disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Matematika, Sains,
Teknologi, dan Rekayasa yang diampu oleh :
Dr. Aan Hasanah, M. Pd.
Dr. Omay Sumarna, M. Si.
Dr. Yanti Hamdiyati, M. Si.
oleh :
Kelompok 8 / MKKF 05
Fadil Muzaki Latip 1901383
Jihan Nurhalimah S. 1901107
Syarifah Husniyah 1901244
Tetri Sabrina 1900942
Verra Gusniawati 1901037
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan hasil
proyek yang berjudul “Pengaruh Tingkat Kematangan Pisang Ambon terhadap
Cita Rasa Patty Berbahan Dasar Kulit Pisang Ambon” ini. Sholawat dan salam
semoga senantiasa tercurah limpahkan kepada Nabi besar kita Nabi Muhammad
SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus.
Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Ibu Aan Hasanah,
M. Pd., Bapak Omay Sumarna, M. Si., dan Ibu Yanti Hamdiyati, M. Si. selaku
dosen mata kuliah Matematika, Sains, Teknologi, dan Rekayasa yang telah
membantu kami memahami materi dan dapat menyusun tugas ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan dan
penyusunan makalah ini, baik dari segi materi, segi bahasa, maupun dalam
penulisan kata, dan penulis berharap pembaca dapat memakluminya. Penulis juga
dengan senang hati menerima ide, saran, dan kritikan dari siapapun demi
perbaikan makalah ini. Akhir kata, penulis berharap semoga penulisan makalah
ini dapat menjadi salah satu amal ibadah penulis serta dapat memberikan manfaat
kepada penulis dan para pembaca
Penyusun
PENGARUH TINGKAT KEMATANGAN PISANG AMBON
TERHADAP CITA RASA PATTY BERBAHAN DASAR KULIT
PISANG AMBON
ABSTRAK
Tingkat produksi dan konsumsi pisang di Indonesia cukup tinggi. Produksi atau konsumsi
pisang dapat menghasilkan limbah berupa kulit pisang. Pembuatan patty berbahan dasar kulit
pisang ini bertujuan untuk mengurangi limbah kulit pisang sekaligus memberikan nilai tambah
pada limbah kulit pisang, baik nilai kesehatan bagi manusia maupun nilai ekonomi. Patty
berbahan dasar kulit pisang diharapkan mampu menjadi solusi dari keterbatasan sistem pangan
sekarang ini. Dalam menguji efesiensi produk yang dibuat, maka dilakukan uji organoleptic
untuk mengetahui tingkat penerimaan masyarakat terhadap produk dan kajian literatur untuk
mengetahui kandungan gizi yang terdapat pada bahan dasar produk. Hasil uji organoleptik
menunjukkan patty berbahan dasar kulit pisang yang masih hijau memiliki peminat lebih
banyak dibandingkan patty berbahan dasar kulit pisang yang sudah kuning. Hal tersebut dapat
dilihat berdasarkan skor pada uji organoleptik dengan tolak ukur berupa tekstur, penampilan dan
aroma. Tingkat kematangan kulit pisang yang digunakan memiliki pengaruh terhadap seberapa
banyak bumbu yang diperlukan untuk produksi patty tersebut.
Kata Kunci: Kulit pisang, limbah, sistem, pangan
ABSTRACT
The level of production and consumption of bananas in Indonesia is quite high. Production or
consumption of bananas can produce waste in the form of banana peels. The making of patty
made from banana peel is aimed at reducing banana peel waste while providing added value to
banana peel waste, both the value of health to humans and economic value. Patty made from
banana peels is expected to be a solution of the limitations of the current food system. In testing
the efficiency of the product made, an organoleptic test is performed to determine the level of
community acceptance of the product and a literature review to determine the nutritional
content contained in the product's basic ingredients. Organoleptic test results showed that patty
made from banana peels that are still green have more interest than patty made from banana
peels that are already yellow. This can be seen based on scores on organoleptic tests with
benchmarks in the form of texture, appearance and theflavor. The level of maturity of the
banana peel used has an influence on how much seasoning is needed for the production of the
patty.
