Anda di halaman 1dari 12

SATUAN ACARA PENYULUHAN

ULKUS PEPTIKUM

Satuan Acara Penyuluhan


Topik : Ulkus Peptikum
Judul : Ulkus Peptikum
Hari/Tanggal : Rabu, 15 April 2020
Waktu : 13.30-14.15 WITA
Tempat Pelaksanaan : Lingkungan wilayah kerja Puskemas X
Sasaran : Penderita ulkus peptikum beserta keluarga
Sub Topik :
1. Pengertian Ulkus Peptikum
2. Penyebab Ulkus Peptikum

3. Tanda dan Gejala Ulkus Peptikum

4. Komplikasi Ulkus Peptikum


5. Penatalaksanaan Ulkus Peptikum

A. JUDUL
ULKUS PEPTIKUM
B. LATAR BELAKANG

C. TUJUAN
1) Tujuan Instruksional Umum
Setelah mendapatkan penyuluhan selama 45 menit diharapkan sasaran penyuluhan
dapat mengerti dan memahami mengenai ulkus peptikum serta komplikasi dan
penatalaksanaannya.
2) Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mendapatkan penyuluhan selama 45 menit, diharapkan sasaran penyuluhan
mampu:
1. Memahami dan mampu menjelaskan kembali pengertian ulkus peptikum
2. Memahami dan mampu menyebutkan kembali penyebab ulkus peptikum
3. Memahami dan mampu menyebutkan kembali tanda dan gejala ulkus peptikum
4. Memahami dan mampu menyebutkan kembali komplikasi ulkus peptikum
5. Memahami dan mampu menyebutkan kembali penatalaksanaan ulkus peptikum

D. TEMPAT
Penyuluhan “Ulkus Peptikum” akan dilaksanakan di Lingkungan Wilayah Kerja
Puskemas X
E. WAKTU
Kegiatan akan berlangsung pada Rabu, 15 April 2020 selama 45 menit mulai pukul
13.30 WITA sampai dengan pukul 14.15 WITA.
F. SASARAN PENYULUHAN
Sasaran Penyuluhan “Ulkus Peptikum” yaitu pada penderita ulkus peptikum beserta
keluarga

G. PENYELENGGARA PENYULUHAN
Penyelenggara penyuluhan “Ulkus Peptikum” adalah mahasiswa Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
H. STRATEGI PELAKSANAAN
No. Waktu Kegiatan Penyuluh Kegiatan Peserta
1. 5 menit Pendahuluan
- Karu memberikan - Sasaran membalas salam
salam kepada sasaran. dari Karu
- Karu menjelaskan topik - Sasaran menyimak.
penyuluhan.
- Karu memperkenalkan - Sasaran menyimak.
diri dan
memperkenalkan
perawat lainnya kepada
sasaran. - Sasaran menyimak.
- Karu menjelaskan
tujuan penyuluhan. - Sasaran menyimak.
- Karu menjelaskan
waktu pelaksanaan. - Sasaran menerima leaflet
- AN membagikan
leaflet kepada peserta
2. 20 menit Penyampaian Materi
- PN menggali sedikit - Sasaran mengeksplorasi
informasi pada sasaran apa yang mereka ketahui
mengenai kehamilan tentang kehamilan.
- PN dibantu AN - Sasaran memperhatikan
menjelaskan materi penjelasan dan
mengenai : mencermati materi.
1. Pengertian ulkus
peptikum

2. Penyebab ulkus
peptikum

3. Tanda dan gejala ulkus


peptikum

4. komplikasi ulkus
peptikum

5. Penatalaksanaan ulkus
peptikum
10 menit

- Sasaran mengajukan
pertanyaan.
Tanya Jawab
- Sasaran memperhatikan
- PN membuka sesi tanya
jawaban yang diberikan.
jawab.
- PN dan AN menjawab
pertanyaan sasaran.
3. 10 menit Penutup
- PN melakukan evaluasi - Sasaran menjawab
dengan memberikan pertanyaan evaluasi.
beberapa pertanyaan - Sasaran menyimak
kepada sasaran. kesimpulan yang
- AN menyimpulkan hasil disampaikan oleh AN
penyuluhan. - Menjawab salam dan
- Karu memaparkan hasil sasaran bersiap untuk
observasi pelaksanaan meninggalkan tempat
penyuluhan penyuluhan.
- Mengakhiri dengan salam

