Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENGEMASAN

DOUBLE SEAMER PADA KALENG

Kelompok 6
Nidya Elvira (1411105038)
Ni Made Inten Kusuma Dewi (1411105039)
Ferdinandus Otniel Sahilatua (1411105040)
Dewa Gede Eka Prayoga (1411105041)
Praniti Radya Andana Ilma (1411105042)
Putu Eka Ditya Mahendra (1411106043)
Aditya Yusril Hidayat (1411105044)

Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan


Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Udayana
2016
I. Pendahuluan
Kaleng adalah lembaran baja yang disalut atau dilapisi dengan timah, dan bagi
kebanyakan masyarakat awam, kaleng sering diartikan sebagai tempat penyimpanan
atau wadah yang terbuatdari logam dan digunakan untuk mengemas makanan,
minuman, atau produk lain. Bentuk kemasan dari bahan logam yang digunakan untuk
bahan pangan yaitu bentuk kaleng tinplate, kaleng alumunium, dan bentuk alumunium
foil. Kaleng tinplate banyak digunakan dalam industri makanan dan komponen utama
untuk tutup botol atau jars. Kaleng alumunium banyak digunakan dalam industri
minuman. Alumunium foil banyak digunakan sebagai bagian dari kemasan bentuk
kantong bersama-sama/dilaminasi dengan berbagai jenisplastik, dan banyak digunakan
oleh industri makanan ringan, susu bubuk dan sebagainya.
Wadah kaleng umumnya terbuat dari plat timah (tin plate). Plat timah (tin
plate) adalah bahan yang digunakan untuk membuat kemasan kaleng, terdiri dari
lembaran baja dengan pelapis timah. Plat timah ini berupa lembaran atau gulungan baja
berkarbon rendah dengan ketebalan 0.15-0.5 mm dan kandungan timah putih berkisar
antara 1.0-1.25% dari berat kaleng. Namun dalam perkembangannya, terdapat beberapa
jenis kaleng, yaitu kaleng baja bebas timah (tin-free steel), kaleng 3 lapis (three pieces
cans), serta kaleng lapis ganda (two pieces cans).
Kaleng yang terbuat dari timah perlu diberi pelapis tambahan agar tidak
langsung bersentuhan dengan produk pangan yang dikalengkan, maka kaleng plat timah
harus diberi pelapis yang disebut dengan enamel, karena interaksi antara bahan
pangan dengan kemasan ini dapat menimbulkan korosi yang menghasilkan
warna serta flavor yang tidak diinginkan, seperti terbentuknya warna hitam yang
disebabkan oleh reaksi antara besi atau timah dengan sulfida pada makanan berasam
rendah (berprotein tinggi), serta pemucatan pigmen merah dari sayuran dan buah-
buahan seperti bit atau anggur karena reaksi dengan baja, timah atau aluminium.
Berdasarkan komposisi lapisan kaleng, cara melapisi dan komposisi baja
penyusun kaleng, maka kaleng dibedakan atas beberapa tipe. Kaleng Tipe L = Low
Metalloids adalah kaleng yang mempunyai daya korosif rendah, sehingga dapat
digunakan untuk makanan yang berasam tingi. Kaleng tipe MR (Medium Residual) dan
tipe MC (Medium Metalloids Cold Reduces) adalah kaleng yang mempunyai daya
korosif rendah sehingga digunakan untuk makanan berasam rendah. Kaleng dengan
lapisan timah yang tebal digunakan untuk makanan dengan daya korosif yang tinggi.
II. Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk:
a. Mengetahui persentase overlap pada kaleng sarden ABC
b. Mengetahui metode perhitungan overlap pada kaleng sarden ABC

