Anda di halaman 1dari 2

Mengapa latief hendraningrat ditunjuk sebagai atase militer kedubes Ri dimanila?

Jawab :

Atase pertahanan atau militer bekerja merupakan perwira militer yang ditugaskan di kedutaan besar
negaranya di negara lain. Ia bertugas untuk melakukan hubungan dengan angkatan bersenjata negara
lain di mana ia ditugaskan dan melaporkan situasi keamanan negara di mana ia ditempatkan kepada
negara asalnya.

Atase Militer atau Atase Pertahanan (bahasa Inggris: Defence Attache), sering disingkat "Athan" adalah


sebuah jabatan di lingkungan kedutaan besar suatu negara atau organisasi internasional lainnya
(mis. NATO) yang mempunyai status diplomat dan yang biasanya dipegang oleh seorang perwira militer
yang berjabatan tinggi. Jabatan ini telah menjadi bagian yang tetap dalam hubungan antara negara-
negara di dunia internasional sejak permulaan abad ke-20. Di Indonesia, Atase Pertahanan membawahi
atau dapat merangkap menjadi "Atase Matra" yang berasal dari matra darat, laut maupun udara.
Disamping Atase Pertahanan, di kedutaan-kedutaan yang lebih besar dapat pula ditempatkan teknis
lainnya seperti Atase kebudayaan dan Atase pendidikan.

Tugas dan aktivitas

Atase Pertahanan adalah pejabat penghubung dari Angkatan Bersenjata maupun dari Kementerian


Pertahanan negaranya. Ia berkonsultasi dengan duta besar dalam segala persoalan yang berkaitan
dengan kebijakan militer, pertahanan, dan keamanan, dan melapor kepada Panglima
TNI dan Kementerian Pertahanan (untuk Athan TNI) tentang semua tingkat perkembangan dari
kebijakan keamanan negara di mana ia ditempatkan. Ia melaksanakan tugas-tugas resmi angkatan
bersenjatanya di negara penempatannya, menjalin hubungan antara angkatan bersenjata negaranya
dengan angkatan bersenjata negara yang ia ditempatkan, serta berperan sebagai penghubung industri
persenjataan negaranya. Ia melakukan analisis dan menentukan penilaian, ikut serta dalam
berbagai konferensi dan pemeriksaan pasukan, serta menjadi pejabat penghubung untuk angkatan
bersenjatanya sendiri dengan angkatan bersenjata di negara yang ia ditempatkan. Dalam keadaan-
keadaan tertentu, ia terlibat dalam pengendalian senjata. Sebuah tugas lainnya adalah konsultasi dan
rekrutmen calon-calon pelanggan untuk pekerjaan dan tugas-tugas di lingkungan angkatan bersenjata
negaranya.

Batas-batas antara kepentingan-kepentingan diplomatik di negara tempat tugasnya dan kegiatan-


kegiatan yang tidak memiliki persetujuan pemerintah negara tersebut, khususnya di sekitar  spionase,
tidak selalu jelas. Banyak atase militer dan pegawai diplomatik mereka yang diusir karena dicurigai
melakukan kegiatan mata-mata di negara-negara tempat tugasnya atau yang dinyatakan
sebagai persona non grata, "orang yang tidak disukai".

Dia merupakan seorang prajurit Pembela Tanah Air (PETA).


Di masa pendudukan Jepang, Latief aktif dalam pelatihan militer yang didirikan oleh Jepang. Ketika
Jepang mendirikan PETA, ia bergabung di dalamnya. Ia pernah juga menjabat komandan kompi dan
berpangkat Sudanco.

Pangkat ini berada di bawah pangkat tertinggi pribumi ketika itu yaitu Daidanco atau komandan
batalion.

Dikarenakan memiliki dasar kemiliteran, Pasukan PETA Latief bermarkas di bekas markas


pasukan Kavaleri Belanda di Kampung Jaga Monyet, yang kini bernama jalan Suryopranoto. Setelah
bergabung dengan TNI, karirnya menanjak dan sempat menjadi Rektor IKIP Jakarta (Universitas Negeri
Jakarta) pada tahun 1964-1965.

Dalam masa pendudukan Jepang, Abdul Latief Hendraningrat aktif dalam Pusat Latihan Pemuda (Seinen
Kunrenshoo), selanjutnya dia menjadi anggota pasukan Pembela Tanah Air (PETA). Karier militer Latief
Hendraningrat di PETA pun berjalan cukup baik, hingga akhirnya PETA dibubarkan pada 18 Agustus
1945, pangkat terakhir Latief adalah Chudancho (sudanco) alias Komandan Kompi, satu tingkat di bawah
pangkat tertinggi untuk pribumi saat itu, yakni Daidanco atau Komandan Batalyon.[1]

Masa setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Abdul Latief Hendraningrat terlibat dalam berbagai
pertempuran. Kemudian menjabat sebagai komandan Komando Kota ketika Belanda menyerbu
Yogyakarta (1948). Saat itu, Yogyakarta sebagai ibu kota RI menjadi area pertempuran yang paling
genting. Latief juga berhubungan baik dengan Panglima Besar Jenderal Soedirman. Ia juga ikut
merumuskan taktik gerilya dan perencanaan Serangan Umum 1 Maret 1949.[1]

Setelah penyerahan kedaulatan, Abdul Latief Hendraningrat awalnya ditugaskan di Markas Besar
Angkatan Darat, kemudian ditunjuk sebagai atase militer Rl untuk Filipina (1952), lalu dipindahkan ke
Washington hingga tahun 1956. Setelah kembali ke Indonesia ia ditugaskan memimpin Sekolah Staf dan
Komando Angkatan Darat (SSKAD) yang kini menjadi Seskoad. Jabatannya setelah itu sebagai Rektor IKIP
Jakarta (1965). Pada tahun 1967 Hendraningrat memasuki masa pensiun dengan pangkat Brigadir
Jenderal. Sejak itu, ia mencurahkan segala perhatian dan tenaganya bagi Yayasan Perguruan Rakyat dan
organisasi Indonesia Muda.[2]

1. giat dalam Pusat Latihan Pemuda (Seinen Kunrenshoo), kemudian menjadi anggota pasukan Pembela
Tanah Air (Peta).prajurit PETA berpangkat Sudanco (pangkat tertinggi orang indonesia). Dalam masa
setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Abdul Latief Hendraningrat terlibat dalam berbagai
pertempuran.

menjabat komandan Komando Kota ketika Belanda menyerbu Yogyakarta (1948). 

Anda mungkin juga menyukai