahan dan transisi sebelum memasuki bentuk keluarga
baru ini yang berpotensi menyebabkan stress, kerugian, dan gangguan yang
signifikan. Cara beradaptasi yang dilakukan tentunya dengan melakukan atau
membangun komunikasi antar anggota keluarga seperti anak dengan saudara tiri
barunya.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti


bagaimana komunikasi interpersonal seorang anak dari keluarga yang bercerai
dengan saudara tiri dalam pernikahan ulang. Komunikasi interpersonal anak
dari keluarga bercerai dengan saudara tiri barunya pada pernikahan ulang dalam
kehidupan sehari-hari akan membentuk sebuah pola komunikasi. Oleh karena
itu penulis tertarik untuk mengangkat judul Pola Komunikasi Interpersonal

6
Anak dari Keluarga Perceraian dengan Saudara Tiri dalam Pernikahan Kembali.

1.2. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka fokus penelitian ini adalah
bagaimana pola komunikasi interpersonal anak dan saudara tiri dalam
pernikahan kembali.

1.3. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka pokok


permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah:
1.3.1 Bagaimana pola komunikasi interpersonal anak dan saudara tiri dari
pernikahan kembali?

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1 Untuk Menjelaskan pola komunikasi anak dan saudara tiri dalam keluarga
pernikahan kembali.
1.4.2 Untuk Menjelaskan pola komunikasi interpersonal anak dan saudara tiri
dalam keluarga pernikahan kembali

1.5. Manfaat Penelitian

Setiap penelitian diharapkan mampu memberikan manfaat bagi berbagai


pihak kalangan. Maka dari itu, penulis mengharapkan manfaat dari penelitian
ini adalah:

1.5.1 Aspek Teoritis

a) Sebagai pengembangan penelitian khususnya pada ranah psikologi


komunikasi.
b) Sebagai sarana untuk menambah wawasan serta mengembangkan ilmu
komunikasi tentang komunikasi interpersonal pada anak dalam keluarga
bercerai dengan saudara tiri pada pernikahan kembali.
c) Penelitian ini dapat menjadi bahan referensi dan perbandingan bagi teman-
teman mahasiswa lainnya yang akan melakukan penelitian yang sama di
masa yang akan datang.

7
d) Sebagai bahan referensi dan informasi atau penelitian yang lebih lanjut.

1.5.2 Aspek Praktis


a) Bagi mahasiswa, diharapkan dapat berguna sebagai bahan informasi untuk
mahasiswa.
b) Bagi masyarakat, diharapkan dapat menjadi pembelajaran dalam
menghadapi anak yang keluarganya mengalami perceraian dan memiliki
saudara tiri dalam pernikahan kembali orangtuanya.

1.6 Waktu dan Periode Penelitian


Penelitian ini dimulai pada bulan Januari 2020–Mei 2020. Adapun rincian
kegiatannya adalah sebagai berikut
Tabel 1.1 PERIODE PENELITIAN

NO Kegiatan 2020

Januari Februari Maret April Mei


Mencari dan
menetapkan
1
fenomena yang
akan diangkat

Pengajuan
tema, judul,
2
dan latar
belakang

Penyusunan
3 BAB 1
Penelitian

Penyusunan
4 BAB II
Penelitian

Presentasi
5
BAB I dan II

Penyusunan
6 BAB III
Penelitian

7 Penyusunan
BAB IV dan V

8
Penelitian

Asistensi Hasil
8
Penelitian

Presentasi
9
Penelitian

Sumber: Olahan Penelit

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Komunikasi
Komunikasi pada hakikatnya merupakan suatu proses penyampaian pikiran
atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan)
(Mulyana, 2015). Pikiran bisa berupa gagasan, informasi, opini, dan lain-lain
yang muncul dari benaknya. Perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keragu-
raguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan, dan sebagainya yang
timbul dari lubuk hati. Untuk memahami pengertian komuniaksi sehingga dapat
dilancarkan secara efektif, Harold Lasswell mengatakan bahwa cara yang baik
untuk menjelaskan komunikasi ialah dengan menjawab pertanyaan “Who Says
What In Which Channel To Whom With What Effect?” (Mulyana, 2015: 69).
2.2 Pola Komunikasi
Kamus Besar Bahasa Indonesia, pola diartikan sebagai bentuk (struktur) yang
tetap. Sedangkan komunikasi atau communication berasal dari bahasa latin
“communis”. Communis atau dalam bahasa Inggrisnya “commun” yang artinya
sama. Apabila kita berkomunikasi (to communicate), ini berarti bahwa kita
berada dalam keadaan berusaha untuk menimbulkan kesamaan. Sedangkan
menurut Effendy (dalam Santoso, 2017) pola komunikasi merupakan suatu proses
yang dirancang untuk mewakili kenyataan keterpautannya unsur-unsur yang

9
dicakup beserta keberlangsungannya, guna memudahkan pemikiran secara
sistematik dan logis.
Dari beberapa pengertian tentang pola komunikasi diatas, dapat disimpulkan
bahwa pola komunikasi adalah suatu pola hubungan yang terbentuk dari beberapa
unsur yang saling berkaitan dan melengkapi satu sama lain dan bertujuan untuk
memberikan gambaran terkait proses komunikasi yang sedang terjadi. Menurut
Effendy (2017) Pola komunikasi terdiri dalam beberapa kategori, berikut
penjelasannya:
1) Pola Komunikasi Primer
Suatu proses penyampaian pikiran oleh komunikator kepada komunikan
dengan menggunakan suatu lambang sebagai media atau saluran. Dalam pola ini
terbagi menjadi dua lambang yaitu:

a) Lambang verbal
Dalam proses komunikasi bahasa sebagai lambang verbal paling banyak dan
paling sering digunakan, oleh karena hanya bahasa yang mampu mengungkapkan
pikiran komunikator mengenai hal atau peristiwa, baik yang konkret maupun
abstrak, yang terjadi masa kini, masa lalu dan masa yang akan datang.
b) Lambang Nonverbal
Lambang nonverbal merupakan lambang yang dipergunakan dalam
komunikasi, yang bukan bahasa, misalnya kial, isyarat dengan anggota tubuh,
antara lain kepala, mata, bibir, tangan, dan jari.
2) Pola Komunikasi Sekunder
Pola komunikasi sekunder merupakan proses penyampaian pesan oleh
komunikator kepada komunikan dengan menggunakan alat atau sarana sebagai
media kedua setelah memakai lambang komunikasi sebagai media pertama.
3) Pola Komunikasi Linear
Proses komunikasi secara linear umumnya berlangsung pada komunikasi
bermedia, kecuali komunikasi melalui media telepon. Komunikasi melalui
telepon hampir tidak pernah berlangsung linear, melainkan dialogis. Dalam
komunikasi linear pesan yang disampaikan akan efektif bila ada perencanaan
sebelum melakukan komunikasi.
4) Pola Komunikasi Sirkular

10
Sirkular secara harfiah berarti bulat, bundar, atau keliling. Dalam konteks
komunikasi yang dimaksudkan dengan proses secara sirkular itu adalah terjadi
feedback atau umpan balik, yaitu terjadinya arus dari komunikan ke komunikator.
Oleh karena itu ada kalanya feedback tersebut mengalir dari komunikan ke
komunikator itu adalah “response” atau tanggapan komunikan terhadap pesan
yang ia terima dari komunikator.
2.3 Komunikasi Interpersonal
2.3.1 Definisi Komunikasi Interpersonal
Menurut Mulyana (2015) komunikasi antarpribadi adalah komunikasi
antara orang-orang secara tatap muka yang memungkinkan setiap pesertanya
menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun
nonverbal. Bentuk khusus dari komunikasi ini adalah diadik yang melibatkan
hanya dua orang, seperti dua sejawat, suami istri, dua sahabat, dan seterusnya.
Secara garis besar, komunikasi interpersonal merupakan sebuah proses
pengiriman dan penerimaan suatu pesan antara dua orang atau diantara
sekelompok kecil yang menimbulkan efek dan umpan balik. Komunikasi
interpersonal salah satu komunikasi yang ada di dalam diri sendiri, didalam diri
manusia terdapat kompenen-kompenen komunikasi seperti sumber pesan serta
saluran peneriman. Dalam komunikasi interpersonal mempengaruhi komunikasi
dan hubungan dengan orang lain. satu pesan yang di komunikasikan dari diri
seseorang.
2.3.2 Unsur Komunikasi Interpersonal Yang Efektif
Menurut Devito (1997:259-264), komunikasi interpersonal yang efektif
dapat dimulai melalui lima kualitas umum yang perlu dipertimbangkan. Hal ini
dapat dimulai dari keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif, dan
kesetaraan. Dibawah ini merupakan paparan dari unsur komunikasi interpersonal
yang efektif, yaitu:
1) Keterbukaan
Pada tahap ini seseorang haru memiliki sikap dimana tidak ada perasaan
yang tertekan ketika melakukan kegiatan komunikasi melalui tanda kesediaan
untuk berkata jujur dalam penyampaian pesan mengenai apa yang sedang
dirasakan dan sedang dipikirkan. Kualitas keterbukaan mengacu pada tiga aspek
komunikasi interpersonal. Pertama komunikator yang efektif ketika ia harus

11
terbuka kepada semua orang melalui interkasi. Ini tidaklah berarti seseorang
harus segera membukakan semua riwayat tentang hidupnya. Hal ini, memang
mungkin menari bagi beberapa orang, tetapi biasanya tidak membantu dalam
melaksanakan komunikasi. Sebaliknya, ketika seseorang ingin melakukan
komunikasi yang efektif dengan orang lain harus ada kesediaan untuk membuka
diri untuk mengungkapkan informasi yang biasanya disebunyikan pada dirinya,
asalkan pengungkapan diri ini patut dan wajar. Aspek kedua mengarah kepada
kesediaan komunikator dalam berinteraksi secara jujur terhadap stimulus yang
datang. Orang yang diam, tidak kritis, dan tidak tanggap. Kemudian aspek ketiga
yang perlu diketahui yang menyangkut kepemilikan perasaan dan pikiran dimana
komunikator dapat mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang diungkapkannya
merupakan sebuah tanggu jawab yang besar.