Keywords: Banana peels, waste, systems, food
LANDASAN TEORITIS
Sustainable Development Goals (SDGs) dan Education for Sustainable Development
(ESD)
Pada abad ke-21 ini dunia mengahadapi berbagai masalah misalnya, kemiskinan,
keterbatasan air bersih, pendidikan dan sebagainya. Oleh karena itu, PBB
mendeklarasikan Sustainable Development Goals atau agenda 2030 pada tanggal 25
September 2015 di New York, Amerika Serikat. Kesepakatan SDGs dihadiri oleh 193
kepala negara, termasuk Wakil Presiden Indonesia, Jusuf Kalla. Kesepakatan ini terdiri
dari 17 tujuan dan 169 target. Tujuan dan target tersebut menggambarkan visi dan ruang
lingkup agenda pembangunan global yang inklusif dan multidimensi, yang akan
menjadi panduan bagi komunitas global selama 15 tahun (dimulai dari 2015) kedepan
untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat global.
Pesatnya perkembangan di seluruh penjuru dunia harus diimbangi dengan
kesiapan semua negara dalam menghadapi perkembangan tersebut. Semakin
berkembang suatu negara, maka permasalahan yang akan dihadapi akan semakin
kompleks. Diperlukan kesiapan dari berbagai aspek kehidupan dalam negara tersebut
agar dapat terus bertahan. Bukan hanya mencakup sumber daya alamnya, melainkan
kesiapan dari sumber daya manusianya pun ikut mempengaruhi kesiapan suatu negara
untuk mencapi tujuan pembangun berkelanjutan.
Education for Sustainable Development atau ESD merupakan suatu perwujudan
yang dibentuk dalam rangka mempersiapkan masyarakat menghadapi tantangan global
secara tangguh dan berkelanjutan. ESD memiliki kaitan erat dengan SDGs karena ESD
ini merupakan upaya mendorong masyarakat untuk secara konstruktif dan kreatif
menghadapi perkembangan global. Selain itu, pendidikan yang dimaksud mengandung
isu-isu tentang pembangunan berkelanjutan contohnya, perubahan iklim
(mempersiapkan masyarakat mengenai perubahan-perubahan iklim yang mungkin
terjadi dimasa mendatang dan cara mengatasinya), keanekaragamaan hayati, penurunan
resiko bencana, dan konsumsi berkelanjutan. Sekarang ini, ESD merupakan jantung dari
pembangunan berkelanjutan atau tujuan pembangun berkelanjutan (Sustainable
Development Goals). Untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan transformasi yang
mendalam pada cara kita berpikir dan bertindak dan hal tersebut dapat diperoleh dengan
adanya ESD. Diharapkan dengan adanya ESD ini, setiap manusia memiliki
pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang diperlukan dimasa depan.
Sustainable Food System (SFS)
Berdasarkan data pada worldometer pada Maret 2020, jumlah penduduk
Indonesia merupakan terbanyak keempat didunia, yaitu sebanyak 272 jiwa. Mengingat
hal tersebut, tentu pemerintah Indonesia mempunyai tugas besar dalam mempersiapkan
kehidupan berkelanjutan bagi negara. Bukan hanya aspek pendidikan demi membentuk
sumber daya manusia berkualitas yang harus diperhatikan, melainkan juga bagaimana
cara mencukupi kebutuhan pokok masyarakat Indonesia pada masa yang akan datang.
Mengingat salah satu tujuan dari SDGs adalah memberantas kemiskinan dan kelaparan,
serta menjamin akses makanan bagi semua orang. SGDs (Sustainable Development
Goals) bertujuan untuk mengakhiri semua jenis kelaparan, termasuk masalah
kekurangan gizi. Hal itu dikarenakan kelaparan dapat menjadi penghambat dalam
pembangunan suatu negara.
