Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia adalah negara kepulauan yang hasil bumi nya melimpah, salah
satunya adalah ikan. Banyaknya produk ikan membuka peluang bagi masyarakat
Indonesia untuk menjadikan ikan sebagai komoditas jual-beli. Potensi perikanan
Indonesia sangat besar, baik jumlah maupun ragamnya. Pemanfaatan hasil perikanan
di Indonesia disajikan dalam dua bentuk, yaitu segar dan olahan. Ikan adalah
komoditas yang beresiko jika tidak ditangani dengan baik, kualitas dan kesegaran
yang harus dijaga menjadikan panganan olahan ikan harus dikemas dan ditangani
dengan baik.
Kandungan vitamin dan protein yang tinggi menjadikan penjualan olahan ikan
cukup menjanjikan diantara para pemasar, dalam modul ini akan dibahas beberapa
pembahasan mengenai pemilihan bahan kemasan, desain dan bentuk kemasan yang
tepat guna bagi panganan ikan. Banyak kemasan yang dapat dipakai untuk mengemas
ikan di antaranya plastik, alumunium foil, atau karton. Apabila produk berjumlah
banyak, untuk kemasan eceran digunakan plastik atau aluminium foil dan karton
sebagai pengemas luarnya.
Namun, kemasan plastik merupakan bahan yang paling banyak digunakan
karena memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan yang lain, yaitu cukup
fleksibel, transparan, tidak mudah pecah, dan harganya murah. Disamping itu, plastik
merupakan bahan yang dapat didaur ulang. Teknologi pengemasan merupakan salah
satu yang berperan penting dalam menjaga produk hasil perikanan yang memiliki
hubungan dengan mata kuliah pada manajemen pemasaran. Prinsip dasar pengemasan
hasil perikanan merupakan dasar untuk mempelajari teknologi pengemasan secara
menyeluruh, di mulai dari awal produk sampai produk siap dipasarkan sehingga
diharapkan mahasiswa mempunyai satu konsep yang sama dalam memahami tentang
teknologi pengemasan hasil perikanan.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dilakukannya pembuatan makalah ini yaitu:
1. Mahasiswa dapat mengetahui apa itu kemasan logam.
2. Mahasiswa dapat mengetahui kandungan logam untuk kemasan ikan kaleng
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pemilihan Bahan Kemasan
Miskiyah dan Broto (2011) menyatakan bahwa penggunaan kemasan
flexypack dan cup plastik pp merupakan kemasan terbaik pada produk dadih (produk
olahan susu di Sumatera Barat). Kemasan flexypack adalah suatu bentuk
kemasanyang bersifat fleksibel, terbentuk dari lapisan aluminium foil, film plastik,
selopan, film plastik berlapis logam aluminium (metalized film) dan kertas. Pada
umumnya jenis kemasan ini digunakan untuk mengemas berbagai produk baik padat
maupun cair. Kemasan fleksibel juga dapat menggantikan kemasan rigid maupun
kemasan kaleng, selain lebih ekonomis juga mudah dalam penanganannya
(Anonimus, 2007).
Budaya kemasan sebenarnya telah dimulai sejak manusia mengenal sistem
penyimpanan bahan makanan. Sistem penyimpanan bahan makanan secara tradisional
diawali dengan memasukkan bahan makanan ke dalam suatu wadah yang ditemuinya.
Dalam perkembangannya di bidang pascapanen, sudah banyak inovasi dalam bentuk
maupun bahan pengemas produk pertanian. Temuan kemasan baru dan berbagai
inovasi selalu dikedepankan oleh para produsen produk-produk pertanian, dan hal ini
secara pasti menggeser metode pengemasan tradisional yang sudah ada sejak lama di
Indonesia.
2.2. Kemasan Logam
Kemasan logam atau kaleng merupakan inovasi dalam dunia industri baik
makanan, minuman ataupun kemasan lainnya. Sifat logam sebagai kemasan
digunakan untuk melindungi dan mempertahankan kualitas isi atau produk di
dalamnya. Kaleng terbuat dari kandungan baja berlapis timah dilain tempat dan
perkembangannya kaleng di buat dengan bahan aluminium. Kemasan kaleng
merupakan kemasan yang mendominasi pasaran saat ini, konsumen memilih produk
minuman atau makanan yang praktris, selain praktis kemasan kaleng mudah dijumpai
di pasaran juga harganya relative terjangkau. Banyaknya penggunaan kemasan kaleng
pada produk makanan dan minuman menjadi khawatiran, hal ini ditakutkan adanya
pencemaran logam berat terhadap makanan atau minuman di didalamnya yang
diakibatkan oleh faktor-faktor yang dapat mengakibatkan migrasinya logam berat
dalam kaleng terhadap makanan atau minuman didalamnya.
Penggunaan kemasan kaleng perlu diwaspadai karena pada makanan kaleng
dapat terjadi kontaminasi logam berat dari pengemasnya (Rahayu, 1992). Pada
umumnya proses pengalengan ikan terdiri atas beberapa tahap, yaitu persiapan wadah
dan bahan, pengisian bahan baku (filling), pengisian medium, penghampaan
udara (exhauting), penutupan wadah, sterilisasi (processing), pendinginan,
pemberianlabel dan penyimpanan.