I. METODE PENYULUHAN
1. Ceramah
2. Tanya jawab
J. MEDIA PENYULUHAN
1. Leaflet
K. SETTING TEMPAT

Keterangan :
: Primary Nurse
: Asociate Nurse
: Kepala Ruangan
: Peserta

L. PENGORGANISASIAN
Penyaji (PN) : Minfiatin Malikatin
Fasilitato (AN) : Putri Cahya Permadani
Observer (Karu) : Ida Ayu Putri Saraswati

M. KRITERIA EVALUASI
1. Evaluasi Struktur
a) Rencana kegiatan dipersiapkan dua hari sebelum kegiatan dengan melaporkan
kepada penanggung jawab di Puskesmas X dua hari sebelum kegiatan.
b) Sarana prasarana seperti leaflet, dan materi penyuluhan disiapkan tiga hari
sebelum pelaksanaan kegiatan.
2. Evaluasi Proses
a) Kegiatan berlangsung tepat waktu.
b) Peserta yang hadir 70% dari sasaran yang diharapkan.
c) Peserta yang aktif bertanya.
3. Evaluasi Hasil
Sasaran penyuluhan mampu:
1. Memahami dan mampu menjelaskan kembali pengertian ulkus peptikum
2. Memahami dan mampu menjelaskan kembali penyebab terjadinya ulkus
peptikum
3. Memahami dan mampu menyebutkan tanda dan gejala ulkus peptikum
4. Memahami dan mampu menyebutkan kembali komplikasi ulkus peptikum
5. Memahami dan mampu menyebutkan kembali penatalaksanaan ulkus
peptikum
6. Peserta yang bertanya mencapai 5 orang atau minimal 2 orang peserta mampu
menjawab 3 pertanyaan yang diajukan oleh penyaji.
N. LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Materi
2. Leaflet

LAMPIRAN MATERI
ULKUS PEPTIKUM

1. Pengertian Ulkus Peptikum


Ulkus peptikum merupakan suatu keadaan terputusnya kontinuitas mukosa yang
meluas di bawah epitel atau kerusakan pada jaringan mukosa, submukosa hingga
lapisan otot dari saluran cerna yang langsung berhubungan dengan cairan lambung
asam/pepsin (Sanusi, 2011).
Ulkus peptikum (peptic ulcer disease) adalah lesi pada lambung atau duodenum yang
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara faktor agresif (sekresi asam lambung,
pepsin, dan infeksi bakteri Helicobacter pylori) dengan faktor pelindung mukosa
(produksi prostagladin, gastric mucus, bikarbonat, dan aliran darah mukosa) (Berardi
&Lynda, 2005).
2. Penyebab Ulkus Peptikum
penyebab ulkus peptikum, yaitu, infeksi Helicobacter pylori, dan penggunaan NSAID
(Soll dan Graham, 2009).
1. Infeksi Helicobacterpylori
Kasus ulkus peptikum kebanyakan disebabkan oleh infeksi Helicobacterpylori
dan penggunaan NSAID. Jumlah penderita ulkus duodenum di Amerika Serikat
akibat Helicobacterpylori yang tidak menggunakan NSAID kurang 75%. Dalam
salah satu penelitian, pasien yang tidak menggunakan NSAID, 61% merupakan
penderita ulkus duodenum dan 63% merupakan penderita ulkus lambung positif
terinfeksi Helicobacter pylori. Hasil ini lebih rendah pada ras kulit putih
dibandingkan ras yang tidak berkulit putih.
2. NSAID
Penggunaan NSAID pada kasus ulkus peptikum sudah menjadi penyebab umum.
Obat ini mengganggu pembatas permeabilitas mukosa, membuat mukosa rentan
rusak. Sebanyak 30% orang dewasa yang menggunakan NSAIDmenderita efek
samping pada saluran gastrointestinal. Faktor yang berhubungan dengan
peningkatan resiko ulkus duodenum pada penggunaan NSAID seperti riwayat
ulkus peptikum sebelumnya, umur yang sudah tua, perempuan, penggunaan
NSAID dengan dosis tinggi, penggunaan NSAID jangka panjang, dan penyakit
penyerta yang parah. Penelitian jangka panjang menemukan bahwa pasien dengan
penyakit artritis dengan umur lebih dari 65 tahun yang secara teratur
menggunakan aspirin dosis rendah dapat meningkatkan resiko dispepsia yang
cukup parah apabila menghentikan penggunaan NS AID. Walaupun prevalensi
kerusakan saluran gastrointestinal akibat penggunaan NSAID pada anak tidak
diketahui, sepertinya bertambah, terutama pada anak-anak dengan penyakit
artritis kronis yang diobati dengan menggunakan NSAID. Ditemukan kasus
ulserasi lam bung dari penggunaan ibuprofen dengan dosis rendah pada anak –
anak.
3. Tanda dan Gejala Ulkus Peptikum
Pada umumnya gejala ulkus peptikum bervasiari tergantung lokasi ulkus dan usia dari
penderita. Tanda dan gejalayang biasa terjadi pada pasien ulkus peptikum adalah
(Smeltzer & Bare, 2002.):
a) Nyeri: biasanya pasien dengan ulkus mengeluh nyeri tumpul seperti tertusuk atau
sensasi terbakar di epigastrium tengah atau dipunggung. Hal ini diyakini bahwa
nyeri terjadi bila kandungan asam lambung dan duodenum meningkat
menimbulkan erosi dan merangsang ujung saraf yang terpajan.
b) Muntah: meskipun jarang pada ulkus duodenal tak terkomplikasi muntah dapat
menjadi gejala ulkus peptikum. Hal ini dihubungkan dengan obstruksi jalan keluar
lambung oleh spasme mukosa pylorus atau obstruksi mekanis, yang dapat
dihubungkan dengan pembentukan jaringan parut atau pembengkakan akut dari
membrane mukosa yang mengalami inflamasi di sekitarnya pada ulkus akut.
c) Konstipasi dan pendarahan: konstipasi dapat terjadi pada pasien ulkus
kemungkinan sebagai akibat dari diet dan obat-obatan. Pasien juga dapat datang
dengan pendarahan gastrointestinal.