III. Tinjauan Pustaka


1. Pengemasan
Pengemasan adalah suatu proses pembungkusan, pewadahan atau pengepakan
suatu produk dengan menggunakan bahan tertentu sehingga produk yang ada di
dalamnya bisa tertampung dan terlindungi. Sedangkan kemasan produk adalah
bagian pembungkus dari suatu produk yang ada di dalamnya. Pengemasan ini
merupakan salah satu cara untuk mengawetkan atau memperpanjang umur dari
produk-produk pangan atau makanan yang terdapat didalamnya.
Teknologi Pengemasan terus berkembang dari waktu ke waktu dari mulai
proses pengemasan yang sederhana atau tradisional dengan menggunakan bahan-
bahan alami seperti dedaunan atau anyaman bambu sampai teknologi modern seperti
saat ini. Dalam teknologi pengemasan modern misalnya jaman dulu orang membuat
tempe di bungkus dengan daun pisang atau daun jati, membungkus gula aren dengan
daun kelapa atau daun pisang kering. Teknologi pengemasan yang semakin maju
dan modern telah hampir meniadakan penggunaan bahan pengemas tradisional.
diantara contoh-contoh pengemasan modern diantaranya menggunakan bahan
plastik, kaleng/logam, kertas komposit, dan lain sebagainya.
2. Kemasan Kaleng
Kaleng disini adalah wadah yang terbuat dari lembaran baja tipis, yang
kedua permukaannya dilapisi timah putih (tin). Lembaran baja itu biasanya disebut
“tin plate”. Lapisan timah putih itu bersama-sama dengan lapisan-lapisan timah lain
yang ditambahkan kemudian disebut lacquer atau coating yang berfungsi
melindungi kaleng dari karat dan akibat lain yang dapat merusak kaleng selama
masa penyimpanan. Tutup kaleng dibuat dengan lekukan-lekukan (parit) melingkar
yang disebut expansion ring yang berguna untuk mengurangi kemungkinan
kerusakan kaleng karena pengembangan pada waktu sterilisasi. Logam ini
mempunyai daya tahan yang bagus terhadap panas, dingin, maupun kelembaban.
Kaleng dari plat timah dibuat dari baja yang dilapisi dengan timah putih (Sn) yang
tipis dengan kadar timah tidak lebih dari 1,0-1,25% dari berat kaleng. Untuk
mencegah timbulnya reaksi yang mungkin menyebabkan korosi (kebocoran) maka
bagian dalam kaleng seringkali dilapisi dengan bahan pelapis dengan pelindung
tertentu yang sesuai. Lapisan ini dapat berupa epoxy resin, epoxy ester oleo risin,
phenolic, vinil, dan lain-lain yang tidak mempengaruhi rasa dan bau.
Kemasan kaleng yang lain, yaitu lembaran aluminium pada umumnya
digunakan pada industri minuman karena sifatnya yang lebih ringan dan daya
korosif oleh udara yang rendah namun lapisan dalam aluminiumpun selalu dilapisi
oleh lapisan pelindung tertentu.
Persyaratan yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut:
a. Permukaan dalam dan luar wadahnya harus tahan terhadap reaksi yang
menimbulkan karat selama kondisi penyimpanan, distribusi, dan penjualan;
b. Kaleng harus mampu melindungi isinya terhadap kontaminasi mikroorganisme
dan substansi lainnya;
c. Permukaan bagian dalam kaleng harus tidak bereaksi dengan isi agar tidak
menurunkan mutu isinya maupun merusak wadahnya;
d. Kaleng harus cukup kuat menahan tekanan mekanis dan panas yang diterima
selama proses pengalengan berlangsung;
e. Kaleng harus mudah dibuka;
f. Kaleng harus cukup murah yang memungkinkan pemakaiannya untuk
menghasilkan produk perikanan yang harganya murah;
g. Kaleng harus mempunyai bentuk yang menarik, praktis dan sesuai dengan
produk yang dikalengkan (tergantung dari jenis produk yang dikalengkan dan
mesin pembuat kaleng) (Moelyanto, 1992).
3. Overlap Kaleng
Menurut Susanto (1993) penutupan kaleng yang baik adalah bila % overlap
mencapai lebih dari 70%. Menurut Buckle et al (1987), % overlap minimum adalah
sebesar 45%. Cara menghitung % overlap adalah sebagai berikut:

Dimana :
BH = panjang lipatan badan kaleng (body hook)
CH = panjang lipatan tutup kaleng (cover hook)
L = panjang sambungan (seam length)
EPT = ketebalan penutup (end plate thickness)
BPT = ketebalan badan kaleng (body plate thickness)
4. Kerusakan Kaleng
Menurut Susanto (1993) kerusakan-kerusakan yang terjadi pada makanan
kaleng dapat dikelompokkan menjadi:
A. Kerusakan mekanis
Pengisian yang terlalu banyak dalam wadah (pada suhu kamar) mengakibatkan
pengembangan bahan dan udara pada saat pengolahan sehingga tidak tertampung oleh
head space kemudian kaleng akan menggembung (physical swell).
B. Kerusakan khemis
Jenis kerusakan khemis dari makanan kaleng dapat dilihat dari mencembungnya kaleng
(swelling) yang disebabkan adanya gas hidrogen. Gas ini terjadi sebagai reaksi antara
asam dari bahan makanan dan komponen kaleng. Kerusakan lainnya dapat ditunjukkan
dengan adanya :
1) pemucatan warna kaleng bagian atas
2) pemucatan warna makanan
3) penyimpanan aroma dan rasa makanan
4) keruhnya medium makanan
5) korosi atau pengkaratan maupun lubang-lubang kecil dari badan kaleng
6) penurunan nilai gizi makanan
C. Kerusakan mikrobiologis
Keruakan kaleng pada umumnya dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang
dapat mempertahankan diri dari pemanasan maupun mikroorganisme yang masuk ke
dalam kaleng karena adanya bagian kaleng yang retak atau sambungan kaleng yang
lepas. Kaleng-kaleng yang isinya mengalami kebusukan dapat digolongkan dalam “flat
sour” karena kalengnya tidak cembung akan tetapi sangat asam. Hal ini disebabkan oleh
terbentuknya asam oleh bakteri-bakteri seperti Bacillus stearothermophopillus atau
Bacillus coagulans.
5. Double Seaming
Double seam yang dihasilkan dalam proses penutupan kaleng, harus dapat
menjaga isi yang dikandungnya terutama makanan, minuman, minyak dan lain-lain.
Maka dari itu seam tersebut harus tahan terhadap tekanan-tekanan, baik dari luar
maupun dari dalam. Selain itu, double seam memang harus cukup kuat menahan
kemungkinan adanya pengaruh selama perjalanan, pengiriman, proses dan
penyimpanan (Anonim, 1987).
Istilah double seam sendiri berasal dari dua langkah yang diperlukan untuk
menghasilkannya, yaitu first operation dan second operation (Anonymous, 1987).
Gambar berikut menunjukkan cara mesin seamer dalam menghasilkan double seam.