2.3. Sejarah kemasan Logam


Wadah logam dalam bentuk kotak atau cangkir emas digunakan pada zaman
kuno sebagai lambang prestise. Teknik pengalengan makanan sebagai upaya
pengawetan bahan pangan pertama sekali dikembangkan pada tahun 1809 yaitu pada
zaman pemerintahan Napoleon Bonaparte yaitu dari hasil penemuan Nicholas Appert.
Aspek legislasi pengalengan makanan ditetapkan tahun 1810 yang dikenal dengan
”l’art de conserver”. Tahun 1810 Peter Duran dari Ingris menciptakan kaleng.
Tahun 1817 William Underwood (imigran asal Inggris) mendirikan industri
pengalengan makanan yang pertama di Amerika Serikat. Kapten Edward Perry yang
melakukan ekspedisi ke kutub utara pada tahun 1819, 1824 dan 1826 telah
menggunakan makanan kaleng sebagai logistik mereka. Alumunium foil (alufo)
diproduksi secara komersial pertama kali pada tahun 1910. Kaleng aluminium untuk
kemasan bir digunakan pertama sekali tahun 1965.
Awalnya pembuatan kaleng dilakukan secara manual yaitu hanya dihasilkan
5-6 kaleng per jam. Akhir tahun 1900 ditemukan cara pembuatan kaleng termasuk
cara pengisian dan penutupannya yang lebih maju dan bersih. Kaleng alumunium
awalnya diperkenalkan sebagai wadah pelumas. Tahun 1866 ditemukan alat pembuka
kaleng yang berupa kunci pemutar untuk menggantikan paku atau pahat. Tahun 1875
ditemukan alat pembuka kaleng dengan prinsip ungkit. Tahun 1889 ditemukan
kalengkaleng aerosol, tetapi saat ini kaleng aerosol banyak ditentang karena dapat
merusak lapisan ozon.
2.4. Keuntungan Wadah Kaleng
Wadah kaleng / kemasan logam mempunyai beberapa keuntungan yang
diantaranya yaitu:
1. Mempunyai kekuatan mekanik yang tinggi
2. Tahan terhadap perubahan dan suhu yang ekstrim.
3. Mempunyai permukaan yang ideal untuk dekorasi dan pelabelan
4. barrier yang baik terhadap gas, uap air, jasad renik, debu dan kotoran sehingga
cocok untuk kemasan hermetis.
2.5. Kandungan Logam Cd dan Cu dalam Produk Ikan Kemasan Kaleng
Produk olahan makanan seringkali dibuat dalam kemasan yang terbuat dari
gelas,plastik, dan kaleng dimaksudkan untuk menghindari pengaruh sinar matahari,
lama pengemasan, penyimpanan dan lain-lain. Dan akibat dari pengemasan itu juga,
maka produk sering mengalami kerusakan baik secara mikrobiologis, mekanis
maupun kimiawi. Kerusakan produk secara kimia disebabkan karena adanya interaksi
antara produk yang dikemas dengan komponen penyusun kemasan. Bahan-bahan dari
kemasan akan bereaksi membentuk persenyawaan dengan zat-zat yang terkandung
dalam produk susu. Hal ini berakibat pada produk yang dikemas akan tercemari oleh
komponenkomponen yang lain dalam kemasan.
Rusaknya kemasan kaleng selama proses pemasarandan sisa udara dalam
kaleng akan mempercepat reaksi oksidasi besi sehingga konsentrasi logam dalam
makanan kaleng akan semakin tinggi (Tehebijuluw et al, 2013). Beberapa logam
berat sangat beracun, biasanya merupakan logam transisi seperti Cd dan Cu
yang menunjukkan efek toksik berbahaya bagi kesehatan manusia, dan bahkan
dapat menyebabkan kematian.
Masuknya logam berat seperti Cd dan Cu dalam tubuh manusia bisa melalui
bahan makanan atau minuman yang telah terkontaminasi oleh logam berat tersebut.
Toksisitas kronis Cd dapat merusak sistem fisiologis tubuh, antara lain sistem urinaria
(ren), sistem respirasi (paru-paru), sistem sirkulasi (darah) dan jantung, kerusakan
sistem reproduksi, sistem syaraf, bahkan dapat mengakibatkan kerapuhan tulang
sedangkan untuk logam Cu, toksisitas kronis pada manusia melalui inhalasi atau per
oral mengakibatkan kerusakan otak, demielinasi, penurunan fungsi ginjal dan
pengendapan Cu pada kornea mata. Dari data Badan Standarisasi Nasional yang
mengacu pada S.K Dirjen BPOM No. 03725/B/SK/VII/89 tentang batas maksimum
cemaran logam dalam makanan menetapkan bahwa batas maksimum rekomendasi
untuk produk siap konsumsi adalah 0,2 mg/kg untuk logam Cd dan 5,0 mg/kg untuk
logam Cu.
2.6. Perbandingan Karakteristik Logam dan Non Logam
Logam Non Logam

Penghantar (konduktor) panas dan listrik baik Konduktor yang buruk, isolator baik
Dapat ditempa / dibingkar dalam keadaan Rapuh dan tidak dapat diempa
padat

Mempunyai klilap logam Kilap non logam

Tidak tembus pandang Beberapa jenis bersifat tembus pandang


(translusid)

Densitas tinggi Densitas rendah

Berbentuk padat (kecuali merkuri) Berbentuk padat, cair atau gas

Anda mungkin juga menyukai