Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA

Nama : Henny Suciyanti

Npm : E1C011004

Prodi : Peternakan

Kelompok : 5 (Lima)

Hari/Tanggal : Kamis / 17 November 2011

Dosen : Drs. Syafnil. Msi

Coas : 1. Echy Warna Priasty

2. Sri Wulandari

TITRASI ASAM BASA


LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2011
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu aplikasi stoikiometri larutan adalah titrasi. Titrasi merupakan suatu metode
yang bertujuan untuk menentukan banyaknya suatu larutan dengan konsentrasi yang telah
diketahui agar tepat habis bereaksi dengan sejumlah larutan yang dianalisis atau ingin
diketahui kadarnya atau konsentrasinya. Suatu zat yang akan ditentukan konsentrasinya
disebut sebagai “titran” dan biasanya diletakkan di dalam labu Erlenmeyer, sedangkan zat
yang telah diketahui konsentrasinya disebut sebagai “titer” atau “titrat”  dan biasanya
diletakkan di dalam “buret”. Baik titer maupun titran biasanya berupa larutan.
Titrasi biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi,
sebagai contoh bila melibatkan reaksi asam basa maka disebut sebagai titrasi asam basa atau
aside alkalimetri, titrasi redox untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi
kompleksometri untuk titrasi yang melibatkan pembentukan reaksi kompleks dan lain
sebagainya.

1.2 Tujuan
 Mahasiswa mampu menerapkan teknik titrasi untuk menganalisis contoh yang
menngandung asam.
 Mahasiswa mampu menstandarisasi larutan.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titrant. Kadar
larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa atau sebaliknya. Titrant
ditambahkan titer tetes demi tetes sampai mencapai keadaan ekuivalen ( artinya secara
stoikiometri titrant dan titer tepat habis bereaksi) yang biasanya ditandai dengan berubahnya
warna indikator. Keadaan ini disebut sebagai “titik ekuivalen”, yaitu titik dimana konsentrasi
asam sama dengan konsentrasi basa atau titik dimana jumlah basa yang ditambahkan sama
dengan jumlah asam yang dinetralkan : [H+] = [OH-]. Sedangkan keadaan dimana titrasi
dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indikator disebut sebagai “titik akhir
titrasi”. Titik akhir titrasi ini mendekati titik ekuivalen, tapi biasanya titik akhir titrasi
melewati titik ekuivalen. Oleh karena itu, titik akhir titrasi sering disebut juga sebagai titik
ekuivalen. (Adi Gunawan : 2004)

Pada saat titik ekuivalen ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian catat volume titer
yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan menggunakan data volume titran,
volume dan  konsentrasi titer maka bisa dihitung konsentrasi titran tersebut. (Umi L
Baroroh :2004 )

Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan (netralisasi). Salah satu contoh titrasi
asam basa yaitu titrasi asam kuat-basa kuat seperti natrium hidroksida (NaOH) dengan asam
hidroklorida (HCl), persamaan reaksinya sebagai berikut:
NaOH(aq) + HCl(aq)    NaCl(aq) + H2O(l)

contoh lain yaitu:

NaOH(aq) + H2SO4(aq)      Na2SO4(aq) + H2O(l)


Gambar set alat titrasi

A. Cara mengetahui titik ekuivalen

Ada dua cara umum untuk menentukan titik ekuivalen pada titrasi asam basa, antara lain:
1. Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi dilakukan, kemudian
membuat plot antara pH dengan volume titran untuk memperoleh kurva titrasi. Titik tengah
dari kurva titrasi tersebut adalah “titik ekuivalen”.

2. Memakai indikator asam basa. Indikator ditambahkan dua hingga tiga tetes (sedikit
mungkin) pada titran sebelum proses titrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah warna
ketika titik ekuivalen terjadi, pada saat inilah titrasi dihentikan. Indikator yang dipakai dalam
titrasi asam basa adalah indikator yang perubahan warnanya dipengaruhi oleh pH.
Pada umumnya cara kedua lebih dipilih karena kemudahan dalam pengamatan, tidak
diperlukan alat tambahan, dan sangat praktis, walaupun tidak seakurat dengan pH meter.
Gambar berikut merupakan perubahan warna yang terjadi jika menggunakan indikator
fenolftalein. (J.E. Bredy : 1999)

              

Sebelum mencapai titik ekuivalen              Setelah mencapai titik ekuivalen


Indikator yang dipakai dalam titrasi asam basa adalah indicator yang perubahan
warnanya dipengaruhi oleh pH. Penambahan indicator diusahakan sesedikit mungkin dan
umumnya adalah dua hingga tiga tetes.

