Anda di halaman 1dari 63

Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)

REFERAT
ABOVEE KNEE AMPUTATION EC DM TYPE II

Disusun oleh:
Syahrul EL Ghufron

Pembimbing:
dr. Mahyuddin Rasyid Sp.B FINACIS M.Kes

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran
Universitas Muslim Indonesia
2020

Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 1


Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)

LEMBAR PERSETUJUAN

Referat dengan Judul


“Abovee Knee Amputation ec DM Type II”
Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk
menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah
Fakultas Kedokteran
Universitas Muslim Indonesia
Makassar 2020

Makassar, April-2020

(dr. Mahyuddin Rasyid Sp.B FINACIS M.Kes)

Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 2


Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa


melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
presentasi kasus ini dengan baik. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan
kepada baginda Rasulullah Nabi Muhammad SAW.
Adapun judul yang penulis pilih untuk penulisan referat ini adalah ”Abovee
Knee Amputastion ec DM Type II.” Topik ini dipilih karena amputasi merupakan
prosedur pembedahan tertua dan sampai saat ini prosedur tersebut masih tetap
dilakukan atas berbagai indikasi yang berhubungan erat dengan diabetes melitus.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis telah mencurahkan segala pikiran dan
kemampuan yang dimiliki. Namun tetap ada hambatan dan kendala yang harus
dilewati. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Mahyuddin Rasyid Sp.B
FINACIS M.Kes selaku pembimbing referat dan seluruh pihak yang telah membantu
dalam penyusunan referat ini.

Makassar, Maret 2020

Penulis

Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 3


Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)

ABOVEE KNEE AMPUTATION DIABETES MELITUS TIPE II

PENDAHULUAN
Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini

dapat mengenai semua organ tubuh dan emnimbulkan berbagai macam keluhan.

Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes mellitus dapat timbul secara perlahan – lahan

sehingga pasien tidak menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang menjadi

lebih banyak, buang air kecil lebih sering atau berat badan yang menurun. Gejala –

gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan sampai kemudian orang

tersebut pergi kedokter dan diperiksa kadar glukosa darahnya.

Terkadang pula gambaran klinisnya tidak jelas, asimptomatik dan diabetes

baru ditemukan pada saat pemeriksaan penyaring atau pemeriksaan untuk penyakit

lain. Dapat pula gejala diabetes mellitusnya lebih nyata dan timbul mendadak serta

dramatis sekali.

EPIDEMIOLOGI

Dari berbagai penelitian epidemiologis di Indonesia, sekitar tahun 1980 an

didapatkan prevalensi DM sebesar 1,5 – 2,3% pada penduduk usia lebih dari 15

tahun, bahkan pada suatu penelitian epidemiologis di Manado didapatkan prevalensi

DM 6,1%. Walaupun demikian, prevalensi DM didaerah rural ternyata masih rendah.

Di Tasikmalaya didapatkan prevalensi DM sebesar 1,1%, sedang di Kecamatan

Sesean suatu daerah sangat terpencil di Tana Toraja didapatkan prevalensi DM hanya

0,8%. Di daerah jawa timur, perbedaan urban – rural ini tidak begitu tampak. Di
Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 4
Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)

Surabaya pada penelitian epidemiologis yang dikerjakan di Puskesmas perkotaan

mencakup penduduk di atas20 tahun ( 1991 ), didapatkan prevalensi sebesar 1,43%.

Dalam Diabetes Atlas 2000 ( International Diabetes Federation ) tercantum

perkiraan penduduk Indonesia di atas 20 tahun sebesar 125 juta dan dengan asumsi

prevalensi DM sebesar 4,6%, diperkirakan pada tahun 2000 pasien DM akan

berjumlah 5,6 juta. Berdasarkan pola pertambahan penduduk seperti saat ini,

diperkirakan pada tahun 2020 nanti akan ada sejumlah 178 juta penduduk berusia di

atas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi DM sebesar 4,6% akan didapatkan 8,2

juta pasien diabetes.

DEFENISI

Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa (gula

sederhana) di dalam darah tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau

menggunakan insulin secara adekuat. Kadar gula darah sepanjang hari bervariasi,

meningkat setelah makan dan kembali normal dalam waktu 2 jam. Kadar gula darah

yang normal pada pagi hari setelah malam sebelumnya berpuasa adalah 70-110

mg/dL darah. Kadar gula darah biasanya kurang dari 120-140 mg/dL pada 2 jam

setelah makan atau minum cairan yang mengandung gula maupun karbohidrat

lainnya. Kadar gula darah yang normal cenderung meningkat secara ringan tetapi

progresif setelah usia 50 tahun, terutama pada orang-orang yang tidak aktif.

Insulin adalah hormon yang dilepaskan oleh pankreas, merupakan zat utama

yang bertanggungjawab dalam mempertahankan kadar gula darah yang tepat.

Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 5


Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)

Insulin menyebabkan gula berpindah ke dalam sel sehingga bisa menghasilkan energi

atau disimpan sebagai cadangan energi. Peningkatan kadar gula darah setelah makan

atau minum merangsang pankreas untuk menghasilkan insulin sehingga mencegah

kenaikan kadar gula darah yang lebih lanjut dan menyebabkan kadar gula darah

menurun secara perlahan. Pada saat melakukan aktivitas fisik kadar gula darah juga

bisa menurun karena otot menggunakan glukosa untuk energi.

ETIOLOGI

Diabetes terjadi jika tubuh tidak menghasilkan insulin yang cukup untuk

mempertahankan kadar gula darah yang normal atau jika sel tidak memberikan

respon yang tepat terhadap insulin.

Gambar kerusakan Insulin pada penderita DM

 Penderita Diabetes Mellitus tipe I (diabetes yang tergantung kepada insulin)

menghasilkan sedikit insulin atau sama sekali tidak menghasilkan insulin.


Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 6
Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)

Sebagian besar diabetes mellitus tipe I terjadi sebelum usia 30 tahun. Para

ilmuwan percaya bahwa faktor lingkungan (mungkin berupa infeksi virus atau

faktor gizi pada masa kanak-kanak atau dewasa awal) menyebabkan sistem

kekebalan menghancurkan sel penghasil insulin di pankreas. Untuk terjadinya

hal ini diperlukan kecenderungan genetik. Pada diabetes tipe I, 90% sel

penghasil insulin (sel beta) mengalami kerusakan permanen. Terjadi

kekurangan insulin yang berat dan penderita harus mendapatkan suntikan

insulin secara teratur.

 Pada diabetes mellitus tipe II (diabetes yang tidak tergantung kepada insulin,

NIDDM), pankreas tetap menghasilkan insulin, kadang kadarnya lebih tinggi

dari normal. Tetapi tubuh membentuk kekebalan terhadap efeknya, sehingga

terjadi kekurangan insulin relatif. Diabetes tipe II bisa terjadi pada anak-anak

dan dewasa, tetapi biasanya terjadi setelah usia 30 tahun. Faktor resiko untuk

diabetes tipe II adalah obesitas,/I>, 80-90% penderita mengalami obesitas.

Diabetes tipe II juga cenderung diturunkan.

 Penyebab diabetes lainnya adalah:

 Kadar kortikosteroid yang tinggi

 Kehamilan (diabetes gestasional)

 Obat-obatan
 Racun yang mempengaruhi pembentukan atau efek dari insulin.
GEJALA KLINIS

Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 7


Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)

Gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darah

yang tinggi. Jika kadar gula darah sampai diatas 160-180 mg/dL, maka glukosa akan

sampai ke air kemih. Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan membuang air

tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang. Karena ginjal

menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan, maka penderita sering

berkemih dalam jumlah yang banyak (poliuri).

Akibat poliuri maka penderita merasakan haus yang berlebihan sehingga

banyak minum (polidipsi). Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih,

penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasikan hal ini

penderita seringkali merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak makan

(polifagi).

Gejala lainnya adalah pandangan kabur, pusing, mual dan berkurangnya

ketahanan selama melakukan olah raga. Penderita diabetes yang kurang terkontrol

lebih peka terhadap infeksi. Karena kekurangan insulin yang berat, maka sebelum

menjalani pengobatan penderita diabetes tipe I hampir selalu mengalami penurunan

berat badan. Sebagian besar penderita diabetes tipe II tidak mengalami penurunan

berat badan.

Pada penderita diabetes tipe I, gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa

berkembang dengan cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis

diabetikum. Kadar gula di dalam darah adalah tinggi tetapi karena sebagian besar sel

tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin, maka sel-sel ini mengambil energi dari

sumber yang lain. Sel lemak dipecah dan menghasilkan keton, yang merupakan

Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 8


Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)

senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis).

Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan berkemih yang

berlebihan, mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-anak).

Pernafasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki

keasaman darah. Bau nafas penderita tercium seperti bau aseton.

Tanpa pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi koma,

kadang dalam waktu hanya beberapa jam. Bahkan setelah mulai menjalani terapi

insulin, penderita diabetes tipe I bisa mengalami ketoasidosis jika mereka

melewatkan satu kali penyuntikan insulin atau mengalami stres akibat infeksi,

kecelakann atau penyakit yang serius.

Penderita diabetes tipe II bisa tidak menunjukkan gejala-gejala semala

beberapa tahun. Jika kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala yang

berupa sering berkemih dan sering merasa haus. Jarang terjadi ketoasidosis. Jika

kadar gula darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000 mg/dL, biasanya terjadi akibat

stres-misalnya infeksi atau obat-obatan), maka penderita akan mengalami dehidrasi

berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan

yang disebut koma hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik.

PEMERIKSAAN PENYARING

Ada perbedaan antara uji diagnostic DM dan pemeriksaan penyaring. Uji

diagnostic DM dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala / tanda DM,

sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang

Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 9


Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)

tidak bergejala, yang mempunyai resiko DM. Serangkaian uji diagnostic akan

dilakukan pada mereka yang hasil pemeriksaan penyaringnya positif, untuk

memastikan diagnosis definitive.

Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok dengan salah satu risiko

DM sebagai berikut :

1. Usia > 45 tahun.

2. Berat badan lebih : BBR > 110% BB idaman atau IMT > 23 kg/m2

3. Hipertensi ( ≥ 140/90 mmHg ).

4. Riwayat DM dalam garis keturunan.

5. Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau BB lahir

bayi > 4000 gram.

6. Kolesterol HDL ≤ 35 mg/dl dan atau trigliserida ≥ 250 mg/dl.

Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa

darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian diikuti dengan tes toleransi

glukosa oral ( TTGO ) standar.

Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan

diagnosis DM ( mg/dl )

Bukan DM Belum pasti DM DM


Kadar glukosa darah Plasma vena < 110 110 – 199 ≥ 200
sewaktu ( mg/dl )
Darah kapiler < 90 90 – 199 ≥ 200
Kadar glukosa darah Plasma vena < 110 110 – 125 ≥ 126
puasa ( mg/dl )
Darah kapiler < 90 90 - 109 ≥ 110
DIAGNOSA

Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 10


Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)

Diagnosis diabetes ditegakkan berdasarkan gejala- gejalanya (polidipsi,

polifagi, poliuri) dan hasil pemeriksaan darah yang menunjukkan kadar gula darah

yang tinggi. Untuk mengukur kadar gula darah, contoh darah biasanya diambil

setelah penderita berpuasa selama 8 jam atau bisa juga diambil setelah makan. Pada

usia diatas 65 tahun, paling baik jika pemeriksaan dilakukan setelah berpuasa karena

setelah makan, usia lanjut memiliki peningkatan gula darah yang lebih tinggi.