2) Empati
Tahap empati ini merupaka kemampuan seseorang dalam mengetahui apa
yang sedang terjadi oleh orang lain pada saat tertentu, dapat dilihat dari sudut
pandang orang lain itu, atau melalui kacamata orang lain dapat ditandai dengan
kesediaan untuk mendengarkan dengan sepenuh hati, merespon secara tepat
setiap perilaku yang muncul dalam kegiatan komunikasi. Berbeda halnya dengan
simpati yang memiliki arti yaitu merasakan apa yang orang lain rasakan. Orang
yang memiliki empati mampu memahami motivasi atau pegalaman yang orang
lain miliki. selain itu perasaan, sikap, serta harapan dan keinginan yang di miliki
oleh mereka untuk dapat melakukan komunikasi dengan orang lain baik secara
verbal maupun non-verbal.
3) Sikap Mendukung
Hubungan interpersonal yang efektif dapat dilihat melalui sikap yang
mendukung satu sama lain. pada tahap ini individu memperlihatkan sikap
mendukung melalui sikap deskriptif bukan melalui sikap evaluative, spontan
bukan strategik, dan memiliki sikap provisional.
4) Sikap Positif
Sikap positif merupakan suatu perasaan dalam memandang orang lain untukk
melakukan kegiatan komunikasi sebagai manusia. Hal ini dapat ditandai melalui
sikap yang tidak mudah menjelekan (judge) dalam setiap kegiatan untuk
12
berinteraksi dalam melakukan komunikasi. Sikap positif dalam komunikasi
interpersonal dapat dikomunikasikan melalui dua cara yaitu, menyatakan sikap
positif dan secara positif untuk mendorong orang lain untuk berinteraksi dengan
lingkungan sosial.
5) Kesetaraan
Komunikasi interpersonal akan lebih efektif ketika suasana disekitar individu
setara, tidak terjadi dominasi di dalam satu sama lain. Oleh karena itu, harus
adanya pengakuan secra diam-diam bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan
berharga.
2.3.2 Tujuan Komunikasi Interpersonal
Komunikasi Antarpribadi digunakan untuk beberapa tujuan, komunikasi
antarpribadi memiliki 6 tujuan (Riswandi, 2009:87).

1) Mengenal diri sendiri dan orang lain


Komunikasi antarpribadi memberikan kesempatan untuk
memperbincangkan tentang diri kita sendiri. Dengan berkomunikasi dengan
oranglain kita bisa dapat lebih mengenal diri kita dan orang lain. Seperti sikap
dan perilaku yang dapat dilihat saat kita melakukan komunikasi dengan orang
lain.
2) Mengetahui dunia luar
Dengan adanya komunikasi antarpribadi membuat kita memahami
lingkungan kita dengan baik seperti objek dan peristiwa-peristiwa. Banyak
informasi yang berasal dari orang lain, meskipun ada yang mengatakan bahwa
informasi yang diperoleh dari media, tetapi sebenarnya informasi media massa
dimantapkan dan diperdalam melalui interaksi antarpribadi. Nilai, kepercayaan,
dan harapan-harapan kita sebagai pribadi banyak dipengaruhi oleh komunikasi
antarpribadi dibandingkan dengan media massa.
3) Menciptakan dan memelihara hubungan menjadi lebih bermakna
Manusia sebagai makhuk sosial cenderung untuk mencari dan berhubungan
dengan orang lain dimana ia mengadu, berkeluh kesah, menyampaikan isi hati,
dan sebagainya.
4) Mengubah sikap dan perilaku

13
Komunikasi antarpribadi sering mengubah sikap dan perilaku orang lain.
Singkatnya, kita banyak mempergunakan waktu untuk mempersuasi orang lain
melalui komunikasi antarpribadi.
5) Bermain dan mencari hiburan
Komunikasi antarpribadi dapat menghilangkan kejenuhan, dan ketegangan.
Dengan berkomunikasi secara santai maka akan tercipta suasanya yang dapat
menghibur satu sama lain.
6) Membantu
Dalam komunikasi antarpribadi orang dapat membantu dan memberikan
saran-saran. Tanpa disadari dengan berkomunikasi kita dapat memberikan
masukan-masukan untuk lawan bicara.
2.4 Remaja
2.4.1 Definisi Remaja
Menurut Santrock (2013) masa remaja merupakan suatu masa
perkembangan transisi antara masa anak dan dewasa yang mencangkup
perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional. Masa remaja merupakan tahap
kehidupan yang memiliki tantangan dan terkadang terjadi beberapa hambatan.
Pada masa awal remaja merupakan masa perubahan fisik, psikologis, seksual, dan
kognitif dalam tuntutan sosial. Pada masa ini remaja membutuhkan banyak
kebutuhan akan sosialisasi, kemandirian, perubahan hubungan dengan orang
dewa dan teman sebaya. Selain mengulangu perubahan perkembanga remaja,
dimana mereka juga berjuang untuk mencari identitas dirinya.
2.4.2 Tahapan-Tahapan Remaja
Menurut Santrock (2003), dimana tahapan-tahapan remaja dapat dibagi
kedalam beberapa fase yaitu:
a) Remaja Awal (early adolescence)
Pada fase ini dapat kita lihat dari sekolah menengah pertama, yang
kebanyakan perubahan pubertas.
b) Masa Remaja Akhir (late adolescence)
Pada fase ini remaja di sekolah menengah atas atau setelah usia 15 tahun.
Sedangkan menurut Monks (2002) menyatakan tahapan remaja secara
gelobal dapat dilihat pada masa remaja yang berlangsung pada usia 12-21 tahun
dengan pembagian sebagai berikut:
a) Remaja Awal: usia 12-15 tahun

14
b) Remaja Menengah: usia 15-18 tahun
c) Remaja Akhir: usia 18-21 tahun
Dalam perbedaan pembagian fase tahapan remaja oleh beberapa ahli
berdasarkan usia, namun secara keseluruhan dapat kita simpulkan bahawa masa
remaja merupakan suatu fase transisi yang mengandung perubahan fisik, kognitif,
dan sosial-emosional. Pada masa-masa usia remaja juga sedang mengadapi
perubahan peran yang harus dijalankan dalam lingkungannya, baik dalam
keluarga, sekolah, maupun lingkungan sekitar rumah. Remaja memiliki tanggung
jawab yang besar dengan bertambahnya usia, remaja lebih bersikap mandiri dan
tingkat ketergantungan terhadap orang lain mulai menurun.

2.4.3 Tugas-Tugas Perkembangan Remaja


Remaja memiliki tugas-tugas yang harus dijalankan dalam
perkembangannya. Menurut Havigurst (dalam Monks, 2002) bahwa remaja yang
memiliki usia 12-18 tahun, memiliki tugas-tugas perkembangan dalam dirinya
yaitu:
a) Perkembangan dalam aspek biologis
b) Menerima peranan dewasa berdasarkan pengaruh kebiasaan masyarakat
sendiri
c) Mendapatkan kebebasa emosional dari orang tua dan orang dewasa lain
d) Mendapatkan pandangan hidup sendiri
e) Merealisasikan identitas sendiri dan mengadakan partisipan dalam kebudayaan
pemuda sendiri.