Pada prakteknya, ada 2 sistem pemeriksaan double seam yaitu optical system
dan micrometer measurement system. Selanjutnya, pada masing-masing sistem
tersebut dilakukan dua pengukuran yaitu pengukuran esensial dan opsional.
Optical system merupakan pemerikasaan dilakukan dengan menggunakan
seam scope atau seam projector, untuk pengukuran yang esensial dilakukan pada
body hook, overlap dan tightness (observasi terhadap keriput yang terjadi pada
lining compound) dan pengukuran opsional dilakukan pada width, cover hook,
counter sink dan thickness. Micrometer measurement system merupakan pengukuran
yang esensial dilakukan pada cover hook, body hook, width dan tightness.
Sedangkan pengukuran yang sifatnya opsional dilakukan pada pengukuran overlap
(dengan perhitungan rumus), counter sink dan thickness (Lopez, 1981). Pada
beberapa industri dilakukan juga pemeriksaan tear-down dengan frekuensi minimum
kurang dari 2 jam dari setiap mesin penutup double seam. Dengan pemeriksaan ini
akan diketahui dengan pasti mengenai tingkat kerapatan, juncture, droop dan
bodyhook (Lopez, 1981). Pemeriksaan ukuran terhadap kaleng yang dilakukan
adalah pada bagian- bagian seperti tertera pada berikut.
Selama produksi mutlak diperlukan pengamatan secara ketat dan teratur
terhadap hasil seaming. Perubahan-perubahan yang menyimpang dari ukuran-ukuran
standar menunjukkan adanya kelainan pada perlengkapan mesin produksi yang
harus segera diatasi. Ukuran yang diperiksa adalah tightness (kerapatan), overlap,
cover hook dan body hook. Alat yang digunakan untuk mengukur seam thickness
dan seam width adalah seam micrometer (Anonim, 1987). Pengukuran dalam (tear
down examination) dilakukan untuk mengetahui secara pasti besarnya cover hook,
body hook dan panjang overlap. Beberapa alat sengaja dibuat untuk tujuan ini antara
lain seam proyector dan seam scope. Cara yang paling murah dan mudah didapatkan
adalah menggunakan gergaji halus dan lensa berskala. Ukuran-ukuran ini dinyatakan
dalam inch atau milimeter (Anonim, 1987). Seam yang baik hanya dapat dijamin
bila tingkat kerapatan, juncture dan overlap berada dalam batas-batas yang diijinkan.
Ukuran-ukuran dalam setting mesin dipakai sebagai pedoman, sedang dalam
keadaan biasa perlu diperhatikan juga pengaruh dari bahan (Anonim, 1987).

IV. Bahan dan Alat


A. Bahan :
 Kaleng sarden
B. Alat :
 Jangka sorong
 Gunting logam
 Mikrometer skrup
V. Prosedur Kerja
1. Dipotong kaleng pada bagian sambungan antara tutup dan badan kaleng
2. Diukur bagian-bagian sambungan dengan jangka sorong
3. Untuk tebal tutup (EPT) dan tebal badan kaleng (BPT) diukur dengan micrometer
skrup
4. Dihitung nilai overlapnya

Diagram Alir:
Dipotong kaleng pada bagian sambungan antara tutup dan badan
kaleng

Diukur bagian-bagian sambungan dengan jangka sorong

Untuk tebal tutup (EPT) dan tebal badan kaleng (BPT) diukur dengan micrometer skrup

