Refarat Abovee Knee Amputation Ec DM Type II (Presentasi)
Refarat Abovee Knee Amputation Ec DM Type II (Presentasi)
REFERAT
ABOVEE KNEE AMPUTATION EC DM TYPE II
Disusun oleh:
Syahrul EL Ghufron
Pembimbing:
dr. Mahyuddin Rasyid Sp.B FINACIS M.Kes
LEMBAR PERSETUJUAN
Makassar, April-2020
KATA PENGANTAR
Penulis
PENDAHULUAN
Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini
dapat mengenai semua organ tubuh dan emnimbulkan berbagai macam keluhan.
Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes mellitus dapat timbul secara perlahan – lahan
sehingga pasien tidak menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang menjadi
lebih banyak, buang air kecil lebih sering atau berat badan yang menurun. Gejala –
gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan sampai kemudian orang
baru ditemukan pada saat pemeriksaan penyaring atau pemeriksaan untuk penyakit
lain. Dapat pula gejala diabetes mellitusnya lebih nyata dan timbul mendadak serta
dramatis sekali.
EPIDEMIOLOGI
didapatkan prevalensi DM sebesar 1,5 – 2,3% pada penduduk usia lebih dari 15
Sesean suatu daerah sangat terpencil di Tana Toraja didapatkan prevalensi DM hanya
0,8%. Di daerah jawa timur, perbedaan urban – rural ini tidak begitu tampak. Di
Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 4
Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)
perkiraan penduduk Indonesia di atas 20 tahun sebesar 125 juta dan dengan asumsi
berjumlah 5,6 juta. Berdasarkan pola pertambahan penduduk seperti saat ini,
diperkirakan pada tahun 2020 nanti akan ada sejumlah 178 juta penduduk berusia di
atas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi DM sebesar 4,6% akan didapatkan 8,2
DEFENISI
sederhana) di dalam darah tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau
menggunakan insulin secara adekuat. Kadar gula darah sepanjang hari bervariasi,
meningkat setelah makan dan kembali normal dalam waktu 2 jam. Kadar gula darah
yang normal pada pagi hari setelah malam sebelumnya berpuasa adalah 70-110
mg/dL darah. Kadar gula darah biasanya kurang dari 120-140 mg/dL pada 2 jam
setelah makan atau minum cairan yang mengandung gula maupun karbohidrat
lainnya. Kadar gula darah yang normal cenderung meningkat secara ringan tetapi
progresif setelah usia 50 tahun, terutama pada orang-orang yang tidak aktif.
Insulin adalah hormon yang dilepaskan oleh pankreas, merupakan zat utama
Insulin menyebabkan gula berpindah ke dalam sel sehingga bisa menghasilkan energi
atau disimpan sebagai cadangan energi. Peningkatan kadar gula darah setelah makan
kenaikan kadar gula darah yang lebih lanjut dan menyebabkan kadar gula darah
menurun secara perlahan. Pada saat melakukan aktivitas fisik kadar gula darah juga
ETIOLOGI
Diabetes terjadi jika tubuh tidak menghasilkan insulin yang cukup untuk
mempertahankan kadar gula darah yang normal atau jika sel tidak memberikan
Sebagian besar diabetes mellitus tipe I terjadi sebelum usia 30 tahun. Para
ilmuwan percaya bahwa faktor lingkungan (mungkin berupa infeksi virus atau
faktor gizi pada masa kanak-kanak atau dewasa awal) menyebabkan sistem
hal ini diperlukan kecenderungan genetik. Pada diabetes tipe I, 90% sel
Pada diabetes mellitus tipe II (diabetes yang tidak tergantung kepada insulin,
terjadi kekurangan insulin relatif. Diabetes tipe II bisa terjadi pada anak-anak
dan dewasa, tetapi biasanya terjadi setelah usia 30 tahun. Faktor resiko untuk
Obat-obatan
Racun yang mempengaruhi pembentukan atau efek dari insulin.
