Anda di halaman 1dari 9

TUGAS TEKNOLOGI PENGEMASAN PANGAN LANJUT

Kemasan Berbasis Kaleng Timah (Tin Can)

KELOMPOK I

Ayunda Rachmawati (F251190031)

R. Hilman Wirayudha (F251190441)

Hening Paradigma (F251190481)

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2020
Kaleng identik dengan sebutan kaleng timah (tin can) yang memiliki
warna putih keperakan. Kemampuan korosi yang tinggi merupakan sifat dasar
yang utama dari kemasan kaleng. Pembuatan kaleng pada umumnya terbuat dari
pelat timah, lembaran baja atau strip, dan diantara keduanya dilapisi dengan timah
murni, Kaleng telah dikomersialisasikan selama beratus-ratus tahun untuk
pengemasan produk pangan yang sangat kuat (food packaging). Kaleng tin terbuat
dari lembaran karbon baja ringan dengan lapisan tipis timah dari proses
elektrodeposisi timah (Calderon dan Buitrago 2007).
Jenis kaleng timah, kaleng, dan kaleng baja merupakan wadah tertutup
yang digunakan untuk proses distribusi atau penyimpanan barang seperti bahan
pangan yang terdiri dari berbagai logam tipis. Proses pembukaan kaleng timah
dilakukan dengan adanya pembuka kaleng pada ujung bagian kaleng sehingga
kemasan ini dapat dibuka dengan mudah, namun tidak semua kemasan kaleng
memiliki pembuka sehingga membukanya dilakukan dengan cukup sulit.
Kemasan kaleng (tin) dapat diaplikasikan pada berbagai produk pangan seperti
makanan dan minuman, minyak, bahan kimia dan lain-lain (Gayoum dan Rahman
2015).
Kemasan kaleng terdiri dari pelat baja karbon rendah yang dilapisi timah
pada kedua sisinya yang disebut “tin-plate”. Tebal lapisan timah tertentu,
disesuaikan dengan keperluan biasanya dari 1,00-1,25% dari berat kaleng itu
sendiri. Kaleng timah (tin plate) merupakan bahan yang ideal untuk wadah dari
makanan dan minuman. Bila produk makanan-minuman yang dikalengkan sangat
korosif, maka setelah lapisan timah bisa ditambahkan ditambahkan lapisan
pelindung organik, yang akan menghalangi kontak antara permukaan lapisan
timah dengan lingkungan yang korosif. Komposisi kimia dan sifat mekanik baja
dasar, sangat mempengaruhi karakterisktik korosi kaleng (Bakhori 2017).
Tinplate atau kemasan kaleng timah telah digunakan pada berbagai
industri pengemasan diseluruh dunia. Jumlah penggunaan produksi timah
diseluruh dunia hampir satu pertiganya digunakan untuk pembuatan wadah kaleng
dan aplikasinya sangat bervariatif. Sebesar 25% dari produksi baja diseluruh
dunia digunakan untuk memproduksi kaleng, dan digunakan untuk minuman yang
menggunakan kaleng (Gayoum dan Rahman 2015). Aplikasi kaleng untuk
panganan secara luas yaitu dapat digunakan pada berbagai macam produk seperti
dairy product, sayuran, buah – buahan, minuman alkohol dan non alkohol, ikan,
daging, dan bebrapa makanan laut. Peran utama pengemasan adalah untuk
mencegah kerusakan dari faktor – faktor seperti cahaya, kelembaban, oksigen, dan
mikroorganisme. Produk susu dan turunannya seperti varian susu premium
dengan berbagai jenis yaitu susu UHT, susu kental atau susu evaporasi biasanya
dikemas dalam wadah yang berbasis logam dalam bentuk kaleng. Produk lokal di
India seperti khoa, rasogolla, gulabjamun, paneer, chhana, dan ghee dikemas
dengan kaleng dengan tujuan untuk memperpanjang umur simpan dan ekspor
(Sabikhi et al. 2018). Kemasan kaleng juga digunakan untuk produk susu bubuk,
susu bubuk skim, bubuk es cream, kasein, dan beberapa produk yang mengandung
lemak penggunaan kaleng untuk produk ini sesuai karena dapat mencegah reaksi
oksidasi (Goff dan Hartel 2013). Pengaplikasian kemasan kaleng pada produk
minuman kaleng dengan jenis minuman bir bertujuan agar menghindari kerusakan