Kriteria diagnostic diabetes mellitus dan gangguan toleransi glukosa

1. Kadar glukosa darah sewaktu ( plasma vena ) ≥ 200 mg/dl atau

2. Kadar glukosa darah puasa ( plasma vena ) ≥ 126 mg/dl atau

3. Kadar glukosa plasma ) ≥ 200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75

gram pada TTGO.

PENATALAKSANAAN

Tujuan utama dari pengobatan diabetes adalah untuk mempertahankan kadar

gula darah dalam kisaran yang normal. Kadar gula darah yang benar-benar normal

sulit untuk dipertahankan, tetapi semakin mendekati kisaran yang normal, maka

kemungkinan terjadinya komplikasi sementara maupun jangka panjang adalah

semakin berkurang.

Pengobatan diabetes meliputi pengendalian berat badan, olah raga dan diet.

Seseorang yang obesitas yang menderita diabetes tipe II tidak akan memerlukan

pengobatan jika mereka menurunkan berat badannya dan berolah raga secara teratur.

Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 11


Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)

Tetapi kebanyakan penderita merasa kesulitan menurunkan berat badan dan

melakukan olah raga yang teratur. Karena itu biasanya diberikan terapi sulih insulin

atau obat hipoglikemik per-oral. Pengaturan diet sangat penting. Biasanya penderita

tidak boleh terlalu banyak makan makanan manis dan harus makan dalam jadwal

yang teratur. Penderita diabetes cenderung memiliki kadar kolesterol yang tinggi,

karena itu dianjurkan untuk membatasi jumlah lemak jenuh dalam makanannya.

Tetapi cara terbaik untuk menurunkan kadar kolesterol adalah mengontrol kadar gula

darah dan berat badan. Semua penderita hendaknya memahami bagaimana menjalani

diet dan olah raga untuk mengontrol penyakitnya. Mereka harus memahami

bagaimana cara menghindari terjadinya komplikasi. Mereka juga harus memberikan

perhatian khusus terhadap infeksi kaki dan kukunya harus dipotong secara teratur.

Penting untuk memeriksakan matanya supaya bisa diketahui perubahan yang terjadi

pada pembuluh darah di mata.

Perencanaan Makanan

Standar yang dianjurkan adalah makanan yang berkomposi :

 Karbohidrat : 60 – 70%

 Protein : 10 -15%

 Lemak : 20 -25%

Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, ada

tidaknya stress akut dan kegiatan jasmani. Untuk penentuan status gizi, dapat dipakai
Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 12
Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)

Indeks Masa Tubuh ( IMT ) dan rumus Broca. Indeks masa tubuh dapat dihitung

dengan rumus IMT = BB(kg) / TB(m2). Untuk menghitung kebutuhan kalori, dapat

dipakai rumus Broca, yaitu : Berat Badan Idaman = ( TB – 100 ) – 10%.

Klasifikasi IMT :

 BB kurang < 18,5

 BB normal 18,5 – 22,9

 BB lebih ≥ 23,0

o Dengan risiko 23,0 – 24,9

o Obesitas I 25,0 – 29,9

o Obesitas II ≥ 30

Terapi sulih insulin

Pada diabetes tipe I, pankreas tidak dapat menghasilkan insulin sehingga

harus diberikan insulin pengganti. Pemberian insulin hanya dapat dilakukan melalui

suntikan, insulin dihancurkan di dalam lambung sehingga tidak dapat diberikan per-

oral (ditelan). Bentuk insulin yang baru (semprot hidung) sedang dalam penelitian.

Pada saat ini, bentuk insulin yang baru ini belum dapat bekerja dengan baik karena

laju penyerapannya yang berbeda menimbulkan masalah dalam penentuan dosisnya.

Insulin disuntikkan dibawah kulit ke dalam lapisan lemak, biasanya di lengan, paha

Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 13


Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)

atau dinding perut. Digunakan jarum yang sangat kecil agar tidak terasa terlalu nyeri.

Insulin terdapat dalam 3 bentuk dasar, masing-masing memiliki kecepatan dan lama

kerja yang berbeda:

1. Insulin kerja cepat.

Contohnya adalah insulin reguler, yang bekerja paling cepat dan paling

sebentar. Insulin ini seringkali mulai menurunkan kadar gula dalam waktu 20

menit, mencapai puncaknya dalam waktu 2-4 jam dan bekerja selama 6-8 jam.

Insulin kerja cepat seringkali digunakan oleh penderita yang menjalani

beberapa suntikan setiap harinya dan disutikkan 15-20 menit sebelum makan.

2. Insulin kerja sedang.

Contohnya adalah insulin suspensi seng atau suspensi insulin isofan.

Mulai bekerja dalam waktu 1-3 jam, mencapai puncak maksimun dalam

waktu 6-10 jam dan bekerja selama 18-26 jam. Insulin ini bisa disuntikkan

pada pagi hari untuk memenuhi kebutuhan selama sehari dan dapat

disuntikkan pada malam hari untuk memenuhi kebutuhan sepanjang malam.

3. Insulin kerja lama.

Contohnya adalah insulin suspensi seng yang telah dikembangkan.

Efeknya baru timbul setelah 6 jam dan bekerja selama 28-36 jam.

Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 14


Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)

Sediaan insulin stabil dalam suhu ruangan selama berbulan-bulan sehingga

bisa dibawa kemana-mana. Pemilihan insulin yang akan digunakan tergantung

kepada:

 Keinginan penderita untuk mengontrol diabetesnya

 Keinginan penderita untuk memantau kadar gula darah dan menyesuaikan

dosisnya

 Aktivitas harian penderita

 Kecekatan penderita dalam mempelajari dan memahami penyakitnya

 Kestabilan kadar gula darah sepanjang hari dan dari hari ke hari.

Sediaan yang paling mudah digunakan adalah suntikan sehari sekali dari

insulin kerja sedang. Tetapi sediaan ini memberikan kontrol gula darah yang paling

minimal. Kontrol yang lebih ketat bisa diperoleh dengan menggabungkan 2 jenis

insulin, yaitu insulin kerja cepat dan insulin kerja sedang. Suntikan kedua diberikan

pada saat makan malam atau ketika hendak tidur malam. Kontrol yang paling ketat

diperoleh dengan menyuntikkan insulin kerja cepat dan insulin kerja sedang pada

pagi dan malam hari disertai suntikan insulin kerja cepat tambahan pada siang hari.

Beberapa penderita usia lanjut memerlukan sejumlah insulin yang sama setiap

harinya; penderita lainnya perlu menyesuaikan dosis insulinnya tergantung kepada

makanan, olah raga dan pola kadar gula darahnya. Kebutuhan akan insulin bervariasi

sesuai dengan perubahan dalam makanan dan olah raga. Beberapa penderita

mengalami resistensi terhadap insulin. Insulin tidak sepenuhnya sama dengan insulin

Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 15


Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)

yang dihasilkan oleh tubuh, karena itu tubuh bisa membentuk antibodi terhadap

insulin pengganti.

Antibodi ini mempengaruhi aktivitas insulin sehingga penderita dengan

resistansi terhadap insulin harus meningkatkan dosisnya. Penyuntikan insulin dapat

mempengaruhi kulit dan jaringan dibawahnya pada tempat suntikan. Kadang terjadi

reaksi alergi yang menyebabkan nyeri dan rasa terbakar, diikuti kemerahan, gatal dan

pembengkakan di sekitar tempat penyuntikan selama beberapa jam. Suntikan sering

menyebabkan terbentuknya endapan lemak (sehingga kulit tampak berbenjol-benjol)

atau merusak lemak (sehingga kulit berlekuk-lekuk). Komplikasi tersebut bisa

dicegah dengan cara mengganti tempat penyuntikan dan mengganti jenis insulin.

Pada pemakaian insulin manusia sintetis jarang terjadi resistensi dan alergi.

Obat-obat hipoglikemik per-oral

Golongan sulfonilurea seringkali dapat menurunkan kadar gula darah secara

adekuat pada penderita diabetes tipe II, tetapi tidak efektif pada diabetes tipe I.

Contohnya adalah glipizid, gliburid, tolbutamid dan klorpropamid. Obat ini

menurunkan kadar gula darh dengan cara merangsang pelepasan insulin oleh

pankreas dan meningkatkan efektivitasnya.

Obat lainnya, yaitu metformin, tidak mempengaruhi pelepasan insulin tetapi

meningkatkan respon tubuh terhadap insulinnya sendiri. Akarbos bekerja dengan

cara menunda penyerapan glukosa di dalam usus. Obat hipoglikemik per-oral

biasanya diberikan pada penderita diabetes tipe II jika diet dan oleh raga gagal

menurunkan kadar gula darah secara adekuat. Obat ini kadang bisa diberikan hanya

Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 16


Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)

satu kali (pagi hari), meskipun beberapa penderita memerlukan 2-3 kali pemberian.

Jika obat hipoglikemik per-oral tidak dapat mengontrol kadar gula darah dengan baik,

mungkin perlu diberikan suntikan insulin.

Pemantauan pengobatan

Pemantauan kadar gula darah merupakan bagian yang penting dari

pengobatan diabetes. Adanya glukosa bisa diketahui dari air kemih; tetap pemerisaan

air kemih bukan merupakan cara yang baik untuk memantau pengobatan atau

menyesuaikan dosis pengobatan. Saat ini kadar gula darah dapat diukur sendiri

dengan mudah oleh penderita di rumah. Penderita diabetes harus mencatat kadar gula

darah mereka dan melaporkannya kepada dokter agar dosis insulin atau obat

hipoglikemiknya dapat disesuaikan.

Mengatasi komplikasi

Insulin maupun obat hipoglikemik per-oral bisa terlalu banyak menurunkan

kadar gula darah sehingga terjadi hipoglikemia.Hipoglikemia juga bisa terjadi jika

penderita kurang makan atau tidak makan pada waktunya atau melakukan olah raga

yang terlalu berat tanpa makan. Jika kadar gula darah terlalu rendah, organ pertama

yang terkena pengaruhnya adalah otak. Untuk melindungi otak, tubuh segera mulai

membuat glukosa dari glikogen yang tersimpan di hati. Proses ini melibatkan

pelepasan epinefrin (adrenalin), yang cenderung menyebabkan rasa lapar,

kecemasan, meningkatnya kesiagaan dan gemetaran. Berkurangnya kadar glukosa

darah ke otak bisa menyebabkan sakit kepala.

Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 17


Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)

Hipoglikemia harus segera diatasi karena dalam beberapa menit bisa menjadi

berat, menyebabkan koma dan kadang cedera otak menetap. Jika terdapat tanda

hipoglikemia, penderita harus segera makan gula. Karena itu penderita diabetes harus

selalu membawa permen, gula atau tablet glukosa untuk menghadapi serangan

hipoglikemia. Atau penderita segera minum segelas susu, air gula atau jus buah,

sepotong kue, buah-buahan atau makanan manis lainnya. Penderita diabetes tipe I

harus selalu membawa glukagon, yang bisa disuntikkan jika mereka tidak dapat

memakan makanan yang mengandung gula.

Gejala-gejala dari kadar gula darah rendah:

 Rasa lapar yang timbul secara tiba-tiba

 Sakit kepala

 Kecemasan yang timbul secara tiba-tiba

 Badan gemetaran

 Berkeringat

 Bingung

 Penurunan kesadaran, koma.