GEJALA KLINIS
Gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darah
yang tinggi. Jika kadar gula darah sampai diatas 160-180 mg/dL, maka glukosa akan
sampai ke air kemih. Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan membuang air
tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang. Karena ginjal
menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan, maka penderita sering
banyak minum (polidipsi). Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih,
penderita seringkali merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak makan
(polifagi).
ketahanan selama melakukan olah raga. Penderita diabetes yang kurang terkontrol
lebih peka terhadap infeksi. Karena kekurangan insulin yang berat, maka sebelum
berat badan. Sebagian besar penderita diabetes tipe II tidak mengalami penurunan
berat badan.
Pada penderita diabetes tipe I, gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa
berkembang dengan cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis
diabetikum. Kadar gula di dalam darah adalah tinggi tetapi karena sebagian besar sel
tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin, maka sel-sel ini mengambil energi dari
sumber yang lain. Sel lemak dipecah dan menghasilkan keton, yang merupakan
senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis).
Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan berkemih yang
berlebihan, mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-anak).
Pernafasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki
kadang dalam waktu hanya beberapa jam. Bahkan setelah mulai menjalani terapi
melewatkan satu kali penyuntikan insulin atau mengalami stres akibat infeksi,
beberapa tahun. Jika kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala yang
berupa sering berkemih dan sering merasa haus. Jarang terjadi ketoasidosis. Jika
kadar gula darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000 mg/dL, biasanya terjadi akibat
berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan
PEMERIKSAAN PENYARING
tidak bergejala, yang mempunyai resiko DM. Serangkaian uji diagnostic akan
DM sebagai berikut :
2. Berat badan lebih : BBR > 110% BB idaman atau IMT > 23 kg/m2
darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian diikuti dengan tes toleransi
Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan
diagnosis DM ( mg/dl )
polifagi, poliuri) dan hasil pemeriksaan darah yang menunjukkan kadar gula darah
yang tinggi. Untuk mengukur kadar gula darah, contoh darah biasanya diambil
setelah penderita berpuasa selama 8 jam atau bisa juga diambil setelah makan. Pada
usia diatas 65 tahun, paling baik jika pemeriksaan dilakukan setelah berpuasa karena
setelah makan, usia lanjut memiliki peningkatan gula darah yang lebih tinggi.
3. Kadar glukosa plasma ) ≥ 200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75
PENATALAKSANAAN
gula darah dalam kisaran yang normal. Kadar gula darah yang benar-benar normal
sulit untuk dipertahankan, tetapi semakin mendekati kisaran yang normal, maka
semakin berkurang.
Pengobatan diabetes meliputi pengendalian berat badan, olah raga dan diet.
Seseorang yang obesitas yang menderita diabetes tipe II tidak akan memerlukan
pengobatan jika mereka menurunkan berat badannya dan berolah raga secara teratur.
melakukan olah raga yang teratur. Karena itu biasanya diberikan terapi sulih insulin
atau obat hipoglikemik per-oral. Pengaturan diet sangat penting. Biasanya penderita
tidak boleh terlalu banyak makan makanan manis dan harus makan dalam jadwal
yang teratur. Penderita diabetes cenderung memiliki kadar kolesterol yang tinggi,
karena itu dianjurkan untuk membatasi jumlah lemak jenuh dalam makanannya.
Tetapi cara terbaik untuk menurunkan kadar kolesterol adalah mengontrol kadar gula
darah dan berat badan. Semua penderita hendaknya memahami bagaimana menjalani
diet dan olah raga untuk mengontrol penyakitnya. Mereka harus memahami
perhatian khusus terhadap infeksi kaki dan kukunya harus dipotong secara teratur.