Berdasarkan survei oleh BPS pada tahun 2017, diketahui tingkat kemiskinan di
desa lebih tinggi daripada tingkat kemiskinan di kota. Persentase penduduk miskin di
perdesaan sebesar 13,47% sedangkan persentase penduduk miskin di perkotaan sebesar
10,27%. Hal tersebut menunjukkan bahwa lebih banyak jumlah warga perdesaan yang
mengalami kemiskinan daripada warga perkotaan. Selain itu, lembaga riset kebijakan
pangan merilis indeks kelaparan global 2019 pada situ resmi Global Hunger Index
(GHI) dan menunjukkan bahwa tingkat kelaparan Indonesia masuk dalam kategori
serius. Di mana, Indonesia mendapatkan skor indeks 20,1 dan membuat Indonesia
menduduki posisi ke 70 dari 117 negara yang diikuti. Tingkat kemiskinan dan kelaparan
tersebut berhubungan dengan sistem pangan atau ketahanan pangan yang kurang
memadai di Indonesia. Oleh karenanya, Sustainable Food System atau SFS perlu
menjadi perhatian di Indonesia.
Food System bukan hanya mengenai produksi dan konsumsi, melainkan
mengenai proses produksi, agregasi, distribusi, pemrosesan, konsumsi, dan limbah
produk pangan. Setiap tahapan tersebut memiliki sistemnya tersendiri yang perlu
diperhatikan agar tidak merugikan bagi manusia maupun lingkungan. Seperti yang
diketahui bahwa Indonesia merupakan negara penghasil pangan beragam di dunia.
Berbagai jenis makanan dapat dihasilkan di Indonesia. Salah satu sumber penghasil
pangan terbesar di Indonesia adalah pertania. Bukan hanya beras, melainkan sayur
sayuran dan buah-buahan lainnya dapat dihasilkan oleh negara Indonesia.
Pisang di Indonesia
Pisang merupakan salah satu buah-buahan yang banyak diminati di dunia.
Tanaman pisang merupakan tanaman holtikultura yang dapat menjadi salah satu bahan
ekspor yang sangat baik dan berpotensial bagi negara. Negara Indonesia memiliki iklim
yang cocok untuk pertumbuhan tanaman pisang, selain itu tanaman pisang ini termasuk
jenis tanaman yang setiap saat berbuah tanpa ada istilah musim. Itulah mengapa
produksi pisang di Indonesia sangat tinggi.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Holtikultura
tahun 2018, daerah Jawa Timur, Lampung, Jawa Barat, dan Jawa tengah secara
berurutan memberi peran besar dalam produksi pisang di Indonesia. Pada tahun 2018,
Jawa Timur menghasilkan 2 juta ton pisang, Lampung 1,4 juta ton pisang, Jawa Barat
1,1juta ton pisang, dan Jawa tengah 613 ribu pisang.
Tanaman pisang dapat dikatakan sebagai tanaman serbaguna. Akar, umbi
(bonggol), batang, daun sampai kulitnya dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan.
Pisang sendiri merupakan buah yang banyak disukai masyarakat. Cara konsumsi pisang
yang beragam, mulai dari dikonsumsi secara langsung hingga diolah dengan berbagai
cara membuat tingkat peminat pisang tinggi. Namun, buah pisang ini juga dapat
menghasilkan limbah. Limbah yang dihasilkan dari konsumsi pisang atau olahannya
adalah limbah kulit pisang.
Pada tahun 2015, Indonesia mengkonsumsi 1.500.000 ton buah pisang. Dalam
jumlah yang begitu banyak akan menghasilkan limbah yang banyak juga. Pada
umumnya, kulit pisang belum dimanfaatkan secara nyata, hanya dibuang sebagai limbah
organic saja atau digunakan sebagai makanan ternak. Padahal, jumlah kulit pisang yang
cukup banyak akan memiliki nilai jual menguntungkan apabila bisa dimanfaatkan
sebagai bahan baku makanan dan bermanfaat bagi kesehatan. Penelitian menunjukkan
bahwa limbah kulit pisang mengandung zat gizi yang cukup tinggi, terutama vitamin
dan mineralnya sehingga dapat sangat bermanfaat jika diolah menjadi bahan baku
makanan. Kulit pisang secara umum memiliki kandungan air 68,9 g. karbohidrat 18,5 g,
protein 0,32 g, lemak 2,11 g, kalsium 715 mg/100g, fosfor 117 mg/100g, besi
1,6mg/100g, vitamin B 0,12 mg/100g, dan vitamin C 17,5 mg/100g. Namun belum
banyak yang mengetahui hal tersebut sehingga pada laporan ini penulis memiliki ide
untuk memanfaatkan kulit pisang yang akan dijadikan patty burger sebagai pengganti
daging.