Untuk memperoleh ketepatan hasil titrasi maka titik akhir titrasi dipilih sedekat
mungkin dengan titik equivalent, hal ini dapat dilakukan dengan memilih indicator yang tepat
dan sesuai dengan titrasi yang akan dilakukan.

Keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indicator
disebut sebagai “titik akhir titrasi”. ( Adi Gunawan : 2004)

B. Rumus Umum Titrasi

Pada saat titik ekuivalen maka mol-ekuivalent asam akan sama dengan mol-ekuivalent
basa, maka hal ini dapat kita tulis sebagai berikut:
mol-ekuivalen asam = mol-ekuivalen basa

Mol-ekuivalen diperoleh dari hasil perkalian antara Normalitas dengan volume maka
rumus diatas dapat kita tulis sebagai:
NxV asam = NxV basa

Normalitas diperoleh dari hasil perkalian antara molaritas (M) dengan jumlah ion H+
pada asam atau jumlah ion OH pada basa, sehingga rumus diatas menjadi:
nxMxV asam = nxVxM basa

keterangan :
N = Normalitas
V = Volume
M = Molaritas
n = jumlah ion H+ (pada asam)
atau OH – (pada basa)

Indikator yang sering digunakan dalam titrasi asam basa yaitu indikator fenolftalein.  Tabel
berikut ini merupakan karakteristik dari indikator fenolftalein.
Ph <0 0−8.2 8.2−12.0 >12.0

Kond Asam atau mendekati


Sangat asam Basa Sangat basa
isi netral

Tidak
Warna Jingga Tidak berwarna pink keunguan
berwarna

Gamba
r
BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Percobaan


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis, 17 November 2011 pukul 10.00- 11.40
wib dan bertempat di Laboratorium Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas
Bengkulu.

1.2 Alat dan Bahan


Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum kimia adalah :
- Alat - Bahan
a. Indikator pnolphetalein a. NaOH 0,1 M
b. Erlenmayer b. HCl 0,1 M
c. Buret 50 ml c. H2C2O4
d. Statif dan klem
e. Gelas ukur 25 ml atau 10 ml
f. Corong kaca

1.3 Cara Kerja


a. Standarisasi larutan NaOH 0,1 M
Mencuci bersih buret yang akan digunakan untuk standarisasi dan membilas dengan
5 ml larutan NaOH. Memutar kran buret untuk mengeluarkan cairan yang tersisa dalam
buret, selanjutnya mengisi buret dengan 5 ml NaOH untuk membasahi dinding buret.
Kemudian larutan di keluarkan lagi dari buret. Memasukan lagi larutan NaOH kedalam
buret sampai skala tertentu. Mencatat kedudukan volume awal NaOH dalam buret.
Proses standarisasi :
 Mencuci 3 elrenmeyer, memipetkan 10 ml larutan asam oksalat 0,1 M dan
memasukkan kedalam setiap erlenmeyer dan menambahkan kedalam masing-
masing erlenmeyer 3 tetes indikator penolphetelein (pp).
 Mengalirkan larutan NaOH yang ada dalam buret sedikit demi sedikit sampai
terlihat warna merah muda yang tidak hilang apabila menggoyangkan gelas
erlenmeyer.
 Mencatat volume NaOH yang terpakai.
 Mengulangi dengan cara yang sama untuk erlenmeyer ke II dan III
 Menghitung molaritas (M) NaOH.

b. Penentuan konsentrasi HCl


 Mencuci 3 erlenmeyer, memipetkan 10 ml larutan HCl 0,1 M dan memasukan
kedalam setiap erlenmeyer.
 Menambahkan kedalam masing-masing erlenmeyer 3 tetes indikator
penolphetelein (pp).
 Mengalirkan larutan NaOH yang ada dalam buret sedikit demi sedikit sampai
terbentuk warna merah muda yang tidak hilang apabila menggoyangkan gelas
erlenmeyer.
 Mencatat volume NaOH yang terpakai.
 Mengulangi dengan cara yang sama untuk erlenmeyer ke II dan ke III.
 Menghitung molaritas (M) HCl.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Percobaan


Standarisasi NaOH dengan larutan asam oksalat
Ulangan
N Prosedur Rata-
o Rata
I II III
1 Volume larutan asam oksalat 0,1 M 10 ml 10 ml 10 ml 10 ml
2 Volume NaOH terpakai 19,5 ml 19,6 ml 20,2 ml 19,7 ml
3 Molaritas (M) NaOH 0,0256 ml 0,0255 ml 0,0247 ml 0,025 ml
Dalam literatur atau titrasi yang sudah umum dilakukan , Volume NaOH terpakai untuk titrasi
asam basa dalam standarisasi larutan NaOH dengan larutan H2C2O4 ialah 19-20mL.