2.5 Hubungan Antar Saudara


2.5.1 Definisi Saudara
Pengertian Saudara tidak selalu tentang saudara kandung, karena penting
melihat keterikatan hubungan secara biologis, emosional, dan sosial antar
saudara. Serta melihat model pengaturan tempat tinggal antara anak dengan
saudaranya yang kemudian memunculkan potensi adanya beberapa tipe saudara
(Sanders, 2004). Tipe saudara tersebut antaralain halfsibling, social siblings,
stepsiblings, dan full sibling (Sanders, 2004).
Half-sibling merupakan saudara yang memiliki satu orangtua sama. Social
siblings atau adoptive siblings merupakan anak atau saudara yang dibesarkan
secara bersama-sama oleh satu orangtua akan tetapi dua saudara tersebut tidak

15
saling memiliki ikatan biologis, tipe ini biasa dikenal sebagai saudara adopsi
atau saudara angkat (Cicirelli, 1995). Stepsiblings merupakan saudara yang
masing-masing diantaranya tidak memiliki ikatan biologis, akan tetapi mereka
memiliki satu orangtua biologis yang kemudian menjadi satu pasangan, tipe ini
lebih dikenal dengan saudara tiri. Terakhir yakni full sibling, dimana merupakan
dua individu atau lebih yang memiliki orangtua biologis sama (Cicirelli, 1995).
Full sibling ini biasa disebut atau dikenal sebagai saudara kandung.
Sedangkan menurut Sanders (2004), menyatakan bahwa saudara kandung (full
sibling) merupakan seseorang yang memiliki dua orangtua (ayah dan ibu) yang
sama. Step siblings merupakan saudara yang masing-masing diantaranya tidak
memiliki ikatan biologis, akan tetapi mereka memiliki satu orangtua biologis
yang kemudian menjadi satu pasangan, tipe ini lebih dikenal dengan saudara
tiri.
Pada penelitian ini tipe saudara yang digunakan adalah step sibling atau
saudara tiri. Alasan penulis menggunakan step sibling atau saudara tiri dalam
penelitian ini, ingin melihat bagaimana pentingnya faktor ikatan saudara yang
terjalin dalam hal kasus ini yaitu saudara tiri. Ikatan saudara yang baik
membantu anak dalam menyiapkan diri menghadapi permasalahan di dalam
kehidupan. Ikatan saudara yang baik tersebut di dapatkan melalui intensitas atau
akses yang tinggi dengan saudara. Intensitas atau akses yang tinggi biasanya di
dapatkan dalam interaksi antar saudara, hal ini karena seringnya mereka
bertemu, berkomunikasi, dan bermain setiap hari dalam satu rumah. Ketika
orangtua bercerai dan akhirnya memilih hak asuh model maka akan datang
anggota keluarga baru seperti saudara tiri. Maka ikatan anak dengan saudara tiri
tersebut harus di ciptakan dan di bangun. Atas dasar hal tersebut maka penulis
menggunakan saudara tiri atau step sibling dalam penelitian ini.
2.5.2 Hubungan Antar Saudara
Menurut Cicireli (1995) hubungan saudara merupaka suatu interaksi baik
dalam bentuk fisik maupun komunikasi verbal atau non verba antara dua orang
atau lebih, dimana interaksi tersebut mencakup komponen perilaku, kognitif, dan
afektif dari waktu kewaktu yang dimulai sejak saudara pertama kali sadar akan
kehadiran saudaranya yang lain. Komponen perilaku, kognitif, dan afektif

16
tersebut sama halnya dengan pengetahuan, sikap, keyakinan, dan perasaan satu
sama lain.
Menurut Dunn (dalam Sanders, 2004), menyatakan bahwa hubungan antar
saudara merupakan hubungan yang khas dimana terkait dengan intimacy dan
emotional power serta bersifat kompetitif, terkadang saling mencintai atau saling
membenci, dan saling memahami secara emosional. Berdasarkan pemaparan
tersebut maka hubungan antar saudara yakni hubungan atau interaksi yang khas
baik dalam bentuk fisik maupun komunikasi verbal atau non-verbal antara dua
orang atau lebih, yang terdiri atas komponen perilaku, kognitif, dan afektif.
Hubungan atau interaksi tersebut terjadi dari waktu ke waktu yang dimulai sejak
seorang anak pertama kali sadar akan kehadiran saudaranya yang lain (Cicirelli,
1995).
2.5.3 Karakteristik Dimensi Hubungan Antar Saudara
Hal ini, dapat dilihat melalui karakteristik yang ada di dalam dimensi-
dimensi dari hubungan antar saudara. Menurut Buhrmester&Furman (dalam
Cicirelli, 1995) hubungan saudara dapat diselidiki dan dapat ditemukan bahwa
didalam suatu hubungan saudara terdapat perbedaan antara remaja dan saudara.
Dimensi hubungan antar saudara pada remaja dapat dilihat melalui karakteristik
dimensi hubungan antar saudara pada remaja, yaitu:
1. Warmth atau Closeness (Kedekatan atau Kehangatan)
Dalm dimensi ini seorang kakak tiri maupun kaka kandung memiliki peras
sebagai seseorang yang memberikan perhatian, kepedulian, dan kenyamana
terhadap adik tiri maupun adik kandung, ketika mereka sedang merasa tertekan
atau konflik pada dalam dirinya. Karakteristik dari dimensi ini dapat dilihat
melalui hubungan antar saudara yang mengandung unsur persahabatan, perilaku
tolong menolong, intimacy, saling memiliki kesamaan, adanya pengasuhan
terhadap saudara.
Karakteristik dari dimensi ini adalah hubungan antar saudara yang
mengandung unsur persahabatan, perilaku saling menolong, intimacy, saling
memiliki kesamaan, adanya pengasuhan terhadap saudara. Didalam dimensi ini,
hubungan saudara yang memiliki kedekatan akan menimbulkan rasa kasih
sayang, dengan dilandasi adanya perasaan atau emosi yang positif, penuh
kehangatan, dan saling mendukung satu sama lain. Kedekatan emosi dianggap

17
sebagai salah satu faktor yang penting dalam interaksi yang terjadi pada
hubungan antar saudara.
2. Relative Status atau Power (Status atau Kekuatan)
Pada tahap karakteristik dimensi ini dapat dilihat dari sejauh mana seorang
remaja yang memiliki dominan serta memiliki kekuatan dan status yang lebih
dari saudara tirinya. Dalam hal ini, seorang ini remaja memiliki pengaruh atau
kekuatan yang lebih besar dari saudara tirinya. Kekuatan ini dapat dianggap
sebagai sesuatu yang positif ketika satu saudara merasa dirinya kuat dari saudara
lainnya. Sebaliknya, status atau kekuatan ini dapat dianggap sebagai sesuatu yang
negatif, ketika satu saudara menggunakan kekuatan atau dominasinya untuk
memberikan tuntutan kepada saudaranya, seperti selalu menyuruh, ingin segala
kebutuhannya selalu dipenuhi oleh saudaranya, marah ketika keinginannya tidak
dipenuhi, atau bahkan selalu menyalahkan saudaranya jika ada sesuatu yang tidak
tepat.

3. Conflict (Konflik)
Didalam karakeristik pada dimensi hubungan antar saudara ini dapat
memiliki unsur konflik pertengkaran. Dalam dimensi ini hubungan antara remaja
dan saudara tiri akan lebih banyak berhubungan dalam konteks negatif, ketika
orang tua sudah ikut campur secara langsung, turun tangan, responsivitas, afeksi
positif maupun negatif, kontrol, dan juga disiplin yang ukurannya tidak sama
yang diberikan untuk remaja dan saudara tirinya
Hal tersebut akan menimbulkan konflik atau pertengkaran antar saudara.
Maka dari itu hubungan antar saudara yang terjalin bergantung pula atas
perlakuan yang diberikan oleh orangtua. Disamping itu konflik di dalam
hubungan dengan saudara lebih sering muncul atau terjadi pada seseorang yang
memiliki usia cukup dekat dengan saudaranya (Cicirelli, 1995).
4. Rivalry (Persaingan)
Karakteristik dari dimensi terdapat unsur-unsur kompetisi yang sangat kuat,
kecemburuan, dan kemarahan kepada saudara tiri (Hart, 2001). Karakteristik
dalam dimensi ini juga tidak lepad dari persepsi akan keberpihakan orang tua
terhadap anaknya masing-masing. Saudara Tiri dapat dianggap sebagai pesaing
dalam memanfaatkan orang tua. Persaingan terkait dengan orang tua biasanya
terjadi ketika remaja merasa bahwa dirinya telah kehilangan kasih sayang dan
18
merasa bahwa saudara tirinya merupakan pesaing dalam mendapatkan kasih
sayang dan perhatian dari kedua orang tuanya. Menurtu Setiawati& Zulkaida
(2007) menyatakan bahwa perilaku persaingan dapat di tunjuk secara fisik,
verbal, maupun non-verbal.

2.5.4 Saudara Tiri (stepsibling)


Saudara tiri (stepsibling) merupakan bagian dari sebuah hubungan
persaudaraan yang terbentuk ketika pasangan suami-istri pada pernikahan yang
baru, dimana masing-masing mereka membawa anak-anak dari pernikahan
terdahulu, yang memiliki harapan agar dapat hidup bersama menjadi sebuah
keluarga baru. Bergabungnya dua buah keluarga menjadi satu dalam pernikahan
kedua (remarrige) dapat memunculkan sebuah system keluarga yang baru.
Seorang anak dari orang tua yang bercerai, lalu orang tuanya menikah kembali
yang secara tidak langsung mempunyai dua orang tua tiri. Lalu dengan
mempunyai keluarga baru mereka akan memiliki perannya masing-masing
didalam anggota keluarga yang nantinya akan berubah menjadi saudara kandung,
saudara tiri, halfsibling, ayah/ibu tiri, ayah/ibu kandung.

