Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PRATIKUM SATUAN OPERASI

SORTASI DAN GRADING

KELOMPOK 7
SANDRA SEKARSARI 1411105035
I GEDE ARIE MAHENDRA PUTRA 1411105036
ALMADEA SELA GRACIA GINTING 1411105037
NIDYA ELVIRA 1411105038
NI MADE INTEN KUSUMA DEWI 1411105039
FERDINANDUS OTNIEL SAHILATUA 1411105040

JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2015
I. Pendahuluan
Sortasi merupakan kegiatan dalam penanganan pasca panen yang
bertujuan untuk memisahkan bahan utama (produk utama) dengan
bahan pengotor (iosses) atau yang sering disebut dengan kegiatan
operasi pemisahan. Pemilihan atau sortasi adalah pemisahan bahan
baku ke dalam kategori-kategori yang berbeda karakteristik fisiknya
seperti ukuran,bentuk, dan warna.
Sortasi buah meliputi kegiatan pemilahan fraksi berdasarkan
karakteristik fisik (kadar air, bentuk ukuran berat, jenis, tekstur,
warna, benda asing/kotoran), kimia (komposisi bahan bau dan rasa
ketengikan) dan kondisi biologisnya (jenis dan kerusakan oleh
serangga jumlah mikroba dan daya tumbuh khusus untuk benih.
Sortasi secara umum bertujuan menentukan klasifikasi komoditas
berdasarkan mutu sejenis yang terdapat dalam komoditas itu sendiri.
Mutu buah ditentukan oleh berbagai parameter diantaranya adalah
parameter tingkat ketuaan dan kematangan (indeks warna) serta
ukuran. (Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem Vol. 1 No.
1, Februari 2013, 1-9)
Proses sortasi adalah metode pemisahan berdasarkan densitas
atau daya apung antara bagian yang dihubungkan dengan bagian yang
tidak diinginkan dari bahan pangan yang dibersihkan
(Wirakartakusumah,1992).
Umumnya sortasi dilakukan dengan dua cara, yaitu manual
(menggunakan indera manusia) dan mekanis (menggunakan alat atau
mesin). Sortasi yang dilakukan secara manual adalah sortasi yang
berdasarkan warna dan kerusakan. Sedangkan yang didasarkan pada
ukuran dan berat biasanya dilakukan secara mekanis. (Jurnal
Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem Vol. 1 No. 1, Februari
2013, 1-9)
Untuk memisahkan bahan-bahan yang telah dihancurkan
berdasarkan keseragaman ukuran partikel-partikel bahan dilakukan
dengan pengayakan dengan menggunakan standar ayakan. Pengayak
(Screen) dengan berbagai desain telah digunakan secara luas pada
proses pemisahan bahan pangan berdasarkan ukuran yang terdapat
pada mesin-mesin sortasi, tetapi pengayak juga digunakan sebagai alat
pembersih,memisahkan kontaminan yang berbeda ukurannya dari
bahan baku (fellow,1998).
Grading adalah proses pemilihan bahan berdasarkan permintaan
konsumen atau berdasarkan nilai komersilnya. Sortasi dan grading
berkaitan erat dengan tingkat selera konsumen suatu produk atau
segmen pasar yang akan dituju dalam pemasaran suatu produk.
Terlebih apabila yang akan dituju adalah segmen pasar tingkat
menengah ke atas dan atau segmen pasar luar negeri. Kegiatan sortasi
dan grading sangat menentukan apakah suatu produk laku pasar atau
tidak. Pada kegiatan grading, penentuan mutu hasil panen biasanya
didasarkan pada kebersihan produk, aspek kesehatan, ukuran, bobot,
warna, bentuk, kematangan, kesegaran, ada atau tidaknya
serangan/kerusakan oleh penyakit, adanya kerusakan oleh serangga
dan luka/lecet oleh factor mekanis.
II. Tujuan Praktikum
1. Untuk mengetahui dan menentukan kualitas salak berdasarkan mutu
fisik, organoleptik serta mengolompokkan salak berdasarkan tingkatan
mutunya
2. Menentukan persentase edible portion tiap jenis salak.
III. Tinjauan Pustaka
Tanaman salak merupakan salah satu tanaman buah yang disukai
dan mempunyai prospek baik untuk diusahakan. Daerah asal nya tidak
jelas, tetapi diduga dari Thailand, Malaysia dan Indonesia. Ada pula yang
mengatakan bahwa tanaman salak(Salacca zallaca) berasal dari Pulau
Jawa. Pada masa penjajahan biji-biji salak dibawa oleh para saudagar
hingga menyebar ke seluruh Indonesia, bahkan sampai ke Filipina,
Malaysia, Brunei dan Muangthai.
Salak (Salacca edulis) adalah tanaman asli Indonesia, termasuk
famili Palmae serumpun dengan kelapa, kelapa sawit, aren (enau), palem,
pakis yang bercabang rendah dan tegak (A.G. Prasetyo, dan Deny, W.,
2007). Buah Salak terdiri dari tiga bagian, yaitu kulit luar, kulit dalam,
daging buah dan biji. Tekstur kulit buahnya bergerigi menyerupai kulit
ular sehingga dikenal juga dengan snakefruit. Tekstur ini yang
menyebabkan kulit salak memiliki nilai seni yang cukup tinggi (Muthi’ah,
2007).
Buah salak dipanen dengan cara memotong tangkai tandan dengan
menggunakan sabit, pisau yang tajam atau gergaji. Buah salak termasuk
buah non klimaterik sehingga hanya dapat dipanen jika benar-benar telah
matang di pohon, yang ditandai dengan sisik yang telah jarang, warna kulit
buah merah kehitaman atau kuning tua, bulu-bulu di kulit telah hilang, bila
dipetik mudah terlepas dari tangkai dan beraroma salak. Panen dilakukan
dalam keadaan cuaca kering (tidak hujan) pada pagi hari (pukul 9 – 10
pagi) saat buah sudah tidak berembun.Jika panen dilakukan pada saat
terlalu pagi dan buah masih berembun maka buahakan mudah kotor dan
bila luka sangat rentan terserang penyakit. Bila panen dilakukan pada
siang hari, buah akan mengalami penguapan sehingga susut lebih banyak,
sedangkan bila pada sore hari dapat berakibat lamanya waktu menunggu,
kecuali harus bekerja pada malam hari (Sabari, 1983, diacu dalam
Mohamad, 1990.
Salak dipanen saat berumur 5 – 6 bulan umur bunga. Untuk salak
pondoh, panen raya terjadi pada periode November – Januari,masa panen
sedang terjadi pada Mei – Juli, masa panen kecil pada periode Februari –
April, dan masa istirahat (kosong) terjadi pada periode Agustus – Oktober.
Buah yang masih dapat dipanen pada masa istirahat disebut buah slandren
(Arief, 2003). Buah salak pondoh sebenarnya dapat dipanen sebelum
berumur 5 bulan (umur bunga) karena rasanya sudahmanis dan tidak sepat
meski masih muda, namun akan diperoleh buah berukuran kecil dan
beraroma lemah karena komponen penyusun aroma buah salak belum
terbentuk optimal (Suhardjo etal.,1995).
Pada salak bali panen raya berlangsung dari bulan Desember
hingga Maret, masa panen kecil yang disebut Gadu terjadi pada periode
Juli – Agustus (Damayanti, 1999). Salak bali disarankan untuk dipanen
pada umur 5 bulan(umur bunga) karena bila dipanen melebihi umur
tersebut terdapat bercak kebiru-biruan pada daging buah salak bali
(Suhardjoet al.,1995).
Salak sidimpuan biasanya dipanen pada umur bunga 5.5 bulan.
Salak diangkut menggunakan kereta sorong (beko) maupun kuda menuju
tempat pengumpulan (Napitupulu et al., 2001). Salak condet dipanen
mulai umur bunga 5 bulan karena pada umur tersebut salak condet
memiliki kadar gula tertinggi. Kadar gula ini akan menurun pada umur 6
bulan dan disertai dengan penurunan kadar asam dan kadar tanin
(Suhardjo et al.,1995).
Buah salak yang dipanen dimasukkan ke dalam keranjang bambu
atau peti kayu yang diberi alas daun-daunan. Beberapa petani maju
menggunakan peti plastik jenis HDPE (high density polyethylene) untuk
membawa salak dari kebun ke kios atau toko yang sekaligus sebagai
tempat pengumpulan dan pengemasan. Buah salak diletakkan di tempat
yang teduh, sepertidi bawah pohon atau naungan, untuk melindungi dari
sengatan matahari yang dapat meningkatkan suhu buah salak sehingga
mempercepat kerusakan (Suhardjoet al.,1995). Kebersihan salak
berpengaruh terhadap masa simpan buah salak. Tandan salak sering
diletakkan dekat dengan permukaan tanah sehingga kotoran dapat
menempel pada buah salak dan menyebabkan binatang-binatang kecil
yang menyukai tempat lembab sering bersembunyi di antarabuah dalam
tandan. Pembersihan buah salak dilakukan dengan menyikat buah
menggunakan sikat ijuk atau plastik dengan gerakan searah susunan sisik
(Suhardjo et al.,1995) sehingga buah salak bersih dari kotoran dan sisa-
sisa duri. Bersamaan dengan pembersihan dapat dilakukansortasi dan
penggolongan (grading).
Standar mutu salak Indonesia tercantum pada SNI 01– 3167 –
1992. Salak dibagi atas 2 (dua) kelas mutu, yaitu mutu I dan mutu II
(Tabel 2). Ukuran berat dibagi atas ukuran besar untuk salak yang ber
bobot 61 gram atau lebih per buah, ukuran sedang berbobot 33 – 60 gram/
buah, dan ukuran kecil berbobot 32 gram atau kurang per buah.
Tabel . Kelas mutu salak berdasarkan SNI 01–3167–1992
Tingkat Mutu I Mutu II
Ketuaan Seragam tua Kurang seragam
Kekerasan keras keras
Kerusakan Kulit buah utuh Kulit buah kurang utuh
Ukuran Seragam seragam
Busuk (bobot/bobot) 1% 1%
Kotoran Bebas Bebas