produk dari faktor-faktor yang dapat merusak seperti oksigen dan cahaya (Barak
2018). Penggunaan kaleng pada minuman berkarbonasi dapat menahan tekanan
CO2 dari dalam kemasan dan tahan korosi pada saat yang bersamaan (Bernardo
2005).
Pemilihan bahan pengemasan berbasis logam dan lapisan pelindung untuk
pengalengan buah-buahan dan sayuran tergantung pada jenis, pengolahan
(terutama perlakuan panas) dan kondisi penyimpanan. Konsentrasi nitrat yang
sangat tinggi dalam sayuran seperti bayam, selada, lobak dan kacang hijau,
anthocyanin dalam raspberry, dan sulfur dioksida yang ditambahkan sebagai
pengawet dalam jus buah bereaksi dengan wadah logam dan merusaknya. Sayuran
kaya belerang seperti bawang putih, bawang, dan asparagus bereaksi dengan
logam dan membentuk bintik-bintik hitam sulfida logam disertai dengan
pelepasan gas hidrogen sulfida. Lapisan berbasis oksida seng atau tipe II
digunakan untuk menghindari noda hitam pada kaleng. Menariknya, nanas yang
dikalengkan dalam kaleng pelat timah polos tanpa lapisan yang didukung reaksi
antara pelat timah dan bahan-bahan nanas, menciptakan warna kuning produk
yang menarik (Robertson 2013).
Beberapa produk siap makan lainnya seperti kepiting, udang dan produk
udang banyak dikalengkan untuk penyimpanan yang lebih lama dan distribusi.
Ragam produk ikan seperti mackerel dan minyak, kerang dalam minyak dan air
asin, kari ikan, tuna dalam minyak dan udang dalam air garam dikalengkan dalam
kaleng yang dilapisi polimer baja (TFS) yang menghasilkan umur simpan lebih
dari 24 bulan pada suhu 28 ± 2 oC (Mallick et al. 2006). Kemasan kaleng pada
produk kopi panggang dan giling dapat menghambat hilangnya kandungan volatil
dan dapat menahan tekanan yang terjadi karena emisi CO 2 selama penyimpanan
(Kim et al. 2011). Penggunaan kaleng timah (tin-can) dapat memiliki kerusakan
korosf yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti sifat fisik dan kimia bahkan
dari faktor internal maupun eksternal. Adanya korelasi kerusakan korosif akibat
bahan pangan yang dikemas juga dapat terjadi dengan kaleng timah tersebut.
Timah sebagai bahan kemas yang digunakan sebagai kaleng terdapat dua
tingkat oksidasi, yaitu sebagai divalent Sn2+, timah (II) dan sebagai timah tetra
valen (IV). Pelepasan logam timah pada kaleng pada makanan akan menghasilkan
bentuk divalen (Addam dan Happiness 2010). Reaksi yang terjadi pada bahan
pangan dengan kaleng dengan jenis timah daoat disebut sebagai stannic yang
memiliki (tipe divalen, Sn+4, tin IV), yang pada reaksi akhirnya dapat
menimbulkan toksisitas. Terdapat perbedaan yang terjadi antara tokisistas dengan
berbagai sifat (properties) pada bahan pangan yang dikemas. Sifat yang pertama
yaitu dari nilai pH dari makanan. Nilai pH tinggi peranan penting dalam kemasan
kaleng timah dengan bentuk Sn(OH)2 dan memiliki kelarutan yang rendah. Pada
sisi yang lain, terdapat bentuk kompleks yang terjadi pada timah dengan bahan
pangan membentuk senyawa kimia seperti alkohol, ester, dan asam lemak dan
konstan pada beberapa asam organik (Gayoum dan Rahman 2015).
Jenis kerusakan kaleng pada umumnya disebabkan oleh proses korosi, dan
terdapat jenis-jenis korosi yang dapat merusak kaleng yaitu filiform korosi, pitting
korosi, dan erosion korosi. Jenis koros filiform korosi merupakan korosi yang
terjadi pada bagian bawah lapisan kaleng, dimana yang tersebar pada seluruh plat
timah berbentuk seperti filament, biasanya kerusakan yang terjadi berupa tonjolan
dan retak pada lapisan kaleng. Pada pitting korosi dapat terjadi pada area yang
