Anda di halaman 1dari 71

KESEHATAN REREPRODUKSI & PERENCANAAN KELUARGA

NURUL FITRI SUGIARTI SYAM, S. ST., M. Kes

MAKALAH

(KESEHATAN REPRODUKSI)

OLEH :

NAMA : ELMA DIANA PUTRI


NIM : 18 3145 106 051

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN

UNIVERSITAS MEGA REZKY

1
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehinggakami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan- Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan
makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada
baginda tercintakita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan
syafa’atnya di akhiratnanti.

Penyusun mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat


sehat- Nya, baik itu berupa sehar fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis
mampuuntuk menyelesaikan pembuatan makalah yang berjudul KESEHATAN
REPRODUKSI. Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya.
Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah
ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalahyang lebih baik lagi.
Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan padamakalah ini penyusun
mohon maaf yang sebesar-besarnya. Demikian, semoga makalah ini dapat
bermanfaat. Terima kasih.

Makassar, 29 Maret 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................2

DAFTAR ISI......................................................................................................................3

BAB I.................................................................................................................................5

PENDAHULUAN.............................................................................................................5

1.1 LATAR BELAKANG..................................................................................................5

1.2 RUMUSAN MASALAH.............................................................................................5

1.3 TUJUAN......................................................................................................................6

BAB II...............................................................................................................................7

PEMBAHASAN...............................................................................................................7

2.1 ISU-ISU KESEHATAN PEREMPUAN...................................................................7

2.1.1 PERKOSAAN..........................................................................................................7

2.1.2 PELECEHAN SEKSUAL.....................................................................................13

2.1.3 SINGLE PARENT................................................................................................18

2.1.4 PERKAWINAN USIA MUDA DAN TUA..........................................................20

2.1.5 WANITA DI TEMPAT KERJA..........................................................................21

2.1.6 INCEST..................................................................................................................24

2.1.7 HOME LESS.........................................................................................................34

2.1.8 WANITA DIPUSAT REHABILITASI................................................................39

2.1.9 WANITA SEKS KOMERSIAL...........................................................................41

2.1.10 DRUG ABUSE.....................................................................................................43

2.2 MASALAH GANGGUAN PADA KESEHATAN REPRODUKSI......................46

2.2.1 INFERTILITAS....................................................................................................46

2.2.2 PMS (PENYAKIT MENULAR SEKSUAL).......................................................48

3
2.2.3 GANGGUAN HAID PRE.....................................................................................50

BAB III...........................................................................................................................69

PENUTUP.......................................................................................................................69

KESIMPULAN................................................................................................................69

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................70

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Kesehatan reproduksi adalah kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang
utuhdan bukan hanya tidak adanya penyakit atau kelemahan, dalam
segala hal yangberhubungan dengan sistem reproduksi dan fungsi-fungsinya
serta prosesprosesnya.Oleh karena itu, kesehatan reproduksi berarti
orang dapat mempunyaikehidupan seks yang memuaskan dan aman, dan
bahwa mereka memiliki kemampuanuntuk bereproduksi dan kebebasan untuk
menentukan apakah mereka inginmelakukannya, bilamana dan seberapa
seringkah. Termasuk terakhir ini adalah hakpria dan wanita untuk
memperoleh informasi dan mempunyai akses terhadap cara -cara keluarga
berencana yang aman, efektif dan terjangkau, pengaturan fertilitasyang tidak
melawan hukum, hak memperoleh pelayanan pemeliharaan
kesehatankesehatan yang memungkinkan para wanita dengan selamat
menjalani kehamilandan melahirkan anak, dan memberikan kesempatan
untuk memiliki bayi yang sehat.Sejalan dengan itu pemeliharaan
kesehatan reproduksi merupakan suatukumpulan metode, teknik dan
pelayanan yang mendukung kesehatan dankesejahteraan reproduksi melalui
pencegahan dan penyelesaian masalah kesehatanreproduksi. Ini juga
mencakup kesehatan seksual, yang bertujuan meningkatkanstatus
kehidupan dan hubungan-hubungan perorangan, dan bukan semata-
matakonselingdan perawatan yang bertalian dengan reproduksi dan
penyakit yangditularkan melalaui hubungan seks.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa isu-isu kesehatan perempuan ?
2. Apa masalah gangguan pada kesehatan reproduksi ?
3. Bagaimana deteksi dini pada kesehatan reproduksi ?

5
4. Apa asuhan kebidanan yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi dalam
perspektif gender ?

1.3 TUJUAN
1. Mampu menjelaskan isu-isu kesehatan reproduksi
2. Mampu menjelaskan masalah-masalah kesehatan reproduksi yang sering
terjadi
3. Mampu menjelaskan deteksi dini kesehatan reproduksi
4. Mampu menjelaskan asuhan kebidanan yang berkaitan dengan kesehatan
reproduksi dalam perspektif gender

6
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 ISU-ISU KESEHATAN PEREMPUAN

2.1.1 PERKOSAAN
A. Pengertian Pemerkosaan
Perkosaan (rape) berasal dari bahasa latin rapere yang berarti
mencuri, memaksa, merampas, atau membawa pergi (Haryanto,
1997). Perkosaan adalah suatu usaha untuk melampiaskan nafsu
seksual yang dilakukan oleh seorang laki-laki terhadap perempuan
dengan cara yang dinilai melanggar menurut moral dan hukum
(Wignjosoebroto dalam Prasetyo, 1997).
Perkosaan juga dapat terjadi dalam sebuah pernikahan (Idrus,
1999). Menurut Warshaw (1994) definisi perkosaan pada sebagian
besar negara memiliki pengertian adanya serangan seksual dari pihak
laki-laki dengan menggunakan penisnya untuk melakukan penetrasi
vagina terhadap korban. Penetrasi oleh pelaku tersebut dilakukan
dengan melawan keinginan korban. Tindakan tersebut dilakukan
dengan adanya pemaksaan ataupun menunjukkan kekuasaan pada
saat korban tidak dapat memberikan persetujuan baik secara fisik
maupun secara mental. Beberapa negara menambahkan adanya
pemaksaan hubungan seksual secara anal dan oral ke dalam definisi
perkosaan, bahkan beberapa negara telah menggunakan bahasa yang
sensitif gender guna memperluas penerapan hukum perkosaan.
Berdasarkan unsur-unsur yang terkandung dalam definisi
perkosaan Black’s Law Dictionary (dalam Ekotama, Pudjiarto, dan
Widiartana 2001), makna perkosaan dapat diartikan ke dalam tiga
bentuk:
a. Perkosaan adalah suatu hubungan yang dilarang dengan
seorang wanita tanpa persetujuannya. Berdasarkan kalimat ini

7
ada unsur yang dominan, yaitu: hubungan kelamin yang
dilarang dengan seorang wanita dan tanpa persetujuan wanita
tersebut.
b. Perkosaan adalah persetubuhan yang tidak sah oleh seorang
pria terhadap seorang wanita yang dilakukan dengan paksaan
dan bertentangan dengan kehendak wanita yang
bersangkutan. Pada kalimat ini terdapat unsur-unsur yang
lebih lengkap, yaitu meliputi persetubuhan yang tidak sah,
seorang pria, terhadap seorang wanita, dilakukan dengan
paksaan dan bertentangan dengan kehendak wanita tersebut.
c. Perkosaan adalah perbuatan hubungan kelamin yang
dilakukan oleh seorang pria terhadap seorang wanita bukan
istrinya dan tanpa persetujuannya, dilakukan ketika wanita
tersebut ketakutan atau di bawah kondisi ancaman lainnya.
Definisi hampir sama dengan yang tertera pada KUHP pasal
285.
B. Macam-macam pemerkosaan 
1. Pemerkosaan saat berkencan
Pemerkosaan saat berkencan adalah hubungan seksual
secara paksa tanpa persetujuan antara orang-orang yang sudah
kenal satu sama lain, misalnya teman, anggota keluarga, atau
pacar. Kebanyakan pemerkosaan dilakukan oleh orang yang
mengenal korban.
2. Pemerkosaan dengan obat
Banyak obat-obatan digunakan oleh pemerkosa untuk
membuat korbannya tidak sadar atau kehilangan ingatan.
3. Pemerkosaan wanita
Walaupun jumlah tepat korban pemerkosaan wanita tidak
diketahui, diperkirakan 1 dari 6 wanita di Indonesia adalah
korban serangan seksual. Banyak wanita yang takut
dipermalukan atau disalahkan, sehingga tidak melaporkan

8
pemerkosaan. Pemerkosaan terjadi karena si pelaku tidak bisa
menahan hasrat seksualnya melihat tubuh wanita
4. Pemerkosaan massal
Pemerkosaan massal terjadi bila sekelompok orang
menyerang satu korban. Antara 10% sampai 20% pemerkosaan
melibatkan lebih dari 1 penyerang. Di beberapa negara,
pemerkosaan massal diganjar lebih berat daripada pemerkosaan
oleh satu orang.
5. Pemerkosaan terhadap laki-laki
Diperkirakan 1 dari 33 laki-laki adalah korban pelecehan
seksual. Di banyak negara, hal ini tidak diakui sebagai suatu
kemungkinan. Misalnya, di Thailand hanya laki-laki yang dapat
dituduh memperkosa.
6. Pemerkosaan anak-anak
Jenis pemerkosaan ini adalah dianggap hubungan sumbang
bila dilakukan oleh kerabat dekat, misalnya orangtua, paman,
bibi, kakek, atau nenek. Diperkirakan 40 juta orang dewasa di
Indonesia, di antaranya 15 juta laki-laki, adalah korban pelecehan
seksual saat masih anak-anak.
7. Pemerkosaan dalam perang
Dalam perang, pemerkosaan sering digunakan untuk
mempermalukan musuh dan menurunkan semangat juang
mereka. Pemerkosaan dalam perang biasanya dilakukan secara
sistematis, dan pemimpin militer biasanya menyuruh tentaranya
untuk memperkosa orang sipil.
8. Pemerkosaan oleh suami/istri
Pemerkosaan ini dilakukan dalam pasangan yang menikah.
Di banyak negara hal ini dianggap tidak mungkin terjadi karena
dua orang yang menikah dapat berhubungan seks kapan saja.
Dalam kenyataannya banyak suami yang memaksa istrinya untuk
berhubungan seks. Dalam hukum islam, seorang istri dilarang

9
menolak ajakan suami untuk berhubungan seksual, karena hal ini
telah diterangkan di hadits nabi shalallahu ‘alaihi wasallam.
Akan tetapi suami dilarang berhubungan seksual dengan istri
lewat dubur dan ketika istri sedang haids.
C. Perempuan Yang Rentan Terhadap Korban Perkosaan
1. Kekurangan fisik dan mental, adanya suatu penyakit atau
permasalahan yang berkaitan dengan fisik seperti perempuan
duduk diatas kursi roda, bisu, tuli, buta atau keterbelakangan
mental. Mereka tidak mampu mengadakan perlawanan.
2. Pengungsi, imigran, tidak mempunyai rumah, anak jalanan atau
gelandangan, didaerah peperangan.
3. Korban tindak kekerasan suami atau pacar.
D. Pencegahan Pemerkosaan
1. Berpakaian santun, berperilaku, bersolek tidak mengundang
perhatian pria.
2. Melakukan aktivitas bersamaan dalam kelompok dengan banyak
teman, tidak berduaan.
3. Ditempat kedai bersama teman atau kelompok, tidak berduaan
dengan sesama pegawai atau atasan.
4. Tidak menerima tamu laki-laki kerumah, bila dirumah seorang
diri.
5. Berjalan-jalan bersama banyak teman, terlebih diwaktu malam
hari.
6. Berteriak sekencang mungkin bila diserang.
7. Ketika berpergian, hindari sendirian.
8. Waspada terhadap berbagai cara pemerkosaan seperti hipnotis,
obat-obatan dan minum-minuman terlarang, permen, snack atau
hidangan makanan.
9. Saat ditempat baru jangan terlihat bingung, bertanya pada polisi,
hansip atau instansi.

10
E. Sikap Terhadap Korban Pemerkosaan
1. Menumbuhkan kepercayaan diri bahwa hal itu terjadi bukan
kesalahannya.
2. Menumbuhkan gairah hidup.
3. Menghargai kemauannya untuk menjaga privasi dan
keamanannya.
4. Mendampingi untuk periksa atau lapor pada polisi.
F. Dampak Kesehatan Pada Korban Pemerkosaan
1. Kehamilan, dapat dicegah dengan minum kontrasepsi darurat
pada 24 jam pertama.
2. Terjangkit infeksi menular seksual ( IMS ).
3. Cedera robek dan sayatan, cekikan, memar bahkan sampai
ancaman jiwa.
4. Hubungan seksual dengan suami yang mengalami gangguan,
memerlukan waktu terbebas dari trauma.
5. Gejala psikologis ringan hingga gangguan psikologis berat. Pada
waktu singkat perempuan korban perkosaan menyalahkan diri
sendiri, sebab merasa dirinya yang menyebabkan perkosaan
terjadi, terlebih pandangan budaya biasanya selalu menyalahkan
perempuan. Selain itu juga terjadi insomnia gangguan tidur,
inoreksia atau tidak nafsu makan, kecemasan mendalam,
perasaan malas untuk bersosialisasi.
G. Penanganan Tehadap Korban Perkosaan
1. Tugas Tenaga Kesehatan dalam kasus tindakan pemerkosaan
b. Bersikap dengan baik, penuh perhatian dan empati.
c. Memberikan asuhan untuk menangani gangguan
kesehatannya, misalnya mengobati cedera, pemberian
kontrasepsi darurat.
d. Mendokumentasikan hasil pemeriksaan dan apa yang
sebenarnya terjadi.
e. Memberikan asuhan pemenuhan kebutuhan psikologis.

11
f. Memberikan konseling dalam membuat keputusan.
g. Membantu memberitahukan pada keluarga.
2. Upaya promotif
a. Meningkatkan keterampilan bagi tenaga kesehatan pada
pertolongan tindak perkosaan untuk mengatasi masalah
kesehatan dan dalam memberi dukungan bila ingin melapor
ke polisi.
b. Penyelenggaraan pendidikan seksual untuk remaja.
c. Sosialisasi hukum yang terkait dalam Undang-undang yang
berkaitan dengan tindak pemerkosaan.
d. Melakukan razia dan memberikan penyuluhan kepada
masyarakat serta membrantas peredaran VCD ,majalah,
poster, internet yang mengandung pornografi dan pornoaksi.
e. Melakukan pembinaan mental spritual yang mengarah pada
pembentukan moral baik bagi pelaku, korban maupun
masyarakat, secara langsung dan melalui mass media.