IV. Bahan Dan Alat


Bahan yang digunakan pada praktikum sortasi dan grading ini adalah salak,
dan alat yang digunakan untuk mendukung proses praktikum adalah
baskom, pisau, timbangan digital.
V. Prosedur Kerja
Tahapan kerja sortasi dan grading bahan pangan dilakukan sebagai
berikut :
1. Sortasi
a. Dilakukan pemisahan /pengelompokan terhadap buah salak
berdasarkan tingkat kerusakannya dan bahan pencermaran lainnya.
b. Salak yang sudah dikelompokan lalu ditentukan jenis kerusakan
dan bahan pencermarannya.
2. Grading
a. Dilakukan pengamatan terhadap masing-masing kelompok salak
tersebut berdasarkan kesegaran,warna,bentuk,ukuran dan cacat
fisik
b. Salak yang sudah di amati dikelompokan berdasarkan tingkatan
mutunya.
3. Penentuan Edible Portion
a. Salak ditimbang menggunakan timbangan.
b. Bagian salak yang tidak dapat dimakan dipisahkan.
c. Setelah dipisahkan bagian yang dapat dimakan ditimbang.
d. % edible portion ditentukan berdasarkan ratio bahan yang dapat
dimakan / berat awal x100%
e. Hasil pengamatan dicatat dalam tabel data hasil pengamatan.
VI. Hasil Dan Pembahasan
Sortasi
Jenis Bahan Pangan
Jenis Cemaran Jenis Kerusakan
Salak Kotoran,serabut putih, jerami dan tanah Busuk, berair dan aroma tidak sedap