Standarisasi HCl dengan larutan NaOH


No Prosedur Ulangan Rata-Rata
I II III
1 Volume larutan HCl 10 ml 10 ml 10 ml 10 ml
2 Volume NaOH terpakai 11,3 ml 11,5 ml 9,4 ml 10,7 ml
3 Molaritas (M) NaOH 0,0512 ml 0,051 ml 0,049 ml 0,05 ml
4 Molaritas (M) larutan HCl 0,057 ml 0.058 ml 0,046 ml 0,0535 ml

*Dalam literatur atau titrasi yang sudah umum dilakukan , Volume NaOH terpakai untuk
titrasi asam basa dalam standarisasi larutan NaOH dengan larutan HCl ialah 9-10mL.
4.2 Pembahasan
a. Reaksi
Dalam praktikum ini ada dua percobaan mengenai titrasi yaitu standarisasi
NaoH dalam H2C2O4 dan standarisasi NaOH dalam HCl, reaksi – reaksi nya yaitu ;
- Standarisasi NaOH dalam H2C2O4

2NaOH + H2C2O4 à Na2C2O4 + 2H2O

- Standarisasi NaOH dalam H2C2O4

HCl + NaOH à NaCl + H2O


Dalam reaksi pertama , bisa kita lihat bahwa NaOH berkoefisien 2 , ini terjadi
karena akibat persamaan reaksi yang terjadi . Dalam perhitungan ini , koefisien 2
pada NaOH itu sangat berpengaruh dalm pencarian titrasi asam – basa .
b. Perhitungan
- Standarisasi NaOH dalam H2C2O4
Mencari molaritas NaOH
Ulangan 1 à n x M NaOH x V NaOH = n x M H2C2O4 x V H2C2O4
2 x M NaOH x 19.5 ml = 1 x 0,1 x 10 ml
M NaOH x 39 = 1
1
M NaOH =
39
= 0,0256 M

Ulangan 2 à n x M NaOH x V NaOH = n x M H2C2O4 x V H2C2O4


2 x M NaOH x 19.6 ml = 1 x 0,1 x 10 ml
M NaOH x 39,2 = 1
1
M NaOH =
39,2
= 0,0255 M

Ulangan 3 à n x M NaOH x V NaOH = n x M H2C2O4 x V H2C2O4


2 x M NaOH x 20,2 ml = 1 x 0,1 x 10 ml
M NaOH x 40,4 = 1
1
M NaOH =
40,4
= 0,0247 M
Rata-rata à n x M NaOH x V NaOH = n x M H2C2O4 x V H2C2O4
2 x M NaOH x 19,7 ml = 1 x 0,1 x 10 ml
M NaOH x 39,4 = 1
1
M NaOH =
39,4
M NaOH = 0,025

- Standarisasi NaoH dalam HCl


Mencari molaritas HCl
Ulangan 1 à n x M HCl x V HCl = n x M NaOH x V NaOH
1 x M HCl x 10 ml = 1 x 0,0512 x 11,3 ml
M HCl x 10 ml = 0,578
0,578
M HCl =
10
M HCl = 0,057 M

Ulangan 2 à n x M HCl x V HCl = n x M NaOH x V NaOH


1 x M HCl x 10 ml = 1 x 0,051 x 11,5 ml
M HCl x 10 ml = 0,586
0,586
M HCl =
10
M HCl = 0,058 M

Ulangan 3 à n x M HCl x V HCl = n x M NaOH x V NaOH


1 x M HCl x 10 ml = 1 x 0,049 x 9,4 ml
M HCl x 10 ml = 0,46
0,46
M HCl =
10
M HCl = 0,046 M