Dihitung nilai overlapnya

VI. Hasil dan Pembahasan


BPT (Body Plate Thickness) = 0,13 mm
EPT (End Platen Thickness) = 0,08 mm
L (Seam Length) = 0,27 cm = 2,7 mm
BH (Body Hook) = 0,19 cm = 1,9 mm
CH (Cover Hook) = 0,17 cm = 1,7 mm

Pada praktikum menentukan persentase overlap pada kaleng, tahap pertama


adalah dengan memotong kaleng sarden ABC berukuran 155 gr pada bagian
sambungan antara tutup dan badan kaleng. Pemotongan kaleng dilakukan dengan
menggunakan gunting logam. Selanjutnya, bagian-bagian sambungan diukur dengan
menggunakan jangka sorong. Panjang lipatan badan kaleng (BH, body hook), panjang
lipatan tutup kaleng (CH, cover hook), panjang sambungan (L, seam length), serta
seam thickness diukur menggunakan jangka sorong sedangkan tebal tutup (EPT, end
plate thickness) dan ketebalan badan kaleng (BPT, body plate thickness) diukur
menggunakan mikrometer sekrup.

Gambar 1: Skema sambungan ganda pada kaleng


Dari hasil pengukuran, dapat diketahui bahwa lipatan badan kaleng (BH)
memiliki ukuran 1,9 mm, lipatan tutup kaleng (CH) memiliki ukuran 1,7 mm, panjang
sambungan (L) memiliki ukuran 2,7 mm, penutup kaleng memiliki ketebalan (EPT) 0,8
mm, serta badan kaleng memiliki ketebalan 1,3 mm. Hasil pengukuran ini kemudian
dijadikan data untuk dilakukan perhitungan overlap, dan hasil perhitungan
menunjukkan persentase overlap sebesar 40,66%. Standar overlap pada kaleng produk
pangan minimal 45% agar tidak mudah terjadi kebocoran dalam proses penditribusian
dan penyimpanan. Overlap yang tidak mencapai batas minimal akan terjadi resiko
kerusakan jauh lebih cepat dari yang diharapkan. Sambungan yang kurang dari batas
minimal akan menyebabkan kebocoran serta mudahnya masuk mikroba ke dalam bahan
pangan walaupun bahan pangan sudah disimpan rapi. Pengukuran yang dilakukan
praktikkan berada pada nilai lebih dari 40% namun masih kurang dari 45% sehingga
kaleng sarden ini harus ditingkatkan kualitasnya hingga bisa melebihi 45% dalam
proses perhitungan overlap. Perhitungan overlap sangat berguna bagi perusahaan dan
konsumen agara produk kalengan terjaga sanitasinya serta masyarakat tidak khawatir
dalam mengonsumsi ikan dalam kaleng. Overlap pada kaleng ini perlu dilakukan
peninjauan ulang agar hasil yang didapat akurat.
VII. Kesimpulan
Penentuan overlap pada kaleng harus mengetahui ukuran-ukuran dari kaleng
yang dibuat seperti BPT (Body Plate Thickness), EPT (End Platen Thickness), L
(Seam Length), BH (Body Hook), dana CH (Cover Hook). Kaleng sarden ABC yang
diukur overlapnya sebesar 40,66% masih belum memenuhi syarat minimal overlap
kaleng yang sesungguhnya harus lebih besar dari batas minimum (45%). Perhitungan
overlap pada kaleng dapat menggunakan angka-angka saat ini dengan rumus yang
sederhana namun penerapannya banyak dipakai oleh perusahaan pangan dengan
kemasan kaleng.
Daftar Pustaka
Anonimous. 1987. Panduan Double Seaming. United Can Company. Jakarta: Jembatan Lima
11.
Anonimous. 2016. Tinpus double seaming kaleng. Terdapat pada
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/11773/C05tmn.pdf;jsessionid=8
7235AC66BECBEE3AC15297033EC5D3E?sequence=2. diakses pada 20 April 2016.
Jefri, Muhammad dkk. 2013. Makalah Teknik Pengemasan Hasil Pertanian.
UniversitasSyiah Kuala Darusssalam. Banda Aceh.
Moeljanto. 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Jakarta:Penebar Swadaya.
Susanto, Tri. 1993. Pengantar Pengolahan Hasil Pertanian. Malang : Fakultas Pertanian
Universitas Brawijaya.
Lampiran

Gambar 2. Kaleng Sarden ABC yang diuji double seamer-nya

Gambar 3. Pengukuran salah satu bagian kaleng menggunakan jangka sorong

Gambar 4. Angka yang muncul pada jangka sorong saat proses pengukuran

Anda mungkin juga menyukai