Jenis Bahan Grading


Pangan
(Salak) Kesegaran Berat Cacat Fisik Bentuk Tekstur Warna Aroma
Tidak ada Coklat
Mutu I 98% 40-60gr Normal Keras Khas salak
cacat kekuningan
Kulit Sedikit
Mutu II 80% (+-) 40gr Sedikit lembek Agak hitam Khas salak
terkelupas menyimpang
Tidak Khas salak
Berair dan Lembek dan
Mutu III <50% bergantung Busuk Hitam pucat naum ada bau
busuk busuk
pada berat busuk

No Jenis Bahan Pangan % Edible Portion


1 Salak 74,7%
Pada proses sortasi bahan pangan (komoditi salak) , dari ke-12 buah salak
tersebut yang sudah digolongkan dan diklasifikasikan sementara, didapati
beberapa cemaran seperti kotoran berupa serabut putih seperti jerami dan tanah
yang masih menempel pada kulit buah, seperti yang diketahui cemaran adalah
terdapatnya benda-benda asing (bahan biologi, kimia atau fisik) yang tidak
dikehendaki dari suatu produk atau benda dan peralatan yang digunakan dalam
produksi (BPOM.2012).
Pada proses grading 12 buah salak, buah salak dikelompokan
atau diklasifikasikan berdasarkan mutunya menjadi Mutu I, Mutu II
dan Mutu III. Klasifikasi dan pengelompokan buah salak berdasarkan
mutu dilakukan secara organoleptik dengan menggunakan panca
indera. Buah salak yang digolongkan didalam Mutu I memiliki
kesegaran 98% keatas dengan berat 40-60gram, tidak memiliki cacat
fisik, berbentuk normal, tekstur keras , berwarna cokelat kekuningan
dan memiliki aroma khas salak yang matang.
Buah salak yang digolongkan ke dalam Mutu II memiliki
kesegaran kurang lebih 80% dengan berat kira-kira 40gr, memiliki
cacat fisik seperti kulit buah terkelupas sedikit, namun tidak ada
daerah yang busuk pada buah, bentuk buah mendekati normal (ada
buah yang berbentuk sedikit menyimpang), tekstur dari buah salak
Mutu II keras menyerupai Mutu I namun ada daerah yang sedikit
lembek, berwarna agak hitam dan beraroma khas salak namun tidak
semenarik aroma khas salak pada Mutu I. Sedangkan pada Mutu III
pengelompokannya tidak bergantung pada berat, kesegaran buah
<50% , terdapat cacat fisik berupa busuk (daerah berair) pada buah
dan ada cemaran berupa serabut putih dan bau tanah (tanah yang
menempel pada kulit buah salak) , bentuk buah normal namun hampir
kelihatan tidak normal karena berair dan busuk dengan tekstur yang
lembek , berwarna hitam pucat dan beraorma busuk.
Setelah dilakukan proses sortasi dan grading pada buah salak,
dilakukan penentuan edible portion. Edible portion ditentukan
berdasarkan rasio bahan yang dapat dimakan dibagi dengan berat awal

9
bahan dikalikan 100%. Pada praktikum kali ini edible portion salah
satu buah salak pada mutu I yakni 74,7% . Dengan perhitungan
sebagai berikut :
Rasio salak yang dapat dimakan
% Edible Portion= x 100 %=74,7 %
Berat awal salak

VII. Kesimpulan
Dari praktikum sortasi dan grading dapat disimpulkan bahwa 12
buah salak tersebut terdapat cemaran seperti serabut putih, jerami dan
tanah yang menempel pada kulit buah (proses sortasi) lalu
diklasifikasikan menjadi 3 Mutu yakni 3 buah salak dalam Mutu I , 4
buah salak Mutu II, dan 5 buah salak Mutu III (proses grading), serta
edible portion yang didapat pada salah satu buah salah pada Mutu I
yakni sebesar 74,7%.

10
Daftar Pustaka

Arga Anugrahandy*, Bambang Dwi Argo, Bambang Susilo . 2013.Jurnal


Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem Vol. 1 No. 1, Februari 2013, 1-
9. Malang:Universitas Brawijaya.
Arianingrun,Retno & Hendri Zulfi. 2010. Jurnal Penerapan Teknologi
Pemanfaatan Kulit Salak Pada Produk Keramik Guna Peningkatan Usaha
Kerajinan Keramik Di Kecamatan Jetis, Kabupaten Bantul. Yogyakarta :
Universitas Yogyakarta.
Hilda Mei Yeni Harahap,Eva Sartini Bayu,Luthfi A. M. Siregar.2013. Identifikasi
Karakter Morfologis Salak Sumatera Utara (Salacca Sumatrana Becc.) Di
Beberapa Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan. Jurnal Online
Agroekoteknologi Vol.1, No.3,Juni 2013 ISSN No. 2337-6597.
Immacullata,Wiadnyani Sri A.A.I , Widarta Rai . 2013. Penuntun Praktikum
Satuan Operasi. Bali: Universitas Udayana,Fakultas Teknologi
Pertanian,Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan.