Tabel 2.1 Hubungan remaja dengan keluarga lain dengan posisi remaja yang
memiliki saudara tiri

Sumber: Unair.ac.id

Dapat kita lihat dari table diatas hubungan remaja yang mempunyai keluarga
lain dengan posisi remaja ditengah yang memiliki saudara tiri maupun
halfsibling. Posisi dan peran remaja dalam keluarga tiri campuran dapat
diperjelas dari table tersebut. Seperti yang kita ketahui sibling merupakan suatu
hubungan biologis dari orang tua yang sama, sedangkan stepsibling yaitu seorang
anak yang tidak memiliki hubungan biologis karena salah satu orang tua mereka
menikah kembali dengan orang lain. Selain itu hal yang perlu kita ketahui

19
mengenai halfsibling itu memiliki hubungan biologis dari salah satu orang tua
mereka. Seperti anak hasil pernikahan ayah kandungnya dengan wanita lain atau
pernikahan ibu kandung dengan pria lain yang dicintainya. Mutual child
merupaka remaja yang lahir dari pasangan yang melakukan pernikahan
kembali(remarrige), lalu ada Residential child yang seperti kita ketahui dimana
remaja yang tinggal dalam kelurga lain dimana orang tuanya menikah kembali
(remarriage) dalam waktu yang cukup lama.
2.5.4 Ciri-Ciri Saudara Tiri (stepsibling)
Menurut Olson (2003), adapun ciri-ciri umum saudara tiri yang perlu kita
ketahui, yaitu:
a) Saudara tiri tidak memiliki hubungan darah dalam suatu persaudaraan.
b) Rendahnya tingkat kesamaan dalam secara fisik.
c) Didalam hubungan saudara tiri (stepsibling) memiliki kebiasaan yang berbeda
dari keluarga sebelumnya yang akan menimbulkan suatu konflik dalam
hubungan persaudaraan.
d) Dalam hubungan saudara tiri dan remaja sering terdapat persaingan (revaly)
dalam mendapatkan perhatian atau kasih sayang orang tua.
e) Didalam hubungan saudara tiri dan remaja sangat sulit berkembang dalam
kesetiaan atau rasa saling memiliki antara saudara tiri.

2.5.5 Manfaat Terjalinnya Hubungan antar Anak dengan Saudara Tiri


Pengaruh dari saudara dapat berupa langsung atau tidak langsung baik
saudara kandung ataupun tiri, jangka panjang atau pendek, dan socialized
learning atau idiosyncratic learning. Pengaruh secara langsung yakni ketika
salah satu saudara berinteraksi dengan saudaranya yang lain dengan tujuan
untuk mengubah beberapa aspek perilakunya atau ketika satu saudara
berkomunikasi dengan saudara lainnya tentang ide-ide tertentu, keterampilan,
harapan, atau sikap yang dapat mempengaruhi perilakunya atau masa depannya.
Pengaruh yang tidak langsung yakni ketika interaksi yang terjadi antar saudara
memberikan pengaruh terhadap perilaku atau perkembangan anak di kemudian
waktu tanpa sengaja atau ketika satu saudara mempengaruhi anggota keluarga
yang lain (misalnya ayah atau ibu) sampai kemudian anggota keluarga tersebut
mempengaruhi saudaranya yang lain, misalnya kakak atau adik. Selanjutnya
pengaruh jangka pendek yakni ketika apa yang diamati atau dipelajari oleh satu
saudara dari saudara lainnya terjadi atau dilaksanakan satu waktu di masa

20
sekarang juga, sedangkan pengaruh jangka panjang yakni ketika salah satu
saudara belajar karakteristik tertentu, harapan, atau keterampilan dari
saudaranya yang lain yang kemudian mempengaruhi perilakunya untuk masa
depan. Lalu pengaruh berupa socialized learning yakni berkaitan dengan
normanorma atau aturan-aturan umum di masyarakat yang didapatkan melalui
saudara, sedangkan idiosyncratic learning mengacu pada pengetahuan yang
memiliki arti unik bagi individu dan didapatkan dari saudaranya (Cicirelli,
1995).
Menurut Ihinger-Tallman & Hsiao (dalam Lestari, 2012) hubungan antar
saudara yang terjalin pada anak-anak di dalam keluarga khusunya saudara tiri
memiliki beberapa manfaat, diantaranya yaitu:
1. Sebagai tempat uji coba (testing ground), dimana saat anak bereksperimen
atau menemukan perilaku baru maka ia akan mencoba atau menerapkan
pertama kali kepada saudaranya sebelum ditunjukkan atau diterapkan
kepada orangtua maupun teman sebayanya.
2. Sebagai guru disini biasanya anak yang lebih tua (kakak) memiliki
pengetahuan dan pengalaman yang lebih banyak dan luas kemudian
mengajarkan kepada saudaranya yang lebih muda (adik).
3. Sebagai mitra untuk melatih keterampilan negosiasi. Dalam manfaat ini
ketika seorang kakak dan adik melakukan tugas dari orangtua atau
memanfaatkan alokasi sumber daya keluarga maka mereka biasanya akan
melakukan negosiasi atau saling berdiskusi mengenai bagian masing-
masing.
4. Sebagai sarana untuk belajar mengenai konsekuensi dari kerja sama dan
konflik.
5. Sebagai pelindung bagi saudaranya.
6. Sebagai penerjemah atau penerus maksud dan tujuan dari setiap perilaku
atau perkataan orangtua dan teman sebaya disini biasanya kakak yang
berperan sebagai penerjemah atau penerus kepada adiknya.
7. Sebagai pembuka jalan saat ide baru tentang suatu perilaku dikenalkan
kepada keluarga.

21
2.6 Pernikahan Kembali (Remarrige)
Menurut Olson & Defrain (dalam Tiara, 2007), menyatakan bahwa
remarriage merupakan perkawinan yang telah dilakukan setlah perkawinan
sebelumnya dimana individu berakhir akibat ditinggalkan meninggal oleh
pasangan yang sebelumnya atau akibat terjadinya perceraian. Sedangkan Menurut
Hurlock (1999), pernikahan kembali merupakan proses menjalin hubungan suami
istri dengan pasangan yang baru sehingga membutuhkan penyesuaian terhadap
masing-masing dan terhadap pola hidup baru.
Dalam sebuah perkawinan kembali akan banyak menimbulkan banyak
penyesuain yang harus dapat dilakukan baik pria maupun wanita. Penyesuaian
dalam pernikan kembali memang lebih sulit daripada perkawinan pertama. Hal
ini dapat disebabkan karena, pasangan suami istri yang memutuskan menikah
kembali pada umummnya sudah berusia lebih tua dibandingkan pada perkawinan
pertama. Setiap bentuk didalam pernikahan kembali harus dapat melakukan
penyesuaian semakin sulit karena pertambahan usia yang terjadi, selain itu
masalah lain akan tibul disebabkan oleh alasan bahwa penyesuaian dalam
perkawinan sama saja menghilangkan atau mengekang sikap yang telah terpola
didalam periode waktu yang sudah sangat lama. Didalam pernikahan kembali
setiap individu didalamnya harus berusaha untuk membentuk sikap baru yang
menimbulkan keterlibatan anak, mertua, dan keluarga dari pernikahan pertama
(Hurlock, 1999).
Pernikahan kembali bukan hanya dipenuhi oleh masalah dalam
penyesuaian atau tanggung jawab baru saja, melainkan dibutuhkannya
kepercayaan pasangan suami-istri. Penerimaan dan kebutuhan terdapat berbagai
pesan secara mendalam, yang memiliki kecenderungan untuk lebih bahagia dari
pernikahan pertama.
2.7 Teori Interaksi Simbolik
Konsep teori interaksi simbolik diperkenalkan oleh Herbert Blumer sekitar
tahun 1993. Dalam lingkup sosiologi ide ini sebenernya sudah ditemukan oleh
Gorge Mead, lalu kemudian dimodifikasi oleh blumer guna mencapai tujuan
tertentu.
Interaksi simbolik didasarkan pada ide-ide mengenai individu dan
interaksinya melalui masyarakat. Interaksi simbolik merupakan suatu aktivitas

22
yang merupakan ciri manusia melalui komunikasi atau pertukaran symbol atau
makna. Teori interaksi simbolik menyarankan bahwa perilaku manusia dapat
dilihat sebagai sebuah proses dapat memungkinkan untuk manusia untuk
membentuk dan mengatur perilaku yang dimiliki dalam mempertimbangkan
ekspetasi orang lain dalam melakukan interaksi. Menurut Mulyana (2002)
interkasi sosial dapat dilihat melalui konteks makna yang dikontruksikan dalam
melakukan interaksi dimana proses tersebut bukanlah suatu yang netral untuk
memungkinkan kekuatan sosial yang sedang memainkan perannya.
Sedangkan menurut Berger dan Luckmann (dalam Fauzan, 2015),
menyatakan bahwa menurut teori interaksi simbolik, kehidupan sosial pada
dasarnya adalah interaksi manusia yang menggunakan simbol yang
merepresentasikan apa yang mereka maksudkan untuk berkomunikasi dengan
sesame dan juga pengaruh yang ditimbukan dari penafsiran simbol-simbol
tersebut terhadap perilaku pihak-pihak yang terlihat dalam interaksi sosial.