2.1.2 PELECEHAN SEKSUAL


A. Bentuk-bentuk Pelecehan Seksual
Pelecehan seksual mencakup perilaku menetap, berbicara
mengenai seksualitas, menyentuh tubuh perempuan, mencoba
memaksa perempuan untuk melakukan tindakan seksual yang tidak di
inginkan, mengajak kencan berulang kali hingga sampai dengan
pemerkosaan (Matlin, 1987).
Selain itu secara lebih jelas, bentuk-bentuk yang dianggap sebagai
pelecehan seksual (Collier, 1992) adalah sebagai berikut :
1. Menggoda atau menarik perhatian lawan jenis dengan siulan.
2. Menceritakan lelucon jorok atau kotor kepada seseorang yang
merasakannya sebagai merendahkan martabat.
3. Mempertunjukan gambar-gambar porno berupa kalender, majalah,
atau buku bergambar porno kepada orang yang tidak menyukainya.

12
4. Memberikan komentar yang tidak senonoh kepada penampilan,
pakaian atau gaya seseorang.
5. Menyentuh, menyubit, menepuk tanpa dikehendaki, mencium dan
memeluk seseorang yang tidak menyukai pelukan tersebut.
6. Perbuatan memamerkan tubuh atau alat kelamin kepada orang
yang terhina karenanya.
Menurut Guntoro Utamadi & Paramitha Utamadi (2001) ciri-ciri
utama yang membedakan pelecehan seksual adalah sebagai berikut :
1. Tidak dikehendaki oleh individu yang menjadi sasaran.
2. Seringkali dilakukan dengan disertai janji, iming-iming ataupun
ancaman.
3. Tanggapan (menolak atau menerima terhadap tindakan sepihak
tersebut dijadikan pertimbangan dalam penentuan karir atau
pekerjaan.
4. Dampak dari tindakan sepihak tersebut menimbulkan berbagai
gejolak psikologis, diantarannya : malu, marah, benci, dendam,
hilangnya rasa aman dan nyaman dalam bekerja, dan sebagainya.
B. Penyebab terjadinya pelecehan seksual
Secara umum tentang asal penyebab pelecehan seksual menurut
Collier (1992) dibagi menjadi lima bagian, yaitu :
1. Pengalaman pelecehan seksual dari faktor biologik.
Dalam kasus pelecehan seksual diduga bahwa lelaki itulah
yang berkemungkinan lebih besar sebagai “pelaku jahatnya”.
Sedangkan perempuan itulah yang lebih berkemungkinan untuk
diposisikan sebagai korbannya. Selain itu, atribut pelecehan
seksual terhadap perempuan merupakan kelemahan laki-laki dalam
mengontrol dorongan alamiahnya tersebut. Laki-laki melakukan
pelecehan seksual untuk memenuhi kebutuhannya sendiri yaitu
melakukan rangsangan erotis untuk menutupi dan mengatasi
kelemahannya. Ketidak mampuannya dalam menahan keinginan

13
dan dorongan-dorongan seksualnya sendiri yang diungkapkan
melalui pelecehan seksual.
2. Peristiwa pelecehan seksual dari faktor sosial budaya
Pola kehidupan sosial budaya yang dijalani seseorang
semenjak kecil dalam etnis keluarganya, tanpa disadari sedikit
banyak berpengaruh terhadap pola tingkah laku seseorang
kemudian dalam kehidupan bermasyarakat. Adanya realita bahwa
fisik lelaki lebih kuat daripada perempuan telah turut
mempengaruhi pola pikir, sikap dan tingkah laku lelaki terhadap
perempuan dan sebaliknya. Selain itu, budaya pun mempengaruhi
perlakuan seksualitas yang memungkinkan pelecehan seksual
terjadi. Hal ini berdasarkan peran jenis kelamin atau social-role
stereotype, dimana dengan kebudayaan Indonesia yang partiakal
tersebut menempatkan laki-laki pada posisi superordinat dan
perempuan dalam posisi subordinat. Hal ini lebih memungkinkan
timbulnya pelecehan (perendahan secara harkat dan martabat)
sampai timbulnya pelecehan seksual.
3. Pengaruh pendidikan terhadap pelecehan seksual
Pendidikan dalam hal ini juga berpengaruh terhadap adanya
pelecehan seksual.Hal ini, khususnya di Indonesia, perempuan
belum punya banyak kesempatan untuk menikmati jenjang
pendidikan yang lebih tinggi.Sehingga belum mampu menolak
perlakuan, sikap dan anggapan yang diskriminatif terhadap dirinya.
Kejadian ini terjadi, biasanya dengan keberadaan atau posisi laki-
laki sebagai atasan dan perempuan sebagai bawahannya. Dimana,
perempuan dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah daripada
laki-laki.
4. Keluarga dilihat dari faktor ekonomi
Pada masyarakat dengan tingkat kehidupan sosial ekonomi
rendah, mobilitas (dalam artian untuk kepentingan rekreasi) sangat
rendah frekuensinya hingga realisasi mobilitas tersebut terpaku

14
pada lingkungannya saja. Hal mana mendorong budaya kekerasan
sebagai jalan keluarnya dan sasaran paling mudah adalah kaum
perempuan. Hali ini dilakukan dengan anggapan sebagai pelarian
yang paling mudah mengingat adanya anggapan bahwa secara fisik
perempuan lemah.Apalagi adanya budaya kekerasan yang
mendominir realitas kehidupan sehari-hari, hingga kekuatan fisik
atau jasmani, kekuatan kelompok merupakan symbol dan status
sosial dalam masyarakat tersebut dan hal mana berdampak pula
terhadap pandangan, anggapan serta sikap dalam mengartikan
kehadiran kaum perempuan di lingkungan tersebut.
5. Timbulnya pelecehan seksual yang diambil dari faktor
pembelajaran sosial dan motivasi.
Dengan adanya pengkondisian tingkah laku yang dianggap
disetujui secara sosial budaya seperti yang telah dikemukakan
diatas, maka pengkondisian tingkah laku tersebut dianggap
disetujui untuk tetap dilakukan dalam masyarakat. Hal ini
mengingat bahwa hukum yang menindak dengan tegas kasus-kasus
pelecehan seksual belum juga sempurna, malah memperkuat dan
menegaskan bagi timbulnya pelecehan seksual. Selain itu,
seseorang selalu belajar dari lingkungan di sekitarnya dan apabila
hal ini dipertegas dari hasil observasinya, maka kecenderungan
tingkah laku ini akan terus berulang. Dalam beberapa kasus,
pelecehan seksual dilakukan agar laki-laki tetap menempati
posisinya.Hal ini didorong oleh motif ekonominya.
C. Dampak pelecehan seksual
Dampak Psikologis Pelecehan Seksual Menurut Collier (1992),
dampak-dampak psikologis pelecehan seksual tergantung pada :
1. Frekuensi terjadi pelecehan : semakin sering terjadi, semakin
dalam pula luka yang ditimbulkan.
2. Parah tidaknya (halus atau kasar, taraf) semakin parah tindak
pelecehan seksual dan semakin tindakan tersebut menghina

15
martabat dan integritas seseorang, semakin dalam pula luka yang
ditimbulkan, apalagi jika menyangkut keluarga korban.
3. Apakah secara fisik juga mengancam atau hanya verbal : semakin
tindakan pelecehan ini dirasakan mengancam korban secara fisik,
lebih dalam dampak dan luka yang ditimbulkan. Bila pelecehan
seksual dilakukan dengan ancaman pemecatan dan korban tidak
yakin mampu menemukan pekerjaan lain, maka dampak psikologis
akan lebih besar.
4. Apakah menggangu kinerja pekerja : bila ya, maka akan disertai
dengan rasa frustasi. Ini tentunya juga tergantung seberapa parah
dan jauh pelecehan itu mengganggu kinerja korban. Semakin parah
gangguan yang dialaminya, semakin tinggi taraf frustasi dan
semakin parah kerusakan psikologisnya.
Menurut Rumini & Sundari (2004) wanita yang mengalami
pelecehan seksual dapat mengalami akibat fisik seperti gangguan
perut, nyeri tulang belakang, gangguan makan, gangguan tidur rasa
cemas dan mudah marah.Sedangkan akibat psikologis ynag dirasakan
antara lain adalah perasaan terhina, terancam dan tidak berdaya. Hasil
ini diperkiat oleh penelitian Goodman (dalam Rumini & Sundari,
2004) yang menyatakan bahwa wanita korban pelecehan seksual
sebagian besar mengalami simtom-simtom fisik dan stress emosional.
Beberapa peneliti mencoba menyimpulkan akibat dari pelecehan
seksual pada kehidupan perempuan dan kesejahteraannya dapat
diperiksa dari tiga perspektif utama yaitu yang berkaitan dengan
pekerjaan atau pendidikan, faktor psikologis dan fisik yang berkaitan
dengan masalah kesehatan (Basri, 1994).
D. Cara Mencegah Pelecehan seksual
1. Selalu bersikap waspada. Sikap ini bisa ditunjukkan misalnya:
a. Jika memilih menggunakan taksi sebisa mungkin menggunakan
layanan jemput misalnya dari kantor, hotel, pusat perbelajaan
dan sebagainya. Tulis identitas taksi meliputi nama taksi,

16
pengemudi, no identitas dan no pintu dan segera kirim pada
orang terdekat.
b. Segera telpon orang terdekat dan informasikan identitas
c. Jika memilih bus atau angkot umum segera turun jika merasa
ada hal yang aneh dan mencurigakan
d. Jika memilih ojek dan memungkinkan, pilihlah yang anda
kenal atau ojek langganan. Jangan lupa minta no hp jika ada,
juga catat no kendaraan
2. Membekali diri dengan keterampilan bela diri bisa menjadi cara
untuk menangkis perkosaan
3. Melakukan perlawanan, seperti berteriak, memukul, menendang,
lari dan lain-lain.
4. Ketika sedang berjalan di tempat umum, usahakan untuk tidak
berjalan sendirian, ajak teman untuk bisa jalan bersama-sama.
5. Jangan pernah menerima ajakan orang yang tidak dikenal untuk
menumpang kendaraannya. Karena ini sama saja mengundang
orang lain untuk melakukan hal-hal yang merugikan kita.
6. Selalu siap sedia membawa 'senjata'. Misalnya, parfume, alarm,
atau gunting kuku yang bisa membantu Anda melawan si pelaku.
Ini bisa memberikan kesempatan untuk Anda melarikan diri,
karena alat-alat tersebut bisa memberikan Anda waktu sekitar 3-15
menit untuk melarikan diri dari si pelaku pelecehan seksual.
7. Gunakan pakaian dan aksesoris yang sopan dan wajar.

2.1.3 SINGLE PARENT


A. Definisi single parent
Single parent adalah seseorang yang tidak menikah atau berpisah
yang telah memutuskan sebagai orang tua tunggal dalam rumah tangga
( Suryati ramauli, S.ST & Anna Vida Vindari, S.ST. 2009. kesehatan
reproduksi buat mahasiswa kebidanan. yogyakarta. nuha medika ).

17
Single parent adalah keluarga yang memiliki orang tua tunggal (
Dwi Maryanti, S.SiT & Majestika Septikasari, S.ST. 2009. buku ajar
kesehatan reproduksi. yogyakarta. nuha medika )
B. Penyebab single parents
1. Perpisahan karena kematian
Bila salah suami meninggal, maka wanita akan menjadi single
parent dalam mengurussemua masalah dalam rumah tangga.
2. Perpisahan karena perceraian
Keadaan ini dapat terjadi jika antara suami istri tidak terdapat
lagi kecocokan, perbedaan persepsi atau perselisihan yang tidak
mampu menemukan jalan keluar, selain itu persoalan ekonomi,
pekerjaan, perbedaan prinsip hidup juga dapat memicu keretakan
didalam rumah tangga.
3. Kehamilan diluar nikah
Pola pergaulan bebas sebelum menikah atau karena kasus
pemerkosaan dapat berdampak pada kehamilan yang tidak
diharapkan, sehingga menyebabkan perempuan harus
membesarkan anak tanpa pasangan.
4. Bagi seorang perempuan atau laki-laki yang tidak mau menikah,
kemudian mengadopsi anak orang lain. Ditelantarkan atau ditinggal
suami tanpa dicerai Dapat terjadi pada laki-laki yang tidak
mempunyai tanggung jawab dengan menelantarkan/meninggalkan
keluarga tanpa ada kepastian bagaimana kelanjutan hubungan
mereka nanti.
C. Dampak single parent terhadap kehidupan wanita termasuk reproduksi
Ibu yang bercerai ataupun wanita yang memutuskan untuk menjadi
ibu tunggal sering kali terlalu dibebani dengan masalah ekonomi, mereka
cenderung tidak memliki uang untuk menikmati hidup, dan tak bisa
memikirkan dirinya sendiri karena terlalu banyak pikiran yang tercurah
untuk anak-anaknya. Adapun dampak terhadap tarhadap reproduksinya
yaitu kebutuhan seksual orang tua tunggal tidak terpenuhi, sehingga

18
terkadang mereka berfikir untuk mencari pendamping hidup ataupun
sekedar mmencari pelarian, namun adapula sebagian wanita yang
merasa trauma dengan lelaki sehingga mereka lebih cendrung menyukai
sesama jenisnya. Banyak ibu tunggal saat ini belum pernah menikah.
Peningkatan jumlah perempuan menghabiskan 20-an mereka
membangun diri dalam karir mereka dan tidak serius keinginan anak-
anak sampai mereka mencapai usia 30-an. Pada saat itu mereka mungkin
merasa bahwa jika mereka menunggu sampai mereka bertemu jodoh
yang cocok, mungkin terlalu terlambat untuk melahirkan anak. Ide
memiliki anak di luar perkawinan juga menjadi lebih luas diterima oleh
wanita yang lebih muda.
Beberapa wanita yang memilih untuk ibu tanpa perkawinan
memilih untuk menjadi hamil dengan cara inseminasi buatan. Tetapi
banyak menemukan bahwa beberapa dokter tidak mau artifisial
membuahi seorang wanita yang belum menikah. Beberapa yang memilih
inseminasi buatan benar-benar tidak ingin menjadi emosional terlibat
dengan ayah dari anak dan merasa ini akan dihindari jika mereka tahu
dia. Lainnya, terutama perempuan lesbian, memilih inseminasi buatan
hanya karena tidak memerlukan hubungan pribadi dengan pasangan laki-
laki. Yang lain ingin membesarkan anak sendiri dan takut bahwa jika
mereka tahu ayah, ia kemudian bisa membuat klaim pada anak. Beberapa
wanita yang menginginkan anak tanpa menikah memilih mitra yang
bersedia untuk ayah anak dengan tanpa pamrih. Lain setuju ayah diakui
akan terlibat dalam kehidupan anak walaupun orang tua tidak akan
menikah. Apapun pilihan mereka, bagaimanapun, ibu-ibu ini bebas untuk
membesarkan anak-anak mereka sesuai dengan ide-ide mereka sendiri
dan nilai-nilai, dan mereka menuai banyak manfaat orangtua. Di sisi lain,
mereka melakukan tanggung jawab yang berat dan risiko kesepian
pengasuhan tanpa mitra dengan siapa untuk berbagi baik beban dan
waktu yang baik.