11
Lampiran

MUTU I MUTU II

MUTU III SORTASI

12
LAPORAN PRATIKUM SATUAN OPERASI

PENGECILAN UKURAN

KELOMPOK 7
SANDRA SEKARSARI 1411105035
I GEDE ARIE MAHENDRA PUTRA 1411105036
ALMADEA SELA GRACIA GINTING 1411105037
NIDYA ELVIRA 1411105038
NI MADE INTEN KUSUMA DEWI 1411105039
FERDINANDUS OTNIEL SAHILATUA 1411105040

JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2015

13
I. Pendahuluan
Pengecilan ukuran merupakan salah satu proses dalam industri
pengolahan bahan pertanian. Bahan mentah sering berukuran lebih besar
daripada kebutuhan, sehingga ukuran bahan ini harus diperkecil. Operasi
pengecilan ukuran dibagi menjadi dua, tergantung apakah bahan dasar
tersebut bahan cair atau padat. Pengecilan ukuran dapat dilakukan dengan
berbagai peralatan industri. Setiap alat ini mempunyai cara kerja masing-
masing dan menghasilkan produk dengan ukuran tertentu.
Pengecilan ukuran dapat diartikan juga sebagai suatu bentuk proses
penghancuran dari pemotongan bentuk padatan menjadi bentuk yang lebih
kecil oleh gaya mekanik. Terdapat empat cara yang diterapkan pada
mesin-mesin pengecilan ukuran, yaitu (1) kompresi, pengecilan ukuran
dengan tekstur yang keras; (2) impact atau pukulan, digunakan untuk
bahan padatan dengan tekstur kasar; (3) attrition, digunakan untuk
menghasilkan produk dengan tekstur halus dan; (4) cutting, digunakan
untuk menghasilkan produk dengan ukuran dan bentuk tertentu (Mc. Cabe,
et. al.,1976).
Menurut Brennan et. al. (1974), pengecilan ukuran bertujuan untuk :
1. Membantu proses ekstraksi
2. Memperkecil bahan sampai dengan ukuran tertentu untuk maksud
tertentu
3. Memperbesar luas permukaan bahan untuk proses lebih lanjut
4. Membantu proses pencampuran
Menurut Henderson dan Perry (1982), pada prinsipnya pengecilan
ukuran diklasifikasikan menurut produk akhir yang dihasilkan. Yang
pertama adalah pengecilan ukuran ekstrim yaitu merubah dimensi ukuran
bahan secara signifikan, misalnya penggilingan dan penggerusan. Kedua
adalah pengecilan bahan yang menghasilkan ukuran produk yang masih
berdimensi besar atau nisbah produk akhir dengan awalnya tidak terlalu
signifikan, misalnya pada proses pemotongan dan pengemasan.

14
II. Tujuan
1. Untuk mempelajari teknik pengecilan ukuran bahan yang meliputi proses
penggilingan dan proses pengayakan.
2. Untuk menghitung presentase (%) rendemen dari bahan yang mengalami
perlakuan penggilingan dan pengayakan.

III. Tinjauan Pustaka


3.1 Kacang Hijau
Klasifikasi kacang hijau, yaitu:
 Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
 Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
 Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
 Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
 Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
 Sub Kelas: Rosidae
 Ordo: Fabales
 Famili: Fabaceae (suku polong-polongan)
 Genus: Phaseolus
 Spesies: Phaseolus radiatus L.
Kacang hijau merupakan salah satu bahan makanan populer di indonesia.
Banyak sekali manfaat kacang hijau karena tingginya kandungan protein
nabati dari kacang hijau setelah kacang kedelai dan kacang hijau. Kacang
hijau sangat mudah berkecambah yang biasa kita kenal sebagai tauge.
Kecambah kacang hijau banyak sekali mengandung enzim aktif, salah
satunya adalah enzim amilase yang membantu metabolisme karbohidrat.
Kelebihan dari kacang hijau yaitu walaupun direbus lama (sampai hancur)
khasiat kacang hijau tidak berkurang dan tidak terpengaruh panas. Berbeda
dengan bahan makanan yang lain seperti sayur, buah, dan ramuan tradisional
lainnya yang apabila direbus terlalu lama akan menurunkan khasiat obatnya.
Kandungan gizi yang terdapat dalam 110 gr kacang hijau adalah 345 kalori,
22,2 gr protein, 1,2 gr lemak, vitamin A, vitamin B1, fosfor, zat besi dan
mangan. Selain itu kacang hijau banyak mengandung vitamin dan mineral,

15
serta manfaatnya dapat mengobati penyakit beri-beri dan meningkatkan daya
tahan tubuh. Kacang hijau juga dikonsumsi dalam bentuk kecambah (taoge).
Kecambah kacang hijau mengandung vitamin E yang tidak ditemukan pada
kacang hijau dan kedelai. Bahkan, nilai gizi kecambah kacang hijau lebih
baik daripada nilai gizi biji kacang hijau. Hal ini disebabkan kecambah telah
mengalami proses perombakan makromolekul menjadi mikromolekul
sehingga meningkatkan daya cerna. Selain itu, dengan proses perkecambahan
terjadi pembentukan senyawa tokoferol (vitamin E) (Kasno, 2007).
3.2 Ayakan
Pengayak terbuat dari kawat dengan ukuran lubang tertentu. Istilah mesh
digunakan untuk menyatakan jumlah lubang tiap inci linear (Parrot,1970).
Nomor Ayakan Lubang Ayakan
40 425 µpm
60 250 µpm
80 180 µpm

Salah satu yang harus diperhatikan dalam pengayakan adalah jenis


ayakannya. Berdasarkan gerak pengayak, alat ayakan dibagi menjadi 2 jenis,
yaitu stationary screen dan dynamic screen. Beberapa alat ayakan dynamic
screen, yaitu:
1. Vibrating Scree, permukaannya horizontal dan miring digerakkan
pada frekuensi tinggi (1000-7000 Hz). Satuan kapasitastinggi, dengan
efisiensi pemisahan yang baik, yang digunakan untuk range yang luas
dari ukuran partikel.
2. Occilating Screen, dioperasikan pada frekuensi yang lebih rendah dari
vibrating screen (100-400 Hz) dengan waktu yang lebih lama, lebih
linier dan tajam.
3. Reciprocating Screen, dioperasikan dengan gerakan menggoyang,
pukulan yang panjang (20-200 Hz). Digunakan untuk pemindahan
dengan pemisahan ukuran.
4. Shifting Screen, dioperasikan dengan gerakan dalam bidang
permukaan ayakan. Gerakan aktual dapat berupa putaran ataugerakan
memutar. Digunakan untuk pengayakan material basah atau kering.