4. Komplikasi Ulkus Peptikum


Menurut Lanas & Chan (2017) beberapa komplikasi yang dapat terjadi, antara lain
a) Pendarahan
Ulkus peptikum telah mencapai duodenum bisa terjadi pendarahan. Akibat
pembuluh darah (arteri) yang memasok area ulkus telah rusak oleh asam
lambung. Pendarahan inilah yang merupakan tanda dari ulkus.Perdarahan
mungkin lambat atau cepat.
 Pendarahan yang lambat biasanya berasal dari pembuluh darah kecil; efeknya
adalah jumlah darah merah yang rendah (anemia), dan gejalanya adalah
kelelahan (fatigue), kelesuan, dan pucat.
 Pendarahan yang cepat biasanya berasal dari arteri yang lebih besar, dan
gejalanya termasuk muntah darah yang bercampur asam lambung yaitu
muntah yang terlihat seperti bubuk kopi, atau bagian tinja yang berwarna
kehitaman dan lengket seperti aspal.
b) Perforasi
Terjadi akibat ulkus pada fase krone, dinding saluran pencernaan bisa jebol dan
pecah. Lubang yang dihasilkan di saluran pencernaan disebut perforasi. Perforasi
yang terjadi menyebabkan cairan lambung keluar dari saluran pencernanan
kemudian menimbulkan infeksi pada jaringan sekitar.
c) Obstruksi atau radang
Peradangan yang berkelanjutan dan terus menerus, dapat menyebabkan
pembengkakan di saluran pencernaan. Seiring waktu, jaringan parut ini benar-
benar bisa menghalangi saluran pencernaan sehingga terjadilah obtruksi.
Obstruksi yang terjadi menghalangi makanan agar tidak lewat, menyebabkan
muntah dan penurunan berat badan.