Ketoasidosis diabetikum merupakan suatu keadaan darurat. Tanpa

pengobatan yang tepat dan cepat, bisa terjadi koma dan kematian. Penderita harus

dirawat di unit perawatan intensif. Diberikan sejumlah besar cairan intravena dan

elektrolit (natrium, kalium, klorida, fosfat) untuk menggantikan yang hilang melalui

air kemih yang berlebihan. Insulin diberikan melalui intravena sehingga bisa bekerja

dengan segera dan dosisnya disesuaikan. Kadar glukosa, keton dan elektrolit darah

Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 18


Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)

diukur setiap beberapa jam, sehingga pengobatan yang diberikan bisa disesuaikan.

Contoh darah arteri diambil untuk mengetahui keasamannya. Pengendalian kadar

gula darah dan penggantian elektrolit biasanya bisa mengembalikan keseimbangan

asam basa, tetapi kadang perlu diberikan pengobatan tambahan untuk mengoreksi

keasaman darah.

Pengobatan untuk koma hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik sama

dengan pengobatan untuk ketoasidosis diabetikum. Diberikan cairan dan elektrolit

pengganti. Kadar gula darah harus dikembalikan secara bertahap untuk mencegah

perpindahan cairan ke dalam otak. Kadar gula darah cenderung lebih mudah dikontrol

dan keasaman darahnya tidak terlalu berat. Jika kadar gula darah tidak terkontrol,

sebagian besar komplikasi jangka panjang berkembang secara progresif. Retinopati

diabetik dapat diobati secara langsung dengan pembedahan laser untuk menyumbat

kebocoran pembuluh darah mata sehingga bisa mencegah kerusakan retina yang

menetap. Terapi laser dini bisa membantu mencegah atau memperlambat hilangnya

penglihatan.

KOMPLIKASI

Lama-lama peningkatan kadar gula darah bisa merusak pembuluh darah, saraf

dan struktur internal lainnya. Terbentuk zat kompleks yang terdiri dari gula di dalam

dinding pembuluh darah, sehingga pembuluh darah menebal dan mengalami

kebocoran. Akibat penebalan ini maka aliran darah akan berkurang, terutama yang

menuju ke kulit dan saraf. Kadar gula darah yang tidak terkontrol juga cenderung
Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 19
Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)

menyebabkan kadar zat berlemak dalam darah meningkat, sehingga mempercepat

terjadinya aterosklerosis (penimbunan plak di dalam pembuluh darah). Aterosklerosis

ini 2-6 kali lebih sering terjadi pada penderita diabetes. Sirkulasi yang jelek melalui

pembuluh darah besar dan kecil bisa melukai jantung, otak, tungkai, mata, ginjal,

saraf dan kulit dan memperlambat penyembuhan luka.

Karena hal tersebut diatas, maka penderita diabetes bisa mengalami berbagai

komplikasi jangka panjang yang serius. Yang lebih sering terjadi adalah serangan

jantung dan stroke. Kerusakan pembuluh darah mata bisa menyebabkan gangguan

penglihatan (retinopati diabetikum. Kelainan fungsi ginjal menyebabkan gagal ginjal

sehingga penderita harus menjalani dialisa.

Gangguan pada saraf dapat bermanifestasi dalam beberapa bentuk.

Jika satu saraf mengalami kelainan fungsi (mononeuropati), maka sebuah lengan atau

tungkai biasa secara tiba-tiba menjadi lemah. Jika saraf yang menuju ke tangan,

tungkai dan kaki mengalami kerusakan (polineuropati diabetikum), maka pada lengan

dan tungkai bisa dirasakan kesemutan atau nyeri seperti terbakar dan kelemahan.

Kerusakan pada saraf menyebabkan kulit lebih sering mengalami cedera karena

penderita tidak dapat meradakan perubahan tekanan maupun suhu.

Berkurangnya aliran darah ke kulit juga bisa menyebabkan ulkus (borok) dan

semua penyembuhan luka berjalan lambat. Ulkus di kaki bisa sangat dalam dan

mengalami infeksi serta masa penyembuhannya lama sehingga sebagian tungkai harus

Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 20


Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)

diamputasi. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa komplikasi diabetes dapat

dicegah, ditunda atau diperlambat dengan mengontrol kadar gula darah.

Komplikasi jangka panjang dari diabetes

Organ/jaringa
Yang terjadi Komplikasi
n yg terkena

Pembuluh darah Plak aterosklerotik terbentuk


& menyumbat arteri
Sirkulasi yg jelek
berukuran besar atau sedang
di jantung, otak, tungkai & menyebabkan penyembuhan
penis.
luka yg jelek & bisa
Dinding pembuluh darah kecil
menyebabkan penyakit
mengalami kerusakan
sehingga pembuluh tidak jantung, stroke, gangren kaki
dapat mentransfer oksigen
& tangan, impoten & infeksi
secara normal & mengalami
kebocoran

Gangguan penglihatan &


Terjadi kerusakan pada
Mata pada akhirnya bisa terjadi
pembuluh darah kecil retina
kebutaan

Ginjal  Penebalan pembuluh Fungsi ginjal yg buruk


darah ginjal Gagal ginjal
 Protein bocor ke dalam air
kemih
 Darah tidak disaring

Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 21


Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)

secara normal

Saraf Kerusakan saraf karena  Kelemahan tungkai yg


glukosa tidak dimetabolisir terjadi secara tiba-tiba
secara normal & karena aliran atau secara perlahan
darah berkurang  Berkurangnya rasa,
kesemutan & nyeri di
tangan & kaki
 Kerusakan saraf
menahun

Sistem saraf Kerusakan pada saraf yg Tekanan darah yg naik-turun


otonom mengendalikan tekanan darah Kesulitan menelan dan
& saluran pencernaan perubahan fungsi
pencernaan disertai serangan
diare

Kulit Berkurangnya aliran darah ke  Luka, infeksi dalam


kulit & hilangnya rasa yg (ulkus diabetikum)
menyebabkan cedera berulang  Penyembuhan luka yg
jelek

Darah Gangguan fungsi sel darah Mudah terkena infeksi,


putih terutama infeksi saluran
kemih & kulit

Jaringan ikat Luka tidak dimetabolisir Sindroma terowongan


secara normal sehingga karpal Kontraktur
jaringan menebal atau Dupuytren
berkontraksi

Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 22


Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)

GANGREN DIABETIKUM

Pasien DM lebih mudah mengalami infeksi berat seperti gangren

streptococcus. Keadaan ini ditandai dengan perluasan selulitis dan timbulnya vesikula

atau bula yang hemoragik. Dengan cepat jaringan kulit yang menutupi mengalami

nekrosis dan dalam beberapa hari proses ini meluas. Streptococcus grup A mungkin

dapat diisolasi dari lesi atau darah. Pemberian antibiotika saja umumnya tidak

mencukupi, oleh sebab itu harus dilakukan eksisi yang luas bahkan mungkin

amputasi. Mortalitas masih cukup tinggi ( > 10 % ) dan belum banyak berubah dalam

era antibiotika ini. Bila ada indikasi penggunaan antibiotika maka diberikan 18 – 21

juta penisilin / hari iv atau vankomisin 1 g / 12 jam / iv. Bila didapatkan insifisiensi

ginjal dosis kedua obat harus disesuaikan.

Pada pasien DM dengan infeksi yang berat terapi antibiotika saja umumnya

tidak cukup dan harus dibantu dengan debridemen yang agresif. Vaskularisasi yang
Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 23
Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)

kurang dan penyembuhan jaringan yang buruk seringkali mengharuskan kita

melakukan amputasi lebih proksimal dari jaringan terinfeksi yang tanpak.

Bentuk yang mirip tetapi perjalananya lebih berlahan adalah gangren

sinergistik. Keadaan ini umumnya dimulai pada daerah lipatan – lipatan dan

melibatkan streptokokus yang mikroaerofilik atau anaerobik dan staphylococcus

aereus.

Karena bahaya gangren dan peluang untuk menjalani amputasi yang besar

maka pasien DM dengan infeksi kaki harus segera dibawa kerumah sakit untuk

mendapatkan perawatan yang lebih intensif.

Klasifikasi kaki diabetik :

Ada berbagai macam klasifikasi kaki diabetic, mulai dari yang sederhana

seperti klasifikasi Edmonds dari King′s College Hospital London, klasifikasi

Liverpool yang sedikit lebih ruwet, sampai klasifikasi wagner yang lebih terkait

dengan pengelolaan kaki diabetic, dan juga klasifikasi texas yang lebih kompleks

tetapi juga lebih mengacu kepada pengelolaan kaki diabetic. Suatu klasifikasi

mutakhir dianjurkan oleh International working Group on Diabetic Foot ( Klasifikasi

PEDIS 2003 ). Adanya klasifikasi kaki diabetic yang dapat diterima semua pihak

akan mempermudah para peneliti dalam membandingkan hasil penelitian dari

berbagai tempat dimuka bumi. Dengan klasifikasi PEDIS akan dapat ditentukan

kelainan apa yang lebih dominant, vaskuler, infeksi atau neuropatik, sehingga arah

pengelolaan pun dapat tertuju dengan lebih baik. Misalnya suatu ulkus gangrene

Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 24


Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)

dengan criticallimb ischemia ( P3 ) tentu lebih memerlukan tindakan untuk

mengevaluasi dan memperbaiki keadaan vaskulernya dahulu. Sebaliknya kalau factor

infeksi menonjol ( I4 ), tentu pemberian antibiotic harus adekuat. Demikian juga

kalau factor mekanik yang dominant ( insensitive foot, S2 ), tentu koreksi untuk

mengurangi tekanan plantar harus diutamakan.

Suatu klasifikasi lain yang juga sangat praktis dan sangat erat dengan

pengelolaan adalah klasifikasi yang berdasarkan pada perjalanan alamiah kaki

diabetic ( Edmonds 2004 – 2005 ) :

 Stage 1 : Normal foot

 Stage 2 : High Risk Foot

 Stage 3 : Ulcerated Foot

 Stage 4 : Infected Foot

 Stage 5 : Necrotic Foot

 Stage 6 : Unsalvable Foot

Untuk Stage 1 dan 2, peran pencegahan primer sangat penting, dan semuanya

dapat dikerjakan pada pelayanan kesehatan primer, baik oleh podiatrist / chiropodist

maupun oleh dokter umum / dokter keluarga.

Untuk Stage 3 dan 4 kebanyakan sudah memerlukan perawatan di tingkat

pelayanan kesehatan yang lebih memadai umumnya sudah memerlukan pelayanan

spesialistik.

Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 25


Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)

Untuk Stage 5, apalagi stage 6, jelas merupakan kasus rawat inap, dan jelas

sekali memerlukan suatu kerja sama tim yang sangat erat, dimana harus ada dokter

bedah, utamanya dokter ahli bedah vascular / ahli bedah plastic dan rekonstruksi.

Untuk optimalisasi pengelolaan kaki diabetik, pada setiap tahap harus diingat

berbagai faktor yang harus dikendalikan, yaitu :

 Mechanical Control – Pressure Control.

 Metabolic control.

 Vascular Control.

 Education Control.

 Wound Control.

 Microbiological control – Infection control.

Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 26


Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)

TATALAKSANA INFEKSI PADA DIABETES MELITUS

Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 27


Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)

Pada DM penanggulangan infeksi baik dengan antibiotic atau dengan tindakan

pembedahan harus lebih cepat dan pemantauan selanjutnya harus lebih ketat

dibandingkan dengan infeksi pada non DM. kesan klinik menunjukan bahwa respon

pasien DM terhadap infeksi berbeda dengan non DM. pasien DM, lebih – lebih pada

usia lanjut, memberikan lebih sedikit petunjuk – petunjuk diagnosis terhadap infeksi

dibandingkan dengan non DM.