Rata-rata à n x M HCl x V HCl = n x M NaOH x V NaOH


1 x M HCl x 10 ml = 1 x 0,05 x 10,7 ml
M HCl x 10 ml = 0,535
0,535
M HCl =
10
M HCl = 0,0535 M

c. Analisis percobaan
- Dalam praktikum ini volume percobaan dengan volume literature ada
beberapa yang berbeda , bisa dilihat datanya dalam bab IV hasil
perhitungan . perbedaan ini terjadi karena di sebab kan oleh berbagai
macam sebab antara lain ;
a. Ketidaksterilan pada alat-alat dan bahan.
b. Penggunaan indicator pp yang ada kesalahan
c. Kekurangtelitian dalam praktikum
d. Jumlah larutan yang berbeda dengan ketentuan

- Dalam praktikum ini ada yang namamya pp , pp digunakan dalam


praktikum ini sebagai indicator . indicator dapat memberitahu titik titrasi
pada percobaan titrasi ini. Indikator yang tepat , Dapat timbul perubahan
warna , indikator dengan rentang indikator yang sempit.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari hasil percobaan diatas dapat disimpulkan bahwa :
1. Titrasi merupakan suatu metode yang bertujuan untuk menentukan banyaknya
suatu larutan dengan konsentrasi yang telah diketahui agar tepat habis bereaksi
dengan sejumlah larutan yang dianalisis atau ingin diketahui kadarnya atau
konsentrasinya.
2. Indikator yang dipakai dalam titrasi asam basa adalah indicator yang perubahan
warnanya dipengaruhi oleh pH. Penambahan indicator diusahakan sesedikit
mungkin dan umumnya adalah dua hingga tiga tetes.
3. Suatu zat yang akan ditentukan konsentrasinya disebut sebagai “titran” dan
biasanya diletakkan di dalam labu Erlenmeyer, sedangkan zat yang telah
diketahui konsentrasinya disebut sebagai “titer” atau “titrat”  dan biasanya
diletakkan di dalam “buret”.

5.2 Saran
Sebaiknya dalam melakukan percobaan tentang titrasi asam basa harus di perhatikan
sungguh-sungguh saat asisten dosen menjelaskan tentang cara melakukan percobaan tersebut,
sehingga tidak terjadi kesalahan serta alat yang akan digunakan dalam percobaan ini harus
dikeringkan terlebih dahulu, sebab jika tidak maka akan mempengaruhi konsentrasi dari suatu
larutan.
Jawaban Pertanyaan
 Pertanyaan
1. Bagaimana caranya agar titik akhir titrasi mendekati titik ekivalen ?
2. Jelaskan dengan singkat fungsi indikator ?
3. Jelaskan apakah reaksi dapat berlangsung jika tidak ditambahkan indikator ?
4. Tuliskan dengan lengkap reaksi yang terjadi pada reaksi diatas ?
5. Jelaskan pengertian larutan standar primer dan sekunder ?
6. Tuliskan syarat- syarat suatu indikator dapat dipakai dalam suatu titrasi?

 Jawaban Pertanyaan
1. Dengan cara pemilihan indikator yang tepat , karena indikator yang tepat dapat
membuat titik titrasi mendekati titik ekivaken .
2. Zat yang dapat merubah warna yang tergantung pH larutan.
Dapat memperkecil kesalahan titrasi.
3. Bisa , tetapi jika tanpa indicator sangat sulit bagi kita menentukan titik titrasi.
4. a. 2NaOH + H2C2O4 à Na2C2O4 + 2H2O

b. HCl + NaOH à NaCl + H2O

5. Larutan primer ialah larutan yang telah diketahui konsentrasinya , dalam proses ini
larutan primer tak perlu distandarisasi dengan larutan lain untuk memastikan
konsentrasi lain sebenarnya.
Larutan Sekunder ialah larutan ynag dipergunakan untuk menstandarisasi
konsentrasi lain tetapi larutan standar tersebut harus distandarisasi terlebih dahulu
untuk mengetahui konsentrasi sebenarnya.

6. Indikatornya tepat

Dapat timbul perubahan warna

indikator dengan rentang indikator yang sempit.


DAFTAR PUSTAKA

Baroroh, Umi L. U. 2004. Diktat Kimia Dasar I. Universitas Lambung Mangkurat.


Banjarbaru.

Brady, J. E. 1999. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Binarupa Aksara: Jakarta.

Gunawan, Adi dan Roeswati. 2004. Tangkas Kimia. Kartika. Surabaya.

Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai