Anda di halaman 1dari 12

MANUSIA DAN KEBENARAN

Noor Rochman
PENDAHULUAN
• Pertanyaan yang paling sering muncul dalam
hati manusia ialah "benarlah'? manusia sering
heran, ragu-ragu "Benarkah orang Tuktuk
(Samosir) pandai berbahasa Inggris? Benarkah
segala besi yang dipanaskan memuai?
Benarkah engkau mencintai saya? Benarkah
Tuhan ada? Ternyata bahwa dalam segala
pertanyaan manusia mau menuju kebenaran.
Pengetahuan yang benar bernilai, sedangkan
pengetahuan yang salah mau dihindari.
Manusia dan Kebenaran
• Tema “Manusia dan Kebenaran” adalah tema yang paling
pokok untuk Filsafat Pengetahuan (Epistemologi).
• Jalan menuju pengetahuan yang benar tidak sama untuk
semua ilmu. Misal : “Sains”, pengetahuan yang benar terbatas
pada dunia empiris. Filsafat, khususnya Metafisika terarah
kepada dimensi-ada dan mencakup segala apa yang ada.
Untuk segala ilmu, yang paling dasariah adalah persesuaian
pengetahuan dengan kenyataan.
• Kebenaran adalah segala pengetahuan yang menuju
kebenaran.
• Masalahnya ialah hubungan antara pengetahuan dan
kenyataan, Pengetahuan yang benar adalah pengetahuan
yang sesuai dengan kenyataan. Mungkinkah manusia dapat
mengetahui pengetahuan dengan kenyataan yang ada diluar
pengetahuannya?
• Pengetahuan yang benar bersifat dinamis, paradoksal, dan
multimensional.
Dinamis: Menuju Kebenaran
• “Dinamis” berarti manusia tetap “menuju”
kebenaran dan tidak berhenti.
• Pengetahuan manusia dipengaruhi masalah
evolusi dan sejarah, lingkungan sosial,
kebudayaan, dan faktor-faktor individual.
• Oleh karena itu, dalam segala kebenaran hadir
relativitas, kata “relatif” berarti “ber-relasi”
kepada manusia”. Setiap manusia bersifat unik.
Namun demikian, dalam segala keunikan
terdapat kesamaan yang menjadi dasar sifat
mutlak dan umum.
Paradoks: Mutlak dan Relatif
• Hubungan antara relatif dan mutlak disebut paradoksal.
• Kebenaran tidak mungkin melulu bersifat relatif (relativisme) dan
juga tidak mungkin melulu “mutlak” (dogmatisme atau
fundamentalisme).
• Kebenaran bersifat relatif, namun sekaligus mutlak.
• Paradoks menjadi suatu tantangan, manusia ternyata sulit hidup
dengan paradoks sehingga tergoda untuk menghapus sifat
paradoksal itu. Ia cenderung memilih yang satu dan menolak yang
lain.
• Dalam Dogmatisme dan Fundamentalisme segala unsur relatif
terhapus, sedangkan dalam relativisme dan subjektivisme
segalanya bersifat mutlak, tetap, dan umum.
• Kebenaran bersifat relatif, namun tidak sama dengan “relativisme”
yang menghapus sifat mutlak dan umum. Relativisme inilah yang
bisa merasuki hidup moral dan politik, juga hidup agama.
• Dasar dialog menuju kebenaran harus terbuka satu sama lain dan
keterbukaan bagi kenyataan kta dapat bersama-sama menuju
kebenaran.
Mitos dan Logos
• Pada zaman Sokrates krisis kebudayaan diakibatkan oleh
proses Entmythologisierung, dewi-dewi mitologi Yunani
sudah mati (Entgotterung). Hal ini menimbulkan goncangan
bagi kebudayaan Yunani, mirip dengan pernyataan
Nietzsche di zaman kita yakni Gott ist Tod (Tuhan sudah
mati).
• Dalam usaha mengataso krisis kebudayaan kamu filsuf
Sokrates, Plato, Aristoteles menyumbangkan logos tidak
menghapus mitos. Kebenaran mitos lebih dekat pada
penghayatan hidup. Logos tidak boleh lepas dari
penghayatan.