16
5. Resolving Screen, ayakan miring berotasi pada kecepatan rendah (910-
20 rpm). Digunakan untuk pengayakan basah darimaterial-material
yang relatif kasar, tetapi memiliki pemindahan yang kasar dengan
vibrating screen.
Hasil dari suatu pengayakan adalah produk dengan ukuran-ukuran
partikel tertentu. Produk dari proses pengayakan ada dua macam,
yaitu:
Ukuran lebih besar daripada ukuran lubang-lubang ayakan
(oversize)
Ukuran yang lebih kecil daripada ukuran lubang-lubang ayakan
(undersize)
Dalam proses industri, biasanya digunakan material yang
berukuran tertentu dan seragam. Untuk memperoleh ukuran
yangseragam, maka perlu dilakukan pengayakan. Pada proses
pengayakan zat padat itu dijatuhkan atau dilemparkan ke
permukaan pengayak. Partikel yang di bawah ukuran atau yang kecil
(undersize), atau halusan (fines), lulus melewati bukaan ayak, sedang
yangdi atas ukuran atau yang besar (oversize), atau buntut (tails) tidak
lulus. Pengayakan lebih lazim dalam keadaan kering (McCabe,1999).

IV. Alat dan Bahan


Bahan:
1. Kacang hijau 50 gram

Alat:
1. Timbangan digital
2. Blender
3. Ayakan 40 mesh, 60 mesh, 80 mesh
4. Aluminium foil

V. Prosedur Kerja
1. Siapkan alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum
2. Ditimbang kacang hijau sebanyak 50 gram

17
3. Dimasukkan ke dalam blender dan di blender selama 3 menit
4. Diayak hasil blender dengan menggunakan ayakan mesh 40, mesh 60,
dan mesh 80
5. Ditimbang kacang hijau hasil ayakan untuk tiap mesh
6. Dicari persen rendemen untuk setiap kacang hijau hasil ayakan
dengan masing-masing mesh
7. Dicatat data hasil pengamatan dalam tael data hasil pengamatan.

VI. Hasil dan Pembahasan

Parameter yang Perlakuan


diamati 40 mesh 60 mesh 80 mesh
Rendemen (%) 80,39 % 64,2% 46,1%

Berdasarkan hasil percobaan didapatkan hasil yang berbeda antara


masing-masing ayakan. Rendemen pada ayakan 40 mesh lebih besar
dibandingkan dengan ayakan 60 mesh dan 80 mesh. Hal itu disebabkan
karena setiap ayakan mempunyai ukuran lubang ayakan yang berbeda-
beda tiap meshnya. Ayakan mesh 40 memiliki ukuran lubang yang lebih
besar dibandingkan dengan ayakan mesh 60 dan 80, sedangkan ayakan
mesh 60 memiliki ukuran lubang yang lebih besar daripada ayakan mesh
40 tetapi lebih kecil daripada mesh 80, dan ayakan mesh 80 memiliki
ukuran lubang yang paling kecil diantara ukuran mesh 40 dan 60. Hal itu
juga disebabkan karena hilangnya beberapa serbuk pada waktu proses
penggilingan yang disebabkan karena tertinggalnya serbuk kacang hijau di
blender, tertinggalnya serbuk kacang hijau di kertas aluminium foil pada
waktu ditimbang ataupun serbuk kacang hijau terbang karena angin.

VII. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dalam laporan pratikum ini, dapat diambil


kesimpulan sebagai berikut:

18
1. Proses pengecilan ukuran dapat dilakukan dengan cara penggilingan
menggunakan blender, setelah itu dilakukan proses pengayakan
dengan ayakan mesh untuk memperoleh ukuran partikel yang lebih
kecil dan halus hingga mendapatkan hasil yang maksimal.
2. Tingkatan jumlah rendemen (%) terkecil dimulai dari ayakan mesh 80,
diikuti ayakan mesh 60, lalu ayakan mesh 40. Hal ini dipengaruhi
oleh ukuran bahan yang berbeda serta pengaruh panas
pengeringannya.

19
DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jenderal Bina Produksi Tanaman Pangan. 2013. Prospek Agribisnis


Kacang Hijau, Jakarta; Direktorat Kacang- Kacangan dan Umbi-Umbian
Laksamana, D. 2013. Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Hijau.
http://www.petanihebat.com/2013/04/klasifikasi-dan-morfologi-
tanaman.html. Diakses pada tanggal 13 Maret 2015
Ridwan, M. M. 2013. Metode Pengecilan Ukuran pada Bahan Pangan.
http://www.scribd.com/doc/124858239/Metode-Pengecilan-Ukuran-Pada-
Bahan-Pangan#scribd. Diakses pada tanggal 13 Maret 2015
Rochmah, S. 2014. Screening. http://www.academia.edu/7474757/Screening.
Diakses pada tanggal 13 Maret 2015

20
LAMPIRAN

Gambar 1. Penimbangan kacang


hijau Gambar 2. Kacang hijau
dihaluskan dengan blender

Gambar 4. Proses pengayakan


kacang hijau
Gambar 3. Kacang hijau
setelah dihaluskan

Gambar 5. Berat kacang hijau


setelah ayakan

21
LAPORAN PRATIKUM SATUAN OPERASI

PENGERINGAN

KELOMPOK 7
SANDRA SEKARSARI 1411105035
I GEDE ARIE MAHENDRA PUTRA 1411105036
ALMADEA SELA GRACIA GINTING 1411105037
NIDYA ELVIRA 1411105038
NI MADE INTEN KUSUMA DEWI 1411105039
FERDINANDUS OTNIEL SAHILATUA 1411105040

JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2015

22
I. Pendahuluan
Proses pengeringan pada prinsipnya menyangkut proses pindah panas
dan pindah massa yang terjadi secara bersamaan (simultan). Proses
perpindahan panas yang terjadi adalah dengan cara konveksi serta
perpindahan panas secara konduksi dan radiasi tetap terjadi dalam jumlah
yang relatif kecil. Pindah panas adalah peristiwa perpindahan energi dari
udara ke dalam bahan yang dapat menyebabkan berpindahnya sejumlah
massa (kandungan air) karena gaya dorong untuk keluar dari bahan (pindah
massa). Dalam pengeringan umumnya diinginkan kecepatan pengeringan
yang maksimum, oleh karena itu semua usaha dibuat untuk mempercepat
pindah panas dan pindah massa. Perpindahan panas dalam proses
pengeringan dapat terjadi melalui dua cara yaitu pengeringan langsung dan
pengeringan tidak langsung. Pengeringan langsung yaitu sumber panas
berhubungan dengan bahan yang dikeringkan, sedangkan pengeringan tidak
langsung yaitu panas dari sumber panas dilewatkan melalui permukaan
benda padat (conventer) dan konventer tersebut yang berhubungan dengan
bahan pangan. Setelah panas sampai ke bahan maka air dari sel-sel bahan
akan bergerak ke permukaan bahan kemudian keluar. Mekanisme keluarnya
air dari dalam bahan selama pengeringan adalah sebagai berikut:
1. Air bergerak melalui tekanan kapiler.
2. Penarikan air disebabkan oleh perbedaan konsentrasi larutan disetiap
bagian bahan.
3. Penarikan air ke permukaan bahan disebabkan oleh absorpsi dari
lapisan-lapisan permukaan komponen padatan dari bahan.
4. Perpindahan air dari bahan ke udara disebabkan oleh perbedaan
tekanan uap.
Lama proses pengeringan tergantung pada bahan yang dikeringkan dan
cara pemanasan yang digunakan, sedangkan waktu proses pengeringannya
ditetapkan dalam dua periode (Batty dan Folkman, 1984) diacu oleh
Irawan.
Proses pengeringan suatu material padatan dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain:

23
1) Luas Permukaan
Air menguap melalui permukaan bahan, sedangkan air yang ada di bagian
tengah akan merembes ke bagian permukaan dan kemudian menguap.
Bahan yang akan dikeringkan dipotong-potong atau dihaluskan terlebih
dulu. Alsannya adalah pemotongan atau penghalusan tersebut akan
memperluas permukaan bahan dan permukaan yang luas dapat
berhubungan dengan medium pemanasan sehingga air mudah keluar.
2) Perbedaan Suhu dan Udara Sekitarnya
Semakin besar perbedaan suhu antara medium pemanas dengan bahan,
makin cepat pemindahan panas ke dalam bahan dan makin cepat pula
penghilangan air dari bahan. Akan tetapi bila tidak sesuai dengan bahan
yang dikeringkan, akibatnya akan terjadi suatu peristiwa yang disebut
"Case Hardening", yaitu suatu keadaan dimana bagian luar bahan sudah
kering sedangkan bagian dalamnya masih basah.
3) Kecepatan Aliran Udara
Udara yang bergerak dan mempunyai gerakan yang tinggi selain dapat
mengambil uap air juga akan menghilangkan uap air tersebut dari
permukaan bahan pangan, sehingga akan mencegah terjadinya atmosfir
jenuh yang akan memperlambat penghilangan air.
4) Tekanan Udara
Semakin kecil tekanan udara akan semakin besar kemampuan udara untuk
mengangkut air selama pengeringan, karena dengan semakin kecilnya
tekanan berarti kerapatan udara makin berkurang sehingga uap air dapat
lebih banyak tetampung dan disingkirkan dari bahan.

II. Tujuan Praktikum


1. Untuk menghitung persentase (%) rendemen setelah pengeringan dari
bahan yang mengalami perlakuan pengirisan.
2. Untuk menghitung persentase (%) air yang teruapkan setelah
pengeringan dari bahan yang mengalami perlakuan pengirisan.

24
III. Tinjauan Pustaka
3.1 Labu Siam
Taksonomi labu siam
Divisi : Spermatophyta Suku : Cucurbitaceae
Sub divisi : Angiospermae Marga : Sechium
Kelas : Dicotyledonae Jenis : Sechium edule Sw
Bangsa : Cucurbitales
Labu siam biasa disebut dengan berbagai istilah yang berbeda di
daerah lain yaitu labu jipang (Jawa Tengah), manisah (Jawa Timur),
ketimun jepang (Manado), labu siem (Melayu), gambas, waluh siam
(Sunda) waluh jipang. Labu siam merupakan tanaman perdu merambat
dan semusim. Setelah berbunga dan berbuah, tanaman ini akan mati.
Tanaman ini dapat merambat hingga mencapai 3-5 meter dengan batang
yang lunak, beralur, banyak cabang, serta memiliki alat untuk membelit
yang berbentuk spiral. Daun labu siam memiliki daun tunggal yang
berbentuk jantung, tepi bertoreh. Ciri-ciri buahnya adalah buahnya
menggantung di tangkai dengan permukaan, berlekuk berwarna hijau
keputih-putihan. Semakin matang buahnya, warna bagian luar buah
berubah menjadi hijau pucat sampai putih. Daging buahnya
mengandung air yang cukup banyak dengan ciri-ciri secara fisik, daging
buah terasa basah setelah dibelah (Putri, 2012)
Kandungan nutrisi labu siam yaitu mengandung beberapa vitamin
dan nutrisi penting lainnya, sejumlah kecil niacin, thiamin, riboflavin,
asam pantotenat dan vitamin B6. Buah labu ini juga mengandung zat
mineral seperti zat besi, mangan, fosfor, seng, dan tembaga. Buah labu
siam dapat menjaga kadar koleseterol karena tidak mengandung lemak
jenuh atau kolesterol. Sayuran ini juga kaya akan serat makanan, zat
antioksidan flavonoid poli fenolik, seperti apigenin dan luteolin, sumber
antioksidan vitamin C yang cukup baik, yaitu sekitar 7,7 mg/100gram.,
tinggi folat (100 g buah segar menyediakan sekitar 93 mg atau 23 %
dari kebutuhan folat harian). Namun, labu siam mengandung getah atau