2.8 Penelitan Terdahulu


1. Jurnal Nasional

Tabel 2.2 Tabel Penelitian Terdahulu


Judul Studi Komunikasi Antarpribadi Anak Dengan Orang Tua Tiri
Penulis Chaterine Setiawan dan Suzy Azeharie
Tahun 2007
Latar Belakang Penelitian ini membahas belum banyak yang mengetahui
komunikasi antara anak dengan orang tua tiri dalam kegiatan
sehari-hari dalam satu keluarga. Ketidaktahuan tersebut
menimbulkan rasa ingin tahu guna mengerti pola komunikasi
antarpribadi yang terjadi antara anak dengan orang tua tiri.
Teori Teori komunikasi, Komunikasi antar pribadi.
Hasil Penelitian Penelitian ini membahas mengenai keempat anak melakukan
komunikasi antarpribadi dengan orang tua tirinya sesuai dengan
karakteristik komunikasi antarpribadi memiliki karakteristik
yang beda pada setiap hubungan namun tidak semua terpenuhi
komunikasi antarpribadinya. Anak akan mengenal para calon
orang tua tiri mereka sebelum menikah dan memiliki hubungan

23
yang baik dibandingkan anak yang tidak mengenal calon orang
tua tirinya sebelum menikah. Tidak ada keterbukaan, empati,
dukungan, rasa positif dan kesetaraan yang dilakukan oleh kedua
belah pihak dan membuat komunikasi antarpribadi yang terjalin
tidak berlangsung dengan harmonis.
Link https://journal.untar.ac.id/index.php/komunikasi/article/view/79
Metode Metode Metode penelitian kualitatif

Judul KOMUNIKASI INTERPERSONAL ANTARA IBU TIRI DAN


ANAK DALAM MEWUJUDKAN HUBUNGAN YANG
HARMONIS
Penulis Chintya Genis
Tahun 2019
Latar Belakang Permasalahan yang lebih sering muncul adalah dari pihak ibu tiri
karena sudah banyak terjadi pada masyarakat dan banyaknya
kasus yang beredar ketika ibu tiri menganiaya anak tirinya maka
dari itu dilakukan penelitian bagaimana komunikasi
interpersonal yang terjalin antara anak dan ibu tiri dalam
mewujudkan suatu keluarga yang harmonis
Teori Komunikasi Interpersonal, komunikasi keluarga
Hasil Penelitian Pada penelitian ini membahas mengenai keluarga tiri memiliki
hubungan harmonis di antara ibu dan anak dalam menjalanin
kehidupan sehari-hari. Salah satu hubungan yang harmonis di
antara mereka dengan ada sikap keterbukaan anak dalam hal apa
saja kepada ibu tiri layak seperti kepada Orang Tua kandungnya
sendiri, dan sebaliknya ibu tiri juga mau terbuka dan saling
percaya dan setiap permasalahan di selesaikan dengan baik dan
di bicarakan dengan baik di antara mereka tersebut.
Link jom.unri.ac.id
Metode Metode kualitatif

Judul KETERBUKAAN DIRI REMAJA DENGAN ORANG TUA


TIRI
Penulis Verlita Oppie
Tahun 2018
Latar Belakang Permasalahan yang lebih sering muncul adalah dari pihak ibu
tiri karena sudah banyak terjadi pada masyarakat dan
banyaknya kasus yang beredar ketika ibu tiri menganiaya anak

24
tirinya maka dari itu dilakukan penelitian bagaimana
komunikasi interpersonal yang terjalin antara anak dan ibu tiri
dalam mewujudkan suatu keluarga yang harmonis
Teori Komunikasi Interpersonal, komunikasi keluarga
Hasil Penelitian Pada penelitian ini membahas mengenai remaja perempuan
yang terbuka masalah asmara memiliki rasa nyaman dalam
membagi informasi yang bersifat pribadi kepada ibu tirinya.
Ibu tiri juga memberikan feedback yang positif kepada anak
tirinya sehingga mereka mau membuka diri secara nyaman dan
sukarela tanpa adanya hal yang ditakutkan seperti rahasianya
terbongkar, sebab rasa percaya sudah tertanam dalam diri
informan. hubungan dan terbuka dengan ibu tirinya mengenai
hal yang lain.
Link eprints.ums.ac.id
Metode Metode kualitatif

Judul Pola Komunikasi Anak-Anak Delinkuen Pada Keluarga Broken


Home
Penulis Melissa Ribka
Tahun 2015
Latar Belakang Keluarga Broke Hme dikelurahan karombasan merupakan
suatu kondisi keluarga yang tidak harmonis dan orang tua tidak
dapat menjadi teladan yang baik untuk anak-anaknya.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah
yang akan di teliti adalah bagaimana pola komunikasi anak-
anak Delinkuen Pada Keluarga Broken Home.
Teori Komunikasi Interpersonal, komunikasi keluarga
Hasil Penelitian 1. Seluruh informan memiliki pendapat yangs ama bahwa
komunikasi dalam keluarga broken home sangatlah
penting walaupun berbagi konflik yang timbul
2. Informan dilator belakang masalah atau faktor
penyebabyang berbeda dan kompleks
Link Media.neliti.com
Metode Metode kualitatif

Judul Komunikasi Keluarga Tiri antara Anak Remaja Perempuan


dengan Ibu Tiri
Penulis Cintya Pratyaksa, Hedi Pudjo Santoso

25
Tahun 2019
Latar Belakang Pengalaman positif ataupun negatif yang di dapatkan anak
selama menjalin hubungan dengan ibu tiri di dalam keluarga
tiri di dapatkan melalui bagaimana cara mereka menjalin
hubungan dan berkomunikasi selama aktif tinggal bersama.
Namun kesulitan dalam membangun hubungan anak dan ibu
tiri pada tahap awal pembentukan keluarga tiri merupakan
sebuah hal yang wajar terjadi di dalam fenomena keluarga tiri.
Kedekatan antara anak dan ibu tiri di dalam keluarga tiri dapat
terlihat pada pengalaman komunikasi yang dimiliki antara anak
dan ibu tiri. Pengalaman komunikasi ini dapat membawa
individu memberi gambaran tentang dirinya terhadap
seseorang. Dalam studi ini anak tiri menyatakan bahwa
hubungan mereka dengan ibu tiri berkembang baik ketika
ketrampilan komunikasi diantara keduanya berjalan baik
sehingga dapat menghasilkan kepercayaan dan keterbukaan
lebih besar dalam menjalin hubungan bersama ibu tiri.
Teori Komunikasi Interpersonal, pola komunikasi keluarga
Hasil Penelitian Pola hubungan diantara anak remaja perempuan dan ibu tiri
dapat dilihat melalui pengalaman anak remaja perempuan
dalam menjalin hubungan dengan ibu tiri proses adaptapi yang
dilakukan oleh keduanya menentukan bagaimana pola
hubungan terbentuk
Link Umn.ac.id
Metode Metode kualitatif

Judul Pola Komunikasi Antarpribadi dalam Tahap-tahap


Perkembangan Ibu Tiri dan Anak Remajanya
Penulis Anantasia
Tahun 2017
Latar Belakang Mengetahui pola komunikasi yang terjadi dalam tahapan
perkembangan hubungan dan juga mengetahui aspek
perkembangan hubungan.
Teori Teori Penetrasi Sosial, Konsep Pola Komunikasi Interpersonal
Hasil Penelitian Pola komunikasi interpersonal dapat dilihat melalui Tahapan-
Tahapan dalam melakukan perkembangan antara ibu tiri dan
anak.
Link Umn.ac.id
26
Metode Metode kualitatif

Judul Persaingan Antar Saudara Tiri (stepsibling rivaly) Pada Remaja


Dalam keluarga Campuran (Blanded Step-Family)
Penulis Yunita
Tahun 2015
Latar Belakang Dalam penelitihan ini akan membahas mengenai persaingan
antar saudara tiri pada hubungan anak dari keluarga campuran
yang memiliki tujuan untuk memberikan gambaran bagaimana
bentuk-bentuk terjadinya persaingan antara saudara tiri yang
terjadi pada remaja yang berada di keluarga campuran.
Teori Teori psikologi perkembangan remaja
Hasil Penelitian Hasil dari penelitian ini mengganbarkan persaingan antar
saudara tiri dan remaja. Yaitu:
a. Adanya ketidakharmonisan hubungan antar anggota
keluarga.
b. Didalam keluarga campuran akan sering terjadinya
konflik karena hubungan antar saudara tidak baik.
c. Kurangnya pemenuhan kebutuhan yang di berikan
orang tua seperti aspek psikologis, aspek sosial, aspek
aspek ekonomi, dan aspek nilai moral.
Link Umn.ac.id
Metode Metode kualitatif

2. Jurnal Internasional

Tabel 2.3 Tabel Penelitian Terdahulu


Judul Communication in Post-Divorce and Stepfamily Relationships
Paul Schrodt
Communication in Post-Divorce and Stepfamily Relationships
Penulis Paul Schrodt
Tahun 2010
Latar Belakang Penelitian ini membahas mengenai Perceraian dan pernikahan
kembali merupakan dua transisi paling sulit yang dapat dialami
anggota keluarga, terutama ketika mereka melibatkan anak-
anak. Dari pola konflik antarparental yang sering memicu
perceraian, jadwal kunjungan, masalah keuangan, dan
tanggung jawab coparenting dari mantan pasangan, hingga
peran ambiguitas dan ikatan kesetiaan yang muncul selama