5. Penatalaksanaan Ulkus Peptikum


Beberapa faktor mempengaruhi penyembuhan ulkus dan kemungkinan untuk kambuh.
Faktor yang reversibel harus diidentifikasi seperti infeksi Helicobacterpylori,
penggunaan NSAID dan merokok. Waktu penyembuhan ulkus tergantung pada
ukuran ulkus. Ulkus lambung yang besar dan kecil bisa sembuh dalam waktu yang
relatif sama jika terapinya efektif. Ulkus yang besar memerlukan waktu yang lebih
lama untuk sembuh (Soll dan Graham, 2009). Secara garis besar penatalaksanaan
penderita dengan ulkus peptikum adalah sebagai berikut:
a. Non – farmakologi
 Istirahat
Secara umum pasien ulkus dianjurkan pengobatan rawat jalan, bila kurang
berhasil atau ada komplikasi baru dianjurkan rawat inap. Penyembuhan
akan lebih cepat dengan rawat inap walaupun mekanismenya belum jelas,
kemungkinan oleh bertambahnya jam istirahat, berkurangnya refluks
empedu, stress dan penggunaan analgesik. Stress dan kecemasan
memegang peran dalam peningkatan asam lambung dan penyakit ulkus
(Tarigan, 2009).
 Diet
Makanan lunak apalagi bubur saring, makanan yang mengandung susu
tidak lebih baik daripada makanan biasa, karena makanan halus akan
merangsang pengeluaran asam. Cabai, makanan merangsang, makanan
mengandung asam dapat menimbulkan rasa sakit pada beberapa pasien
ulkus dan dispepsia non ulkus, walaupun belum dapat dibuktikan
keterkaitannya. Alkohol belum terbukti mempunyai efek yang merugikan.
Air jeruk yang asam, coca-cola, bir, kopi tidak mempunyai pengaruh
ulserogenik pada mukosa lambung tetapi dapat menambah sekresi asam dan
belum jelas dapat menghalangi penyembuhan ulkus dan sebaiknya diminum
jangan pada waktu perut sedang kosong (Tarigan, 2009).
 Tidak merokok
Merokok menghalangi penyembuhan ulkus peptikum kronik, menghambat
sekresi bikarbonat pankreas, menambah keasaman bulbus duodenum,
menambah refluks duogenogastrik akibat relaksasi sfingter pilorus
sekaligus meningkatkan kekambuhan ulkus (Tarigan, 2009).
b. Farmakologi
 Antagonis Reseptor H2
Antagonis Reseptor H2 mengurangi sekresi asam lambung dengan cara
berkompetisi dengan histamin untuk berikatan dengan reseptor H2 pada sel
parietal lambung. Bila histamin berikatan dengan H2 maka akan dihasilkan
asam. Dengan diblokirnya tempat ikatan antara histamin dan reseptor
digantikan dengan obat-obat ini, maka asam tidak akan dihasilkan. Efek
samping obat golongan ini yaitu diare, sakit kepala, kantuk, lesu, sakit pada
otot dan konstipasi. Contoh obat seperti Simetidin, Ranitidine, Famotidin,
Nizatidin. Kemampuan antagonis reseptor H2 menurunkan asam lambung
disamping dengan toksisitas rendah merupakan kemajuan dalam
pengobatan penyakit. Hasil dari beberapa uji klinik menunjukkan obatobat
ini dapat menjaga gejala dengan efektif selama episode akut dan
mempercepat penyembuhan ulkus duodenal (Tarigan, 2009).
 PPI (Proton Pump Inhibitor)
Mekanisme kerja PPI adalah memblokir kerja enzim KH ATPase yang akan
memecah KH ATP akan menghasilkan energi yang digunakan untuk
mengeluarkan asam dari kanalikuli serta parietal ke dalam lumen lambung.
Pemakaian jangka panjang dapat menimbulkan kenaikan gastrin darah dan
dapat menimbulkan tumor karsinoid pada tikus percobaan. Pada manusia
belum terbukti gangguan keamanannya pada pemakaian jangka panjang
(Tarigan, 2009). Penghambat pompa proton dimetabolisme dihati dan
dieliminasi di ginjal. Dengan pengecualian penderita disfungsi hati berat,
tanpa penyesuaian dosis pada penyakit liverdan penyakit ginjal. Dosis
Omeprazol 20-40 mg/hr, Lansoprazol 15-30 mg/hr, Rabeprazol 20 mg/hr,
Pantoprazol 40 mg/hr dan Esomeprazol 20-40 mg/hr. Inhibitor pompa
proton memiliki efek yang sangat besar terhadap produksi asam. Omeprazol
juga secara selektif menghambat karbonat anhidrase mukosa lambung, yang
kemungkinan turut berkontribusi terhadap sifat suspensi asamnya . Efek
samping obat golongan ini jarang, meliputi sakit kepala, diare, konstipasi,
muntah, dan ruam merah pada kulit. Ibu hamil dan menyusui sebaiknya
menghindari penggunaan PPI (Tarigan, 2009).
 Sulkralfat