25
lateks yang banyak, cara membersihkan getahnya adalah mengupas
buah sambil dibawah kucuran air dingin. (Sulaksono, 2013).
3.2 Batch Tray Dryer
Pengering baki (tray dryer) disebut juga pengering rak atau
pengering cabinet untuk mengeringkan padatan bergumpal atau pasta,
yang ditebarkan pada baki logam dengan ketebalan 10-100 mm.
Pengeringan jenis baki atau wadah adalah dengan meletakkan material
yang akan dikeringkan pada baki yang lansung berhubungan dengan
media pengering. Cara perpindahan panas yang umum digunakan
adalah konveksi dan perpindahan panas secara konduksi juga
dimungkinkan dengan memanaskan baki tersebut (Bernadetha, 2008)
Rangka bak pengering terbuat dari besi, pada bagian atas bak
pengering dibuat cerobong udara, bertujuan untuk memperlancar
sirkulasi udara pada proses pengeringan. Ukuran rak yang digunakan
bermacam-macam, ada yang luasnya 200 cm2 dan ada juga yang 400
cm2. Luas rak dan besar lubang-lubang rak tergantung pada bahan yang
akan dikeringkan. Selain alat pemanas udara, biasanya juga digunakan
kipas (fan) untuk mengatur sirkulasi udara dalam alat pengering. Kipas
yang digunakan mempunyai kapasitas aliran 7-15 feet per detik. Suhu
yang digunakan serta waktu pengeringan ditentukan menurut keadaan
bahan. Biasanya suhu yang digunakan berkisar antara 80-1800C
(Bernadetha, 2008).
Cara kerjanya adalah material yang ingin dikeringkan kemudian
di letakkan secara bersusun dalam kolom. Setelah ruangan ditutup,
maka udara panas dialirkan ke dalam ruang pemanas hingga semua
bahan menjadi kering. Udara panas yang masuk dari sebelah bawah
ruang menyebabkan material yang ada kolom yang paling bawah
menjadi yang paling pertama kering. Setelah tenggat waktu
tertentu, tray akan dikeluarkan dan material yang telah kering diambil.
Material lain yang ingin dikeringkan dimasukkan dan prosedur terjadi
berulang-ulang (Rohman, 2008)

26
Keuntungan dari alat pengering jenis itu sebagai berikut :
a. Laju pengeringan lebih cepat
b. Kemungkinan terjadinya over drying lebih kecil
c. Tekanan udara pengering yang rendah dapat melalui lapisan bahan
yang dikeringkan.

IV. Bahan Dan Alat


Bahan yang digunakan adalah labu siam, sedangkan alat yang
digunakan meliputi; timbangan digital, pisau, loyang, penggaris, oven.

V. Prosedur Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan yang digunakan dalam pratikum
2. Dikupas labu siam yang masih segar
3. Dibentuk labu siam dalam potongan dengan ukuran sebagai
berikut:
a. Membujur dengan panjang dan lebar masing-masing 3 cm
b. Ketebalannya divariasikan sebanyak tiga jenis yaitu 0,5 cm, 1
cm, 1,5 cm. Jumlah masing-masing ukuran sebanyak 5 buah
dengan dua kali pengulangan
c. Ditimbang masing-masing bobot sampel.
4. Disusun dalam loyang dengan rapi serta tidak menumpuk satu
sama lain.
5. Dimasukkan dalam oven untuk proses pengeringan dengan suhu
900C selama 1 jam.
6. Setelah selesai, diangkat dari oven dan didinginkan.
7. Dicatat masing-masing berat per 5 sampel setiap pengulangan.
8. Dihitung berapa banyak air yang teruapkan serta rendemen yang
dihasilkan dalam persen.
9. Dihitung rata-rata rendemen (%) dan air teruapkan (%) pada tiap
sampel dengan ulangannya.

27
VI. Hasil dan Pembahasan
No Jenis Bahan Berat Berat Rendemen (%) Air
Sampel (ketebalan) Awal (gr) Akhir (gr) (%) Teruapkan
Labu siam (0,5
1 21,8 1,8 8,257 91,743
cm) klp 1
Labu siam (0,5
2 24,6 3,1 12,602 87,398
cm) klp 7
Labu siam (1 cm)
3 33,7 7,8 23,145 76,855
klp 8
Labu siam (1 cm)
4 33,7 7,7 22,849 77,151
klp 9
Labu siam (1,5
5 41,8 14,5 34,689 65,311
cm) klp 11
Labu siam (1,5
6 49,1 20,4 41,548 58,452
cm) klp 12

Rata-Rata Rata-Rata (%) Air


Jenis Bahan (ketebalan)
Rendemen (%) Teruapkan
Labu siam (0,5 cm) 10,56 89,569
Labu siam (1 cm) 22,997 77,005
Labu siam (1,5cm) 38,118 61,882

