GOLONGAN W
DISUSUN OLEH:
FAKULTAS FARMASI
PROGAM STUDI S1 FARMASI
UNIVERITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA
2019/2020
LANDASAN TEORI
Otot polos berbentuk gelondong dengan diameter 2-5 mikron dan panjang 60-200
mikron. Sel otot polos lebih kecil dari sel otot skelet dan sel otot jantung. Ada dua macam jenis
sel otot polos:
a. multi unit smooth muscle;
b. visceral smooth muscle (unitary smooth muscle)
Multi unit smooth muscle mempunyai sifat bahwa kontraksinya akibat rangsangan saraf
jadi kontraksinya tak bersifat spontan. Contohnya pada otot polos ciliary mata, iris mata, dan otot
piloerector yang menyebabkan berdirinya rambut.
Visceral smooth muscle sel-sel ototnya letaknya berhimpitan satu sama lain dan membran
antarselnya saling berdekatan serta memiliki banyak gap junction. Visceral smooth muscle ada di
rongga visceral seperti di saluran pencernaan makanan, ureter, arteri, vena, saluran pernapasan,
dll.
Potensial membran istirahat otot polos besarnya bervariasi antara 55 sampai 60 milivolt.
Potensial aksi pada otot polos dapat terjadi akibat pengaruh hormon, neurotransmitter, dan juga
spontan. Ritme gelombang lambat sering mengawali terjadinya potensial aksi pada otot polos.
Apabila slow wave potential ini mencapai nilai ambang, timbullah potensial aksi. Potensial aksi
akan disusul dengan timbulnya kontraksi. Proses kontraksi otot polos juga melibatkan
myofilamen aktin dan myosin. Kontraksi dipicu oleh kenaikan kadar kalsium di sitosol. Selain
itu kontraksi juga perlu memerlukan energi dari ATP.
Otot polos tak mempunyai troponin oleh karenanya mekanisme kalsium dalam memicu
kontraksi otot polos tidak sama seperti pada otot skeletal. Pada otot polos ion kalsium akan
berikatan dengan kalmodulin sehingga pada akhirnya terjadi crossbridges antara aktin dan
myosin. Selain itu, kontraksi otot polos berlangsung lebih lambat dibandingkan dengan otot
skelet. Namun otot polos dapat memendek lebih besar daripada otot skelet.
Rangsangan saraf otonom baik simpatis maupun parasimpatis dapat mempengaruhi
kontraksi otot polos. Perlu diingat bahwa efek rangsangan saraf otonom dapat berbeda-beda
sesuai reseptornya di dalam tubuh. Misalnya saraf simpatis pada otot polos usus menyebabkan
kontraksi tetapi pada otot polos pembuluh darah menyebabkan dilatasi. Respons yang berlainan
ini tergantung dari macamnya reseptor yang ada di permukaan membran otot polos.
Pada konsentrasi yang sedikit rendah atropin dapat memberi kontraksi pada otot
lambung, Karena mekanisme kerja atropin sendiri secara umum, atropin menghambat aktivitas
kelenjar yang diatur oleh sistem saraf parasimpatis. Hal ini terjadi karena atropin adalah
antagonis reversibel yang kompetitif dari reseptor asetilkolin muskarinik. Asetilkolin adalah
dan M5. Itulah mengapa oabat ini diklasifikasikan sebagai obat antikolinergik (parasimpikolitik).
2. ASETILKOLIN
5 gms
Ach 1,0E-010 M Ach 1,0E-9 M
Wash () Wash ()
10 s
Pada gambar diatas menunjukan bahwa pada penambahan 0,1 ml asetilkolin dengan
konsentrasi 10-7 memberikan kenaikan pada kontraksi otot lambung katak. Sebelumnya pada saat
otot lambung katak diberikan penambahan 0,1 ml asetilkolin dengan konsentrasi 10-8 , otot
lambung tidak mengalami perubahan apapun. Dapat dilihat kontraksi otot lambung mengalami
kenaikan pertama kali yang tidak signifikan maka hal ini disebut kontraksi minimal. Dimana otot
lambung katak mulai mengalami kontraksi.
5 gms
Ac h 1,0E-5 M Ach 2,0E-5 M
Was h () Wash ()
10 s
Pada gambar diatas kontraksi otot diganti konsentrasinya menjadi 10-3 dengan
ditambahkan pemberian asetilkolin 0,1 ml. Sebelumnya konsentrasi terus menerus ditambahkan
dan terus memberikan kenaikan namun pada saat konsentrasi mencapai 10-3 dan 10-2 tinggi
kenaikan kontraksi otot lambung sama jadi dapat disimpulkan bahwa pada konsentrasi 10-3
merupakan konsentrasi maksimal dari otot lambung. Kemudian pada kontsentrasi 10-3 diberi
penambahan sebanyak asetilkolin 0,1 ml terjadi kenaikan yang semakin besar pada kontaksi otot
lambung katak. Lalu volume terus menerus dinaikan namun tidak terjadi kenaikan, maka dapat
disimpulkan bahwa pada konsentrasi 10-3 dan penambahan asetilkolin 0,1 ml merupakan
kontraksi maksimal.