Pemilihan antibiotik untuk pasien DM sama dengan untuk non DM, hanya

perlu diingat bahwa infeksi pada DM, seperti pada gangren, seringkali merupakan

infeksi campuran. Walaupun kerentanan terhadap infeksi candida meningkat tetapi

penggunaan nistatin bersamaan dengan pemberian antibiotik spectrum luas tidak

dianjurkan.

Walaupun harus dilakukan dengan lebih cermat pada dasarnya kendali

metabolisme pada pasien DM yang menderita infeksi tidak berbeda dengan pasien

DM tanpa infeksi. Infeksi piogenik disertai dengan leukositosis biasanya

menyebabkan kebutuhan insulin meningkat cepat dan banyak. Seringkali dibutuhkan

pemberian tambahan insulin regular ( short acting insulin ) dengan atau tanpa NPH

( intermediate acting insulin ) untuk mempertahankan kendali metabolisme.

Pemberian tambahan insulin tersebut berlaku baik untuk pasien DM yang sebelumnya

memang memerlukan insulin maupun yang tidak memerlukan insulin untuk kendali

metabolismenya. Kendali yang euglikemia mungkin tidak diperlukan karena proses

penyembuhan sangat berkaitan dengan penurunan kebutuhan insulin. Kebutuhan

Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 28


Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)

insulin dapat sama atau mendekati kebutuhan sebelum infeksi. Kebutuhan insulin

merupakan indeks prognosis infeksi yang baik.

AMPUTASI
Amputasi berasal dari kata “amputare” yang kurang lebih diartikan
“pancung”. Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh
sebagian atau seluruh bagian ekstremitas. Amputasi merupakan satu diantara
prosedur pembedahan tertua yang telah berlangsung sejak lebih dari 2000 tahun yang
lalu.1
Mayoritas amputasi dilakukan karena adanya sumbatan pada pembuluh darah
yang menuju ke kaki yang disebabkan oleh karena pengerasan pada dinding arteri
(aterosklerosis). Sumbatan ini menyebabkan insufisiensi suplai darah yang menuju ke
kaki. Karena diabetes menyebabkan pengerasan dinding arteri, maka sekitar 30-40%
amputasi dilakukan terhadap pasien diabetes. Pada pasien dengan diabetes dapat
timbul ulkus pada kaki dan sekitar 7% merupakan ulkus yang aktif. Ulkus bisanya
rekuren pada banyak penderita diabetes, sekitar 5-15% dari pasien-pasien diabetes
dengan ulkus pada akhirnya memerlukan tindakan amputasi. Pengerasan dinding
arteri kebanyakan terjadi pada laki-laki lansia yang merokok, maka mayoritas
tindakan amputasi karena penyakit vascular terjadi pada kelompok ini.1

Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 29


Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)

Ketika pengerasan dinding arteri menimbulkan gangren dan nyeri yang hebat
dan berkepanjangan, maka amputasi mungkin merupakan pilihan pengobatan. Jika
amputasi tidak dilakukan, dapat menimbulkan adanya infeksi yang dapat mengancam
nyawa pasien. Kadang-kadang, tindakan by pass dapat mencegah dilakukannya
amputasi, tetapi tidak semua pasien dapat dilakukan operasi by pass. Sebelum
dilakukan amputasi, tungkai dapat menimbulkan masalah yang serius yaitu dengan
adanya infeksi dan nyeri yang dapat mengancam nyawa pasien.1
Amputasi sebagian kecil dilakukan terhadap pasien dengan tumor atau kanker,
hal tersebut biasanya terjadi pada pasien yang lebih muda.1

Amputasi telah dilakukan sejak zaman kuno. Penjelasan mengenai amputasi


pada Abovee Knee pertama kali dijelaskan oleh Hipokrates (460-377 SM). Walaupun
prosthesis tidak disebut dalam literatur kedokteran sejak zaman kuno, mereka dengan
sungguh-sungguh belajar dari buku-buku non-kedokteran dan dari gambar-gambar.2,3
Kehilangan anggota gerak selalu menimbulkan masalah dalam hal ekonomi,
sosial, dan psikologis terhadap pasien dan keluarganya. Bagaimanapun, amputasi
merupakan pilihan terbaik yang dapat dilakukan untuk menyelamatkan nyawa pasien.
Indikasi amputasi secara umum disimpulkan sebagai 3D, yaitu dead, deadly, dan
dead loss. Indikasi utama amputasi bervariasi di tiap negara, tetapi umumnya terdiri
atas trauma, komplikasi diabetes mellitus, dan penyakit vascular perifer. Mayoritas
pasien amputasi di negara berkembang adalah pasien yang berusia lebih dari 60
tahun, dan 80-90% amputasi pada ekstremitas bawah dilakukan karena gangguan
vascular.2,3
Amputasi ekstremitas atas , selain amputasi jari meliputi 15-20% dari semua
amputasi ekstremitas. Lebih dari 90% amputasi ekstremitas atas disebabkan oleh
trauma, dan mayoritas terjadi pada laki-laki usia antara 20-40 tahun. Pembedahan
tungkai untuk tumor tulang primer dan jaringan lunak mungkin terjadi pada sebagian
pasien. Penyebab lain yang jarang terjadi untuk amputasi ekstremitas atas adalah
penyakit vascular perifer, malformasi congenital, gangguan neurologis, dan infeksi
berat.4
Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 30
Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)

Kehilangan ekstremitas atas adalah konsekuensi terburuk yang harus diterima


dibandingkan dengan kehilangan ekstremitas bawah. Amputasi ekstremitas atas
sering terjadi pada laki-laki muda korban trauma. Walaupun telah terjadi
perkembangan dalam material dan desainnya, penggunaan prostetik pada pasien yang
mengalami amputasi ekstremitas atas dalam jangka waktu lama hanya sekitar 50%.
Penggunaan prostetik dikurangi pada pasien amputasi dengan level yang lebih tinggi,
seperti cedera cedera brakialis dan ketika inisiasi rehabilitasi dengan prostetik
mengalami keterlambatan.4
A. AMPUTASI EKSTREMITAS BAWAH

1. ANATOMI TUNGKAI
Fungsi utama tungkai adalah untuk menunjang tubuh dan menjadi tumpuan
sewaktu berdiri, berjalan dan berlari, mereka dikhususkan sebagai daya penggerak.
Kedua tulang paha di posterior bersendi melalui art. sacroiliaca yang kuat dan di
anterior bersendi melalui symphysis pubis. Akibatnya tungkai lebih kokoh dan dapat
menahan berat badan sewaktu berdiri, berjalan dan berlari. Setiap tungkai dapat
dibagi dalam regio glutealis, paha, lutut, kaki, pergelangan kaki dan kaki.5

A. Otot-Otot Ekstremitas Bawah


1. Otot Paha :
 M. Rectus femoris
 M. vastus lateralis
 M. vastus medialis
 M. vastus intermedius
 M. Sartorius
 M. gracilis
 M. biseps femoris
 M. semitendinosus
 M. semimembranosus

Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 31


Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)

2. Otot yang menggerakkan lutut dan kaki


 M. tibialis anterior
 M. ekstensor digiti longus
 M. ekstensor hallucis longus
 M. peroneus tersier
 M. peroneus longus
 M. peroneus brevis
 M. gastrocnemius
 M. soleus
 M. plantaris
 M. popliteus
 M. tibialis posterior
 M. fleksor digitorum longus
 M. fleksor hallucis longus

B. Tulang-Tulang Ekstremitas Bawah


1. Femur
2. Tulang tungkai :
 Tibia
 Fibula
3. Pergelangan kaki : tarsal
4. Kaki : metatarsal
5. Jari-jari kaki : phalanges

Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 32


Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)

Gambar 1.1 Femur2

Gambar 1.2 Hip Joint2


Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 33
Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)

Gambar 1.3 Bony Attachments of Muscles of Hip and Thigh: Anterior View2

Gambar 1.4 Bony Attachments of Muscles of Hip and Thigh: Posterior View2

Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 34


Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)

Gb. Bony attachments of muscles of leg

Sebagai syarat
Gb.untuk menyelesaikan
Tulang jari kaki kepaniteraan klinik ilmu bedah 35
Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)

2. MASALAH
Salah satu kesulitan terbesar bagi seseorang yang menjalani operasi amputasi
adalah mengatasi stigma psikologis masyarakat yang berhubungan dengan hilangnya
salah satu anggota tubuh. Orang yang telah menjalani amputasi sering dipandang
sebagai individu tidak lengkap. Setelah penghapusan ekstremitas yang sakit dan
aplikasi prostesis yang sesuai, pasien dapat kembali menjadi anggota aktif masyarakat
dan mempertahankan gaya hidup yang independen.
Meskipun anggota tubuh yang sakit dapat dihilangkan cukup mudah,
menyelesaikan masalah dari ujung, perawatan tidak berakhir di sana. Operasi harus
dilakukan dengan baik untuk memastikan bahwa pasien dapat memakai prostesis
nyaman. Menyelamatkan sendi lutut meningkatkan upaya rehabilitatif dan
menurunkan pengeluaran energi yang dibutuhkan untuk ambulasi.7
Pasien harus belajar berjalan dengan kaki palsu, menerapkan dan menghapus
prostesis, peduli pada prostesis, kulit dan memantau adanya titik tekanan apapun,
ambulate pada medan yang sulit, dan menggunakan toilet di malam hari. Karena
Gambar 1.6 Superficial Nerves and Veins of Lower Limb: Anterior View2
kompleksitas isu-isu ini, tim pengobatan harus meliputi ahli bedah, dokter perawatan
primer, terapi fisik, sebuah prosthetist, dan pekerja sosial. 8,9

3. FREKUENSI
Di Amerika Serikat, 30,000-40,000 amputasi dilakukan setiap tahun. Ada
sekitar 1,6 juta orang yang hidup dengan kehilangan anggota tubuh pada tahun 2005;
perkiraan ini diperkirakan akan lebih dari dua kali lipat menjadi 3,6 juta orang pada
tahun 2050.6
Kebanyakan amputasi dilakukan untuk penyakit iskemik ekstremitas bawah.
Sebanyak 15-28% pasien mengalami amputasi ekstremitas kontralateral dalam waktu
3 tahun. Orang tua yang menjalani amputasi, 50% bertahan hidup dalam 3 tahun
pertama.
Pada tahun 1965, rasio amputasi di atas lutut (above-knee amputation/AKA) -2
Gambar 3.8 Femoral Nerve and Lateral Femoral Cutaneous Nerve
amputasi dibawah lutut (below-knee amputation/BKA) adalah 70:30. Seperempat
Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 36
Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)

abad kemudian, nilai mempertahankan sendi lutut dan kesuksesan yang lebih besar
dalam melakukan hal itu sehingga rasio menjadi 30:70.

4. ETIOLOGI
Amputasi ekstremitas bawah dapat dilakukan untuk alasan-alasan berikut : 1,2
1. Penyakit vaskular perifer (PVD) 13,14,15,16,17
Kebanyakan amputasi dilakukan adalah untuk penyakit iskemik,
terutama pada orang tua dengan diabetes mellitus. Pasien-pasien ini sering
mengalami neuropati perifer yang berkembang menjadi ulkus dan selanjutnya
gangren dan osteomielitis.
2. Trauma
Patah tulang terbuka yang parah (IIIc) dengan cedera pada arteri
poplitea dan nervus tibialis posterior dapat diobati dengan teknik-teknik
terkini, namun dengan biaya yang tinggi, dan beberapa pembedahan
diperlukan. Hasilnya sering merupakan kaki yang terasa sakit, nonfungsional,
dan kurang efisien daripada prosthesis.
3. Tumor
Amputasi jarang dilakukan dengan munculnya teknik-teknik
penyelamatan ekstremitas yang semakin maju.
4. Infeksi
Pengobatan sepsis dengan agen vasokonstriktor kadang-kadang dapat
menyebabkan sumbatan pembuluh darah dan selanjutnya dapat menjadi
nekrosis, sehingga perlu amputasi. Di lain waktu, eradikasi sumber infeksi
yang sulit menyebabkan dilakukannya amputasi untuk menghilangkan sumber
infeksi tersebut.
5. Defisiensi ekstremitas kongenital (Congenital limb deficiency)
Amputasi karena defisiensi ekstremitas kongenital dilakukan terutama
pada populasi pediatrik karena kegagalan pembentukan tungkai sebagian atau
komplit. Defisiensi ekstremitas kongenital telah diklasifikasikan sebagai
longitudinal, transversal, atau intercalary. Defisiensi radialis atau tibialis
Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 37
Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)

disebut sebagai preaxial, sedangkan defisiensi ulnaris dan fibula disebut


sebagai postaxial.