19
2.1.4 PERKAWINAN USIA MUDA DAN TUA
Pernikahan usia muda adalah pernikahan yang dilakukan oleh
remaja di bawah umur (antara 13-18 tahun) yang masih belum cukup
matang baik fisik maupun psikologis, karena berbagai faktor antara lain
faktor ekonomi, sosial, budaya, penafsiran agama yang salah, pendidikan,
dan akibat pergaulan bebas. Individu yang menikah pada usia muda akan
cenderung bergantung pada orangtua secara finansial maupun emosional.

Perkawinan usia tua adalah perkawinan yang dilakukan bila


perempuan berumur lebih dari 35 tahun. Biasanya faktor yang mendorong
manusia untuk menikah di usia tua adalah faktor karir, pendidikan, dan
ingin memilih pasangan yang ideal. Namun, perkawinan di usia tua juga
memiliki dampak positif, seperti kematangan fisik, kematangan psikologis,
sosial dan finansial. Sedangkan dampak negatifnya adalah meningkatkan
angka kesakitan dan kematian ibu dan bayi, serta meningkatkan resiko
kehamilan dengan anak kelainan bawaan. Untuk mencegah terjadinya
perkawinan diusia tua adalah dengan cara melakukan penyuluhan,
merubah cara pandang budaya dan meningkatkan kegiatan sosialisasi.
Sedangkan penanganannya dilakukan dengan cara pengawasan kesehatan
dan peningkatan kesehatan.

2.1.5 WANITA DI TEMPAT KERJA


A. Definisi Kesehatan Reproduksi Wanita.
Berdasarkan Konferensi Wanita sedunia ke IV di Beijing pada
tahun 1995 dan Koperensi Kependudukan dan Pembangunan di Cairo
tahun 1994 sudah disepakati perihal hak-hak reproduksi tersebut.
Dalam hal ini (Cholil,1996) menyimpulkan bahwa terkandung empat
hal pokok dalam reproduksi wanita yaitu :
 Kesehatan reproduksi dan seksual (reproductive and sexual health)
 Penentuan dalam keputusan reproduksi (reproductive decision
making)

20
 Kesetaraan pria dan wanita (equality and equity for men and
women)
 Keamanan reproduksi dan seksual (sexual and reproductive
security)
Adapun definisi tentang arti kesehatan reproduksi yang telah
diterima secara internasional yaitu : sebagai keadaan kesejahteraan
fisik, mental, sosial yang utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan
sistim, fungsi-fungsi dan proses reproduksi. Selain itu juga disinggung
hak produksi yang didasarkan pada pengakuan hak asasi manusia bagi
setiap pasangan atau individu untuk menentukan secara bebas dan
bertanggung jawab mengenai jumlah anak, penjarakan anak, dan
menentukan kelahiran anak mereka.
B. Indikator Permasalahan Kesehatan Reproduksi Wanita.
Dalam pengertian kesehatan reproduksi secara lebih mendalam,
bukan semata-mata sebagai pengertian klinis (kedokteran) saja tetapi
juga mencakup pengertian sosial (masyarakat). Intinya goal kesehatan
secara menyeluruh bahwa kualitas hidupnya sangat baik. Namun, kondisi
sosial dan ekonomi terutama di negara-negara berkembang yang kualitas
hidup dan kemiskinan memburuk, secara tidak langsung memperburuk
pula kesehatan reproduksi wanita. Indikator-indikator permasalahan
kesehatan reproduksi wanita di Indonesia antara lain:
1. Gender, adalah peran masing-masing pria dan wanita berdasarkan
jenis kelamin menurut budaya yang berbeda-beda. Jender sebagai
suatu kontruksi social mempengaruhi tingkat kesehatan, dan karena
peran jender berbeda dalam konteks cross cultural berarti tingkat
kesehatan wanita juga berbeda-beda.
2. Kemiskinan, antara lain mengakibatkan:
 Makanan yang tidak cukup atau makanan yang kurang gizi
 Persediaan air yang kurang, sanitasi yang jelek dan perumahan
yang tidak layak.
 Tidak mendapatkan pelayanan yang baik.

21
C. Wanita Di Tempat Kerja
Kesehatan reproduksi menjadi cukup serius sepanjang hidup,
terutama bagi perempuan, selain karena rawan terpapar penyakit, juga
berhubungan dengan kehidupan sosialnya, misalnya kurangnya
pendldikan yang cukup, kawin muda, kematian ibu, masalah kesehatan
reproduksi perempuan, masalah kesehatan kerja, menopause, dan
masalah gizi (Baso dan Raharjo, 1999).
Sebagaian besar perempuan bekerja keras setiap hari, memasak,
membersihkan rumah demi kelangsungan hidup keluarga. Namun jika
perempuan juga bekerja di luar rumah (mencari penghasilan), maka
beban kerjanya menjadi rangkap. Beban kerja yang terlalu berat
membuat seorang perempuan mengalami kecapekan dan mudah terserang
penyakit. Terlebih lagi bila seorang perempuan tidak punya cukup waktu
untuk istirahat dan tidak memperoleh cukup perhatian akan kondisi
kesehatannya.
Dalam kaitan dengan kesehatan reproduksi usia pertama kali
menikah sebagian besar berusia 15-20 tahun dan 78,8% responden
mempunyai anak setelah pernikahan. Hal ini menunjukkan tingkat
kesuburan dari responden. Hasil penelitian juga menunjukkan sebagian
kecil responden belum mempunyai anak (belum pernah hamil dan
mengalami keguguran).
Dalam kaitan dengan pengaturan kehamilan sebagian besar tidak
melakukan pengaturan terhadap kehamilan dan jumlah anak yang
diinginkan. Kondisi ini dapat dimungkinkan antara lain kesempatan
bekerja di luar rumah membuat responden mempunyai otonomi yang
besar dalam hal yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi. Sedangkan
bagi responden yang mengatur kehamilan dengan menggunakan
kontrasepsi maka jenis kontrasepsi modern menjadi pilihannya baik atas
pertimbangan sendiri maupun atas pertimbangan suami istri. Askes
pelayanan KB maupun kesehatan reproduksi sebagaian besar pergi ke
tempat pelayanan kesehatan. Sebagaian besar responden mengaku

22
menstruasi pertama kali setelah usia lebih 12 tahun dan sebagian besar
tidak mengalami sakit saat mentruasi dengan siklus antara 21-35 hari.
Kondisi kesehatan reproduksi di tempat kerja menunjukkan
belum banyak responden yang mendapatkan hak reproduksi sehat (cuti
haid, kelahiran, dan pemberian ASI. Sedangkan aktivitas kerja di luar
rumah tampak masih ada yang belum mempunyai anak. Untuk
memelihara kesehatan manusia memerlukan kerja dan istirahat yang
cukup sehingga tidak mudah sakit terutama yang berhubungan dengan
kesehatan reproduksi.

2.1.6 INCEST
A. Definisi
Hubungan sedarah (Inggris: Incest) adalah hubungan badan
atau hubungan seksual yang terjadi antara dua orang yang mempunyai
ikatan pertalian darah, misal ayah dengan anak perempuannya, ibu
dengan anak laki-lakinya, atau antar sesama saudara kandung atau
saudara tiri.
Incest adalah hubungan seksual antara anggota keluarga dalam
rumah, baik antara kakak-adik kandung/tiri, ayah dengan anak
kandung/tiri, paman dengan keponakan atau ibu dengan anak
kandung/tiri. (Ruth S Kempe & C. Henry Kempe).
Incest adalah hubungan seksual sampai taraf koitus antar
anggota keluarga, misalnya antara kakak lelaki dan adik perempuan
atau antara ayah dan anak perempuan, yang dilarang oleh adat
kebudaan. (Supraptiknya, 1995)
Dalam kasus incest antara ayah dengan anak, jarang terjadi
karena adanya unsur suka sama suka; dan umumnya anak lebih
merupakan korban pemerkosaan. Dengan demikian, ada unsure
kekerasan seksual yang dilakukan ayah terhadap putri kandungnya.
Secara psikologis,kekerasan seksual (pemerkosaan) yang dilakukan
oleh sang ayah akan sangat menghancurkan mental korban (anak).

23
Kejadian incest jarang dilaporkan kepada yang berwajib karena akan
memalukan keluarga atau khawatir akan mendapat hukuman. (Nilam
Widyarini, 2009)
B. Jenis Incest
Incest terbagi menjadi 2 (dua) jenis menurut sifatnya, yaitu:
1. Incest yang bersifat sukarela (tanpa paksaan).
Hubungan seksual yang dilakukan terjadi karena unsur suka
sama suka.
2. Incest yang bersifat paksaan.
Hubungan seksual dilakukan karena unsur keterpaksaan,
misalkan pada anak perempuan diancam akan dibunuh oleh
ayahnya karena tidak mau melayani nafsu seksual. Incest seperti
ini pada masyarakat lebih dikenal dengan perkosaan incest.
Jenis-jenisnya berdasarkan penyebabnya adalah:
1. Incest yang terjadi secara tidak sengaja, misalnya kakak-asik
lelaki-perempuan remaja yang tidur sekamar, bisa tergoda
melakukan eksplorasi dan eksperimentasi seksual sampai terjadi
incest.
2. Incest akibat psikopatologi berat. Jenis ini bisa terjadi antara ayah
yang alkoholik atau psikopatik dengan anak perempuannya.
Penyebabnya adalah kendornya control diri akibat alcohol atau
psikopati pada sang ayah
3. Incest akibat peudofillia, misalnya seorang lelaki yang harus
menggauli anak-anak perempuan dibawah umur, termasuk
anaknya sendiri.
4. Incest akibat contoh buruk dari ayah. Seorang lelaki menjadi
senang melakukan incest karena meniru ayahnya melakukan
perbuatan yang sama dengan kakak atau adik perempuannya.
5. Incest akibat patologi keluarga dan hubungan perkawinan yang
tidak harmonis. Seorang suami-ayah yang tertekan akibat sikap
memusuhi serba mendominasi dari istrinya bisa terperosok

24
melakukan incest dengan anak perempuannya (Supraptiknya,
1995).

C. Penyebab Incest
Ada beberapa penyebab atau pemicu timbulnya incest. Akar
dan penyebab tersebut tidak lain adalah karena pengaruh aspek
struktural, yakni situasi dalam masyarakat yang semakin kompleks.
Kompleksitas situasi menyebabkan ketidakberdayaan pada diri
individu. Khususnya apabila ia seorang laki-laki (notabene cenderung
dianggap dan menganggap diri lebih berkuasa) akan sangat
terguncang, dan menimbulkan ketidakseimbangan mental-psikologis.
Dalam ketidakberdayaan tersebut, tanpa adanya iman sebagai
kekuatan internal/spiritual, seseorang akan dikuasai oleh dorongan
primitif, yakni dorongan seksual ataupun agresivitas.
Dilihat dari datangnya incest sendiri, faktor penyebabnya dapat
dibedakan menjadi factor internal dan eksternal.
1. Faktor internal, yang terdiri dari :
 Biologis
Dorongan seksual yang terlalu besar dan ketidak
mampuan pelaku mengendalikan hawa nafsu seksnya.
Faktor biologis ini merupakan faktor yang susah untuk di
sembuhkan.
Menurut pengakuan pelaku incest yang di
publikasikan di media massa, hubungan incest mereka
lakukan dengan alasan kesepian di tinggal istri, kurang puas
dengan layanan istri, kebiasaan anak perempuan tidur
dengan bapaknya selain itu juga kejadian ini dapat terjadi
karena adanya dugaan pelaku mengidap kelainan seks dan
masalah gangguan kejiwaan.
 Psikologis

25
Pelaku memiliki kepribadian menyimpang, seperti
minder, tidak percaya diri, kurang pergaulan, menarik diri
dan sebagainya.
Selain faktor biologis incest juga berpengaruh pada
psikologis si pelaku, dalam hal ini mungkin saja si pelaku
tidak percaya diri, susah bergaul dengan lingkungannya,
faktor – faktor tersebut juga sangat mempengaruhi
terjadinya incest. Kurang pergaulan yang mana pada
keluarga tertentu di larang bergaul dengan dunia luar.
Kadang – kadang ada juga penyebab dimana satu keluarga
di larang menikah di luar kalangannya agar semua harta
yang dimiliki tidak keluar dari keluarga besarnya. Ada juga
kemungkinan di harapkan supaya turunan mereka lebih asli
sebagai bangsawan.
2. Faktor eksternal, yang terdiri dari :
 Ekonomi keluarga
Selain faktor inernal yang telah di paparkan di atas
faktor eksternal juga sangat mempengaruhi seperti halnya
ekonomi keluarga yang minim yang pas – pasan.
Masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah atau
mempunyai keterbatasan pendapatan untuk bermain diluar
lingkungan mereka sehingga mempengaruhi cara pandang
dan mempersempit ruang lingkup pergaulan. Dalam
masyarakat yang kurang mampu hal ini banyak sekali
terjadi. Kemiskinan yang absolut menyebabkan seluruh
anggota keluarga suami istri dan anak-anak tidur dalam satu
tempat tidur. Apabila satu waktu seorang ayah bersentuhan
dengan anak perempuannya yang masih gadis maka ada
kemungkinan salah satu dari keduanya bisa terangsang
yang akhirnya terjadi hubungan seksual, paling tidak

26
kontak seksual. Situasi semacam ini memungkinkan utuk
terjadinya incest kala ada kesempatan.
 Tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah.
Selain faktor ekonomi keluarga tingkat pendidikan
dan pergaulan yang rendahpun mempengaruhi, karena
faktor inilah kemampuan berfikir seseorang tidak
berkembang, mereka tidak berfikir logis, tidak memikirkan
dampak kedepannya seperti apa, mereka hanya berfikir
hanya untuk kepuasan semata.
 Tingkat pemahaman agama dan penerapan aqidah serta
norma agama yang kurang.
Di samping faktor-faktor yang telah di jelaskan di
atas, menurut pendapat saya ada faktor yang lebih
mempengaruhi yaitu tingkat pemahaman agama dan
penerapan aqidah serta norma agama yang kurang. Apabila
seseorang memiliki tingkat pemahaman agama yang
minim.
 Konflik budaya
Perubahan social terjadi begitu cepat seiring dengan
perkembangan teknologi. Alat – alat komunikasi seperti
radio, televise, VCD, HP, Koran dan majalah telah masuk
keseluruh pelosok wilayah Negara kita (indonesia). Seiring
dengan itu masuk pula budaya baru yang sebetulnya tidak
cocok dengan budaya dan norma – norma setempat. Orang
dengan mudah mendapat berita criminal seks melalui
tayangan televise maupun tulisan di Koran dan majalah.
Juga informasi dan pengalaman pornografi dan berbagai
jenis media. Akibatnya, tayangan telvisi, VCD, dan berita
di Koran atau majalah yang sering menampilkan kegiatan
seksual incest serta tindak kekerasannya, dapat menjadi

27
model bagi mereka yang tidak bias mengontrol hawa nafsu
birahinya.
 Pengangguran.
Kondisi krisis juga mengakibatkan banyak
terjadinya PHK yang berakibat banyak orang yang
mengganggur. Dalam situasi sulit mencari pekerjaan,
sementara keluarga butuh makan, tidak jarang suami istri
banting tulang bekerja seadanya. Dengan kondisi istri
jarang di rumah (apalagi kalau isri menjadi TKW),
membuat sang suami kesepian. Mencari hiburan di luarpun
butuh biaya sedangkan uang tidak ada. Tidak menutup
kemungkinan anak yang sedang dalam perkembangan
(remaja atau gadis) menjadi sasaran pelampiasan nafsu
birahi sang ayah.
D. Alasan Anggota Keluarga Melakukan Incest
1. Ayah sebagai pelaku.
Kemungkinan pelaku mengalami masa kecil yang kurang
menyenangkan, latar belakang keluarga yang kurang harmonis,
bahkan mungkin saja pelaku merupakan korban penganiayaan
seksual di masa kecilnya. Pelaku cenderung memiliki kepribadian
yang tidak matang, pasif, dan cenderung tergantung pada orang
lain. Ia kurang dapat mengendalikan diri/hasratnya, kurang dapat
berfikir secara realistis, cenderung pasif-agresif dalam
mengekpresikan emosinya, kurang memiliki rasa percaya diri.
Selain itu, kemungkinan pelaku adalah pengguna alkohol atau
obat-obatan terlarang lainnya.
2. Ibu sebagai pelaku.
Ibu yang melakukan penganiayaan seksual cenderung
memiliki tingkat kecerdasan yang rendah dan mengalami
gangguan emosional. Ibu yang melakukan incest terhadap anak
laki-lakinya cenderung didorong oleh keinginan adanya figur

28
‘pria lain’ dalam kehidupannya, karena kehadiran suami secara
fisik maupun emosinal dirasakan kurang sehingga ia berharap
anak laki-lakinya dapat memenuhi keinginan yang tidak
didapatkan dari suaminya. Kasus ini jarang didapati, terutama
karena secara naluriah wanita cenderung memiliki sifat mengasuh
dan ‘melindungi’ anak.
3. Saudara kandung sebagai pelaku.
Kakak korban yang melakukan penganiayaan seksual
biasanya menirukan perilaku orang tuanya atau memiliki
keinginan mendominasi/menghukum adiknya. Selain itu,
penganiayaan seksual mungkin pula dilakukan oleh orang tua
angkat/tiri, atau orang lain yang tinggal serumah dengan korban,
misalnya saudara angkat.
E. Akibat Incest
Ada beberapa dampak dari perilaku incest ini. Diantaranya adalah:
1. Dampak Psikologis
Incest dapat menimbulkan tekanan psikologis.
a) Masalah konstruksi social tentang keluarga, misalnya
masyarakat mengenal ayah dan anak sebagai satu kesatuan
keluarga. Tetapi jika terjadi kasus Incest, maka status
ayahnya tersebut menjadi ganda, ayah sekaligus kakek.
b) Kasus pemerkosaan Incest, misalnya pemerkosaan ayah
terhadap anak perempuannya, anak laki – laki kepada
ibunya. Dalam hal ini mungkin terjadi didasarkan kelainan
anak yang terlalu mencintai ibunya, dalam ilmu psikologis
disebut dengan istilah Oedipus Compleks.
c) Dari berbagai peristiwa hubungan incest yang banyak di
laporkan di media akhir – akhir ini menunjukan betapa
menderitanya perempuan korban incest. Ketergantungan dan
ketakutan akan ancaman membuat perempuan tidak bisa
menolak di perkosa oleh ayah, kakek, paman, saudara atau

29
anaknya sendiri. Sangat sulit bagi mereka untuk keluar dari
kekerasan berlapis – lapis itu karena mereka sangat
tergantung hidupnya pada pelaku dan masih berfikir tidak
mau membuka aib laki – laki yang pada dasarnya di
sayanginya yang seharusnya menyayanginya dan menjadi
pelindung bagi keluarganya terutama (istri dan anak
perempuannya) dengan terjadinya incest akibatnya mereka
mengalami trauma seumur hidup dan gangguan jiwa.,
sehingga kejiwaannya akan terganggu hal ini merupakan
dampak psikologis dari peristiwa incest
d) Gangguan psikologis. Gangguan psikologis akibat dan
kekerasan seksual atau trauma post sexual abuse, antara lain :
tidak mampu mempercayai orang lain, takut atau khawatir
dalam berhubungan seksual, depresi, ingin bunuh diri dan
perilaku merusak diri sendiri yang lain, harga diri yang
rendah, merasa berdosa, marah, menyendiri dan tidak mau
bergaul dengan orang lain, dan makan tidak teratur.
2. Dampak Terhadap Fisik
Dari segi medis tidak setiap pernikahan Incest akan
melahirkan keturunan yang memiliki kelainan atau gangguan
kesehatan.Incest memiliki alasan besar yang patut
dipertimbangkan dari kesehatan medis.
Peristiwa incest apalagi pemerkosaan incest dapat
menyebabkan rusaknya alat reproduksi anak dan resiko tertular
penyakit menular seksual. Korban dan pelaku menjadi stress
yang akan merusak kesehatan kejiwaan mereka. Dampak
lainnya dari hubungan incest adalah kemungkinan menghasilkan
keturunan yang lebih banyak membawa gen homozigot.
Beberapa penyakit yang di turunkan melalui gen homozigot
resesif yang dapat menyebabkan kematian pada bayi yaitu fatal
anemia, gangguan penglihatan pada anak umur 4 – 7 tahun yang

30
bisa berakibat buta, albino, polydactyl dan sebagainya. Pada
perkawinan sepupu yang mengandung gen albino maka
kemungkinan keturunan albino lebih besar 13,4 kali di
bandingkan perkawinan biasa. Kelemahan genetic lebih
berpeluang muncul dan riwayat genetic yang buruk akan
bertambah dominan serta banyak muncul ketika lahir dari orang
tua yang memiliki kedekatan keturunan.
Selain itu banyak penyakit genetic yang peluang
munculnya lebih besar pada anak yang dilahirkan dari kasus
incest Banyak penyakit genetika yang berpeluang muncul lebih
besar, contoh :
a. Skizoprenia : kromosom yang mengalami gangguan
kesehatan jiwa. Penyakit ini merupakan suatu gangguan
psikologis fungsional berupa gangguan mental berulang yang
ditandai dengan gejala – gejala psikotik yang khas dan oleh
kemunduran fungsi social, fungsi kerja, dan perawatan diri.
Gejala – gejala awal biasanya terjadi pada masa remaja awal
atau dua puluhan. Pada pria sering mengalami penyakit ini
lebih awal di bandingkan dengan wanita.
b. Leukodystrophine atau kelainan pada bagian syaraf yang
disebut milin, yang merupakan lemak yang meliputi insulates
serat saraf yang menyebabkan proses pembentukan enzim
terganggu. Tanda – tanda gejala penyakit ini biasanya di
mulai pada awal bayi, namun tentu saja kondisi bias sangat
bervariasi. Bayi yang mempunyai penyakit ini biasanya
normal untuk beberapa bulan pertama lahir akan tetapi pada
bulan – bulan berikutnya akan terlihat kelainannya
c. Idiot : keterlambatan mental serta perkembangan otak yang
lemah. Kelainan yang berdampak pada keterbelakangan
pertumbuhan fisik dan mental ini pertama kali dikenal pada
tahun 1866 oleh Dr. John Longdon Down. Karena cirri – cirri

31
yang tampak aneh seperti tinggi badan yang relative pendek,
kepala mengecil, hidung yang datar menyerupai orang
mongoloid maka sering juga di kenal dengan mongolisme.
d. Kecacatan kelahiran bisa muncul akibat ketegangan saat ibu
mengandung dan adanya rasa penolakan secara emosional
dari ibu. Gangguan emosional yang dialami si ibu akibat
kehamilan yang tidak di harapakan akan mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan janian pra dan pasca
kelahiran dan pada akhirrnya bayi yang ada dalam rahim
ibupun akan mengalami kelainan – kelainan genetic yang
nantinya akan berdampak buruk pada bayi tersebut.
e. Hemophilia : penyakit sel darah merah yang pecah yang
mengakibatkan anak harus menerus mendapatkan transfuse
darah. Penyakit ini merupakan gangguan perdarahan yang
bersifat herediter akibat kekurangan factor pembekuan VIII
dan IX.
F. Upaya Mencegah Incest
Untuk menghindari terjadinya incest yang baik disertai atapun
tidak disertai kekerasan seksual, perlu dilakukan tindakan sebagai
berikut:
1. Memperkuat keimanan dengan menjalankan ajaran agama secara
benar. Bukan hanya mengutamakan ritual, tetapi terutama
menghayati nilai-nilai yang diajarkan sehingga menjadi bagian
integral dari diri sendiri. Hal ini dapat dicapai dengan
penghayatan akan Tuhan sebagai pribadi, sehingga relasi dengan
Tuhan bersifat “mempribadi”, bukan sekadar utopia yang absurd.
2. Memperkuat rasa empati, sehingga lebih sensitif terhadap
penderitaan orang lain, sekaligus tidak sampai hati membuat
orang lain sebagai korban.
3. Mengisi waktu luang dengan kegiatan kreatif-positif.

32
4. Menjauhkan diri dan keluarga dari hal-hal yang dapat
membangkitkan syahwat.
5. Memberikan pengawasan dan bimbingan terhadap anggota
keluarga, sehingga dapat terkontrol.
6. Memberikan pendidikan seks sejak dini, sesuai dengan usia anak.
G. Tindakan Terhadap Korban Incest
Tindakan yang perlu dilakukan terhadap korban incest dengan
kekerasan seksual adalah:
1. Mengamankan untuk sementara ke tempat yang tenang.
2. Meminta bantuan kepada individu atau organisasi yang
memberikan pelayanan konseling untuk korban kekerasan
seksual.
3. Menyerahkan pelayanan medis ke dokter atau rumah sakit yang
dapat dipercaya dapat menjaga privasi korban.
4. Melapor kepada yang berwajib dan memberikan bantuan
hukum.
Memberikan advokasi kepada keluarga yang sedang panik dan
bingung.

2.1.7 HOME LESS


A. Pengertian Homeless
Homeless atau gelandangan adalah orang-orang yang hidup
dalam keadaan tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak
dalam masyarakat setempat, serta tidak mempunyai tempat tinggal
dan pekerjaan yang tetap di wilayah tertentu dan hidup mengembara
di tempat umum. Sedangkan, pengemis adalah orang-orang yang
mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta di muka umum
dengan pelbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan
dari orang lain. (Anon., 1980). Humaidi, (2003) menyatakan bahwa
gelandangan berasal dari kata gelandang yang berarti selalu
mengembara, atau berkelana (lelana).

33
Menurut Muthalib dan Sudjarwo (dalam IqBali, 2005)
diberikan tiga gambaran umum gelandangan, yaitu (1) sekelompok
orang miskin atau dimiskinkan oleh masyaratnya, (2) orang yang
disingkirkan dari kehidupan khalayak ramai, dan (3) orang yang
berpola hidup agar mampu bertahan dalam kemiskinan dan
keterasingan. Ali, dkk., (1990) juga menggambarkan mata
pencaharian gelandangan di Kartasura seperti pemulung, peminta-
minta, tukang semir sepatu, tukang becak, penjaja makanan, dan
pengamen.
B. Ciri-Ciri Homeless
 Para tunawisma tidak mempunyai pekerjaan
 Kondisi fisik para tunawisma yang dapat dibilang tidak sehat
karena kondisi lingkungan yang memprihatinkan.
 Para Tunawisma biasanya mencari-cari barang atau makanan
disembarang tempat demi memenuhi kebutuhan hidupnya.
 Para Tunawisma hidup bebas tidak bergantung kepada orang
lain ataupun keluarganya.
C. Penyebab Homeless
Sementara itu Alkostar (1984) dalam penelitiannya tentang
kehidupan gelandangan melihat bahwa terjadinya gelandangan dan
pengemis dapat dibedakan menjadi dua faktor penyebab, yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi sifat-sifat malas,
tidak mau bekerja, mental yang tidak kuat, adanya cacat fisik ataupun
cacat psikis. Sedangkan faktor eksternal meliputi faktor sosial,
kultural, ekonomi, pendidikan, lingkungan, agama dan letak geografis
Alasan utama dan penyebab untuk tunawisma yang
didokumentasikan oleh banyak laporan dan studi meliputi:
 Tidak tersedianya lapangan kerja.
 Kemiskinan, disebabkan oleh banyak faktor termasuk
pengangguran dan setengah pengangguran.

34
 Orang yang memiliki beberapa jenis penyakit kronis dan
melemahkan tetapi tidak bisa mendapatkan layanan kesehatan
baik karena mereka tidak punya uang untuk membelinya atau
karena pemerintah tidak akan memberikannya kepada mereka
terlalu lemah untuk pergi dan bekerja setiap hari sehingga
mereka tetap miskin dan tunawisma.
 Penyalahgunaan oleh pemerintah maupun oleh orang lain
karena kekuasaan.
 Perang atau konflik bersenjata.
 Gangguan mental, dimana layanan kesehatan mental tidak
tersedia.
 Cacat, terutama dimana pelayanan penyandang cacat non-ada
atau miskin bermasalah.
 Pengecualian sosial, termasuk karena orientasi seksual dan
identitas gender
 Kekerasan domestik .
D. Alasan Wanita Menjadi Homeless
Ada berbagai alasan yang menjadikan seseorang wanita
memilih untuk menjalani hidupnya sebagai seorang Tunawisma.
Mulai dari permasalahan psikologis, kerenggangan hubungan dengan
keluarga, atau keinginan untuk hidup bebas. Namun alasan yang
terbanyak dan paling umum adalah kegagalan para perantau dalam
mencari pekerjaan. Cerita-cerita di kampung halaman tentang
kesuksesan perantau kerap menjadi buaian bagi putra daerah untuk
turut meramaikan persaingan di kota besar. Beberapa di antaranya
memang berhasil, namun kebanyakan dari para perantau kurang
menyadari bahwa keterampilan yang mumpuni adalah modal utama
dalam perantauan. Sehingga mereka yang gagal dalam merengkuh
impiannya, melanjutkan hidupnya sebagai tunawisma karena alas an
tang sangat klasik yakni malu bila pulang ke kampung halaman.

35
Masalah kependudukan di Indonesia pada umumnya telah
lama membawa masalah lanjutan, yaitu penyediaan lapangan
pekerjaan. Dan bila kita meninjau keadaan dewasa ini, pemerataan
lapangan pekerjaan di Indonesia masih kurang. Sehingga kota besar
pada umumnya mempunyai lapangan pekerjaan yang lebih banyak
dan lebih besar daripada kota-kotakecil.
Hal inilah yang menjadi penyebab keengganan tunawisma
untuk kembali ke daerahnya selain karena perasaan malu karena
berpikir bahwa daerahnya memiliki lapangan pekerjaan yang lebih
sempit daripada tempat dimana mereka tinggal sekarang.