3. ADRENALIN/EPINEFRIN
1 gms
Adr 5,0E-6 M
0,3333 s Wash ()
Pada gambar diatas menunjukkan bahwa pada penambahan 0,5 ml epinephrin dengan
konsentrasi 10-6 memberikan perubahan kontraksi otot lambung katak. Sebelumnya pada saat
lambung disuntikkan dengan 0,5 ml epinephrin dengan konsentrasi 10-7, sudah mulai terjadi
perubahan kontraksi pada otot lambung walaupun kontraksi yang terjadi minimal.
1 gms
Adr 5,0E-5 M Wash ()
0,3333 s Wash ()
4. PILOKARPIN
Pilocarpine adalah senyawa kolinergik yang bekerja secara langsung dengan efek
parasimpatometik.
Dalam percobaan ini, untuk awal percobaan diberi 0,1 ml pilocarpine dengan
konsentrasi 1E-8M tetapi dalam konsentrai ini tidak memberikan efek ,sehingga
konsentrasi di tingkatkan ke 1E-7M dengan volume tetap 0,1 ml tetapi dalam konsentrasi
ini tetap tidak memberikan perubahan efek pada otot lambung kelinci hingga konsentrasi
dinaikkan sampai 1E-5M dengan volume tetap 0.1 ml memeberikan efek pada otot
lambung,seperti gambar diatas.
PEMBAHASAN
1. Bagaimana urutan peristiwa terjadinya kontraksi otot polos?
JAWAB:
Aktivitas kontraktil sel otot polos dipengaruhi oleh beberapa input seperti aktivitas listrik
spontan, input saraf dan hormon, perubahan lokal dalam komposisi kimia, dan peregangan. Ini
berbeda dengan aktivitas kontraktil sel otot rangka, yang bergantung pada input saraf
tunggal. Beberapa jenis sel otot polos mampu menghasilkan potensi aksi mereka sendiri secara
spontan, yang biasanya terjadi mengikuti potensi alat pacu jantung atau potensi gelombang
lambat. Potensi aksi ini dihasilkan oleh masuknya Ca 2+ ekstraseluler, dan bukan Na +. Seperti
otot rangka, sitosolik Ca 2+, Ion juga dibutuhkan untuk bersepeda lintas jembatan dalam sel otot
polos.
Dua sumber untuk Ca 2+ sitosolik dalam sel otot polos adalah Ca 2+ ekstraseluler masuk
melalui saluran kalsium dan Ca 2+ ion yang dilepaskan dari reticulum sarkoplasma.
Ketinggian Ca 2+ sitosolik menghasilkan lebih banyak Ca 2+ berikatan dengan calmodulin, yang
kemudian mengikat dan mengaktifkan myosin light-chain kinase. Kompleks kinase rantai
kalsium-kalmodulin-myosin-cahaya kinase memfosforilasi miosin pada rantai myosin
20 kilodalton (kDa) pada residu asam amino serin 19, mengawali kontraksi dan
mengaktifkan ATPase miosin. Tidak seperti sel otot rangka, sel otot polos kekurangan troponin,
meskipun mengandung protein filamen tipis tropomyosin dan protein penting lainnya -
caldesmon dan calponin. Dengan demikian, kontraksi otot polos dimulai oleh Ca 2+ fosforilasi
myosin yang diaktifkan bukan Ca 2+ berikatan dengan kompleks troponin yang mengatur situs
pengikatan miosin pada aktin seperti pada otot rangka dan jantung.
Penghentian siklus crossbridge (dan membiarkan otot dalam keadaan terkunci) terjadi
ketika myosin rantai ringan fosfatase menghilangkan gugus fosfat dari kepala myosin. Fosforilasi
rantai cahaya myosin 20 kDa berkorelasi baik dengan kecepatan pemendekan otot polos. Selama
periode ini, ada ledakan pemanfaatan energi yang cepat yang diukur dengan konsumsi
oksigen. Dalam beberapa menit inisiasi, kadar kalsium menurun secara nyata, fosforilasi rantai
cahaya myosin 20 kDa berkurang, dan pemanfaatan energi menurun; Namun, kekuatan dalam
otot polos tonik dipertahankan. Selama kontraksi otot, lintas silang cepat terbentuk antara aktin
teraktivasi dan myosin terfosforilasi, menghasilkan kekuatan. Dihipotesiskan bahwa
pemeliharaan gaya dihasilkan dari "latch-bridges" yang mengalami defosforilasi yang secara
perlahan-lahan memutar dan mempertahankan kekuatan. Sejumlah kinase seperti rhokinase , ZIP
kinase , dan protein kinase C diyakini berpartisipasi dalam fase kontraksi berkelanjutan,
dan Ca 2+ fluks mungkin signifikan.