• Mitos dan logos tidak bertentangan dalam arti
kontradiktoris, mereka sama-sama benar tapi terungkap
dalam “permainan bahasa” yang berlainan.
Multidimensional
• Kebenaran bersifat multidimensional.
Metafisika tidak bersifat partikular, tetapi
“seluas segala kenyataan”.
• Kenyataan bersifat multidimensional.
Aneka Metode Verifikasi
• Cara memverifikasi kebenaran untuk masing-
masing dimensi berlain-lainan.
• Dengan metode observasi, tidak dapat
dibuktikan bahwa Tuhan ada.
Model epistemologi dalam Islam
• Bayani: berhasil membesarkan disiplin fiqih (yurisprudensi)
dan teologi, kelemahannya ketika berhadapan dengan teks-
teks suci yang berbeda milik komunitas, masyarakat atau
bangsa lain.
• Irfani : menghasilkan teori-teori besar dalam sufisme,
kelemahannya telah terlanjur baku dalam tarekat-tarekat
dg wirid tertentu butuh keberanian lebih untuk
mengembalikan citra postif epistemologi irfani.
• Burhani: telah mengantarkan filsafat islam menuju puncak
pencapaiannya, kelemahannya terletak pada kenyataan
bahwa meski rasional lebih didasarkan atas model
pemikiran induktif-deduktif.
• Perlu ditambah epistemologi tajribi penalaran yang
mengandalkan eksperimen dan pengamatan objek fisik
secara langsung untuk mengatasi persoalan keagamaan
kontemporer.
Cara mendapatkan pengetahuan
• Bayani: pertama berpegang pada redaksi (lafal) teks dengan
menggunakan kaidah bahasa arab, nahwu-sharaf sbg alat
analisis. Kedua: menggunakan metode qiyas (analogi) sbg
prinsip utama.
• Irfani: butuh persiapan, harus mencapai tingkat spiritual
tertentu, sehingga mengalami kesadaran diri (kasyf)
sehingga mampu melihat dan memahami realitas diri dan
hakikat yang ada sedemikian jelas dan gamblang.
• Burhani: sistem penalaran utama burhani adalah silogisme
tetapi tidak setiap silogisme menunjukkan burhani.
Sebelum melakukan silogisme ada tiga tahapan yang harus
dilalui 1) tahap pengertian (ma’qulat), 2) tahap pernyataan
(ibarat), 3) tahap penalaran (tahliat). Premis burhani harus
merupakan premis yang benar, primer, yang diperlukan.
PENUTUP
• Dalam filsafat timur, “menuju kebenaran” adalah proses
soteriologis menuju keselamatan. Filsafat barat masalah paling
pokok adalah dualisme atau kesatuan.
• Keyakinan umumnya bertumbuh dan berkembang dalam hidup
penghayatan lalu menjadi bahan refleksi ilmiah, mnusia menuju
kebenaran dalam penghayatan.
• Keputusan sebagai tempat kebenaran, tiap keputusan
mempunyai dua kemungkinan benar atau salah”.
• Budi manusia adalah suatu cahaya (lumen) berkat kenyataan
menjadi nyata. Kenyataan yang dikenal (imanen) dan kenyataan
yang sebenarnya (transenden). Manusia seluas segala kenyataan.
• Manusia harus setia pada kebenaran yang dinamis, paradoksal,
dan multidimensional, pertentangan tidak boleh dihapuskan
dengan memilih yang satu dan menolak yang lain. Dua
kebenaran itu bertentangan, namun hanya benar dalam
kesatuannya.
diskusi
• Jaelani: kebenaran apa? Kenapa tidak ada
kebenaran mutlak di dunia, sedangkan mutlak
adanya diagama? Kenapa manusia menginginka
kebenaran, padahal kebenaran hanya untuk
dirinya?
• Edi: kapan manusia butuh kebenaran? Kenapa
kebenaran relatif dan mutlak juga disebut
kebenaran?
• Irna: mengapa manusia mencari kebenaran
padahal kebenaran juga sumber terjadinya
kerusakan.

Anda mungkin juga menyukai