27
pernikahan kembali dan perkembangan keluarga tiri, perceraian
dan pernikahan kembali menciptakan lingkungan relasional
yang kompleks yang dipenuhi dengan beragam tingkat
ketidakpastian, stres, dan kecemasan.
Teori -
Hasil Penelitian Hasil Penelitian ini membahas mengenai sebagian besar
penelitian sampai saat ini berfokus terutama pada hubungan ex-
spousal, hubungan menikah kembali, dan (langkah) hubungan
orangtua-anak dalam keluarga tiri. Jauh lebih sedikit yang
diketahui tentang komunikasi dalam hubungan stepsibling dan
para sarjana perlu membahas topik ini karena, terutama untuk
anak tiri, hubungan sukarela ini kompleks dan berpotensi sarat
dengan tantangan. Para sarjana juga perlu memperhatikan
pengaruh interaksi di luar rumah tangga keluarga tiri,
khususnya dengan jaringan keluarga tiri yang diperluas.
Meskipun hubungan keluarga besar sering tidak diperhatikan
oleh para sarjana keluarga, mereka cenderung mempengaruhi
bagaimana anggota keluarga tiri berkomunikasi sepanjang
proses perkembangan dan dengan demikian, memerlukan
perhatian lebih lanjut. Dengan melanjutkan jalur penelitian ini
dan memperluasnya untuk memasukkan bentuk dan hubungan
keluarga yang lebih beragam, para sarjana komunikasi dapat
menjelaskan lebih jauh tantangan dan peluang unik yang
menanti anggota keluarga ketika mereka beradaptasi dengan
transisi perceraian, pernikahan kembali, dan pengembangan
keluarga tiri
Link books.google.co.id
Metode Metode kualitatif

Judul Parental Divorce and Sibling Relationships


Penulis Poortman
Tahun 2009
Latar Belakang Perceraian orang tua dapat mengganggu tidak hanya ikatan
antara pasangan dan antara orang tua dan anak-anak tetapi juga
hubungan di antara anak-anak itu sendiri. Literatur perceraian
relatif sedikit memberi perhatian pada efek perceraian orang

28
tua terhadap jenis ikatan keluarga inti ini. Hanya beberapa studi
telah memeriksa bagaimana perceraian orang tua
mempengaruhi hubungan saudara. Kurangnya perhatian ini
mengejutkan dan tidak menguntungkan. Hubungan saudara
adalah hubungan keluarga yang paling lama bertahan dan
sumber penting dari kenyamanan dan dukungan sepanjang
hidup.
Teori -
Hasil Penelitian Hasil penelitian ini membahas bahwa adanya indikasi bahwa
konflik orang tua mengkondisikan efek perceraian orang tua.
Perceraian orang tua meningkatkan hubungan di antara saudara
kandung dalam kasus konflik yang tinggi. Temuan ini sesuai
dengan penelitian sebelumnya tentang hasil anak lain, seperti
kesejahteraan dan perilaku masalah, menunjukkan bahwa anak-
anak sebenarnya lebih baik ketika bertengkar dengan orang tua
perceraian (misalnya, Hanson, 1999; Morrison & Coiro, 1999;
Strohschein, 2005). Namun, kami ingin berkomentar bahwa
tidak ada perbedaan antara keluarga dengan konflik rendah dan
konflik tinggi yang ditemukan untuk kontak saudara dan
konflik
Link jfi.sagepub.com
Metode Metode kuantitatif

Judul Developmental Patterns in Adolescent Attachment to Mother,


Father, and Sibling
Penulis Kirsten L. Buist, Maja Dekovi´c, Wim Meeus, and Marcel A.
G. van Aken
Tahun 2002
Latar Belakang Pada penelitian ini peneliti untuk menguji perkembangan
kualitas kelekatan remaja terhadap merekaorang tua dan
saudara kandung selama masa remaja dan peran perbedaan
gender dalam perkembangan ini, menggunakan analisis kurva
pertumbuhan laten. Di 288 keluarga, remaja melaporkan
tentang keterikatan hubungan mereka dengan orang tua dan
saudara kandung mereka. Kualitas perubahan lampiran selama
masa remaja dan perubahan ini dipengaruhi oleh jenis kelamin

29
remaja dan jenis kelamin dari gambar lampiran. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa perubahan dalam tingkat rata-
rata kualitas kelekatan pada ibu tampaknya tidak linier untuk
anak laki-laki, sedangkan tingkat rata-rata kelekatan anak
perempuan remaja pada ibu mereka menunjukkan penurunan
linier.
Teori -
Hasil Penelitian Hasil penelitian ini membahas untuk kemelekatan pada ayah
berlawanan, dengan penurunan linear dalam kualitas untuk
anak laki-laki, dan perkembangan nonlinear untuk anak
perempuan. Kualitas keterikatan pada saudara kandung
menunjukkan perkembangan yang berbeda tergantungpada
komposisi jenis kelamin dari pasangan saudara.
Link link.springer.com
Metode Metode kuantitatif

2.9 Kerangka Teori

Remaja dan Saudara Tiri dalam


pernikahan kembali Studi Kasus

Interaksi Simbolik

Pola Komunikasi Komunikasi Interpersonal


30 (Mohammad Budyanta, 2011)
Gambar 2.2 Kerangka Pikiran
Sumber: Olahan Peneliti

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Paradigma Penelitian
Paradigma menurut Mustopadidjaja adalah teori dasar atau cara pandang
yang fundamental, dilandasi nilai-nilai tertentu, dan berisikan teori pokok,
konsepsi, asumsi, metodologi atau cara pendekatan yang dapat digunakan para
teoritisi dan praktisi dalam menanggapi sesuatu pemasalahan baik dalam kaitan
pengembangan ilmu maupun dalam upaya pemecahan permasalahan bagi
kemajuan hidup dan kehidupan kemanusiaan (Satori & Komariah, 2014: 9).

31
Sesuai dengan masalah dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
paradigma konstruktivis. Dalam hal ini penggunaan paradigma konstrutivisme
dianggap tepat terhadap realitas yang sedang diteliti pada penelitian ini.
Menurut Guba (dalam Gunawan, 2017) bahwa pengetahuan merupakan hasil
dari aktivitas manusia dan konstruksi manusia, tidak dipertanggungjawabkan
sebagai kebenaran yang tetap namun merupakan permasalah dan selalu berubah.
Dengan demikian suatu aktivitas manusia dalam mengkonstruksikan realitas
yang hasilnya akan senantiasa berkembang dan berubah.
Menurut Deddy Mulyana (2012) yang dimaksud dengan metode adalah
proses, prinsip, dan prosedur yang digunakan untuk suatu pendekatan dalam
mengkaji topik penelitian hingga mencari jawabannya. Oleh sebab itu dalam hal
ini penelitian menggunakan metode kualitatif. Dengan memilih metode
kualitatif, memberikan peluang besar kepada peneliti untuk menafsirkan dan
menjelaskan suatu fenomena yang ada secara holistik melalui penjelasan kata-
kata dan bahasa yang tidak terikat oleh sebuah angka. Hal ini disebutkan juga
oleh Begdan dan Taylor [ CITATION Lex11 \l 1033 ] dimana ia berpendapat
bahwasanya sauatu metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang dan
perilaku yang diamati. Metode penelitian kualitatifdi tujukan pada latar dan
individu secara utuh, sehingga di larang untuk mengelompokan individu atau
organisasi ke dalam variable atau hipotesis tertentu. Menurut Satori dan
Komariah (2014: 23) penelitian kualitatif dilakukan karena peneliti ingin
membahas fenomena-fenomena yang tidak dapat dikuantifikasikan yang bersifat
deskriptif.
Jenis penelitian yang akan digunakan pada penelitian ini adalah kualitatif
deskriptif dengandeskriptif kualitatif. Hal ini mengingat masalah yang diteliti
merupakan masalah aktual yang ada pada masa sekarang antara lain:
Permasalahan yang dihadapi adalah merupakan permasalahan yang masih
ada pada masa sekarang. Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan
dan kemudian dianalisis. Penelitian kualitatif ini ditujukan untuk memahami
fenomena-fenomena sosial dari sudut pandangan partisipan. Partisipan yang
dimaksud adalah orang yang akan di wawancara, di observasi dan akan diminta
memberikan pemikiran dan persepsinya. Hasil dari penelitian ini nantinya suatu
gambaran hasil penelitian secara sistematis, nyata dan cermat.
32
Sedangkan pendekatan yang digunakan dalam penelitian Pola Komunikasi
dan Komunikasi Interpersonal pada Remaja dan Saudara Tiri Dalam Pernikahan
Kembali adalah pendekatan studi kasus. Studi kasus, merupakan suatu
penelitian intensif mengenai seseorang (bisa merujuk langsung pada orang,
tempat, maupun peristiwa). Studi kasus kadang-kadang (juga) digunakan untuk
meneliti satuan sosial terkecil seperti keluarga, suatu perkumpulan, atau suatu
sekolah.
Pemilihan studi kasus dalm penelitian ini membantu peneliti untuk
menyelidiki seseorang atau satuan sosial secara fokus dan mendalam. Peneliti di
tantantang menggali semua variabel yang penting yang menyangkut latar
belakan dan sejarah mengenai perubahan dan perkembangan subjek penelitian.
Hal in ditekankan pada pemahaman mengenai “mengapa subjek melakukan
apa yang ia lakukan?” dan “bagaimana perilakunya berubah dalam
lingkungannya?”. Keunggulan dari studi kasus yakni memungkinkan peneliti
unruk mempelajari subjeknya secara mendalam, dimana informasi yang di dapat
bersifat menyeluruh serta lengkap mengenai subjek tersebut dengan lingkungan.
Selanjutnya peneliti mendaptkan kesempatan menelusuri tidak hanya perilau
atau tindakan subjek penelitian pada waktu sekarang, akan tetapi tetapi masa
lampaunya, lingkungannya, emosinya, dan pikirannya. Peneliti berusaha untuk
menentukan dan menjelaskan mengapa subjek penelitian ini bertindak seperti
itu dengan demikian tidak terbatas pada pola perilau dan tindakanya saja. Dapat
kita lihat dan kitapahami bawasanya kekhususan subjek yang diteliti karena
keunikan subjek studi kasus yang dilakukan tidak bermakna (Dantes, 2012: 51).
Melalui studi kasus peneliti dapat mempelajari menjelaskan dan memahami
secara maksimal sesorang individu yang menjadi informan, guna memberikan
pandangan lengkap dan menyeluruh mengenai masalah yang diteliti, dalam hal
ini pola komunikasi dan komunikasi interpersonal pada remaja dan saudara tiri
dalam Pernikahan Kembali. Hal ini akan berdampak pada data yang diperoleh
secara nyata dan dalam, sehingga data yang di peroleh tersebut dapat di pahami
dan di maknai secara luas, dan menghasilkan gambaran permasalahan yang
tampak lebih jelas (Oktarina, 2015). Oleh karnanya peneliti menggunakan studi
kasus deskriptif dan membuat deskripsi secara sistematis. Beberapa tahapan
sistemis dalam penelitian studi kasus dimulai dari [ CITATION Yin18 \l 1033 ]:

33
1. Rencana (Plan)
a. Identifikasi situasi yang akan dilakukan studi kasus
b. Memahami lebih dalam kasus yang sedang dibahas
c. Menggunakan pendekatan-pendekatan konservatif dalam studi kasus
d. Keputusan untuk melakukan studi kasus
2. Desain (Design)
a. Penentuan kasus yang akan diteliti
b. Mengembangkan teori, proposisi, dan isu-isu terkait untuk membantu
studi kasus dan generalisasi hasil temuannya.
c. Mengidentifikasi desain studi kasus
d. Menguji desain tersebut untuk menjaga kualitas studi kasus
3. Persiapan (Prepare)
a. Mengasah keterampilan peniliti dalam studi kasus
b. Pelatihan studi kasus tertentu yang lebih spesifik
c. Mengembangkan aturan-aturan studi kasus
d. Mendapatkan persetujuan untuk perlindungan subjek penelitian
e. Penyaringan narasumber dan memilih kasus yang akan diteliti
f. Membuat percobaan pertama dalam studi kasus
4. Pengumpulan (Collect)
a. Meninjau dari pengumpulan enam sumber data penelitian (dokumen,
catatan, interview, observasi, narasumber, peninggalan-peninggalan
artefak)
b. Melakukan triangulasi data
c. Pengumpulan data yang komperhensif
d. Pemeliharaan bukti
e. Waspada dalam pengambilan data yang bersumber dari elektronik
5. Analisis (Analyze)
a. Mengumpulkan dan menampilkan data
b. Memperhatikan pola, wawasan, dan konsep yang digunakan
c. Pengembangan strategi analitik
d. Memberikan teori atau studikasus yang berlawanan dari kasus yang
sedang diteliti
6. Membagikan (Share)
a. Penentuan audiens untuk tertulis atau lisan
34
b. Menyusun bahan tesktual dan visual
c. Menampilkan bukti yang dimiliki kepada pembaca
d. Peninjauan ulang.

3.2 Subjek dan Objek Penelitian


3.2.1 Subjek Penelitian
Subjek penelitian menurut Arikunto (2007:1552) merupakan suatu
perangkat, hal, institusi, data, atau lokasi dimana variable pelitian yang menjadi
permasalahaan yang berbeda. Subjek penelitian ini umumnya manusia atau apa
saja yang berurusan dengan manusia tertentu. Untuk itu, subjek penelitia ini
adalah beberapa remaja yang berusia 17 – 21 tahun yang memiliki saudara tiri
dari pernikahan kembali di Bandung Jawa Barat. berfungsi untuk mengetahui
pola komunikasi interpersonal anak yang terdapat dalam pendahuluan penelitian
ini, sertame miliki wewenang dan menjawab rumusan masalah peneliti. Melalui
perantara dari subjek penelitian ini, besar harapan peneliti untuk mengetahui
dan memahami secara mendalam Pola Komunikasi Interpersonal Anak dari
Keluarga Perceraian dengan Saudara Tiri dalam Pernikahan Kembali.
3.2.2 Objek Penelitian
Menurut sugiyono (2012:13) objek penelitian merupakan sasaran dalam
penelitian ilmiah untuk memperoleh data yang valid serta objektif, mengenai
suatu hal untuk dapat menjawab ataupun menemukansolusidaripermasalahan
yang terjadi. Pada penelitiaan ini, objekpenelitiannya adalah Pola Komunikasi
Interpersonal Anak dari Keluarga Perceraian dengan Saudara Tiri dalam
Pernikahan Kembali.
3.3 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yakni diimplemtasikan pada Bandung Provinsi Jawa
Barat. Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung,
Abdul Manaf menjelaskan hal ini dimana bandung menduduki urutan ke 3 di
Provinsi Jabar. Dimana 3 tahun terakhir Bndung mengalami peningkatan jumlah
perceraian. Sepanjang 2019, kasus yang ditangani oleh Pengadilan Agama
Bandung mencapai 6.300 perkara atau rata-rata lebih dari 700 perkara setiap
bulannya. Bahkan pada Juli 2019 lalu, PA Bandung mencatat rekor karena
menerima sampai 1.011 perkara sekaligus. Menurut Abdul Manaf, dua masalah

35
besar yang jadi penyebab utama perceraian yakni masalah ekonomi dan
perselisihan suami-istri.

Gambar 3.1 Peta Kota Bandung


3.4 Unit Analisis Penelitian
Unit analisis dapat memudahkan peneliti dalam menentukan batas-batas
yang harus dieksplorasi di lapangan dan penelitian akan lebih terfokus.
Tabel 3.1 Unit Analisis Penelitian
Fokus Indikator
A. Komunikasi
Pola Komunikasi Interpersonal
Anak dari Keluarga Perceraian B. Pola Komunikasi
denganSaudara Tiri dalam 1. Pola KomunikasiPrimer
Pernikahan Kembali. 2. Pola KomunikasiSekunder
3. Pola Komunikasi Linear
4. Pola KomunikasiSirkular

C. Komunikasi Interpersonal
1. DefinisiKomunikasi
Interpersonal
2. UnsurKomunikasi
Interpersonal Yang Efektif
3. Tujuan Komunikasi
4. Interpersonal

36
D. Remaja
1. Definisi Remaja
2. Tahapan-Tahapan Remaja
3. Tugas – Tugas
Perkembangan Remaja

E. HubunganAntarSaudara
1. Definisi Saudar
2. Hubungan Antar Saudara
3. Karakteristik Dimensi
Hubungan Antar Saudara
4. Saudara Tiri (stepsibling)
5. Ciri-Ciri Saudara Tiri
(stepsibling)
6. Manfaat Terjalinnya
Hubungan antar Anak
dengan Saudara Tiri

F. PernikahanKembali (Remarrige)

G. Teori Interaksi Simbolik

3.5 Informan
Teknik pemilihan informan dilakukan dengan menggunakan teknik
purposive sampling, yang mana peneliti menggunakan pertimbangan atau
karakteristik tertentu dalam memilih responden. Pertimbangan tertentu tersebut
ialah orang yang paling tahu tentang apa yang diharapkan dan dia sebagai
penguasa sehingga memudahkan peneliti menjelajahi obyek/situasi sosial yang
diteliti (Sugiyono, 2018: 218).

37
3.5.1 Informan Kunci
Peneliti memiliki beberapa kriteria informan yang ditetapkan dalam
penelitian ini, yaitu:
1. Usia saat remaja yaitu <17 -21 tahun yang memiliki sauara tiri dari
pernikahan kembali pada keluarganya.
2. Informan yang berdomisili di Wilayah Bandung
3. Informan bersedia diwawancara dan direkam saat kegiatan wawancara
berlangsung.
4. Bersedia memberikan informasi dengan lengkap melalui wawancara langsung
dan hasilnya dipublikasikan dalam penelitian ini.
3.5.2 Informan Pendukung
Penelitian ini menggunakan informan pendukung yaitu pegawai KUA
dan Pe ngadilan Agama Bandung Provinsi Jawa Barat dan Psikolog guna
memberikan informasi penegas mengenai polakomunikasi dan komunikasi
interpersonal pada remaja dan saudara tiri dalam Pernikahan Kembali yang
bersedia memberikan informasi dengan lengkap melalui wawancara langsung
dan hasilnya dipublikasikan dalam penelitian ini.
3.6 Pengumpulan Data Penelitian
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik penelitian
lapangan yakni observasi, wawancara mendalam, dokumentasi, arsip, dan
dokumen lain yang terkait. Peneliti akan melakukan observasi secara langsung
ke lokasi penelitian sekaligus melakukan wawancara, dokumentasi dan
mengambil dokumen yang diperlukan. Langkah-langkah tersebut dapat
mempermudah peneliti dalam mengumpulkan data-data yang dibutuhkan dalam
penelitian.