E. Masalah yang dihadapi oleh Homeless


Masalah dasar dari tunawisma adalah kebutuhan manusia
untuk pribadi, kehangatan tempat berlindung dan keselamatan.
kesulitan dasar lainnya termasuk :
 keamanan pribadi, ketenang, dan privasi, terutama untuk tidur
 penitipan tempat tidur, pakaian dan harta benda, yang mungkin
harus dilakukan setiap saat
 kebersihan dan fasilitas sanitasi
 pembersihan dan pengeringan pakaian
 mendapatkan, menyiapkan dan menyimpan makanan dalam
jumlah banyak
 permusuhan dan kekuatan hukum terhadap pergelandangan
perkotaan.
F. Pola Perilaku Seksual Perempuan Tunawisma
Pola perilaku anak perempuan atau wanita yang terjadi di
kehidupan jalanan yang dimulai dari usia sekolah hingga dewasa
hampir sama,seakan-akan yang mereka lakukan adalah hal amat biasa
tentunya diikalangan mereka. Berikut contohnya :
1. Seks bebas

36
Dari perilaku seksual usia dini Anak jalanan perempuan, yang
mulai seks bebas yaitu anak-anak jalanan dengan usia dibawah 14
tahun dan ada yang melakukan dengan saudaranya sendiri. Hal ini
menyebabkan anak jalanan rentan terhadap penyakit kelamin
misalnya HIV atau AIDS.
2. Penggunaan Drugs
Anak jalanan perempuan rela melakukan hal apapun ( merampas,
mencuri, membeli, hubungan seks) yang penting bisa
mendapatkan uang untuk membeli minuman keras, pil dan zat
aditif lainnya. Mereka menggunakan itu karena ingin
menumbuhkan keberanian saat melakukan kegiatan di jalanan.
3. Tindak Kriminal
Kegiatan-kegiatan yang bisa dikategorikan sebagai tindakan
kriminal yang diketahui pernah dilakukan anak jalanan
perempuan yaitu memeras, mencuri, mencopet dan pengedaran
pil. Tindak kriminal terhadap anak jalanan ini juga dilakukan oleh
petugas keamanan seperti Polisi, Satpol PP, TNI, Kantor
Informasi dan Komunikasi Pemerintah, DLLAJ. Bagian sosial
Pemerintah pada saat melakukan operasi razia ketertiban terhadap
anak jalanan, gelandangan, anak yang dilacurkan dan pekerja seks
komersial dengan perlakuan tidak manusiawi dan sadis.
4. Eksploitasi Seksual
Keberadaan anak jalanan perempuan yang tinggal dijalanan
sangat rentan terhadap eksploitasi khususnya eksploitasi seksual
seperti pelecehan, penganiyaan secara seksual, pemerkosaan,
penjerumusan anak dalam prostitusi dan adanya indikasi
perdagangan anak keluar daerah khususnya Riau dan Batam.
5. Drop out dari sekolah
6. Anak-anak jalanan yang dulu pernah sekolah ini banyak
mengalami kekerasan di sekolah seperti perlakuan salah baik
yang dilakukan oleh teman maupun guru mereka.

37
G. Masalah kesehatan dari Homeless
Rata-rata, orang dewasa tunawisma memiliki 8 sampai 9
penyakit medis bersamaan. Tunawisma yang biasa menderita kondisi
dermatologi (misalnya, kutu kulit, kudis, eksim, dan ruam alergi),
infeksi saluran pernapasan, kerusakan gigi, masalah kaki (misalnya,
parit kaki, tinea pedis), gangguan penglihatan, infeksi menular seksual
(IMS), dan trauma. Keterbatasan fungsional, penyalahgunaan zat, dan
penyakit mental (terutama depresi, skizofrenia, gangguan stres pasca
trauma, dan gangguan kepribadian) yang sangat umum. Yang biasa
penyakit kronis, seperti hipertensi, diabetes, dan asma, cukup lazim
dan sulit untuk mengelola. tes pencegahan yang kurang dimanfaatkan
karena waktu dan keterbatasan dana dan karena pasien cenderung
untuk menyajikan dengan kebutuhan perawatan akut yang
membutuhkan perhatian segera.
Homeless wanita memiliki tingkat kehamilan sekitar dua kali
angka nasional . ]tingkat HIV lebih tinggi dibandingkan pada
masyarakat umum, yang telah dikaitkan dengan prevalensi yang lebih
tinggi penggunaan narkoba intravena, IMS, prostitusi, seks
kelangsungan hidup, dan akses terbatas pada kondom.

2.1.8 WANITA DIPUSAT REHABILITASI


A. Pengertian
Wanita pemakai atau pecandu narkoba biasanya terganggu
atau menderita secara fisik (penyakit), mental (perilaku salah),
spiritual (kekacauan nilai2 luhur) dan social (rusak komunikasi)
Pusat rehabilitasi : tempat atau sarana yg digunakan untuk
proses pemulihan atau perbaikan untuk kembali seperti semula missal
ketergantungan narkoba, penyandang cacat baik fisik atau mental dan
masalah yg lain.
B. Jenjang Proses Kesembuhan
1. Jenjang Transisi

38
Gejala mulai kesadaran bahwa ia kehilangan sesuatu yg berharga :
kewarasan, hidup normal dalam hati kecil, mulai menakui bahwa
ia sedang ketagihan, ketergantungan dan sulit untuk
meninggalkan narkoba.
2. Jenjang stabilisasi Dini
Mulai membenahi diri denga cara sendiri, padahal selalu gagal
ia mulai menyadari bahwa itu sia-sia. Akhirnya memutuskan
untuk minta bantuan atau jasa orang lain. Cara menstabilkan diri :
a. Mengakui perlunya jasa pendamping
b. Melangkah mengatasi gejala putus asa
c. Melangkah mengatasi masalah patologis
d. Mempelajari metode mengatasi stress tanpa obat-obataan.
3. Jenjang kesembuhan awal
Merubah seluruh system keyakinan menempuh arah baru,
kehidupan yg berlawanan dengan narkoba yaitu :
a. Mengaku narkoba itu berbahaya dan banyak membawa masalah
b. Bersedia menerima bantuan dari orang lain
c. Berserah diri pada Tuhan
d. Berusaha membangun hidup baru
e. Bersedia berbuat untuk kekurangan diri/pribadi
f. Yakin akan menerima keberanian, kekuatan dan harapan dari
Tuhan.
4. Jenjang kesembuhan menengah
Pola gaya hidup masih rancu, yang perlu dibenahi :
a. Menanggulangi bahaya patah semangat
b. Memperbaiki gangguan narkoba
c. Mengusahakn peningkatan emosi diri
d. Membangun gaya hidup yang seimbang
e. Menata perubahan dan pertumbuhan diri
5. Jenjang akhir kesembuhan

39
Dalam jenjang akhir ini perhatian dipusatkan pada masalah
yg berukuran pada pecandu seperti : masalah DNA, penularan,
keyakinan dan kepercayaan.
5. Jenjang Pemantapan
Kesembuhan bukan sasaran tapi sarana menuju kesehatan,
yang dapat dilakukan :
a. Memelihara program kesembuhan
b. Mengubah pola hidup
c. Bertambah dan berkembang
d. Mampu menyesuaikan diri

2.1.9 WANITA SEKS KOMERSIAL


A. Pengertian Pekerja Seks Komersial
Pekerja seks komersial adalah seseorang yang menjual
jasanya untuk melakukan hubungan seksual demi uang. Di kalangan
masyarakat Indonesia, pelacuran dipandang negatif, dan mereka
yang menyewakan atau menjual tubuhnya sering dianggap sebagai
sampah masyarakat. Ada pula pihak yang menganggap pelacuran
sebagai sesuatu yang buruk, malah jahat, namun toh dibutuhkan (evil
necessity).
B. Faktor-faktor pendukung perilaku seks pada remaja
Pekerja seks komersial kebanyakan terjadi pada remaja yang
diawali dengan terjadinya pergaulan kearah seks bebas. Dimana
menurut para ahli, alasan seorang remaja melakukan seks adalah
sebagai berikut:
1) Tekanan yang datang dari teman pergaulannya
Lingkungan pergaulan yang dimasuki oleh seorang remaja dapat
juga berpengaruh untuk menekan temannya yang belum
melakukan hubungan seks. Bagi remaja tersebut tekanan dari

40
teman-teman nya itu dirasakan lebih kuat dari pada yang didapat
dari pacarnya sendiri.
2) Adanya tekanan dari pacar
Karena kebutuhan seorang untuk mencintai dan dicintai,
seseorang harus rela melakukan apa saja terhadap pasangannya,
tanpa memikirkan resiko yang akan dihadapinya.Dalam hal ini
yang berperan bukan saja nafsu seksual, melainkan juga sikap
memberontak terhadap orang tuanya. Remaja lebih
membutuhkan suatu hubungan, penerimaan, rasa aman, dan
harga diri selayaknya orang dewasa.
3) Adanya kebutuhan badaniah
Seks menurut para ahli merupakan kebutuhan dasar yang tidak
dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang. Jadi wajar jika
semua orang tidak terkecuali remaja, menginginkan hubungan
seks ini, sekalipun akibat dari perbuatannya tersebut tidak
sepadan dengan resiko yang dihadapinya.
4) Rasa penasaran
Pada usia remaja, keingintahuannya begitu besar terhadap seks,
apalagi jika teman-temannya mengatakan bahwa terasa nikmat,
ditambah lagi adanya infomasi yang tidak terbatas masuknya,
maka rasa penasaran tersebut semakin mendorong mereka untuk
lebih jauh lagi melakukan berbagai macam percobaan sesuai
dengan apa yang diharapkan.
5) Pelampiasan diri
Faktor ini tidak hanya datang dari diri sendiri, misalnya karena
terlanjur berbuat, seorang remaja perempuan biasanya
berpendapat sudah tidak ada lagi yang dapat dibanggakan dalam
dirinya, maka dalam pikirannya tersebut ia akan merasa putus
asa dan mencari pelampiasan yang akan menjerumuskannya
dalam pergaulan bebas.
C. Faktor-faktor penyebab adanya PSK (pekerja seks komersial):

41
1. Kemiskinan
Diantara alasan penting yang melatar belakangi adalah
kemiskinan yang sering bersifat structural. Struktur kebijakan
tidak memihak kepada kaum yang lemah sehingga yang miskin
semakin miskin, sedangkan yang kaya semakin menumpuk
harta kekayaannya. Kebutuhan yang semakin banyak bagi
seorang perempuan dan tekanan moral dari keluarga memaksa
dia untuk mencari sebuah pekerjaan dengan penghasilan yang
memuaskan sehingga pekerjaan yang harampun jadi pilihan
mereka, karena kondisi kebutuhan materi yang menuntut.
2. Kekerasan seksual
Penelitian menunjukkan banyak faktor penyebab perempuan
menjadi PSK diantaranya kekerasan seksual seperti perkosaan
oleh bapak kandung, paman, guru dan sebagainya.
3. Penipuan
Faktor lain yaitu, penipuan dan pemaksaan dengan berkedok
agen penyalur tenaga kerja. Kasus penjualan anak perempuan
oleh orangtua sendiri pun juga kerap ditemui.
4. Pornografi
Menurut definisi Undang-undang Anti Pornografi, pornografi
adalah bentuk ekspresi visual berupa gambar, tulisan, foto, film
atau yang dipersamakan dengan film, video, tayangan atau
media komunikasi lainnya yang sengaja dibuat untuk
memperlihatkan secara terang-terangan atau tersamar kepada
public alat vital dan bagian – bagian tubuh serta gerakan-
gerakan erotis yang menonjolkan sensualitas dan seksualitas,
serta segala bentuk perilaku seksual dan hubungan seks manusia
yang patut diduga menimbulkan rangsangan nafsu birahi pada
orang lain.
D. Dampak yang ditimbulkan bia seseorang bekerja sebagai PSK
(pekerja seks komersial) :

42
1. Keluarga dan masyarakat tidak dapat lagi memandang nilainya
sebagai seorang perempuan.
2. Stabilitas sosial pada dirinya akan terhambat, karena
masyarakat hanya akan selalu mencemooh dirinya.
3. Memberikan citra buruk bagi keluarga.
4. Mempermudah penyebaran penyakit menular seksual, seperti
penykit kelamin, sifilis, hepatitis B, HIV/AIDS

2.1.10 DRUG ABUSE


A. Pengertian Narkotika
Narkotika merupakan zat atau obat yang sangat bermanfaat
dan diperlukan untuk pengobatan penyakit tertentu. Namun, jika
disalah gunakan atau digunakan tidak sesuai dengan standar
pengobatan dapat menimbulkan akibat yang sangat merugikan bagi
perseorangan atau masyarakat khususnya generasi muda. Hal ini
akan lebih merugikan jika disertai dengan penyalahgunaan dan
peredaran gelap. Narkotika yang dapat mengakibatkan bahaya yang
lebih besar bagi kehidupan dan nilai-nilai budaya bangsa yang pada
akhirnyaakan dapat melemahkan ketahanan nasional. Narkotika
adalah zat yang dapat menimbulkan pengaruh tertentu bagi mereka
yang menggunakannya dengan cara memasukkan obat tersebut ke
dalam tubuhnya, pengaruh tersebut berupa pembiasan, hilangnya
rasa sakit rangsangan, semangat dan halusinasi. Dengan timbulnya
efek halusinasi inilah yang menyebabkan kelompok masyarakat
terutama di kalangan remaja ingin menggunakan Narkotika
meskipun tidak menderita apa-apa. Hal inilah yang mengakibatkan
terjadinya penyalahgunaan Narkotika (obat). Bahaya bila
menggunakan Narkotika bila tidak sesuai dengan peraturan adalah
adanya adiksi/ketergantungan obat (ketagihan).
B. Faktor-Faktor Penyebab Penyalahgunaan
1. Faktor Individu

43
a) Penyakit jasmaniah
b) Kepribadian dengan resiko tinggi : mudah kecewa,
cenderung agresif, kurang percaya diri, selalu menuntut,
sifat antisocial, memiliki gangguan jiwa (cemas, depresi,
apatis), kurang religious, penilaian diri negatif.
c) Motivasi tertentu : menyatakan diri bebas, memuaskan rasa
ingin tahu, dan mendapat pengalaman baru, agar diterima
kelompok tertentu, melarikan diri dari sesuatu, sebagai
lambang kemoderan.
2. Factor Zat
a) Ketersediaan zat pada peredaran gelap
b) Kemudahan memperoleh zat
3. Faktor lingkungan
a) Lingkungan keluarga : tidak harmonis, komunikasi antara
orangtua dan anak kurang efektif, orangtua otoriter.
b) Lingkungan sekolah : sekolah kurang disiplin, adanya
murid pengguna.
c) Lingkungan teman sebaya : tekanan kelompok sebaya
sangat kuat, ancaman fisik sangat kuat, ancaman fisik dari
teman pengedar.
d) Lingkungan masyarakat luas : situasi politik, ekonomi,
sosial yang kurang mendukung.
C. Dampak Penyalahgunaan
1) Komplikasi medic : akibat zat itu sendiri (Kokain : anemia,
malnutrisi, kehilangan berat badan. Opioida : kemandulan,
gangguan haid, impotensi. Kafein : gastritis, sakit jantung dan
hipertensi. Nikotin : kanker paru, bronchitis, bronkiektosis),
akibat bahan campuran atau pelarut akibat cara pemakaian
jarum suntik yang tidak steril, akibat pertolongan yang salah,
akibat cara hidup kurang bersih.
2) Akibat gangguan mental emosional