5. PATOFISIOLOGI
Amputasi ekstremitas bawah sering merupakan pilihan pengobatan untuk
ekstremitas yang tidak terekonstruksi dan fungsi yang kurang memuaskan. Amputasi
harus dilakukan dengan hati-hati dan dianggap sebagai prosedur rekonstruktif, mirip
dengan artroplasti total sendi panggul (total hip arthroplasty) atau mastektomi
(amputasi payudara), daripada sebuah prosedur ablatif.
Semakin tinggi level amputasi pada ekstremitas bawah, maka semakin besar
pengeluaran energi yang diperlukan untuk berjalan. Lihat gambar di bawah ini untuk
melihat tingkat amputasi7. Semakin proksimal level amputasi, maka semakin
berkurang kecepatan berjalan dan semakin besar konsumsi oksigen.

Bagi kebanyakan orang yang telah menjalani transtibial amputasi, biaya


energi untuk berjalan tidak lebih besar daripada yang diperlukan untuk orang-orang
yang tidak mengalami amputasi. Bagi mereka yang telah menjalani amputasi
transfemoral, energi yang diperlukan adalah 50-65% lebih besar daripada yang
diperlukan bagi mereka yang tidak mengalami amputasi. Selain itu, mereka yang
Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 38
Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)

PVD yang telah menjalani amputasi mungkin transfemoral cardiopulmonary atau


penyakit sistemik dan memerlukan energi maksimal untuk berjalan, membuat sulit
untuk mempertahankan kemandirian.
Tabel pengeluaran energi untuk amputasi

Amputation level Energy above baseline, % Speed, m/min Oxygen cost, mL/kg/m

Long transtibial 10 70 0.17

Average transtibial 25 60 0.20

Short transtibial 40 50 0.20

Bilateral transtibial 41 50 0.20

Transfemoral 65 40 0.28

Wheelchair 0-8 70 0.16

Penyembuhan luka amputasi memerlukan perhatian yang besar karena


kebanyakan amputasi dilakukan untuk sirkulasi pembuluh darah yang tidak adekuat
(misalnya, PVD, kerusakan penutup jaringan lunak akibat trauma). Kulit merupakan
faktor yang sangat penting dalam kemampuan mobilisasi dan hasil akhir bagi orang
yang telah mengalami amputasi. Penutup jaringan lunak dari ekstremitas sisa
sekarang menjadi akhir proprioseptif organ antara sisa ujung ekstremitas dengan
prostesis. Untuk ambulasiyang efektif, penutup ini harus terdiri dari massa otot cukup
“mobile nonadherent” dan meliputi seluruh ketebalan kulit dan jaringan subkutan
yang dapat menampung tegangan aksial dan tegangan geser dalam soket prostetik.
Split-thickness skin grafting (STSG) kadang-kadang digunakan untuk
melengkapi penutupan luka atau mengurangi ketegangan pada penutupan luka,
sambil mempertahankan panjang ekstremitas. Ketika ditempatkan di atas jaringan
lunak dengan menghindari jaringan parut pada tulang, cangkokan-cangkokan (graft)
ini dapat berfungsi dengan cukup baik. Namun, sering terjadi area pencangkokan
kulit ini tidak dapat mentoleransi stress aksial dan tegangan geser dalam prostesis dan

Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 39


Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)

mungkin memerlukan pengangkatan di kemudian hari, ketika pembengkakan


pascaoperasi telah mereda.
Pada pasien dengan penyakit vaskular, pelestarian panjang ekstremitas harus
diimbangi dengan kemampuan penyembuhan luka dan kemampuan untuk ambulasi.
Sebuah evaluasi operasi vaskular harus diperoleh untuk menentukan kelayakan
rekonstruksi vaskular dengan harapan mempertahankan panjang ekstremitas. Untuk
pasien agar secara efektif dapat mentransfer berat badannya dari sisa tungkai ke
prostesis, sebuah penutup jaringan lunak yang intak mutlak diperlukan.

Rasa Sakit Dan Sindrom Sisa Ekstremitas Yang Tidak Aktif


Meskipun industri prostesis telah membuat kemajuan yang signifikan selama
beberapa dekade, rasa sakit masih menjadi masalah bagi banyak pasien yang telah
menjalani amputasi ekstremitas bawah. Prostesis diperlukan untuk memperbaiki dan
mengurangi area yang sakit dan sensitif ini. Seringkali, perbaikan gejala bisa tercapai,
namun, intervensi bedah lebih lanjut mungkin diperlukan.
Rasa sakit pada pasien yang telah menjalani amputasi ekstremitas dapat
berasal dari tulang, otot, saraf, atau kulit. Gejala yang menyakitkan ini biasanya
menyebabkan disabilitas yang signifikan, kesulitan melakukan kegiatan sehari-hari,
dan penurunan kemampuan untuk memakai prosthesis.

6. MANIFESTASI KLINIS
Pada pasien dengan PVD, diagnosis biasanya diketahui setelah pada individu-
individu ini dilakukan studi vascular dan diputuskna harus melakukna revaskularisasi.
Dengan adanya sumbatan pembuluh darah yang progresif dan neuropati, kaki menjadi
gangrene dan titik tekanan pada kaki tersebut lama-lama berubah menjadi ulkus dan
akhirnya menginvasi ke tulang. Selama dalam perawatan, diperlukan biaya terhadap
mahal langkah-langkah yang dilakukan dalam upaya untuk menyelamatkan ujung
Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 40
Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)

kaki individu tersebut, dan pasien kehilangna banyak waktu produktif yang berharga.
Pasien sering mengalami beberapa amputasi kaki dan multiple debridement, sering
kursi roda menjadi alternative untuk menghilangkan rasa sakit atau untuk
menghilangkan tekanan pada ekstremitas. Selain itu, pasien seringkali mengalami
selulitis karena venostasis atau nyeri yang menetap karena penyakit iskemik.
Untuk pasien trauma, amputasi mungkin terjadi akibat transeksi ekstremitas
langsung atau pada fraktur terbuka yang parah dengan cedera neurovaskular yang
unreconstructable. Tungkai yang terluka parah menyebabkan rekonstruksi yang
kurang fungsional dibandingkan dengan amputasi. Hal lain disebabkan karena
kegagalan upaya untuk memepertahankann anggota tubuh pasien tidak dapat
dilakukan sehingga meninggalkan pasien dalam kondisi kesakitan. Ekstremitas yang
diselamatkan sering memerlukan pengobatan berkepanjangan yang membutuhkan
psikologis yang baik pada pasien dan menyerap energi emosional yang signifikan.
Ekstremitas yang dihasilkan mungkin kurang fungsional dibandingkan dengan
pemakaian prosthesis.
Osteomyelitis dapat terjadi akibat dari penyakit sistemik atau patah tulang
terbuka. Kultur atau biopsi sering dapat digunakan untuk mengidentifikasi organisme
penyebab infeksi. Gas Gangren adalah infeksi yang sangat serius yang disebabkan
oleh spesies Clostridium, sering mengakibatkan amputasi. Infeksi Myonecrosis akibat
klostridiumi berkembang dengan cepat, dan pada pasien dapat bermanifestasi sebagai
rasa nyeri, sepsis, dan delirium. Pemeriksaan palpasi sering ditemukan secret
berwarna kecoklatan dan krepitasi dalam jaringan lunak.
Infeksi myonecrosis karena streptokokus berkembang lebih lambat dari
infeksi klostridium. Orang dengan diabetes mellitus sering mengalami infeksi yang
melibatkan infeksi polymicrobial yang termasuk kedalam mikrorganisme anaerob dan
Gram negatif.
Keganasan sering bermanifestasi sebagai rasa nyeri. Pasien sering dirujuk
untuk mengikuti pemeriksaan amputasi untuk tumor, setelah penyelamatan
ekstremitas tidak termasuk sebagai pilihan.

Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 41


Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)

Defisiensi ekstremitas kongenital dan malformasi congenital adalah jelas dan


tampak sejak lahir. Dengan kesulitan pertumbuhan, dan keterbatasan perkembangan
fungsional yang membatasi mobilitas pasien.

7. INDIKASI
Amputasi adalah pengobatan pilihan untuk penyakit pada tungkai dan cedera
ekstremitas bawah yang mana upaya menyelamatkan dan merekonstruksi
memerlukan waktu yang panjang, emosi dan finansial mahal, dan memiliki hasil yang
kurang memuaskan. Indikasi untuk penghapusan ekstremitas mencakup PVD, trauma,
tumor, infeksi, dan anomaly kongenital.
Indikasi utama untuk amputasi ekstremitas di Amerika Serikat adalah PVD.
Orang dengan diabetes mellitus meliputi 50% dari seluruh populasi dengan PVD.
Diperkirakan 65.000 amputasi ekstremitas bawah dilakukan untuk kelompok ini
setiap tahun. Amputasi ekstremitas untuk PVD dilakukan untuk infeksi tulang dan
jaringan lunka yang tidak terkendali, penyakit yang nonreconstructable dengan
kehilangan jaringan yang terus-menerus, atau rasa sakit yang tidak henti-hentinya
akibat iskemia otot.
Meskipun ada peralatan yang lebih aman dan perbaikan dalam operasi
menyelamatkan anggota tubuh telah dilakukan, kehilangan anggota tubuh akibat
trauma terus terjadi karena kecelakaan industri dan kecelakaan kendaraan bermotor.
Kecelakaan ini melibatkan fraktur terbuka dengan derajat yang lebih tinggi dengan
keterlibatan cedera saraf, kehilangan jaringan lunak, iskemia dan cedera
neurovaskular yang unreconstructable. Dalam kasus ini, mungkin pada awalnya
menyelamatkan ekstremitas dapat berhasil, tetapi hanya akan berakhir pada ujung
yang terinfeksi dan menyakitkan pasien yang mempengaruhi aktivitas kehidupan
sehari-hari dan pekerjaannya. Upaya menyelamatkan anggota tubuh sering dilakukan
Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 42
Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)

dengan hasil yang kurang baik, meninggalkan pasien dengan ekstremitas yang kurang
fungsional daripada prostesis dan mengakibatkan pasien kehilangan banyak waktu
untuk bekerja dan biaya dalam perawatan.
Tujuan dalam pengobatan tumor ganas tulang adalah membuang lesi dengan
risiko yang paling rendah untuk mengalami kekambuhan. Pembedahan penyelamatan
ekstremitas telah menggantikan peran amputasi sebagai pengobatan utama untuk
tumor tulang. Agar pembedahan tersebut dapat direkomendasikan, risiko
kekambuhan lokal harus sama dengan melakukan amputasi, dan anggota tubuh yang
diselamatkan harus dapat berfungsi dengan baik.
Anomaly dan malformasi tungkai congenital meliputi persentase yang kecil
untuk amputasi. Situasi ini dievaluasi secara individual karena anggota tubuh ini
sering dapat berfungsi dengan baik dan dapat digunakan manajemen orthotic atau
rekonstruksi anggota badan. Ketika mempertimbangkan amputasi, harus dipastikan
tindakan tersebut akan menghasilkan fungsi yang lebih baik daripada keadan pasien
dengan kondisi saat ini.