25
20
15
10
0
Rasa Penampilan Aroma Tekstur
Kulit pisang ambon hijau empuk Kulit pisang ambon kuning berbintik
Diagram 1. Hasil Uji Organoleptik Pisang ambon hijau dan pisang ambon kuning
Dari hasil uji organoleptik diatas, dapat dilihat bahwa responden (mahasiswa/i
FPMIPA UPI) lebih cenderung memilih patty yang berbahan dasar kulit pisang ambon
berwarna hijau daripada patty yang berbahan dasar kulit pisang ambon berwarna kuning
berbintik.
Beberapa responden berpendapat bahwa patty berbahan dasar kulit pisang
ambon kuning berbintik lebih asin, padahal takaran bumbunya sama dengan patty
berbahan dasar kulit pisang ambon hijau empuk. Hal ini ada hubungannya dengan
ketebalan kulit pisang itu sendiri. Kulit pisang ambon kuning berbintik lebih tipis
daripada kulit pisang ambon hijau. Oleh karena itu, bumbu yang diberi pada kulit pisang
ambon kuning berbintik seharusnya tidak sebanyak bumbu pada kulit pisang ambon
hijau. Kulit pisang ambon hijau memerlukan bumbu lebih banyak karena tekstur kulit
yang tebal membuatnya memerlukan lebih banyak bumbu untuk memberi rasa yang
merata dan menyeluruh.
Selain itu, jika dilihat dari tekstur, responden juga lebih memilih patty berbahan
dasar kulit pisang ambon hijau empuk. Hal itu dikarenakan tekstur kulit pisang yang
masih hijau lebih padat daripada yang sudah berwarna kuning. Tesktur kulit pisang
hijau membuat tekstur patty lebih berserat dan hampir menyerupai tekstur daging.
Aroma patty berbahan dasar pisang ambon hijau dan pisang ambon kuning tidak
berbeda, hal itu dikarenakan takaran bumbu yang digunakan sama dan kulit pisang
sendiri tidak menghasilkan aroma khusus. Responden juga tidak memberikan alasan
atau saran spesifik mengenai aroma produk ini. Begitupun dengan penampilan, tidak
ada masukkan atau komentar secara spesifik.
Berdasarkan hasil uji organoleptik tersebut, produk dapat diterima dengan baik
dikalangan mahasiswa/I FPMIPA UPI. Namun, masih harus melakukan beberapa
perbaikkan. Cita rasa patty juga dapat dipengaruhi oleh tingkat kematangan kulit pisang
yang digunakan sebagai bahan dasarnya.
Kandungan Kulit Pisang (Kajian literatur)
Kandungan unsur gizi kulit pisang cukup lengkap, seperti karbohidrat, lemak,
protein, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin B, vitamin C dan air. Unsur-unsur gizi inilah
yang dapat digunakan sebagai sumber energi dan antibodi bagi tubuh manusia
(Munadjim,1983:84).
Tabel 2. Kandungan gizi kulit pisang ambon
Kandungan Gizi Jumlah Kadar
Air 68,9%
Karbohidrat 18,5%
Lemak 2,11%
Protein 0,32%
Kalsium 715 mg/100g
Fosfor 117 mg/100g
Besi 1,6 mg/100g
Vitamin B 0,12 mg/100g
Vitamin C 17,5 mg/100g
(Sumber : Teknologi Pengolahan Pisang, 1998)
Tabel 3. Komposisi Kulit Pisang Ambon Berdasarkan Tingkat Kematangan
Komposisi (g/kg BK) Kulit pisang Kuning Kulit pisang Hijau
Bahan kering (BK.g/kg) 372 673
Abu 112 118
Protein 78,2 85,4
Serat kasar 204 162
Lemak kasar 18,7 18,5
BETN 587 616
TDN 567 611
Ca 6,30 5,70
P 1,90 1,80
Total Fenol 57,6 64,9
Total Tanin 53,2 58,5
(Sumber: Diky dkk., 2016)
Salah satu unsur yang penting dalam kulit pisang adalah tannin (akan
diperoleh ketika di esktrak), dimana tannin ini memiliki aktivitas sebagai antibakteri
yang mampu menginaktifkan adhesin sel bakteri, enzim dan mengganggu transportasi
protein sel (Cowan, 1994).