1. Observasi
Secara bahasa observasi berarti memperhatikan dengan penuh perhatian
seseorang atau sesuatu, memperhatikan dengan penuh perhatian berarti
mengamati tentang apa yang terjadi. Mendefinisikan observasi sebagai suatu
proses melihat, mengamati dan mencermati serta merekam perilaku secara

38
sistematis untuk suatu tujuan tertentu. Observasi ialah suatu kegiatan mencari
data yang dapat digunakan untuk memberikan suatu kesimpulan atau diagnosis.
2. Wawancara
Metode pengumpulaln data melalui wawancara dalam penelitian
kualitatif umumnya dimaksdukan untuk mendalami dan lebih mendalami suatu
kejadian dan atau kegiatan subjek penelitian. Wawancara pada dasarnya
merupakan percakapan, namun percakapan yang bertujuan. Wawancara amat
diperlukan dalam penelitian kualitatif, karena banyak hal yang tidak mungkin
dapat diobservasi langsung, seperti perasaan, pikiran, motif, serta pengalaman
masa lalu responden/informan. Oleh karena itu, wawancara dapat dipandang
sebagai cara untuk memahami atau memasuki perspektif orang lain tentang
dunia dan kehidupan sosial mereka. Pada penelitian ini peneliti melakukan
wawancara secara face to face untuk mendapatkan data yang diperoleh semakin
akurat. Kemudian pada saat wawancara berlangsung, peneliti juga
menggunakan alat perekam untuk menyimpan hasil wawancara.
1) Dokumentasi
Dokumen merupakan rekaman kejadian masa lalu yang ditulis atau
dicetak mereka dapat berupa catatan anekdot, surat, buku harian, dan dokumen-
dokumen. Dokumen kantor termasuk lembaran internal, komunikasi bagi publik
yang beragam, file siswa dan atau pegawai, deskripsi program, dan data
statistik. Dokumentasi dapat juga menghasilkan informasi yang melatar
belakangi suatu kejadian dan atau aktivitas tertentu. (Suharsaputra, 2012: 208-
215) Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dokumentasi dengan melihat
data-data di Kantor Urusan Agama dan Pengadilan Agama Bandung.

3.7 Teknik Analisis Data


Bogdan & Biklen dalam mengemukakan analisis data adalah proses
mencari dan menyusun secara sistematik hasil wawancara, catatan, dan bahan
yang telah dikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman dan menyajikan apa
yang telah ditemukan. Sehinga pada tahapan ini merupakan tahap setelah semua
data dikumpulkan kemudian di analisis untuk menemukan suatu hal atau apa
yang sedang diteliti.

39
Dalam penelitian ini, penelitifokus memggunakan teknik analisis data
model Miles and Huberman. Dimana analisisnya memaparkan tiga tahapan
dalam analsis data penelitian kualitatif yakni :

1. Reduksi Data
Pada tahap ini, data yang sudah terkumpul akan dirangkum, dipilih dan
memfokuskan pada hal yang penting, serta mencari tema, kemudian peneliti
mulai menulis secara rinci dan sistematik. Reduksi data merupakan proses
merangkum, menyeleksi dan memilih data yang akan digunakan. Data yang
telah direduksi akan menunjukkan pola yang lebih jelas sehingga memudahkan
peneliti untuk melanjutkan proses selanjutnya.
2. Penyajian Data
Langkah selanjutnya setelah proses reduksi data adalah melakukan penyajian
data. Peneliti dapat menginterpretasikan informasi yang sudah terkumpul.
Tugas seorang peneliti adalah mencari makna dari data sebagai acuan dalam
menjelaskan dan memberikan argumentasi terkait hasil penelitian. Setelah data
dapat dimaknai, peneliti akan menyajikan data dalam bentuk penjelasan naratif
dan maknanya.
3. Penarikan Kesimpulan
Tahapan terakhir adalah daya yang telah didapatkan kemudian ditarik
kesimpulan dari penelitian yang dilakukan. Kesimpulan ini menjadi jawaban
dari identifikasi maslaah penelitian yang disajikan secara naratif dan deskriptif.
3.8 Teknik Keabsahan Data
Berlanjut dimana peneliti wajib dan harus memastikan keabsahan dari
data-data tersebut. Pada penelitian kualitatif umumnya menggunakan triangulasi
sebagai teknik keabsahan data. Triangulasi dipilih ssebagai proses validitas dan
reliabilitas data.Menurut Ibrahim (2015: 120) keabsahan data adalah bagian
yang penting dalam suatu penelitian yang mana digunakan untuk menguji setiap
data penelitian yang dilakukan dalam memenuhi kriteria kebenaran. Wiersna
menegemukakan bahawa triangulasi merupakan pengecekan data daru berbagai
sumber, cara, dan waktu. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan triangulasi
teknik dan triangulasi sumber.
1. Triangulasi Sumber

40
Triangulasi sumber dilakukan dengan cara mengecek data yang telah
diperoleh melalui beberapa sumber. Pada penelitian ini triangulasi sumber
dengan mengecek data yang yang telah didapatkan dari informan, kemudian
untuk melakukan validitas data maka dilakukan wawancara dengan informan
pendukung yaitu pegawai KUA, Pengadilan Agama Bandung dan Psikolog.
2. Triangulasi Teknik

Triangulasi teknik dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber


yang sama dengan teknik yang berbeda (Sugiyono, 2013: 273-274). Dengan
triangulasi teknik, peneliti akan membandingkan data yang dihasilkan dengan
teknik yang berbeda, yaitu data hasil wawancara lalu dibandingkan dengan data
dokumentasi berupa hasil rekaman.

41
DAFTAR PUSTAKA

Rezi, Maulana. 2018. Psikologi Komunikasi Pembelajaran Konsep dan


Terapan. Yogyakarta: Phoenix Publisher.

Rakhmat, Jalaludin. 2012. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya.

Chikita Irma O. 2014. Konsep Diri Remaja Broken Home[skripsi]. Malang:


Universitas Islam Negri Maulana Malik Ibrahim Malang.

HeslyPadutu. 2015. KonsepDiri dan Self Disclosure Remaja Broken Home


Kota Makassar[skripsi]: Makassar: UniversitasHasanudin.

Djaelani, A. R. (2013). Teknik Pengumpulan Data dalamPenelitianKualitatif.


Jakarta: SalembaHumanika.

Kharis Syarifudin. 2015. Konsep diri remaja dengan orangtua


bercerai[skripsi]. Surakarta: Univeristas Muhammadiyah Surakarta.

Fithira. 2015. The Relationship of Family Communication with Teenager Self-


Concept.Vol.II No.1:34-35.

Sakinah. 2018. “inibukanlelucon”: Body Shaming, Citra Tubuh, Dampak dan


Cara Mengatasinya. JurnalEmik, Volume 1 Nomor 1: 54-55

[BPS]. Badan Pusat Statistika 2015. Survei Nikah, Talak dan Cerai,
sertaRujuk2007-2016. https://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/893.
[diunduh pada 24 Februari 2020]

Setiawa, Suzzy. 2017. Studi Komunikasi Antarpribadi Anak dan Orang Tua
Tiri.Media Neliti. Vol. 9, No. 1, Juli 2017, Hal 74 – 80.

Fini Rachmasari. 2015. Hubungan Antar Saudara Pada Remaja Yang Tinggal
Terpisah Dengan Saudara Kandung[Skripsi]. Surabaya:Universitas Airlangga.

Jordy Pranata. 2016. Komunikasi Interpersonal Anak Broken Home Akibat


Pernikahan Ulang Dalam Keluarga[skripsi]. Bandung: Universitas Telkom.

Panji Bashkara. 2019. Diduga Sering Disiksa Saudara Tiri, Foto Lengan
Siswa SD Penuh Luka Lebam Jadi Viral di Sosmed. Tribun.com [Internet].
[diunduh 2019 November 23]; 2(1) 1-7. Tersedia Pada:
https://wartakota.tribunnews.com/2019/11/23/diduga-sering-disiksa-saudara-
tiri-foto-lengan-siswa-sd-penuh-luka-lebam-jadi-viral-di-medsos?page=all

Oktani Putri. 2020. http://indonesiabaik.id/infografis/jumlah-kasus-perceraian-


di-indonesia-memprihatinkan

Bahfiarti,Tuti. 2016. Komunikasi Keluarga (suatu pendekatan


keberkelanjutan regerensi anak petani kakao di provinsi Sulawesi Selatan).
Makasar: Kedai Buku Jeni Kompleks Wessabe C17.

42
Portman. 2009. Parental divorce and sibling relationships. Journal of Family
Issues. Volume 30, Nomer 74-91

Katarzyna. 2014. Adolescent personalities and their self-acceptance within


complete families, incomplete families and reconstructed families. Polish
Journal of Applied Psychology 2014, vol. 12 (1)

Anne-Rigt Poortman. 2009. Parental Divorce and Sibling Relationships.


Journal of Family Issues Volume 30 Number 1 January 2009 74-91

Melong. Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya

Budyanta, Muhammad& Leila Mona. 2011. Teori Komunikasi AntarPribadi.


Jakarta: Prenada Media Group

Budyanta, Muhammad. 2015. Teori-teori Mengenai Komunikasi Antarpribadi.


Jakrta: Prenada Media Group.

Rusliana, Poppy& Puji Lestari. 2019. Teori Komunikasi. Depok: PT.


Rajagrafindo Persada.

Mulyana, Dedy. 2010. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT.


Remaja Rosdakarya.

Effendy. Onong. 1993. Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.

Santrock. John. 2017. Adolescence Perkembangan Remaja edisi 6. Jakarta:


PT. Erlangga

Gunawan, I. 2017. Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik. Jakarta: PT


Bumi Aksara.

43

Anda mungkin juga menyukai