8. RELEVANSI ANATOMI
Pengetahuan tentang daerah penampang anatomi ekstremitas bawah
diperlukan untuk ligasi pembuluh darah dan untuk mengidentifikasi saraf utama
untuk reseksi tajam.

9. KONTRAINDIKASI
Keputusan untuk melakukan amputasi sering datang setelah semua pilihan
lain telah habis. Ini adalah keputusan akhir yang tidak dapat dibalikkan lagi jika
sudah dilakukan amputasi. Satu-satunya kontraindikasi untuk amputasi adalah
kesehatan yang buruk yang mengganggu kemampuan pasien untuk menerima obat-
obat anestesi dan pembedahan. Anggota badan sakit sering merupakan sumber utama
penyakit pasien yang mengarah kepada penurunan status kesehatan pasien.
Penghapusan ekstremitas yang berpenyakit diperlukan untuk menghilangkan toksin
sistemik dan menyelamatkan kehidupan pasien.
Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 43
Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)

10. PEMERIKSAAN
Pemeriksaan Laboratorium
Penyembuhan luka akibat amputasi menjadi perhatian yang serius karena
kebanyakan amputasi dilakukan pada sirkulasi pembuluh darah yang tidak adekuat.
Pemeriksaan laboratorium standar yang direkomendasikan tergantung pada kondisi
medis pasien. Studi laboratorium relatif terhadap penyembuhan luka adalah sebagai
berikut:
 C-reactive protein (CRP): marker inflamasi ini merupakan indikator terhadap
adanya infeksi. Kadar CRP kurang dari 1,0 mg / L menunjukkan bahwa tidak
ada infeksi; lebih besar dari 8 mg / L menunjukkan infeksi signifikan.
 Hemoglobin: hasil pengukuran hemoglobin yang lebih besar dari 10 g / dL
diperlukan. Darah yang banyak mengandung oksigen diperlukan untuk
penyembuhan luka.
 Hitung limfosit absolut: Kurang dari 1500/μ/L menunjukkan defisiensi imun
dan peningkatan limfosit kemungkinan infeksi.
 Kadar Albumin Serum: kadar 3,5 g / dL atau kurang menunjukkan malnutrisi
dan hilangnya kemampuan untuk penyembuhan luka.

Pada pasien dengan gangren yang tidak progresif, kondisi fisiologis yang
tidak memadai seperti yang ditentukan oleh pemeriksaan laboratorium ini perlu
dioptimalkan (misalnya, dengan obat oral atau melalui infus hiperalimentasi sebelum
amputasi untuk gizi buruk). Ketika infeksi sudah tidak progresif atau iskemik teratasi,
amputasi terbuka dapat dilakukan dan jaringan lunak dapat dibuat kemudian.

Pencitraan
 Radiografi anteroposterior dan lateral dari ekstremitas yang terlibat

Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 44


Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)

 Computed tomography (CT) scan dan Magnetic Resonance Imaging (MRI)


yang dilakukan untuk pemeriksaan pasien tumor atau osteomielitis untuk
memastikan batas pembedahan.
 Scan tulang Technetium-99m (99m Tc) pyrophosphate telah digunakan untuk
memprediksi kebutuhan untuk amputasi pada orang dengan luka bakar listrik
dan frostbite. Dengan tingkat sensitivitas 94% dan spesifisitas 100% telah
dilaporkan dalam membedakan jaringan yang viable dan nonviable.
 USG Doppler digunakan untuk mengukur tekanan arteri; Pada sekitar 15%
dari pasien dengan PVD, hasilnya palsu meningkat karena noncompressibility
dari ujung calcified arteri. USG Doppler telah digunakan di masa lalu untuk
memprediksi penyembuhan luka. Ukuran minimum 70 mm Hg diyakini
diperlukan untuk penyembuhan luka.
- Iskemik indeks (II): Indeks ini adalah rasio dari tekanan USG
Doppler pada tingkat yang sedang diuji dengan tekanan sistolik
brakialis. II dari 0,5 atau lebih besar pada tingkat operasi
diperlukan untuk mendukung penyembuhan luka.
- Ankle-brachial index: The II di tingkat pergelangan kaki diyakini
menjadi indikator terbaik untuk menilai aliran darah yang adekuat
masuk ke tungkai. Indeks kurang dari 0,45 menunjukkan Insisi
distal ke pergelangan kaki tidak akan sembuh.

Tes lain
Pengukuran tekanan oksigen tarnscutaneus adalah pemeriksaan non-invasif
yang menilai tekanan parsial oksigen berdifusi melalui kulit. Pemeriksaan ini dapat
diterapkan untuk setiap area kulit utuh dan mencatat kapasitas pengiriman oksigen
dari sistem vascular18,19. Pengukuran tekanan oksigen transcutaneus diyakini yang
paling dapat diandalkan dan tes yang sensitif untuk penyembuhan luka.
 Nilai lebih besar dari 40 mm Hg menunjukkan potensi yang baik untuk
penyembuhan luka. Nilai yang kurang dari 20 mm Hg menunjukkan potensi
penyembuhan yang buruk.
Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 45
Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)

 Satu penelitian melaporkan tingkat sensitifitas 88% dan tingkat spesifitas


84%19. Tekanan mungkin palsu di daerah edema, selulitis, dan perubahan
stasis vena.

11. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Sebuah pendekatan lintas disiplin harus diambil8,9. Pasien yang menjalani
amputasi harus dievaluasi untuk kognitif dan kemampuan fisik. Konsultasi dengan
ahli terapi fisik, pekerja sosial, dan mungkin seorang psikiater harus diperoleh untuk
menentukan potensi ambulatori pasien. Membiarkan pasien untuk berbicara dengan
seseorang yang telah mengalami amputasi juga dapat mempersiapkan pasien untuk
harapan masa depan dan menyediakan jawaban atas pertanyaan pasien mungkin tidak
dipertimbangkan.
Pasien dengan PVD harus dievaluasi oleh seorang ahli bedah vaskular untuk
menentukan kelayakan vaskular rekonstruksi. Konsultasi dengan spesialis internal
juga direkomendasikan untuk evaluasi pasien umum kesehatan medis dan segala
penyakit kardiovaskular, serta pengendalian diabetes mellitus, jika sesuai. Risiko
kematian berikut amputasi ekstremitas bawah pada pasien diabetes bisa tinggi Di
samping itu, banyak pasien dengan PVD sering kekurangan gizi dan mungkin
mempunyai tambahan iskemik jantung atau iskemik otak. Infeksi yang berkembang
pada pasien-pasien ini sering polymicrobial, dan antibiotik spektrum luas yang
direkomendasikan dalam hubungannya dengan debridement adalah antibiotic dengan
spectrum luas.16,20
Dalam myonecrosis klostridial infeksi, oksigen hiperbarik mungkin
diperlukan dalam kombinasi dengan antibiotik yang sesuai. Myonecrosis
streptokokus membutuhkan antibiotik yang sesuai dan eksisi otot yang terlibat.

Terapi Pembedahan
Telah dibuat kemajuan yang besar dalam hal penatalaksanaan trauma
ekstremitas bawah yang parah dan PVD. Revaskularisasi, fiksasi internal patah
Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 46
Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)

tulang, teknik mikrovaskuler, dan prosedur-prosedur transfer jaringan bebas telah


membaik dan meningkatkan kepuasan pasien. Pandangan saat ini adalah bahwa
operasi amputasi merupaka prosedur rekonstruksi untuk mengembalikan pasien ke
kehidupan yang aktif.
Dibandingkan dengan perubahan yang telah terjadi di bidang prosthetics, teknik
amputasi telah berubah sedikit selama bertahun-tahun. Bahkan dengan amputasi dan
pemasangan prosthesis yang dilakukan dengan baik, beberapa pasien mempunyai
gejala ekstremitas sisa terasa sakit, bengkak, dan rasa ketidakstabilan, dan juga
memiliki penurunan panjang prostetik. Pasien ini menimbulkan tantangan bagi ahli
bedah rekonstruksi. Efek dari operasi sebelumnya, perubahan anatomi, atrofi otot dan
tulang, dan deconditioning aerobic adalah variabel yang penting dalam memprediksi
keberhasilan operasi amputasi.
Prinsip-prinsip umum untuk operasi amputasi melibatkan manajemen yang
sesuai dengan kulit, tulang, saraf, dan pembuluh darah, sebagai berikut:
 Panjang kulit terbesar mungkin harus dipelihara untuk penutupan otot dan
pembebasan tegangan
 otot ditempatkan di atas ujung tulang yang dipotong melalui myodesis (yaitu,
otot dijahit melalui lubang bor di tulang), flap posterior panjang dijahit
anterior, atau myoplasty seimbang (yaitu, antagonis kelompok otot dan fasia
dijahit bersama-sama).
 Saraf ditranseksi di bawah ketegangan, proksimal terhadap tulang yang
dipotong dan daerah bebas tegangan. Hal ini untuk mengurangi potensi
terbentuknya neuroma yang akan menjadi sumber rasa sakit. Memotong saraf
d proksimal bebas skar berpotensi untuk membantu dalam mengurangi iritasi
dan rasa sakit..
 Arteri dan vena yang lebih besar didiseksi dan diligasi. Hal ini untuk
mencegah fistula arteriovenosa dan aneurisma. Penonjolan tulang disekitar
persendian dihilangkan dengan gergaji. Transeksi diafisis dapat ditutup
dengan cangkok osteoperiosteal fleksibel lokal. Mempertahankan panjang

Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 47


Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)

maksimal ekstremitas mungkin sangat diharapkan. Amputasi di bawah lutut


sebaiknya dilakukan 12,5-17,5 cm di bawah sendi.12

Persiapan Sebelum Operasi


 Antibiotik yang tepat sebelum operasi diberikan dalam kasus-kasus infeksi,
dan antibiotik profilaksis yang diberikan dalam kasus-kasus amputasi elektif
atau yang dihasilkan dari trauma.
 Sebuah turniket yang ditempatkan di ujung tungkai
 Instrument vascular dan tulang
 Serangkaian 45º-angled chisels untuk rekonstruksi osteomyoplastik.
 Sebuah kekuatan yang tepat untuk memotong tulang melihat diperoleh
(biasanya kekuatan berosilasi melihat).
 Vessel ligatures.

Amputasi Transmetatarsal
Insisi kulit dilakukan sedistal mungkin, dibuat flap dorsalis dan plantar. Otot
Fleksor dan ekstensor diangkat sebagai salah satu musculofascial flap. Pembuluh
darah diisolasi dan diligasi, dan saraf jari-jari dipisahkan, didistraksi, dan diligasi
pada tingkat yang lebih proksimal.
Osteoperiosteal flaps diangkat dari metatarsal pertama dan kelima. Metatarsal
ditranseksi dari dorsal ke plantar di sekitar 15º. Osteoperiosteal flaps dijahit end-to-
end dan kepada setiap metatarsal, meliputi (menutup) diaphysis yang terbuka. Fleksor
dan ekstensor dijahit satu sama lain melalui fasia, membentuk myoplasty. Jika
digunakan, turniket dilepaskan dan perdarahan dikendalikan. Penrose drain
ditempatkan untuk dekompresi hematoma.