spesifik pada permukaan kaleng yang terjadi diakibatkan karena adanya partikel
kotoran yang menempel pada tin plate. Kerusakan ini juga dapat disebabkan
karena penyemprotan kaleng dengan air yang menggunakan tekanan tinggi
sehingga menyiptakan celah pada kaleng. Jenis korosi erosion terjadi karena
proses korosi berjalan sangat lambat serta mengikuti waktu, hal ini disebabkan
setelah pelat tin terkena paparan sesuatu seperti air dan udara dalam waktu yang
sangat lama. Korosi jenis ini awalnya akan dimulai dengan adanya gelembung
udara dan kemudian dilanjutkan korosi yang lebih besar (Madegowda et al. 2006).
Berdasarkan letak korosinya, kaleng dapat mengalami korosi secara
internal maupun secara eksternal. Korosi internal merupakan proses korosi yang
terjadi pada bagian dalam dari kaleng, yang bergantung jenis dari kaleng itu
sendiri. Jenis kaleng tanpa lapisan lacquer, korosi yang terjadi dapat berupa
korosi pada permukaan lapisan timah. Korosi yang terjadi pada permukaan lapisan
timah yang berlangsung lambat. Korosi pada permukaan lapisan timah mula-mula
berlangsung seperti etching, yang kemudian diikuti oleh proses pengelupasan
timah (detinning). Proses etching terjadi pada bagian kaleng yang terbasahi oleh
produk, dan biasanya tampak setelah selang waktu satu bulan. Sedangkan proses
detining biasanya setelah penyimpanan selama satu setengah tahun. Proses
detinning bisa terjadi lebih cepat bila lapisan timahnya terlalu tipis atau produk
yang dikalengkan terlalu korosif. Proses pengelupasan timah ini sering dijumpai
terjadi pada daerah batas antara isi dan ruangan atas (head space), yang
berlangsung cukup cepat (Bakhori 2017).
Korosi Eksternal adalah korosi yang terjadi pada kaleng bagian luar dapat
berupa rusting pada baja dasar, korosi serta staining pada lapisan timah. Karat
(rust) pada baja dasar, terjadi jika baja dasar berhubungan langsung dengan
lingkaran luar melalui pori-pori yang terdapat pada lapisan timah atau bagian dari
lapisan timah yang rusak. Air dan oksigen merupakan faktor penting terjadinya
karat, disamping faktor lain selain temperatur, zat tertentu yang terdapat dalam air
dan sebagainya (Bakhori 2017).
Korosi yang terjadi pada kaleng pelat timah (tin can) dapat diatasi dan
dikurangi dengan berbagai variabel tambahan. Variabel tambahan yang dapat
melindungi timah yang digunakan sebagai kaleng diantaranya seperti melindungi
timah dengan stainless steel, baja canai dingin elktrogalvanis (sejenis baja berlapis
seng), desain penutup untuk tempat yang lembab, dan perawatan dengan lapisan
bubuk logam dibagian permukaan. Pada kaleng makanan, umumnya dilapisi
dengan pernis untuk mempertahankan dari korosi yang terjadi pada wadah.
Kinerja antikorosi pada kaleng tin bergantung pada sifat penghalang pernis pada
sifat produk yang dikalengkan. Pernis yang digunakan tidak akan efektif
penggunaanya dalam mencegah korosi jika terdapat interaksi antara timah dan
produk kalengan. Tegangan hidrogen yang tinggi pada timah dapat menyebabkan
tingkat korosi yang sangat rendah ketika logam tersebut terkena makanan dengan
kisaran pH yang wajar. Sifat korosi lebih lanjut pada logam timah pada kondisi
sebenarnya dapat dilindungi karena oksida yang sifatnya masih stabil. Timah
memiliki kemampuan untuk membentuk kompleks larut dengan anion tertentu
yang kemudian dapat menjadikan korosi timah akan lebih cepat. Pada bahan
makanan yang dikemas dengan kaleng tin-can, penambahan nitrat dengan jumlah
sedikit (0,01 g) akan mengarah pada percepatan proses korosi dalam penyimpanan
bahan dengan sifat pH <7 (Gayoum dan Rahman 2015).

