Anda di halaman 1dari 3

NAMA : HERVY MAGHFUR ABDULLOH

NIM : 031151766
UPBJJ : UNIVERSITAS TERBUKA JEMBER
MATERI : PENGANTAR SOSIOLOGI (TUGAS 2)

1. Di era digital saat ini, interaksi sosial mengalami perubahan signifikan terutama dalam mengatasi masalah
ruang dan waktu. Berikan pandangan Anda mengenai tantangan-tantangan apa saja yang dihadapi dalam
proses interaksi sosial di era digital?
2. Isu gender kerap menjadi problematis di masyarakat kita yang diantaranya karena kuatnya pengaruh
budaya patriarki. Bagaimana Anda memandang persoalan ini, apa sesungguhnya yang membedakan
gender dan seksualitas. Bagaimanakah peran perempuan dan laki-laki di ruang domestik maupun publik?

JAWAB

1. Sisi lain dari wajah baru dan kekuasaan politik di era digital juga untuk dimanfaatkan sebagai
alat penyebaran ideologis secara sistematis untuk mencari dukungan dan sekaligus
perkembagaan nilai-nilai ideologis itu, dan sisi lain sebagai alat untuk mesin-mesin propoganda,
bagaimana para politisi berusaha untuk mempertahankan kekuasaan dengan menampilkan citra
baik dan menyembunyikan citra negatif untuk mendapat dukungan dari publik.

Era digital harus disikapi dengan serius, menguasai, dan mengendalikan peran teknologi dengan
baik agar era digital membawa manfaat bagi kehidupan. Pendidikan harus menjadi media utama
untuk memahami, mengusai, dan memperlakukan teknologi dengan baik dan benar. Anak-anak
dan remaja harus difahamkan dengan era digital ini baik manfaat maupun madlaratnya. Orang
tua harus pula difahamkan agar dapat mengonrol sikap anakanaknya terhadap teknologi dan
memperlakukannya atau menggunakannya dengan baik dan benar. Pengenalan tentang
pemanfaatan berbagai aplikasi yang dapat membantu pekerjaan manusia perlu dikaji agar
diketahui manfaat dan kegunaannya serta dapat memanfaatkannya secara efektif dan efisien
terhindar dari dampak negatif dan berlebihan.

Dalam bidang sosial budaya, era digital juga memiliki pengaruh positif dan dampak negatif yang
menjadikan tantangan untuk memperbaikinya. Kemerosotan moral di kalangan masyarakat
khususnya remaja dan pelajar menjadi salah satu tantangan sosial budaya yang serius. Pola
interaksi antar orang berubah dengan kehadiran teknologi era digital seperti komputer terutama
pada masyarakat golongan ekonomi menengah ke atas. Komputer yang disambungkan dengan
telpon telah membuka peluang bagi siapa saja untuk berhubungan dengan dunia luar tanpa harus
bersosial langsung.

Namun disisi lain dunia anak sangat memprihatinkan khususnya pada perubahan karakter dan
mental. Sikap anak-anak yang agresif dan kekerasan fisik sering disaksikan dalam pergaulan
dengan sesamanya merupakan fenomena yang saling berhubungan. Pemberitaan anak SD yang
melakukan bullying dengan unsur kekerasan fisik sering muncul ditelevisi dan media online
sebagai salah satu akibat dari game online dengan unsur kekerasan. Akses terhadap pornografi
dan pornoaksi membuat anak mengalami perubahan mental yang mengkhawatirkan khususnya
pada pergaulannya yang mengarah pada seks bebas.

Merosotnya nilai moral pada anak memang menjadi keprihatinan serius pemerintah dan
masyarakat, namun di era serba digital sekarang dengan arus teknologi infomasi yang sulit
dibendung menjadikan persoalan tersebut tidak sederhana. Media yang tanpa kontrol dapat
dengan mudah mencuci otak anak melalui game online. Anak lebih tertarik pada handphone
(android-nya) dari pada permainan tradisional, dongeng, dan lagu-lagu anak yang sarat dengan
pendidikan. Bahkan iklan barang haram seperti miras dan nakotika dikemas secara menarik bagi
anak melalui internet dalam bentuk game online menambah kompleksitas persoalan moralitas
anak