Menurut seorang ahli gizi Australia, Susie Burrell, dengan mengonsumsi kulit
pisang maka dapat meningkatkan kandungan serat secara keseluruhan setidaknya 10%
(banyak serat makanan yang ditemukan dikulit pisang), 20% lebih banyak vitamin B6,
dan hamper 20% lebih banyak vitamin C. Kulit pisang kuning ataupun hijau sama-sama
memiliki manfaat, namun berbeda dalam jumlah kadarnya.
Pada kulit pisang kuning mengandung lebih banyak antioksidan yang terkait
dengan efek anti kanker, sedangkan pada kulit pisang hijau banyak mengandung asam
amino tiroptofan yang baik bagi kualitas tidur dan juga pati resisten yang bermanfaat
bagi kesehatan usus.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura. 2019. Produksi Pisang
Menurut Provinsi, Tahun 2014-2018 [Online] (dipublikasikan tahun 2019)
Tersedia di: https://www.pertanian.go.id/home/?show=page&act=view&id=61
[Diakses pada 20 Maret 2020]
Burrell, S., 2019. Why You Should Eat More Banana Skins [Online] (dipublikasikan 27
November 2019) Tersedia di: http://www.shapeme.com.au/blog/eat-more-
banana-skins/ [Diakses pada 20 Maret 2020]
Cowan, M.M. 1999. Plant Products as Antimicrobial Agents. Clinical Microbiology
Reviews. 12: 564 – 582.
FAO. 2018. Sustainable Food System: Concept and Framework. Rome.
Hartono, A. dan Pramudyo B. H. J., 2013. Pelatihan Pemanfaatam Limbah Kulit Pisang
sebagai Bahan Dasar Pembuatan Kerupuk. Jurnal Inovasi dan Kewirausahaan,
2(2), pp. 198-203.
Kaniawati, Ida., 2020. Education for Sustainable Development (ESD) and SGDs
[PowerPoint Slide] (dipublikasikan tahun 2020) [Diakses pada 20 Maret 2020]
Kompas., 2019. Riset Indeks Kelaparan Global: Indonesia dalam Kategori Serius
[Online] (dipublikasikan 3 Desember 2019) Tersedia di:
https://www.kompas.com/tren/read/2019/12/03/163603665/riset-indeks-
kelaparan-global-indonesia-dalam-kategori-serius?page=all [Diakses pada 20
Maret 2020]
Munadjim., 1988. Teknologi Pengolahan Pisang. Jakarta: PT. Gramedia.
Ramdani, D. dkk., 2016. Potensi Nutriens, Fenol, dan Tanin dalam Kulit Pisang Ambon
dengan Tingkat Kematangan Berbeda untuk Pakan Domba. Prosiding Seminar
Nasional Peternakan Berkelanjutan, pp. 883-887.
Suryana, Ahmad., 2014. Menuju Ketahanan Pangan Indonesia Berkelanjutan 2025:
Tantangan dan Penanganannya [Online] (dipublikasikan 15 Oktober 2014)
Tersedia di : https://media.neliti.com/media/publications/56153-ID-menuju-
ketahanan-pangan-indonesia-berkel.pdf [Diakses pada 20 Maret 2020]
Wakano, D. dkk., 2016. Pemanfaatan Limbah Kulit Pisang sebagai Bahan Olahan
Kripik dan Kue Donat di Desa Batu Merah Kota Ambon. Jurnal Biology
Science & Education, 5(2), pp.152-158.
https://www.worldometers.info/world-population/
LAMPIRAN
Gambar 1. Produk akhir patty berbahan dasar Gambar 2. Kulit pisang ambon kuning berbintik
kulit pisang (Dok. Kelompok 8, 2020)
(Dok. Kelompok 8, 2020)
Gambar 11. Kulit pisang kuning dan bawang Gambar 12. Kulit pisang hijau dan bawang
(Dok. Kelompok 8, 2020) (Dok. Kelompok 8, 2020)
Gambar 13. Patty kulit pisang ambon hijau Gambar 14. Patty kulit pisang ambon kuning
(Dok. Kelompok 8, 2020) (Dok. Kelompok 8, 2020)