Secara umum, penelitian-penelitian yang diterbitkan tidak menyajikan


sesuatu yang sangat komprehensif tentang bahaya toksik pada manusia yang
terpapar akut terhadap timah anorganik. Data manusia terbatas secara kuantitatif
dan kualitatif. Studi pada hewan yang akut cenderung meneliti efek pada dosis /
konsentrasi yang sangat tinggi, sehingga sedikit relevansinya dengan paparan
manusia sedang dinilai (Blunden, 2003). Tidak ada bukti yang menunjukkan
bahwa konsumsi makanan yang mengandung timah anorganik akan dikaitkan
dengan risiko yang signifikan karena karsinogenisitas, genotoksisitas, toksisitas
reproduksi, atau kepekaan (Blunden, 2003). Dari Penelitian yang ada, hanya ada
sejumlah kecil bukti yang menunjukkan bahwa konsumsi makanan atau minuman
yang mengandung timah pada konsentrasi di bawah 200 mg / kg telah
menyebabkan efek gastrointestinal yang merugikan (Blunden, 2003). Efek
gastrointestinal yang merugikan diamati dalam studi klinis terbatas pada
konsentrasi 700 ppm atau lebih, walaupun tidak ada efek gastrointestinal yang
merugikan juga dilaporkan dalam dua studi pada konsentrasi yang lebih tinggi
(Blunden, 2003). Efek gastrointestinal yang terjadi secara langsung biasanya
terjadi dalam satu jam setelah paparan. Hal ini menunjukkan bahwa efek tersebut
mungkin bersifat lokal daripada sistemik mungkin akibat iritasi lokal pada
mukosa saluran pencernaan. Pandangan ini akan didukung oleh indikasi iritasi
mukosa yang terlihat pada pemeriksaan mikroskopik dan jaringan dari saluran
pencernaan dalam penelitian pada hewan (Blunden, 2003).
Efek penggunaan kemasan kaleng pada makanan yaitu terkait karena
adanya dua proses utama yaitu migrasi dan interaksi. Migrasi yang terjadi adanya
transfer dari komponen yang berada di dalam kemasan ke makanan dan
sebaliknya selama penyimpanan ataupun proses. Prosesnya interaksi yang terjadi
yaitu reaksi secara fisik, kimia, dan mikrobiologis antara makanan dengan
permukaan kemasan kaleng bergantung pada komposisi kimianya, proses,
perawatan, dan bahan kemasan kaleng. Interaksi logam dan makanan dapat
menyebabkan korosi, terbentuknya logam, perforasi, perubahan warna, dan
kerusakan produk (Peter and Ulrich 2007).
Sifat bioavailibilitas dari timah dapat berpotensi menjadikan timah tersebut
beracun dalam makanan dan bergantung pada beberapa faktor seperti jumlah
makanan yang tertelan, pH, keadaan oksidasi, luasnya kompleksasi atau adsorpsi
serta kelarutan. Timah bukan diserap setelah tertelan dan respon toksiknya yang
mungkin terjadi yaitu iritasi pada saluran pencernaan, dan tidak secara sistemik
dapat menimbulkan keracunan (Addam dan Happiness 2010).
DAFTAR PUSTAKA

Adams IU, Happiness IU. 2010. Quantitative specification of potentially toxic


metals in expired canned tomatoes found in village markets. Nature and
Science. 8(4): 54-58.

Bakhori A. 2017. Tinjauan aspek korosi pada makanan dalam kemasan kaleng.
Jurnal Ilmiah Fakultas Teknik UISU. 2(1): 12-18.

Barak S. 2018. Packaging of Beverages. Beverages: Processing and Technology.


New Delhi (IND): Scientific Publishers. p 282

Bernardo PEM, Dos Santos JLC, Costa NG. 2005. Influence of the lacquer and
end lining compound on the shelf life of the steel beverage can. Prog Org
Coat. 54(1):34–42

Blunden Steve, Wallace Tony .2003. Tin in canned food: a review and
understanding of occurrence and effect. Food and Chemical Toxicology
journal. Elsevier, pp 1651–1662.

Calderon JA, Buitrago CP. 2007. Assesment of the sustainability of lacquered


tinplate cans to corrosion in different solutions using electrochemical
method. Rev Fac Ing Univ Antiquioa. 42: 30-37.

Gayoum NA, Rahman A. 2015. Tin-plate corrosion in canned foods. Journal of


Global Biosciences. 4(7): 2966-2971.

Goff HD, Hartel RW. 2013. Ice cream. Berlin (UK): Springer.
Kim Y, Welt BA, Talcott ST. 2011. The impact of packaging materials on the
antioxidant phytochemical stability of aqueous infusions of green tea
(Camellia sinensis) and yaupon holly (Ilex vomitoria) during cold storage.
J Agric Food Chem. 59(9): 4676–4683

Madegowda, M, Gowramma RV, Eipeson WE, Sastry LVL. 2006. Internal


corrosion of tin plate container in canned mango. Journal of The Science
of Food and Agricullture. 26(6): 121-132.

Mallick AK, Srinivasa Gopal TK, Ravishankar CN, Vijayan PK. 2006. Polymer
coated tin free steel cans for thermal processing of fish. Fish Technol.
43(1): 47–58.

Peter KTO, Ulrich N. 2007. International Life Sciences Institute Report,


Packaging Materials. UE: ILSI.

Robertson GL. 2013. Food Packaging: Principles and Practice. Boca Raton
(US): CRC Press

Sabikhi L, Khetra Y, Raju PN. 2018. Processing and Packaging of Dairy-Based


Products. In: Mohan CO, Carvajal-Millan E, Ravishankar CN, Haghi AK
(eds) Food Process Engineering and Quality Assurance. Boca Raton (US):
CRC Press. pp 311–375.

Anda mungkin juga menyukai