2. Istilah gender seringkali tumpang tindih dengan seks (jenis kelamin), padahal dua kata itu
merujuk pada bentuk yang berbeda. Seks merupakan pensifatan atau pembagian dua jenis
kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu.
Contohnya jelas terlihat, seperti laki-laki memiliki penis, scrotum, memproduksi sperma.
Sedangkan perempuan memiliki vagina, rahim, memproduksi sel telur. Alat-alat biologis tersebut
tidak dapat dipertukarkan sehingga sering dikatakan sebagai kodrat atau ketentuan dari Tuhan
(nature), Sedangkan konsep gender merupakan suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki
maupun perempuan yang dikonstruksikan secara sosial maupun kultural. Misalnya, laki-laki itu
kuat, rasional, perkasa. Sedangkan perempuan itu lembut, lebih berperasaan, dan keibuan. Ciri-
ciri tersebut sebenarnya bisa dipertukarkan. Artinya ada laki-laki yang lembut dan lebih
berperasaan. Demikian juga ada perempuan yang kuat, rasional, dan perkasa. Perubahan ini
dapat terjadi dari waktu ke waktu dan bisa berbeda di masing-masing tempat. Jaman dulu, di
suatu tempat, perempuan bisa menjadi kepala suku, tapi sekarang di tempat yang sama, laki-laki
yang menjadi kepala suku. Sementara di tempat lain justru sebaliknya. Artinya, segala hal yang
dapat dipertukarkan antara sifat perempuan dan laki-laki, yang bisa berubah dari waktu ke waktu
serta berbeda dari suatu kelas ke kelas yang lain, komunitas ke komunitas yang lain, dikenal
dengan gender.

Berbicara tentang peran ganda perempuan, yakni peran publik dan domestik, tidak dapat
dilepaskan dengan interpretasi untuk membuka perlindungan terhadap segala bentuk kebebasan
yang dikehendaki perempuan dan mengesampingkan batasan-batasan agama, keluarga dan ikatan
perkawinan. Termasuk hak perempuan untuk memiliki dan mengelola tubuhnya sendiri tanpa
diintervensi oleh undang-undang dan kitab suci, seperti yang selalu didendangkan kaum feminis:
My body, my choice, my pleasure. Selain itu, sebagai Konsekuensinya  negara harus
melegalkan undang-undang tentang hak melakukan aborsi bagi perempuan yang berusia 18 tahun
ke atas, pernikahan beda agama dan pernikahan sesama jenis. Termasuk juga hak istri
mengadukan suaminya kepada pihak berwajib atas tuduhan pemerkosaan. Dalam wacana gender,
isu ini dikenal dengan istilah marital rape, yaitu hubungan seksual yang tidak dikehendaki atau
tanpa persetujuan sang istri.
Sesungguhnya, dua peran strategis ini, khususnya di Indonesia, bukan merupakan sesuatu yang
asing. Akan tetapi, isu sentral yang menjadi permasalahan adalah peletakan peran public
perempuan justru menjadikannya tidak maksimal dalam peran utamanya, yakni mengandung,
melahirkan, dan menyusui. Tiga peran ini adalah peran fitrah yang hanya dan hanya bisa
dilakukan oleh perempuan. Mirisnya, ini justru tidak mendapatkan perhatian yang cukup oleh
pemerintah kita
Perempuan memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan. Perasaannya halus dan peka
meskipun cenderung mengedepankan perasaan, sejenis makhluk yang membutuhkan sebuah
konsep untuk “dihargai”. Secara lahiriah, perempuan tampak seperti makhluk yang lemah, tapi
pada dasarnya ia memiliki kekuatan batin untuk memikirkan hal-hal terperinci. Secara internal
kepribadian, perempuan lebih pandai menahan perasaan. Dia mempunyai jiwa pelayanan yang
alamian sebagai suatu modal dalam pengembangan usaha, bahkan dengan konsep jiwa
alamiahnya ini, tidak sedikit laki-laki yang sendiko dawuh melaksanakan keinginannya. Potensi-
potensi tersebut sesungguhnya membuka peluang yang sangat besar dalam pengembangan dunia
perekonomian, tidak terkecuali perekonomian sebuah negara.

Selain itu, dari aspek politik, ini tidak dapat terlepaskan dari kedudukannya yang khas seorang
perempuan, yang mungkin tidak dapat dipenuhi laki-laki. Sebagian besar masyarakat,
khususnya di Indonesia, masih menganggap perempuan menempati kedudukan yang khas
(special position) di masyarakat, baik dalam artian masyarakat publik maupun domestik. Akan
tetapi, hal ini masih dianggap tidak cukup baik. Di lembaga legislatif, misalnya, jumlah wanita
pada tahun 1999 menurun menjadi 9% dibanding dengan tahun 1997 sebanyak 13% dari jumlah
anggota legislatif yang ada. Bahkan untuk tahun 2004 jumlah wanita di legislatif hanya mencapai
11,8%.1 Pada ranah publik dengan pengkhususan peran publik bidang politik ini berkaitan erat
dengan perubahan sosial. Artinya, ketika perempuan berperan di ranah politik, yang menjadi
pertanyaan sekaligus tantangan baginya adalah seberapa besar pengaruh dan kontribusinya dalam
memberikan perubahan sosial yang positif di publik. Sementara perubahan itu sendiri --baik yang
sudah, sedang, atau sudah berlangsung-- sangat perlu diketahui apakah memberi banyak manfaat
(dalam arti mampu memenuhi kebutuhan manusia).

1
Albert Rika Pratiwi, dkk. Wanita dan Politik Tubuh Fantastis. Yogyakarta.

Kanisius. 1998, hlm.8

Anda mungkin juga menyukai