44
3) Memburuknya kehidupan sosial
D. Upaya Pencegahan
1) Melalui keluaga ; luangkan waktu bersama, ciptakan suasan yg
hangat, menjadi contoh yg baik, beri informasi yg benar,
memperkuat kehidupan agama, sikap positif ortu.
2) Melalui sekolah : lokasi sekolah tdk berada pada tempat rawan,
hubungan guru murid baik, disiplin, proses belajar mengajar
bentuk siswa mandiri, konseling bagi mahasiswa bermasalh,
libatkan partisipasi siswa dalam program pencegahan NAPZA

2.2 MASALAH GANGGUAN PADA KESEHATAN REPRODUKSI

2.2.1 INFERTILITAS
A. Pengertian Infertilitas
Menurut dunia medis Infertilitas adalah istilah yang di gunakan
untuk menyebut pasangan yang belum mempunyai anak walaupun
sudah berhubungan intim secara teratur tanpa alat kontrasepsi dalam
kurun waktu satu tahun (Diah, 2012).
“Infertilitas adalah kegagalan dari pasangan suami-istri untuk
mengalami kehamilan setelah melakukan hubungan seksual tanpa
kontrasepsi, selama satu tahun” (Sarwono dalam diah, 2012).
“Ketidaksuburan (infertil) adalah suatu kondisi dimana pasangan
suami istri belum mampu memiliki anak walaupun telah melakukan
hubungan seksual sebanyak 2—3 kali seminggu dalam kurun waktu 1
tahun dengan tanpa menggunakan alat kontrasepsi jenis apapun”
(Djuwantono,2008).
Maka dapat disimpulkan bahwa Infertilitas berarti tidak terjadinya
fertilisasi (Pembuahan ) pada organ reproduksi wanita, yaitu tidak
terjadinya proses peleburan antara satu sel sperma dan satu sel ovum
yang sudah matang.
B. Jenis-Jenis Infertilitas

45
Djuwanto, dkk., (2008) mengemukakan bahwa secara medis,
infertilitas dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:
1) Infertilitas primer
Berarti pasangan suami-istri belum mampu dan belum pernah
memiliki anak setelah 1 tahun berhubungan seksual sebanyak 2—3
kali per minggu tanpa menggunakan alat kontrasepsi dalam bentuk
apapun.
2) Infertilitas sekunder
Berarti pasangan suami-istri telah atau pernah memiliki anak
sebelumnya, tetapi saat ini belum mampu memiliki anak lagi
setelah 1 tahun berhubungan seksual sebanyak 2—3 kali per
minggu tanpa menggunakan alat atau metode kontrasepsi dalam
bentuk apapun.
C. Pencegahan Infertilitas
1) Hentikan kebiasaan merokok, mengkonsumsi obat-obatan terlarang
atau minum- minuman beralkohol.
2) Mengurangi mengkonsumsi minuman berkafein, karena dapat
mengganggu kesuburan
3) Jaga keseimbangan berat badan, jangan terlalu gemuk dan jangan
terlalu kurus.
4) Jangan stress berlebihan.
5) Periode bulanan tidak teratur, segerahlah konsultasikan dengan
dokter ahli.
6) Jika merasa ada yang tidak beres dengan tubuh atau bagian vital,
langsung periksakan ke dokter.
D. Penanganan Infertilitas
1) Inseminsi Buatan
Inseminasi adalah suatu teknik untuk membantu spermatozoa pria
sampai pada tempat untuk membuahi sel telur wanita dalam organ
reproduksi wanita. Pada inseminasi, terdapat beberapa tahapan

46
penting yang baik untuk diketahui oleh setiap pasangan yang akan
menjalani teknik tersebut. Antara lain:
 Pengumpulan sperma pria,
 Pemisahan spermatozoa dari bahan-bahan lain yang
terkandung dalam sperma (isolasi),
 Penempatan spermatozoa pada zat tertentu yang dapat
menjaga kelangsungan hidup spermatozoa sementara di luar
tubuh pria (medium),
 Penyuntikan spermatozoa ke dalam rahim wanita
(Intrauterine Insemination: IUI) (Djuwantono, dkk., 2008).
2) Fertilisasi In Vitro (FIV)
FIV (Fertilisasi = pembuahan sel telur oleh spermatozoa; In
vitro = di luar tubuh) atau dalam masyarakat dikenal dengan istilah
“bayi tabung” merupakan salah satu jalan keluar bagi pasangan
suami istri yang belum memiliki anak. Pada teknik ini, sel telur
matang yang dihasilkan akan dipertemukan dengan spermatozoa
dalam suatu wadah berisi cairan khusus di laboratorium.
Cairan yang digunakan untuk merendam serupa dengan
cairan yang terdapat pada tuba wanita dengan tujuan untuk
membuat suasana pertemuan antara sel telur matang dan
spermatozoa senormal mungkin. Dengan demikian, keaktifan gerak
spermatozoa dan kondisi optimal sel telur dapat terjaga.

2.2.2 PMS (PENYAKIT MENULAR SEKSUAL)


A. Definisi Penyakit Menular Seksual
PMS adalah singkatan dari Penyakit Menular Seksual, yang
berarti suatu infeksi atau penyakit yang kebanyakan ditularkan melalui
hubungan seksual (oral, anal atau lewat vagina).
PMS juga diartikan sebagai penyakit kelamin, atau infeksi yang
ditularkan melalui hubungan seksual. Harus diperhatikan bahwa PMS
menyerang sekitar alat kelamin tapi gejalanya dapat muncul dan

47
menyerang mata, mulut, saluran pencernaan, hati, otak, dan organ
tubuh lainnya.
PMS ( Penyakit Menular Seksual ) adalah penyakit yang
penularannya melalui hubungan kelamin, tetapi dapat juga melalui
kontak langsung alat-alat, handuk, dan juga melalui trasfusi darah.

B. Klasifikasi Pms

 PMS KLASIK : Yaitu penyakit menular seksual pada daerah


kelamin.
 PMS NON-KLASIK : Yaitu semua penyakit menular diluar
daerah kelamin yang bisa ditularkan melalui hubungan seksual.
C. Cara Penularan Std/Pms
- Hubungan sex yang tidak terlindungi baik melalui vaginal, anal
maupun oral sex.
- Penularan dari ibu ke janin selama kehamilan
- Melalui tranfusi darah, suntikan atau kontak langsung dengan
cairan darah atau produk darah (Sypilis dan HIV/AIDS).
D. Jenis Penyakit
1. Bakteri:
a. Neisseria gonorrhoeae
b. Chlamydia trachomatis
c. Mycoplasma hominis
d. Treponema pallidum
e. Haemophilus vaginalis
f. Donovania granulomatis

2. Virus:

a. Herpes simplex virus


b. HIV AIDS
c. Hepatitis B virus
d. Human papiloma virus

48
e. Human T Lymphotropic
f. Virus Type III (HTLV III)
3. Protozoa:
a. Trichomonas vaginalis
b. Uretritis, epididimitis, sersivitis, proktitis
c. Faringitis, konyungivitas, baltolinitis
d. Uretritis, epididimitis, sersivitis, proktitis
e. Salpingitis, limfogranuloma venereum
f. Sifilis
g. Vaginitis
h. Granuloma inguinale
i. Herpes genitalis
j. Hepatitis fulminan akut dan kronis
k. Kondiloma akuminatum, papiloma laring pada bayi
l. Vaginitis, uretritis, balanitis

2.2.3 GANGGUAN HAID PRE


A. PENGERTIAN

Gangguan menstruasi adalah istilah yang merujuk pada kelainan dalam


siklus menstruasi Anda. Kelainan ini sangat bervariasi, mulai dari
pendarahan berlebihan, terlalu sedikit, nyeri hebat saat menstruasi,
kacaunya siklus menstruasi, atau bahkan tidak haid sama sekali.

Ada beberapa gangguan menstruasi berbeda yang dapat Anda alami.


Beberapa di antaranya adalah:

 Amenorrhea (tidak ada pendarahan)


 Pendarahan berlebih
 Dismenore (menstruasi yang terlalu sakit)
 Sindrom pramenstruasi (PMS)
 Kelainan disfonik pramenstruasi (PMDD)

49
B. Tanda-tanda dan gejala gangguan menstruasi?
Gejala-gejala umum pada gangguan menstruasi umumnya
bervariasi, tergantung dari apa jenis gangguannya. Berikut adalah gejala-
gejala yang ada berdasarkan jenis gangguannya:
1. PMS
PMS terjadi selama 1-2 minggu sebelum haid dimulai. Beberapa
perempuan mengalami berbagai gejala fisik maupun emosional.
Perempuan lainnya dapat mengalami gejala yang lebih sedikit atau
bahkan tidak sama sekali. PMS dapat menyebabkan:

- nyeri punggung
- sakit kepala
- perut kembung
- mudah emosi
- nyeri pada payudara
- jerawat
- kelaparan
- rasa lelah
- depresi
- gelisah
- stres
- insomnia
- konstipasi
- diare
- kram perut ringan

2. Menstruasi Berat
Masalah menstruasi umum lainnya adalah menstruasi berat.
Gangguan ini disebut juga menorrhagia, menyebabkan Anda
mengeluarkan darah kotor lebih dari normal. Masa haid berlangsung
lebih dari rata-rata lima sampai tujuh hari.
3. Absen Menstruasi

50
Pada beberapa kasus, perempuan tidak mendapatkan haidnya.
Gangguan ini disebut juga amenorrhea. Amenorrhea primer adalah
pada saat Anda tidak mendapatkan haid pertama pada usia 16 tahun.
Hal ini bisa terjadi akibat masalah pada kelenjar pituitari, kelainan
sejak lahir pada sistem reproduksi wanita, atau keterlambatan pubertas.
Amenorrhea sekunder terjadi saat Anda berhenti mendapatkan haid
reguler Anda selama enam bulan atau lebih.
Akan tetapi, ada pula kemungkinan bahwa menstruasi yang
terhenti dapat berarti Anda sedang hamil. Jika Anda merasa bahwa ada
kemungkinan hamil, pastikan dengan alat tes kehamilan. Untuk
mendapatkan hasil yang akurat, tunggu hingga Anda setidaknya
terlambat satu hari dari jadwal normal menstruasi.
D. Penyebab
Gangguan haid dapat terjadi karena berbagai penyebab. Beberapa
di antaranya adalah:

 Kehamilan atau menyusui. Menstruasi yang terlewat dapat menjadi


tanda awal kehamilan. Menyusui umumnya dapat menunda
kembalinya haid setelah kehamilan.
 Gangguan makan, penurunan berat badan ekstrim, atau olahraga
terlalu banyak. Gangguan makan—seperti anorexia nervosa—
penurunan berat badan ekstrim dan meningkatnya aktivitas fisik dapat
mengganggu menstruasi.
 Polycystic ovary syndrome (PCOS). Perempuan dengan gangguan
sistem endokrin umum dapat mengalami menstruasi yang tidak teratur
dan juga perbesaran ovarium yang mengandung koleksi kecil cairan—
disebut folikel—berlokasi di setiap ovarium jika dilihat melalui
pemeriksaan USG.
 Kegagalan ovarium prematur. Kegagalan ovarium prematur
merupakan hilangnya fungsi normal ovarium sebelum usia 40 tahun.
Perempuan yang mengalami kegagalan ovarium premature—disebut

51
juga ketidakcukupan ovarium primer—mungkin mendapatkan haid
secara tidak teratur atau hanya sesekali dalam setahun.
 Penyakit inflamasi panggul atau pelvic inflammatory disease (PID).
Infeksi organ reproduksi ini menyebabkan pendarahan menstruasi
tidak teratur.
 Fibroid rahim. Fibroid rahim adalah pertumbuhan uterus tanpa sifat
kanker. Gangguan ini dapat menyebabkan menstruasi berlebihan atau
periode haid yang lebih panjang.

2.2.4 PELVIC INFLAMMATORY DISEASE

A. Pengertian

Penyakit Radang Panggul (PID: Pelvic Inflammatory Disease)


adalah infeksi pada alat genital atas. Proses penyakitnya dapat
meliputi endometrium, tubafalopii, ovarium, miometrium, parametria,
dan peritonium panggul. PID adalah infeksi yang paling peting dan
merupakan komplikasi infeksi menular seksual yang paling biasa
(Sarwono,2011; h.227)

Pelvic Inflamatory Disease adalah suatu kumpulan radang


pada saluran genital bagian atas oleh berbagai organisme, yang dapat
menyerang endometrium, tuba fallopi, ovarium maupun miometrium
secara perkontinuitatum maupun secara hematogen ataupun sebagai
akibat hubungan seksual. (Yani,2009;h.45)

Pelvic Inflamatory Diseases (PID) adalah infeksi alat


kandungan tinggi dari uterus, tuba, ovarium, parametrium,
peritoneum, yang tidak berkaitan dengan pembedahan dan kehamilan.
PID mencakup spektrum luas kelainan inflamasi alat kandungan tinggi
termasuk kombinasi endometritis, salphingitis, abses tuba ovarian dan

52
peritonitis pelvis. Biasanya mempunyai morbiditas yang tinggi. Batas
antara infeksi rendah dan tinggi ialah ostium uteri internum (Marmi,
2013; h.198)

B. Klasifikasi
Menurut Yani (2009;h.45-50) bentuk-bentuk PID:
1. Endometritis
Endometritis adalah suatu peradangan pada endometrium yang
biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri pada jaringan.
Endometritis paling sering ditemukan terutama:
a. Setelah seksio sesarea
b. Partus lama atau pecah ketuban yang lama

Penatalaksanaan pada endometritis:

a. pemberian antibotika dan drainase yang memadai


b. Pemberian cairan intra vena dan elektrolit
c. Penggantian darah
d. Tirah baring dan analgesia
e. Tindakan bedah

Menurut Yani (2010;h.46-47) endometritis dibagi 2:

1) Endometritis akut

Pada endometritis akut endometrium mengalami


endema dan hiperemi terutama terjadi pada post partum dan
post abortus.