Amputasi Transtibial
Informed consent diperoleh dari semua pasien. Pada pasien dengan residu
ekstremitas yang pendek, kemungkinan disarticulasi lutut atau amputasi di atas lutut

Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 48


Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)

juga dibahas. Setiap usaha dilakukan untuk mempertahankan sendi lutut. Pasien
diposisikan telentang. Sebuah tonjolan di bawah pinggul dapat digunakan untuk
mengontrol rotasi ekstremitas, dan turniket diterapkan. Pada pasien dengan penyakit
vaskular, penggunaan turniket adalah pada dasar kebijaksanaan. Tidak ada perbedaan
dalam penyembuhan luka antara insisi anterior-posterior, oblik, atau insisi medial-
lateral.
Setelah irisan, menembus lapisan otot, kemudian membawa lebih proksimal,
dengan kompartemen anterior, lateral, dan posterior diidentifikasi dan terisolasi. Jika
panjang flap otot posterior digunakan untuk menutupi bagian anterior pada amputasi
primer, perawatan harus dilakukan untuk mempertahankan panjang otot
kompartemen posterior ini. Selama isolasi kompartemen otot, perawatan juga harus
dilakukan untuk mempertahankan lampiran fasia ke otot-otot untuk rekonstruksi
myoplastic.
Mengikuti isolasi kompartemen otot, struktur neurovaskular utama
diidentifikasi, dibebaskan dari jaringan parut, dan dipisahkan. Ini harus mencakup n.
tibialis, arteri, dan vena; n. peronealis superfisialis dan profunda, arteri dan vena
peroneal; n. suralis; dan nervus serta arteri saphena. Saraf yang diidentifikasi harus
ditranseksi setinggi mungkin dan diperbolehkan untuk menarik jaringan lunak. Arteri
dan saraf dipisahkan dan diligasi dalam cara terpisah.
Setelah diseksi jaringan lunak selesai, perhatian adalah berpaling kepada
struktur tulang. The periosteum diinsisi dari anterior ke posterior pada fibula dan
tibia. Dengan sudut 45°, osteoperiosteal flap diangkat ke medial dan lateral,
mempertahankan lampiran proksimal. Fragmen kortikal kecil yang tersisa dibiarkan
melekat pada periosteum.
Setelah flaps osteoperiosteal dibuat, setiap korteks tulang yang terekspos
direseksi pada tingkat yang sama, untuk memudahkan penjahitan dari osteoperiosteal
flaps. Ini memerlukan tidak lebih dari 1,5-2 cm dari tulang untuk reseksi. Medial
tibial flap dijahit ke lateral fibular flap, dan lateral tibial flap dijahit ke medial fibula
flap, mengakibatkan struktur mirip tabung.

Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 49


Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)

Pada sisa ekstremitas yang pendek atau sangat pendek, graft osteoperiosteal
diambil dari proksimal tibia, ekstremitas kontralateral, atau krista iliaka untuk
mempertahankan panjang tulang. Ini mungkin juga dilakukan pada setiap panjang
sisa ekstremitas. Para penulis telah menggunakan free osteoperiosteal grafts yang
diambil dari tungkai yang dipotong pada amputasi primer tanpa kesulitan dan dengan
pembentukan synostosis yang lengkap.

Amputasi Transfemoral
Pasien diberitahu mengenai risiko dan komplikasi bedah. Semua upaya
dilakukan untuk mempertahankan panjang sisa ekstremitas, untuk menghindari
perlunya peningkatan pengeluaran energi. Dalam rekonstruksi sekunder, laporan
operasi sebelumnya harus ditinjau ulang dan perhatian harus diarahkan ke arah
perawatan otot dan saraf, yang dapat membantu dalam eksposur dan pembedahan.
Ekstremitas disiapkan dalam cara yang standar. Sebuah turniket mungkin tidak selalu
layak, dan turniket steril dapat digunakan. Sebuah tonjolan diletakkan di bawah
pinggul dari ekstremitas yang terlibat untuk membantu mengontrol rotasi. Insisi
sebelumnya diidentifikasi dan digunakan, jika diperlukan.
Dilakukan pembedahan menembus lapisan otot. Otot-otot sering mengalami
retraksi dan atrofi, sehingga diperlukan diseksi proksimal dan identifikasi. Adduktor,
abductor, quadrisep, dan hamstring terisolasi dalam kelompok masing-masing.
Penutup fasia dipertahankan untuk myoplasty berikutnya. Struktur neurovaskular
diidentifikasi dan diisolasi secara terpisah. Memisahkan saraf dari arteri penting.
Dengan cara ini, iritasi pulsatil saraf dapat dihindari.
Saraf tungkai dimobilisasi oleh diseksi tumpul ditranseksi pada tingkat yang
lebih tinggi, sehingga terjadi retraksi ke jaringan lunak sekitarnya. Jika turniket telah
digunakan, mungkin akan dirilis untuk mengevaluasi pendarahan. Struktur vaskular
sering rapuh dan harus ditangani dengan hati-hati untuk menghindari retraksi
proksimal. Arteri dan vena yang terkait diligasi secara terpisah untuk menghindari
hubungan arteri-vena.

Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 50


Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)

Perhatian diarahkan distal sisa femur. Periosteum diinsisi anterior ke


posterior. Menggunakan sudut 45° osteotome, osteoperiosteal flaps medial dan lateral
diangkat, proksimal mempertahankan lampiran. Elevasi dari flap dibantu dengan
rotasi 180 °, mengangkat dan mempertahankan lampiran osteoperiosteal. Femur
ditranseksi pada tingkat osteoperiosteal flaps, dengan sedikit penghapusan tulang
paha. Medial dan lateral flap dijahit bersama-sama, dan jahitan dengan daerah sekitar
periosteal, untuk menutupi akhir kanal meduler yang terbuka.
Myoplasty dilakukan dengan menjahit kelompok otot yang antagonistik satu
sama lain dan penahan mereka ke dalam periosteum, menutupi osteoplasty. Adduktor
dijahit ke grup pertama abduktor, atau mereka berlabuh ke periosteum femoralis
lateral. abduktor ditutupi oleh adduktor dan diamankan ke periosteum, anterior dan
posterior. Fleksor dijahit ke grup ekstensor dan yang mendasari adduktor / abductor,
sentralisasi distal femur tulang paha dalam otot penutup.
Kulit diikat ke dasar myoplasty secara simetris, menghindari “dog ears” dan
invaginasi dari sayatan. Sebuah kontur yang mulus adalah tujuan, memungkinkan
untuk membuat permukaan yang baik untuk prostetik. Penrose drain dipasang
sebelum penutupan selesai.
Pascaoperasi, ekstremitas sisa ditempatkan dalam sebuah Ace wrap hip Spica
atau plester bebat yang besar, tergantung pada panjang sisa ekstremitas tersebut.
Jahitan diangkat setelah 2-3 minggu, tergantung pada penyembuhan luka. Pengukuran
untuk prostetik dilakukan setelah 5-8 minggu pascaoperasi. Terapi fisik dimulai untuk
transfer, desensitisasi, lingkup gerak sendi, aerobik, dan penguatan tubuh bagian atas.

Pascaoperasi Details
Dressing dan perawatan pasca-operasi berbeda-beda, masing-masing dengan
keuntungan dan kerugian. Ada 4 jenis dressing pascaoperasi tersedia, sebagai berikut:
 Soft dresing: tidak mengontrol edema pascaoperasi.
 Dressing dengan pressure wrap: dressing jaringan lunak dengan compression
wrap memerlukan pemerataan tekanan untuk menghindari kemungkinan
terjadinya strangulasi
Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 51
Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)

 Semi-rigid Dressing: Semi-rigid dressing termasuk plester perban dan Unna


Paste Bandages diadakan di tempat dengan stockinette. Dressing ini memiliki
keuntungan yang sama dengan rigid dressing, kecuali prosthesis pascaoperasi
tidak langsung dapat digunakan.
 Rigid dressing: Banyak rigid dressing tersedia secara komersial, dan bantuan
prosthesis intraoperative mungkin diperlukan. Rigid dressing mungkin
memiliki potensi keuntungan untuk maturasi sisa ekstremitas, penurunan
edema, mengurangi rasa sakit, proteksi luka, dan mobilisasi awal dalam
kombinasi dengan pemakaian segera prosthesis pascaoperasi. Kerugian
meliputi akses yang sulit ke luka dan tekanan yang berlebihan, yang
menyebabkan timbulnya nekrosis.

Follow Up
Dua minggu setelah operasi, latihan kontraksi otot dan desensitisasi progresif
dari ekstremitas sisa dapat dimulai. Desensitisasi dimulai dengan handuk untuk
tekanan sisa ekstremitas distal, dan distal-end bearing dimulai pada struktur lembut
(biasanya tempat tidur).
Prostetik manajemen dimulai 6 minggu setelah operasi, tergantung pada
kondisi ekstremitas dan luka. Beberapa pasien tidak menginginkan prostesis karena
kurang keseimbangan, lemah, atau gangguan kognitif. Maka penggunaan permanen
tidak dianjurkan pada pasien ini.

12. KOMPLIKASI
 Hematoma
Hematoma dapat menghambat proses penyembuhan dari luka dan merupakan
tempat berkembang biak kuman. Pembentukan hematoma dapat dicegah
dengan perawatan perdarahan, penggunaan drain. Bila ditemukan hematoma
dapat dilakukan aspirasi dan dekompresi.
 Infeksi
Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 52
Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)

Komplikasi ini sering ditemukan pada amputasi untuk penyakit vaskuler


perifer, terutama pada penderita diabetes. Adanya abses harus didrainase
secara baik bila perlu dengan membuka jahitan sebanyak yang dibutuhkan.
Dilakukan pemeriksaan kultur terhadap eksudat dan diberikan antibiotika
yang tepat.
 Nekrosis
Adanya nekrosis yang kecil pada tepi kulit dapat ditangani konservatif namun
dapat menghambat penyembuhan. Pada nekrosis yang hebat menandakan
insufisiensi sirkulasi pada level amputasi sehingga perlu dilakukan reseksi
luas atau reamputasi pada level lebih proksimal.
 Kontraktur
Kontraktur sendi pada stump amputasi dapat dicegah dengan memposisikan
stump secara benar dan mendorong penderita untuk segera latihan
menguatkan otot dan menggerakkan persendiannya. Pada amputasi bawah
sendi lutut penderita dilarang untuk menggantung stump amputasi pada
pinggir tempat tidur atau berbaring atau duduk berlam-lama dalam posisi lutut
fleksi. Pada amputasi diatas sendi lutut penderita dilarang untuk meletakkan
bantal diantara paha. Hal ini untuk mencegah terjadinya kontraktur pada sendi
lutut dan panggul.
 Neuroma
Neuroma terbentuk pada ujung syaraf yang dipotong. Nyeri yang terjadi
akibat traksi pada syaraf saat neuroma tertarik ke bawah oleh jaringan parut.
 Sensasi Phantom
Setelah tindakan amputasi, kebanyakan penderita masih merasakan keberadaan
bagian anggota tubuh yang telah diamputasi. Hal ini mengganggu walaupun
jarang disertai nyeri. Rasa ini biasanya menghilang terutama setelah penggunaan

13. HASIL DAN PROGNOSIS


Kebanyakan amputasi di Amerika Serikat dilakukan pada orang tua untuk
PVD. Angka kematiannya adalah 20% dalam tahun pertama dan 40% dalam waktu 5
Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 53
Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)

tahun. Tingkat kematian yang tinggi ini menciptakan kesulitan dengan tindak lanjut
dan dokumentasi hasil fungsional, dan studi sangat minim dan sebagian besar tidak
lengkap.
Dalam tinjauan untuk membantu dalam pengelolaan pasien, Matsen et al
mencoba untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan hasil
amputasi. Faktor-faktor yang muncul untuk mempengaruhi persepsi pasien termasuk
kondisi ekstremitas kontralateral; kenyamanan residual ekstremitas; kenyamanan,
fungsi, dan tampilan prostesis; faktor-faktor sosial, dan kemampuan untuk
berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan rekreasi. Gangguan emosional dan fisik adalah
gangguan stress pascatrauma (posttraumatic stress disorder), disfungsi seksual, dan
depresi. Untuk 25-35% dari pasien yang mengalami depresi, konsultasi yang sesuai
harus diperoleh

STATUS PASIEN

Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 54


Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)

ANAMNESIS
Nama : Tn. Ruslan
No R.M : 179371
Umur : 40 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Status perkawinan : Kawin
Pekerjaan : -
Suku : Bugis
Agama : Islam
Alamat : Jl. Dusun Siddo, Soppeng Riaja Kab.Barru.