Berdasarkan hasil percobaan, didapatkan hasil yang berbeda-beda antara


masing-masing perlakuan baik dalam sampel dan ulangannya maupun
dengan sampel yang berbeda ukuran ketebalannya. Berikut ini
penjabarannya antara lain:
a. Pada jenis sampel pertama dengan ketebalan 0,5 cm serta
pengulangannya (sampel 1 & 2) hasilnya berbeda pada rendemen (%)
dan air yang teruapkan (%) dengan selisihnya masing-masing sebesar
4,3%. Sedangkan selisih penurunan berat pada sampel tersebut beserta
ulangannya sebesar 1,5 gr. Sisa rendemen sampel no 2 lebih banyak
daripada no 1, namun air yang teruapkan lebih banyak pada sampel no
1 daripada no 2. Penurunan rendem
b. Pada jenis sampel kedua dengan ketebalan 1 cm serta pengulangannya
(sampel 3 & 4) hasilnya berbeda pada rendemen (%) dan air yang

28
teruapkan (%) dengan selisihnya masing-masing sebesar 0,296%.
Sedangkan selisih penurunan berat pada sampel tersebut beserta
ulangannya sebesar 0 gr. Sisa rendemen sampel no 3 lebih banyak
daripada no 4, namun air yang teruapkan lebih banyak pada sampel no
4 daripada no 3.
c. Pada jenis sampel ketiga dengan ketebalan 0,5 cm serta
pengulangannya (sampel 5 & 6) hasilnya berbeda pada rendemen (%)
dan air yang teruapkan (%) dengan selisihnya masing-masing sebesar
6,859%. Sedangkan selisih penurunan berat pada sampel tersebut
beserta ulangannya sebesar 1,4 gr. Sisa rendemen sampel no 6 lebih
banyak daripada no 5, namun air yang teruapkan lebih banyak pada
sampel no 6 daripada no 5.
d. Perbedaan rendemen yang nilainya semakin besar ke bawah dan air
teruapakan (%) semakin besar ke atas dikarenakan lebih mudah
mengeringkan bahan yang tipis daripada tebal (dalam ukuran yang
sama)
e. Hasil rata-rata rendemen (%) pada sampel pertama (1&2) paling kecil
berat rendemennya namun paling besar air yang teruapkannya dalam
persen. Sedangkan pada sampel ketiga (5&6) paling besar berat
rendemennya namun paling kecil air yang teruapkannya dalam persen.
Perbedaan-perbedaan antara sampel beserta ulangannya terjadi karena
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
a. Panjang, lebar dan ketebalan sampel yang tidak sama antara no 1 dan 2
serta 5 dan 6 sehingga berat keduanya berbeda. Hal ini disebabkan oleh
saat pemotongannya tidak sesuai dengan ukuran yang ditentukan.
Kesalahan ini karena human error. Dengan demikian, benda yang lebih
tipis akan lebih banyak menguapkan air serta menyisakan rendemen
yang paling sedikit. Jika dibandingkan antara sampel 1&2 dengan 5&6,
selisih penurunan berat bahan 1&2 lebih besar 0,1 gr daripada selisih
penurunan berat bahan 5&6, namun penurunan air teruapkan beserta
rendemennya lebih besar 5&6 sebanyak 2,5% daripada 1&2. Hal ini
terjadi karena tekstur bahan yang berbeda (buah labu siam yang

29
digunakan tidak sama), serta kurang merata panas yang didapatkan
yang diakibatkan alat yang digunakan. Panas itu dipengaruhi oleh suhu
alat pengeringan, kecepatan aliran udara di dalamnya serta tekanan
udara yang sedikit kurang merata. Selain itu peletakaan bahan yang
dikeringkan bisa saja belum sempurna. Terkadang ada yang kena panas
seluruhnya ataupun sebagian
b. Untuk sampel no 3&4 sudah memiliki berat yang sama dan ukuran
yang sama, namun jumlah berat bahan setelah pengeringan berbeda 0,1
gr. Hal ini juga mengakibatkan perbedaan hasil rendemen dan air yang
teruapkan sebanyak 0,3%. Hal ini bisa terjadi karena tekstur bahannya
dari buah labu siam. Tetapi karena perbedaannya paling kecil dari
sampel lain, bisa saja pemanasan saat pengeringan sudah mendekati
sempurna sehingga tergantung bahan itu sendiri yang mempertahankan
kandungan airnya.

VII. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dalam laporan pratikum ini, dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Tingkatan jumlah rendemen (%) terkecil dimulai dari sampel
pertama, diikuti sampel kedua, lalu sampel ketiga. Rata-ratanya pun
sama tingkatannya. Hal ini dipengaruhi oleh ukuran bahan yang
berbeda serta pengaruh panas pengeringannya.
2. Tingkatan jumlah air teruapkan (%) terkecil dimulai dari sampel
ketiga, diikuti sampel kedua, lalu sampel satu. Rata-ratanya pun
sama tingkatannya. Hal ini dipengaruhi oleh ukuran bahan yang
berbeda serta pengaruh panas pengeringannya

30
Daftar Pustaka
Irawan, Anton. 2011. Modul Laboratorium Pengeringan. Banten; Jurusan Teknik
Kimia Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Putri, O. B. 2012. Pengaruh Pemberian Ekstrak Buah Labu Siam (Sechium
Edule) Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Tikuswistar yang
Diinduksi Aloksan. Fakultas Kedokteran, Jurusan Kedokteran Umum
Universitas Diponogoro. Semarang
Rohman, Saepul. 2008. Teknologi Pengeringan Bahan Makanan.
http://majarimagazine.com/2008/12/teknologi-pengeringan-bahan-
makanan/html. Diakses anggal 9 Maret 2015
Sulaksono, S. 2013. Kandungan Gizi dan Manfaat Labu Siam bagi Kesehatan.
www.carakhasiatmanfaat.com/artikel/kandungan-gizi-dan-manfaat-labu-
siam-bagi-kesehatan.html. diakses tanggal 12 Maret 2015.

31

Anda mungkin juga menyukai