Pada kondisi adanya kerusakan yang disebabkan oleh asam, hidrolisis
proteinmukosa yang diperantarai oleh pepsin turut berkontribusi terhadap
terjadinya erosi danulserasi mukosa. Protein ini dapat dihambat oleh
polisakarida bersulfat. Selain menghambat hidrolisis protein mukosa oleh
pepsin, sulkrafat juga memiliki efek sitoprotektif tambahan, yakni stimulasi
produksi lokal prostagladin dan faktor pertumbuhan epidermal. Dosis
sulkralfat 1gram 4x sehari atau 2gram 2x sehari. Efek samping yang sering
dilaporkan adalah konstipasi, mual dan mulut kering (Berardi dan Welage,
2008).
 Koloid Bismuth
Mekanisme kerja melalui sitoprotektif membentuk lapisan bersama protein
pada dasar ulkus dan melindungi terhadap rangsangan pepsin dan asam.
Dosis obat 2 x 2 tablet sehari. Efek samping, berwarna kehitaman sehingga
timbul keraguan dengan pendarahan (Tarigan, 2009).
 Analog Prostaglandin : Misoprostol
Mekanisme kerja mengurangi sekresi asam lambung, menambah sekresi
mukus, sekresi bikarbonat dan meningkatkan aliran darah mukosa.
Biasanya digunakan sebagai penangkal terjadinya ulkus peptikum pada
pasien yang menggunakan OAINS. Dosis 4 x 200mg atau 2 x 400 mg pagi
dan malam hari. Efek samping diare, mual, muntah, dan menimbulkan
kontraksi otot uterus sehingga tidak dianjurkan pada wanita yang bakal
hamil. Misoprostol dapat menyebabkan eksaserbasi klinis (kondisi penyakit
bertambah parah) pada pasien yang menderita penyakit radang usus,
sehingga pemakaiannya harus dihindari pada pasien ini. Misoprostol
dikontraindikasikan selama kehamilan, karena dapat menyebabkan aborsi
akibat terjadinya peningkatan kontraktilitas uterus. Sekarang ini
misoprostol telah disetujui penggunaannya oleh United States Food and
DrugAdministration (FDA) untuk pencegahan luka mukosa akibat NSAID
(Tarigan, 2009).
 Antasida
Pada saat ini antasida digunakan untuk menghilangkan keluhan nyeri dan
obat dispepsia. Mekanisme kerjanya menetralkan asam lambung secara
lokal. Preparat yang mengandung magnesium akan menyebabkan diare
sedangkan aluminium menyebabkan konstipasi. Kombinasi keduanya saling
menghilangkan pengaruh sehingga tidak terjadi diare dan konstipasi. Dosis:
3 x 1 tablet, 4 x 30 cc (3 kali sehari malam dan sebelumtidur). Efek
samping diare, berinteraksi dengan obat digitalis, barbiturat, salisilat,
dankinidin (Tarigan, 2009).
6. Hal yang perlu diperhatikan pasien dengan ulkus peptikus
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pasien dengan ulkus peptikum di rumah yakni :
a) Hindari menggunakan atau mengonsumsi suplemen zat besi secara overdosis.
Apabila dikonsumsi secara berlebihan dapat mengiritasi lapisan lambung dan
ulkus lambung.
b) Hindari stress. Penderita ulkus peptikus peru belajar bagaimana cara menghadapi
stress baik dengan berlatih teknik relaksasi seperti dan belajar teknik pernapasan
dalam, sugesti terbimbing, ataupun yoga dapat membantu meringankan stres dan
membantu penyembuhan
c) Hindari merokok
d) Usahakan untuk tidak mengonsumsi alcohol ataupun mengurangi konsumsi
alkohol.
e) Melakukan lebih banyak olahraga untuk meningkatkan kesehatan secara
keseluruhan.
f) Melaporkan dengan segera ke fasilitas kesehatan terdekat apabila terdapat
masalah atau tanda-tanda komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA

Sanusi, I. A. (2011). Buku Ajar Gastroenterologi. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam.
Berardi, R. R., & Welage, L. S. (2008). Peptic Ulcer Disease, Pharmacotheraphy A
Pathopshyologic Approach (7th ed., 569–578). New York: Mc. Graw Hill.
http://doi.org/10.1036/007147899X
Lanas, A., & Chan, F. K. L. (2017). Peptic ulcer disease. The Lancet, 390(10094), 613–624.
doi:10.1016/s0140-6736(16)32404-7

Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth. Ed. 8,
Vol. 2. Jakarta: ECG

Soll, S.H., dan Graham, D.Y. (2009). Peptic Ulcer Disease. Oxford: Blackwell Publlishing
Ltd
Tarigan, P. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Ilmu Dalam Edisi V Jilid I . Jakarta: Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam.

Anda mungkin juga menyukai