ANAMNESE PENYAKIT
Keluhan Utama : luka pada tungkai bawah sebelah kiri
Anamnesis : Nyeri pada luka di betis di alami kurang lebih 1 bulan yang
lalu , lukanya bernanah awalnya seperti luka melepuh
namun lama kelamaan memberat. Ada riwayat
debridement 2 kali ada riwayat DM type II sejak 6 tahun
yang lalu, Hipertensi disangkal (-). Riwayat penyakit lain
di sangkal. BAK Lancar, BAB baik.

ANAMNESE ORGAN
Jantung : Sesak napas : - Edema : -
Angina pektoris : - Palpitasi : -
Lain-lain :
Sal. Pernapasan : Batuk-batuk : - Asma, bronkitis : -
Dahak : - Lain-lain : -
Sal. Pencernaan : Nafsu makan : - Penurunan BB : +
Keluhan menelan : - Keluhan defekasi : -

Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 55


Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)

Keluhan perut : - Lain-lain :


Sal. Urogenital : Sakit b.a.k : - b.a.k tersendat : -
Mengandung batu : - Keadaan Urine : -
Haid : - Lain-lain :
sering kencing malam hari : +
Sendi dan tulang : Sakit pinggang : - Keterbataan gerak : -
Kel. Persendiaan : - Lain-lain :
Endokrin : Haus/polidipsi : + Gugup : -
Poliuri : + Perobahan suara : -
Polifagi : + Lain-lain :
Syaraf pusat : Sakit kepala : - Hoyong : -
Lain-lain :
Darah & P. darah : Pucat : - Perdarahan : -
Ptechiae : - Purpura : -
Sirkulasi perifer : Claudicatio : - Lain-lain :
Intermitten : -

PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK


STATUS PRAESENS :
Keadaan Umum
Sensorium : Compos mentis
Tekanan darah : 100/80mHg
Nadi : 82 x/I
Pernafasan : 20 x/i
Temperatur : 36,5 0C

Keadaan Penyakit
Pancaran wajah : lemah
Sikap paksa : -
Refleks fisiologis : +/+ Normal
Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 56
Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)

Refleks patologis : -
Anemia (-), Ikterus (-), Dispnu (-)
Sianose (-), Udem (-), Purpura (-)
Turgor kulit : Baik
TB : 167 cm
BB : 60 kg

Keadaan Gizi
BB
RBW =  100%
TB  100

RBW = 60 X 100 %
167 - 100
= 89,55 %
Kesan : Normal
KU/KP/KG : Sedang/Sedang/baik

STATUS LOKALISATA
KEPALA
Mata : Konjunktiva palpebra pucat (-), ikterus (-), pupil : isokor
Refleks cahaya direk (+/+ ) indirek (+/+) .
Telinga : Tidak ada kelainan
Hidung : Tidak ada kelainan
Mulut : Lidah : Tidak ada kelainan
Gigi geligi : Tidak ada kelainan
Tonsil/Faring : Tidak ada kelainan

LEHER
Struma : Tidak membesar,
Pembesaran kelenjar limpe (-)

Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 57


Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)

Posisi trakea : medial, TVJ : R-2

TORAK DEPAN
Inspeksi
Bentuk : Simetri fusiform.
Pergerakan : Simetris ka = ki.
Palpasi
Nyeri tekan : -
Fremitus suara : Ka = ki.
Iktus : ICR V 1 cm medial LMCS
Perkusi
Paru : Sonor pada kedua lapangan paru
Batas paru – hati R/A : ICR V dektra, peranjakan 1 cm
Jantung
Batas atas jantung : ICR III Sinistra.
Batas kiri jantung : ICR V 1cm medial LMCS.
Batas kanan jantung : Linea parasternalis Dekstra.

Auskultasi
Paru
Suara pernafasan : Vesikuler seluruh lapangan paru.
Suara tambahan : -
Jantung
M1 > M2, P2 > P1, A2 > A1, A2 > P1, desah sistolis (-)
Desah diastolis (-)
HR : 70 x/menit, reg, intensitas : cukup.

TORAKS BELAKANG
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Stem fremitus ka =ki.

Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 58


Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)

Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru.


Auskultasi - Suara pernafasan : vesikuler pada kedua
lapangan paru .
- Suara tambahan : -
ABDOMEN
Inspeksi
Bentuk : Simetris
Gerakan Lambung/usus : -
Vena kolateral : -
Caput medusae : -
Palpasi
Dinding abdomen : Supel

HATI
Pembesaran : -
Permukaan : -
Pinggir : -
Nyeri tekan : -
LIMPA
Pembesaran : -
GINJAL
Ballotement : -

Perkusi : Timpani
Pekak hati : +
Pekak beralih : -

Auskultasi
Peristaltik usus : + Normal
Lain-lain : -

Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 59


Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)

PINGGANG
Nyeri ketok sudut kosto vertebra : (-)

INGUINAL : Pembesaran KGB (-)

GENITALIA LUAR : ♀, tak ada kelainan.

ANGGOTA GERAK ATAS ANGGOTA GERAK BAWAH


Kiri Kanan
Deformitas sendi : - Udem : + -
Lokasi : - A. Fermoralis : + +
Jari tubuh : - A. Tibialis Posterior : + +
Tremor ujung jari : - A. Dorsalis Pedis : + +
Telapak tangan sembab : - Refleks KPR : + +
Sianosis : - Refleks APR : + +
Eritema palmaris : - Refleks Fisiologis : + +
Lain-lain : - Refleks Patologis : - -
Lain-lain : - -
PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN
Darah Rutin
Hb : 12,19 gr %
Lekosit : 6700 / mm3
LED : 15 mm / jam
Albumin : 1,6 mg/dl
Pemeriksaan gula darah
KGD ad random : 185 mg / dl.

DAFTAR PUSTAKA

Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 60


Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)

1. Taylor SM, Kalbaugh CA, Blackhurst DW et al. Preoperative clinical factors


predict postoperative functional outcomes after major lower limb amputation:
an analysis of 553 consecutive patients. J Vasc Surg 2005; 42: 227-35.
2. Ertl W. Amputations of the Lower Extremity dalam www.emedicine.com.
Updated Maret 2015.
3. Jawaid M, Ali Irfan, Kaimkhani GM. Current indications for major lower
limb Amputations at civil hospital, Karachi. Pakistan Journal of Surgery. Vol
24, issued 4. 2018. p 228-231.
4. Edward A. Athanasian. chapter 121: amputations of the upper extremity.
Chapman's Orthopaedic Surgery, 3rd Edition. 2011 Lippincott Williams &
Wilkins. New York.
5. Snell. Anatomi Klinik. Bagian 2. Ed 3. EGC: Jakarta. 2012. Hal 271-329.
6. Netter, F. Atlas of Human Anatomy. 3th ed. ICON: New York. 2013
7. Waters RL, Perry J, Antonelli D, Hislop H. Energy cost of walking of
amputees: the influence of level of amputation. J Bone Joint Surg
Am. Jan 1976;58(1):42-6.
8. Matsen SL, Malchow D, Matsen FA 3rd. Correlations with patients'
perspectives of the result of lower-extremity amputation. J Bone Joint Surg
Am. Aug 2019;82-A(8):1089-95.
9. Pandian G, Kowalske K. Daily functioning of patients with an amputated
lower extremity. Clin Orthop Relat Res. Apr 1999;361:91-7.
10. Ziegler-Graham K, MacKenzie EJ, Ephraim PL, Travison TG, Brookmeyer
R. Estimating the prevalence of limb loss in the United States: 2015 to
2050. Arch Phys Med Rehabil. Mar 2008;89(3):422-9.
11. Murdoch G, Wilson AB Jr, eds. Amputation: Surgical Practice and Patient
Management. St Louis, Mo: Butterworth-Heinemann Medical; 1996.
12. Tooms RE. Amputations. In: Crenshaw AH, ed. Campbell's Operative
Orthopedics. Vol 1. 7th ed. St. Louis, Mo: Mosby-Year Book; 1987:597-637.
13. Lipsky BA, Berendt AR, Deery HG, et al. Diagnosis and treatment of diabetic
foot infections. Clin Infect Dis. Oct 1 2004;39(7):885-910.
Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 61
Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)

14. Sheehan P, Edmonds M, Januzzi JL Jr, et al, for the Consensus Panel of the
American Diabetes Association. Peripheral arterial disease in people with
diabetes. Diabetes Care. Dec 2003;26(12):3333-41.
15. Carter SA, Tate RB. The value of toe pulse waves in determination of risks
for limb amputation and death in patients with peripheral arterial disease and
skin ulcers or gangrene. J Vasc Surg. Apr 2001;33(4):708-14.
16. Reiber GE, Boyko EJ, Smith DG. Lower extremity foot ulcers and amputation
in diabetes. In: Harris MI, Cowie CC, Stern MP, et al, eds. Diabetes in
America. 2nd ed. Bethesda, Md: National Diabetes Data Group, National
Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases; 1995:409-28.
17. Burgess EM, Matsen FA 3rd, Wyss CR, Simmons CW. Segmental
transcutaneous measurements of PO2 in patients requiring below-the-knee
amputation for peripheral vascular insufficiency. J Bone Joint Surg
Am. Mar 1982;64(3):378-82.
18. Wyss CR, Harrington RM, Burgess EM, Matsen FA 3rd. Transcutaneous
oxygen tension as a predictor of success after an amputation. J Bone Joint
Surg Am. Feb 1988;70(2):203-7.
19. Misuri A, Lucertini G, Nanni A, Viacava A, Belardi P. Predictive value of
transcutaneous oximetry for selection of the amputation level. J Cardiovasc
Surg (Torino). Feb 2000;41(1):83-7.
20. Tseng CH, Chong CK, Tseng CP, et al. Mortality, causes of death and
associated risk factors in a cohort of diabetic patients after lower-extremity
amputation: a 6.5-year follow-up study in
Taiwan. Atherosclerosis. Mar 2008;197(1):111-7.
21. Baumgartner R. The Surgery of Arm and Forearm Orthop Clin N Am
1981;12:805.
22. Sloane, ethan. Anatomi dan fisiologi Jakarta: EGC. 2003.
23. Lagaard SW, McElfresh EC, Premer RF. Gangrene of the Upper Extremity in
Diabetic Patients. J Bone Joint Surg 1989;71A:257.
24. Chapman’s orthopaedic surgery, 3rd ed. 2001. Lippincott Williams & Wilkins.
Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 62
Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)

Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 63


Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020

Anda mungkin juga menyukai