2) Endometritis kronika

Endometritis tidak sering ditemukan. Pada pemeriksaan


microscopic ditemukan banyak sel-sel plasma dan limfosit

2. Myometritis

53
Biasanya tidak berdiri sendiri tetapi lanjutan dari
endrometritis, maka gejala-gejala dan terapinya sama dengan
endrometritis. Diagnosa hanya dapat dibuat secara patologi
anatomis.
3. Parametritis (celulit pelvica)
Parametritis yaitu radang dari jaringan longgar didalam
ligament latum. Radang ini biasanya unilateral.
C. Tanda dan Gejala
Tanda :
- Nyeri abdominal bawah, biasanya bilateral
- Pengeluaran secret mukopurulen dan terdapat servisitis
menggunakan spekulum
- Nyeri pergerakan pada Serviks dan nyeri adneksa pada
pemeriksaan vagina bimanual
- Demam lebih dari 38oC tapi terkadang juga apreksia

Gejala :

1. Tegang nyeri abdomen bagian bawah


2. Tegang nyeri adneksa unilateral dan bilateral
3. Tegang nyeri pada pergerakan servik
4. Temperatur di atas 38℃
5. Pengeluaran cairan servik atau vagina abnormal
6. Peningkatan C reaktif protein
7. Pada pemeriksaan lendir servik dijumpai clamidia trachomatis
atau neisseria gonorhoe
8. Laju endap darah meningkat
E. Pemeriksaan Yang Di lakukan
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menyingkirkan:
1. Tes kehamilan: Pemeriksaan serum kehamilan untuk
menyingkirkan KET

54
2. Swabs serviks untuk mengetahui penyebab: (+) untuk Klamidia
dan Gonorea, hasil (-) masih bisa menunjukkan PID akibat
penyebab lain
3. Meningkat nya laju endap darah dan C-protein: menunjukkan
adanya infeksi
4. Biopsy endometrium
5. Pemeriksaan USG per vaginam dan per pelvis: untuk
menyingkirkan KET usia > 6 minggu
6. Kuldosintesis: untuk mengetahui bahwa perdarahan yang terjadi
diakibatkan oleh hemoperitoneum (berasal dari KET yang rupture
atau kista hemoragik) yang dapat menyebabkan sepsis pelvis
(salpingitis, abses pelvis rupture, atau apendiks yang ruptur)
7. Laparoskopi : Untuk melihat langsung gambaran tuba fallopi.
Pemeriksaan ini invasive sehingga bukan merupakan pemeriksaan
rutin. Untuk mendiagnosis penyakit infeksi pelvis, bila antibiotik
yang diberikan selama 48 jam tak member respon, maka dapat
digunakan sebagai tindakan operatif
8. Urinalisis dan kultur urin untuk meng-ekslusi infeksi saluran

2.2.5 UNWANTED PREGNANCY DAN ABORSI

A. Pengertian

Unwanted preagnancy atau di kenal sebagai kehamilan yang


tidak diinginkan merupakan suatu kondisi dimana pasangan tidak
mengendaki adanya proses kelahira dari suatu kehamilan .Kehamilan
ini bisa merupakan akibat dari suatu perilaku seksual/hubungan
seksual baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja

B. Faktor-faktor penyebab Unwanted Pregnancy

Banyak faktor yang menyebabkan unwanted pregnancy, antara lain :

55
- Penundaan dan peningkatan usia perkawinan, serta semakin
dininya usia menstruasi pertama (menarche )
- Ketidaktahuan atau minimnya pengetahuan tentang perilaku
seksual yang dapat menyebabkan kehamilan
- Kehamilan yang diakibatkan oleh pemerkosaa
- Persoalan ekonomi (biaya untuk melahirkan dan membesarkan
anak )
- Alasan karir atau masih sekolah (karena kehamilan dan
konsekuensi lainnya yang dianggap dapat menghambat karir atau
kegiatan belajar)
- Kehamilan karena incest

C. Pencegahan unwanted pregnancy


Unwanted pregnancy dapat di cegah dengan beberapa
langkah,yaitu :
- Tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah
- Memanfaatkan waktu luang dengan melakukan kegiatan positif
seperti berolah raga ,seni dan keagamaan
- Hindari perbuatan-perbuatan yang akan menimbulkan dorongan
seksual, seperti meraba-raba tubuh pasangannya dan menonton
video porno.
D. Defenisi Aborsi
Ensiklopedi Indonesia mermberikan penjelasan bahwa abortus
diartikan sebagai pengakhiran kehamilan sebelum masa gestasi 28
minggu atau sebelum janin mencapai berat 1.000 gram.
Menurut Eastmen abortus adalah terputusnya suatu kehamilan
dimana fetus belum sanggup hidup sendiri di luar uterus, karena masih
dalam usia kehamilan kurang dari 28 minggu. Sama halnya dengan
Jefflot memberikan definisi abortus adalah pengeluaran dari hasil

56
konsepsi sebelum usia kehamilan 28 minggu, yaitu fetus belum viable
by llaous.
Secara umum pengertian abortus provokatus kriminalis adalah
suatu kelahiran dini sebelum bayi itu pada waktunya dapat hidup
sendiri di luar kandungan. Pada umumnya janin yang keluar itu sudah
tidak bernyawa lagi. Sedangkan secara yuridis abortus provokatus
kriminalis adalah setiap penghentian kehamilan sebelum hasil
konsepsi dilahirkan, tanpa memperhitungkan umur bayi dalam
kandungan dan janin dilahirkan dalam keadaan mati atau hidup.
E. Jenis-jenis Aborsi Abortus spontaneus
Adalah aborsi yang terjadi dengan tidak didahului faktor-faktor
mekanis ataupun medicinalis semata-mata disebabkan oleh faktor
alamiah. Rustam Mochtar dalam Muhdiono menyebutkan macam-
macam aborsi spontan:
- Abortus completes (keguguran lengkap) artinya seluruh hasil konsepsi
dikeluarkan sehingga rongga rahim kosong.
- Abortus inkompletus (keguguran bersisa) artinya hanya ada sebagian
dari hasil konsepsi yang dikeluarkan yang tertinggal adalah deci dua
dan plasenta
- Abortus iminen, yaitu keguguran yang membakat dan akan terjadi
dalam hal ini keluarnya fetus masih dapat dicegah dengan
memberikan obat-obat hormonal dan anti pasmodica
- Missed abortion, keadan di mana janin sudah mati tetapi tetap berada
dalam rahim dan tidak dikeluarkan selama dua bulan atau lebih.
- Abortus habitualis atau keguguran berulang adalah keadaan dimana
penderita mengalami keguguran berturut-turut 3 kali atau lebih.
- Abortus infeksious dan abortus septic, adalah abortus yang disertai
infeksi genital.
- Abortus provokatus (indoset abortion) Adalah aborsi yang disengaja
baik dengan memakai obat-obatan maupun alat-alat, ini terbagi
menjadi dua:

57
a. Abortus provocatus medicinalis adalah aborsi yang dilakukan
oleh dokter atas dasar indikasi medis, yaitu apabila tindakan
aborsi tidak diambil akan membahayakan jiwa ibu.
b. Abortus provocatus criminalis adalah aborsi yang terjadi oleh
karena tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan
indikasi medis, sebagai contoh aborsi yang dilakukan dalam
rangka melenyapkan janin sebagai akibat hubungan seksual di
luar perkawinan.
2.2.6 HORMONE REPLACEMENT THERAPY (HRT)
A. Pengertian
Hormone Replacement Therapy (HRT) atau Terapi Sulih Hormon
(TSH) adalah perawatan medis yang menghilangkan gejala-gejala
pada wanita selama dan setelah menopause untuk menggantikan
hormone yang kurang kadarnya karena tidak diproduksi secukupnya
lagi akibat kemunduran fungsi organ-organ endokrin hormone.
Menopause adalah berhentinya masa haid pada wanita sehingga
kemampuan untuk bereproduksi sudah tiadak ada, hal ini ditandai
dengan perubahan hormonal yang nyata pada tubuhnya. Hal ini juga
menyebabkan menurunnya jumlah hormon estrogen, dimana hormon
ini merupakan hormon yang berhunbungan dengan sistem reproduksi,
yang menyebabkan wanita merasakan gejala tak enak, termasuk panas
pada wajah, vaginal kekeringan, sifat lekas marah, dan depresi. TSH
secara parsial mengembalikan keseimbangan estrogen di tubuh wanita
untuk mengurangi atau mengeliminasi gejala ini. THS dapat
meringankan penderitaan tidak hanya pada wanita dewasa yang
mengalami menopause alami, tetapi juga di wanita muda yang
mungkin mengalami menopause prematur untuk alasan medis, seperti
kanker atau sebab kelainan ovarium yang berhenti menghasilkan
estrogen.
Sebagai tambahan dalam mengurangi gejala asosiasi dengan
menopause, TSH memiliki banyak keuntungan dan bahkan proteksi

58
dari penyakit tertentu, termasuk osteoporosis, penyakit jantung, dan
stroke. Studi medis yang sedang berjalan telah menunjukkan bahwa
menggunakan TSH, dalam jangka panjang itu tidak selalu berguna,
dan dalam beberapa peristiwa ini mungkin sebenarnya menaikkan
resiko kanker, serangan jantung, dan penyakit lain.
B. Kontra indikasi HRT
Mutlak : tromboemoloisme (thrombosis), anemia sel sabit, penyakit
serebro, hipertensi berat, uji fungsi hati setelah hepatitis abnormal,
gangguan enzim.
Relatif : penyakit kardiovaskuler, DM, penyakit ginjal, TBC, kanker
payudara, fibroadenasis, caendometrium, migraine dan epilepsy.
C. Efek samping umum HRT
Mual, sakit kepala, perdarahan, depresi, perubahan emosi, nyeri
tekanan pada payudara, perut kembung, siklus menstruasi yang
berkepanjangan, kegagalan untuk mengurangi gejala-gejala. Efek
samping HRT (estrogen) adalah kanker payudara, kanker
endometrium, tromboplebitis, perdarahan bercak.
Jika sediaan progesteron digunakan bersama dengan sediaan
estrogen, sebagian besar akan mengalami perdarahan bulanan
sebagaimana layaknya siklus menstruasi. Efek sampingan yang
mungkin dialami para wanita pengguna terapi hormon di antaranya
mual, payudara menjadi lebih besar dan lebih lembut, puting payudara
berdiri, dan menjadi lebih gemuk. Efek itu mungkin akan semakin
berkurang seiring dengan lamanya masa terapi. Sedangkan efek
sampingan yang agak jarang dijumpai, antara lain kekurangan
dorongan untuk berhubungan intim, depresi, perdarahan di tengah-
tengah siklus menstruasi, sakit pada dada dan persendian (kaki).

2.3 DETEKSI DINI KESEHATAN REPRODUKSI

2.3.1 SKRINING UNTUK KEGANASAN SISTEMIK

A. Pengertian skrining

59
Skrining, dalam pengobatan, adalah strategi yang digunakan
dalam suatu populasi untuk mendeteksi suatu penyakit pada individu
tanpa tanda-tanda atau gejala penyakit itu. Tidak seperti apa yang
biasanya terjadi dalam kedokteran, tes skrining yang dilakukan pada
orang tanpa tanda-tanda klinis penyakit.

Skrining sama artinya dengan deteksi dini atau pencegahan


sekunder, mencakup pemeriksaan (tes) pada orang-orang yang
belum mempunyai simptom-simptom penyakit untuk menemukan
penyakit yang belum terlihat atau pada stadium praklinik.

B. Tujuan skrining
Tujuan dari skrining adalah untuk mengidentifikasi penyakit pada
komunitas awal, sehingga memungkinkan intervensi lebih awal dan
manajemen dengan harapan untuk mengurangi angka kematian dan
penderitaan dari penyakit. Meskipun skrining dapat mengarah ke
diagnosis sebelumnya, tidak semua tes skrining telah terbukti
bermanfaat bagi orang yang sedang diputar; overdiagnosis,
misdiagnosis, dan menciptakan rasa aman palsu beberapa efek
negatif dari penyaringan. Untuk alasan ini, tes yang digunakan dalam
program skrining, terutama untuk penyakit dengan insiden rendah,
harus memiliki sensitivitas yang baik selain kekhususan diterima.
Beberapa jenis skrining ada: skrining universal melibatkan skrining
semua individu dalam suatu kategori tertentu (misalnya, semua anak
pada usia tertentu). Temuan Kasus melibatkan skrining sekelompok
kecil orang berdasarkan adanya faktor risiko (misalnya, karena
anggota keluarga telah didiagnosis dengan penyakit keturunan).
Contoh skrining: Tes kulit yang disebut tes PPD banyak digunakan
untuk layar untuk paparan TBC. Penyedia layanan kesehatan
mungkin layar untuk depresi menggunakan kuesioner seperti Beck
Depression Inventory. Alpha-fetoprotein skrining digunakan pada
wanita hamil untuk membantu mendeteksi kelainan janin tertentu.

60
Skrining kanker adalah pengujian untuk mendiagnosa tahap awal
kanker pada tahap ketika dapat disembuhkan dan / atau ketika
pengobatan dapat dicapai dengan prosedur kurang invasif.
C. Keuntungan dan kerugian dari screening.
Skrining memiliki kelebihan dan kekurangan; keputusan apakah ke
layar harus diputuskan dengan menyeimbangkan semua factor.
- Keuntungan
Skrining dapat mendeteksi kondisi medis pada tahap awal
sebelum gejala menyajikan sedangkan pengobatan lebih efektif
daripada untuk nanti deteksi. Dalam kasus terbaik dari
kehidupan diselamatkan.
- Kekurangan
Seperti tes medis, tes yang digunakan dalam penyaringan
tidak sempurna. Hasil pengujian tidak tepat dapat menunjukkan
positif untuk mereka yang tanpa penyakit (false positif), atau
negatif bagi orang yang memiliki kondisi (negatif palsu).
Khususnya ketika skrining untuk kondisi probabilitas rendah
jumlah mutlak positif palsu mungkin tinggi walaupun memiliki
persentase positif palsu sangat rendah, jika kejadian kondisi
adalah satu di 10.000 dan kemungkinan positif palsu adalah
0,1%, 9 dari 10 hasil positif akan palsu.
D. Jenis Penyakit yang Tepat Untuk Skrining
- Merupakan penyakit yang serius
- Pengobatan sebelum gejala muncul harus lebih untung
dibandingkan dengan

2.4 ASUHAN KEBIDANAN YANG BERKAITAN DENGAN KESEHATAN


REPRODUKSI DALAM PERSPEKTIF GENDER

2.4.1 SEKSUALITAS DAN GENDER

A. Definisi Gender

61
Gender pada awalnya di ambil dari kata dalam bahasa arab
JINSIYYUN yang kemudian diadopsi dalam bahasa prancis dan
inggris menjadi gender.

Gender adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan


dalam peran, fungsi, hak, tanggung jawab, dan perilaku yang
dibentuk oleh tata nilai sosial, budaya dan adat istiadat (Badan
Pemberdayaan Masyarakat, 2003)

Gender adalah pandangan masyarakat tentang perbedaan


peran, fungsi dan tanggung jawab antara laki – laki dan
perempuanyang merupakan hasil konstruksi sosial budaya dan
dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman. Rekayasa
social yang akan melahirkan perilaku diskriminatif yang dapat
manimbulkan dampak negative. Seringkali orang mencampur
adukkan ciri-ciri manusia yang bersifat kodrati (tidak berubah)
dengan yang bersifat non kondrati (gender) yang bisa berubah dan
diubah .

Gender adalah peran dan tanggung jawab perempuan dan laki-


laki yang ditentukan secara sosial. Gender berhubungan dengan
persepsi dan pemikiran serta tindakan yang diharapkan sebagai
perempuan dan laki-laki yang dibentuk masyarakat, bukan karena
perbedaan biologis (WHO, 1998).

Seks adalah perbedaan jenis kelamin yang ditentukan secara


biologis, yakni alat kelamin pria (penis) dan alat kelamin wanita
(vagina). Sejak lahir sampai meninggal dunia pria akan tetap
berjenis kelamin pria dan wanita akan tetap berjenis kelamin
wanita (kecuali dioperasi untuk berganti jenis kelamin). Jenis
kelamin itu tidak dapat ditukarkan antara pria dan wanita. Seks
melekat secara fisik sebagai alat reproduksi. Oleh karena itu, seks

62
merupakan kodrat atau ketentuan Tuhan sehingga bersifat
permanen dan universal.

B. Macam-macam dan bentuk diskriminasi gender


Diskriminasi gender adalah adanya perbedaan,
pengecualian atau pembatasan yang dibuat berdasarkan peran dan
norma gender yang dikontruksi secara sosial yang mencegah
seseorang untuk menikmati HAM secara penuh.
Perilaku diskriminasi akan menimbulkan dampak negative yaitu:
- Steriotipe /Citra Baku Adalah pelabelan atau penandaan yang
sering kali bersifat negative secara umum seringkali ketidak
adilan, contoh: Karena perempuan dianggap ramah, lembut,
rapi, maka lebih pantas bekerja sebagai sekretaris, guru, taman
kanak-kanak. kaum perempuan ramah dianggap genit, kaum
laki-laki dianggap perayu.
- Subordinasi / Penomorduaan Adanya anggapan bahwa salah
satu jenis kelamin lebih rentang atau dinomerduakan posisinya
dibanding jenis kelamin lainya. Contoh: Sejak dulu,perempuan
mengurus pekerjaan domestic sehingga perempuan di anggap
sebagai “orang rumah”atau “teman yang ada di belakang”.
- Marginalisasi/peminggiran Adalah kondisi atau proses
peminggiran terhadap salah satu jenis kelamin dari arus
/pekerjaan utama yang berakibat kemiskinan.Contoh:
Perkembangan teknologi menyebabkan apa yang semula
dikerjakan secara manual oleh perempuan diambil ahli oleh
mesin yang pada umumnya dikerjakan oleh laki-laki.
- Beban ganda /Double Burden Adalah adanya perlakuaan
terhadap salah satu jenis kelamin di mana yang bersangkutan
bekerja jauh lebih banyak di bandingkan dengan jenis kelamin
lainnya.Contoh: Seorang ibu dan anak perempuanya
mempunyai tugas untuk menyiapkan makan, dan
meyediakannya diatas meja, kemudian merapikan kembali

63
sampai mencuci piring- piring kotor. Seorang bapak dan anak
laki-laki setelah selesai makan yang sudah tersediah, mereka
akan meninggal meja makan tanpa berkewajiban untuk
mengangkat kotor bekas mereka dan akan meninggalkan meja
makan tanpa berkewajiban untuk mengangkat kotoran mereka
pakai.
- Kekerasaan/Violence yaitu suatu serangan terhadap fisik
maupun psikolagis seseorang,sehingga kekerasan tersebut
tidak hanya menyangkut fisik (perkosaan,pemukulan),tetapi
juga non fisik (pelecehan seksual,ancaman,paksaan,yang bisa
terjadi di rumah tangga,tempat kerja,dan tempat-tempat
umum). Contoh: Suami membatasi uang belanja dan
memonitor pengeluaran secara ketat.
C. Pengertian Seksualitas
Seksualitas/jenis kelamin adalah karakteristik biologis-
anatomis (khususnya system reproduksi dan hormonal) diikuti
dengan karakteristik fisiologis tubuh yang menentukan seseorang
adalah laki-laki atau perempuan (Depkes RI, 2002:2).
Seksualitas/Jenis Kelamin (seks) adalah perbedaan fisik
biologis yang mudah dilihat melalui cirri fisik primer dan secara
sekunder yang ada pada kaum laki-laki dan perempuan(Badan
Pemberdayaan Masyarakat, 2003)
D. Perbedaan Gender dan Seksualitas

No Karakteristik Gender Seks


1. Sumber pembeda Manusia (masyarakat) Tuhan
2. Visi, Misi Kebiasaan Kesetaraan
3. Unsur pembeda Kebudayaan (tingkah Biologis (alat
laku) reproduksi)
4. Sifat Harkat, martabat dapat Kodrat, tertentu
dipertukarkan tidak dapat

64
dipertukarkan
5. Dampak Terciptanya norma- Terciptanya nilai-
norma/ketentuan tentang nilai :
“pantas” atau “tidak kesempurnaan,
pantas” laki-laki pantas kenikmatan,
menjadi pemimpin, kedamaian dll.
perempuan “pantas’ Sehingga
dipimpin dll. Sering menguntungkan
merugikan salah satu kedua belah pihak.
pihak, kebetulan adalah
perempuan
6. Ke-berlaku-an Dapat berubah, musiman Sepanjang masa
dan berbeda anra kelas dimana saja, tidak
mengenal
pembedaan kelas.

2.4.2 BUDAYA YANG BERPENGARUH TERHADAP GENDER

 Sebagian besar masyarakat banyak dianut kepercayaan yang salah


tentang apa arti menjadi seorang wanita, dengan akibat yang berbahaya
bagi kesehatan wanita.
 Setiap masyarakat mengharapkan wanita dan pria untuk berpikir,
berperasaan dan bertindak dengan pola-pola tertentu dengan alasan hanya
karena mereka dilahirkan sebagai wanita/pria. Contohnya wanita
diharapkan untuk menyiapkan masakan, membawa air dan kayu bakar,
merawat anak-anak dan suami. Sedangkan pria bertugas memberikan
kesejahteraan bagi keluarga di masa tua serta melindungi keluarga dari
ancaman.
 Gender dan kegiatan yang dihubungkan dengan jenis kelamin tersebut,
semuanya adalah hasil rekayasa masyarakat. Beberapa kegiatan seperti

65
menyiapkan makanan dan merawat anak adalah dianggap sebagai
“kegiatan wanita”.
 Kegiatan lain tidak sama dari satu daerah ke daerah lain diseluruh dunia,
tergantung pada kebiasaan, hokum dan agama yang dianut oleh
masyarakat tersebut.
 Peran jenis kelamin bahkan bisa tidak sama didalam suatu masyarakat,
tergantung pada tingkat pendidikan, suku dan umurnya, contohnya : di
dalam suatu masyarakat, wanita dari suku tertentu biasanya bekerja
menjadi pembantu rumah tangga, sedang wanita lain mempunyai pilihan
yang lebih luas tentang pekerjaan yang bisa mereka pegang.
 Peran gender diajarkan secara turun temurun dari orang tua ke anaknya.
Sejak anak berusia muda, orang tua telah memberlakukan anak
perempuan dan laki-laki berbeda, meskipun kadang tanpa mereka sadar.

2.4.3 DISKRIMINASI GENDER

A. Pengertian Diskriminasi Gender


Diskriminasi gender adalah ketidakadilan gender yang
merupakan akibat dari adanya system (struktur) social dimana salah
satu jenis kelamin (laki-laki atau perempuan) menjadi korban. Hal ini
terjadi karena adanya keyakinan dan pembenaran yang ditanamkan
sepanjang peradaban manusia dalam berbagai bentuk dan cara yang
menimpa kedua belah pihak, walaupun dalam kehidupan sehari-hari
lebih banyak dialami oleh perempuan.
B. Bentuk-Bentuk Ketidakadilan Gender
1. Marginalisasi (peminggiran).
Peminggiran banyak terjadi dalam bidang ekonomi. Misalnya
banyak perempuan hanya mendapatkan pekerjaan yang tidak
terlalu bagus, baik dari segi gaji, jaminan kerja ataupun status dari
pekerjaan yang didapatkan. Hal ini terjadi karena sangat sedikit
perempuan yang mendapatkan peluang pendidikan. Peminggiran
dapat terjadi di rumah, tempat kerja, masyarakat, bahkan oleh

66
negara yang bersumber keyakinan, tradisi/kebiasaan, kebijakan
pemerintah, maupun asumsi-asumsi ilmu pengetahuan (teknologi).
2. Subordinasi (penomorduaan), anggapan bahwa perempuan lemah,
tidak mampu memimpin, cengeng dan lain sebagainya,
mengakibatkan perempuan jadi nomor dua setelah laki-laki.
3. Stereotip (citra buruk)
Pandangan buruk terhadap perempuan. Misalnya perempuan yang
pulang larut malam adalah pelacur, jalang dan berbagai sebutan
buruk lainnya.
4. Violence (kekerasan),
Serangan fisik dan psikis. Perempuan, pihak paling rentan
mengalami kekerasan, dimana hal itu terkait dengan marginalisasi,
subordinasi maupun stereotip diatas. Perkosaan, pelecehan seksual
atau perampokan contoh kekerasan paling banyak dialami
perempuan.
5. Beban kerja berlebihan,
Tugas dan tanggung jawab perempuan yang berat dan terus
menerus. Misalnya, seorang perempuan selain melayani suami
(seks), hamil, melahirkan, menyusui, juga harus menjaga rumah.
Disamping itu, kadang ia juga ikut mencari nafkah (di rumah),
dimana hal tersebut tidak berarti menghilangkan tugas dan
tanggung jawab diatas.
C. Isu Gender dalam Kesehatan Reproduksi
Isu gender adalah suatu kondisi yang menunjukkan kesenjangan
laki-laki dan perempuan yaitu adanya kesenjangan antara kondisi yang
dicita-citakan (normatif) dengan kondisi sebagaimana adanya
(obyektif).
1. Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir (Safe Motherhood)
2. Keluarga Berencana
3. Kesehatan Reproduksi Remaja
4. Infeksi Menular Seksual

67
D. Penanganan Isu Gender dalam Kesehatan Reproduksi
Gender mempunyai pengaruh besar terhadap kesehatan laki-laki
dan perempuan. Hal ini semakin dirasakan dalam ruang lingkup
kesehatan reproduksi antara lain karena hal berikut :
1. Masalah kesehatan reproduksidapat terjadi sepanjang siklus hidup
manusia missal masalah inses yang terjadi pada masa anak-anak
dirumah, masalah pergaulan bebas , kehamilan remaja.
2. Perempuan lebih rentan dalam menghadapi resiko kesehatan
reproduksi seperti kehamilan, melahirkan, aborsi tidak aman dan
pemakaian alat kontrasepsi. Karena struktur alat reproduksi yang
rentan secara social atau biologis terhadap penularan IMS termasuk
STD/HIV/AIDS.
3. Masalah kesehatan reproduksi tidak terpisah dari hubungan laki-
laki dan perempuan. Namun keterlibatan , motivasi serta partisipasi
laki-laki dalam kespro dewasa ini sangat kurang.
4. Laki-laki juga mempunyai masalah kesehatan reproduksi,
khusunya berkaitan dengan IMS. HIV, dan AIDS. Karena ini dalam
menyusun strategi untuk memperbaiki kespro harus
dipertimbangkan pula kebutuhan, kepedulian dan tanggung jawab
laki-laki.
5. Perempuan rentan terhadap kekerasan dalam rumah tangga
kekerasan domestic) atau perlakuan kasar yang pada dasarnya
bersumber gender yamg tidak setara.
6. Kesehatan reproduksi lebih banyak dikaitkan dengan urusan
perempuan seperti KB

68
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN
Persoalan kesehatan reproduksi bukan hanya mencakup
persoalan kesehatanreproduksi wanita secara sempit dengan
mengaitkannya pada masalah seputar perempuan usia subur yang telah
menikah, kehamilan dan persalinan, pendekatanbaru dalam program
kependudukan memperluas pemahaman persoalan kesehatan reproduksi.
Dimana seluruh tingkatan hidup perempuan merupakan fokus persoalan
kesehatan reproduksi. Secara lebih spesifik, berbagai masalah dalam
kesehatan reproduksi adalah perawatan kehamilan, pertolongan
persalinan, infertilitas, menopause, penggunaan kontrasepsi, kehamilan
tidak dikehendaki danaborsi baik pada remaja maupun pasangan yang telah
menikah, PMS dan HIV/AIDS, pelecehan dan kekerasan pada perempuan,
pekosaan, dan layanan dan informasi pada remaja.

Berfungsinya sistem reproduksi wanita dipengaruhi oleh aspek-


aspek dan proses-proses yang terkait pada setiap tahap dalam lingkungan
hidup. Masa kanak-kanak, remaja pra-nikah, reprodukstif baik menikah
maupun lajang, dan menopause akan dilalui oleh setiap perempuan, dan
pada masa-masa tersebut akan terjadi perubahan dalam sistem reproduksi.

Pada saat yang bersamaan dimungkinkan adanya faktor-faktor non


klinis yang menyertai perubahan itu, seperti faktor sosial, faktor budaya
dan faktor politikyang berkaitan denag kebijakan pemerintah. Berperannya
berbagai faktor dalam kesehatan reproduksi ini selanjutnya memberikan
pemahaman akan keterlibatan subjek atau pelaku, diluar kelompok

69
perempuan itu sendiri. Salah satu subjek terdekat dan langsung
berkaitan dengan masalah reproduksi perempuan adalah kelompok laki-
laki. Laki-laki dalam hal ini berperan penting sesuai dengan statusnya
terhadap perempuan, baik sebagai suami, saudara, ayah, teman, atasan
maupun critical person dalam penentuan kebijakan.

70
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Dirjen Pembinaan
KesehatanMasyarakat, 1996, “Kesehatan Reproduksi di Indonesia”, Jakarta.

Mohamad, Kartono, 1998, “Kontradiksi DalamKesehatan Reproduksi”,


Pustaka SinarHarapan, Jakarta.

Wahid, Abdurrahman, dkk, 1996, “Seksualitas, Kesehatan Reproduksi


danKetimpangan Gender”, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

Wattie, Anna Marie,1996, “Kesehatan Reproduksi dasar pemikiran, pengertian


danimplikasi”, Pusat Penelitian Kependudukan UGM, Yogyakarta.

__________, 1996. “Telaah Aspek-Aspek Sosial Dalam Persoalan


KesehatanReproduksi”, Pusat penelitian Kependudukan UGM, Yogyakarta.

71

Anda mungkin juga menyukai