Penting untuk memeriksakan matanya supaya bisa diketahui perubahan yang terjadi
Perencanaan Makanan
Karbohidrat : 60 – 70%
Protein : 10 -15%
Lemak : 20 -25%
tidaknya stress akut dan kegiatan jasmani. Untuk penentuan status gizi, dapat dipakai
Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 12
Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)
Indeks Masa Tubuh ( IMT ) dan rumus Broca. Indeks masa tubuh dapat dihitung
dengan rumus IMT = BB(kg) / TB(m2). Untuk menghitung kebutuhan kalori, dapat
Klasifikasi IMT :
BB lebih ≥ 23,0
o Obesitas II ≥ 30
harus diberikan insulin pengganti. Pemberian insulin hanya dapat dilakukan melalui
suntikan, insulin dihancurkan di dalam lambung sehingga tidak dapat diberikan per-
oral (ditelan). Bentuk insulin yang baru (semprot hidung) sedang dalam penelitian.
Pada saat ini, bentuk insulin yang baru ini belum dapat bekerja dengan baik karena
Insulin disuntikkan dibawah kulit ke dalam lapisan lemak, biasanya di lengan, paha
atau dinding perut. Digunakan jarum yang sangat kecil agar tidak terasa terlalu nyeri.
Insulin terdapat dalam 3 bentuk dasar, masing-masing memiliki kecepatan dan lama
Contohnya adalah insulin reguler, yang bekerja paling cepat dan paling
sebentar. Insulin ini seringkali mulai menurunkan kadar gula dalam waktu 20
menit, mencapai puncaknya dalam waktu 2-4 jam dan bekerja selama 6-8 jam.
beberapa suntikan setiap harinya dan disutikkan 15-20 menit sebelum makan.
Mulai bekerja dalam waktu 1-3 jam, mencapai puncak maksimun dalam
waktu 6-10 jam dan bekerja selama 18-26 jam. Insulin ini bisa disuntikkan
pada pagi hari untuk memenuhi kebutuhan selama sehari dan dapat
Efeknya baru timbul setelah 6 jam dan bekerja selama 28-36 jam.
kepada:
dosisnya
Kestabilan kadar gula darah sepanjang hari dan dari hari ke hari.
Sediaan yang paling mudah digunakan adalah suntikan sehari sekali dari
insulin kerja sedang. Tetapi sediaan ini memberikan kontrol gula darah yang paling
minimal. Kontrol yang lebih ketat bisa diperoleh dengan menggabungkan 2 jenis
insulin, yaitu insulin kerja cepat dan insulin kerja sedang. Suntikan kedua diberikan
pada saat makan malam atau ketika hendak tidur malam. Kontrol yang paling ketat
diperoleh dengan menyuntikkan insulin kerja cepat dan insulin kerja sedang pada
pagi dan malam hari disertai suntikan insulin kerja cepat tambahan pada siang hari.
Beberapa penderita usia lanjut memerlukan sejumlah insulin yang sama setiap
makanan, olah raga dan pola kadar gula darahnya. Kebutuhan akan insulin bervariasi
sesuai dengan perubahan dalam makanan dan olah raga. Beberapa penderita
mengalami resistensi terhadap insulin. Insulin tidak sepenuhnya sama dengan insulin
yang dihasilkan oleh tubuh, karena itu tubuh bisa membentuk antibodi terhadap
insulin pengganti.
mempengaruhi kulit dan jaringan dibawahnya pada tempat suntikan. Kadang terjadi
reaksi alergi yang menyebabkan nyeri dan rasa terbakar, diikuti kemerahan, gatal dan
dicegah dengan cara mengganti tempat penyuntikan dan mengganti jenis insulin.
Pada pemakaian insulin manusia sintetis jarang terjadi resistensi dan alergi.
adekuat pada penderita diabetes tipe II, tetapi tidak efektif pada diabetes tipe I.
menurunkan kadar gula darh dengan cara merangsang pelepasan insulin oleh
biasanya diberikan pada penderita diabetes tipe II jika diet dan oleh raga gagal
menurunkan kadar gula darah secara adekuat. Obat ini kadang bisa diberikan hanya
satu kali (pagi hari), meskipun beberapa penderita memerlukan 2-3 kali pemberian.
Jika obat hipoglikemik per-oral tidak dapat mengontrol kadar gula darah dengan baik,
Pemantauan pengobatan
pengobatan diabetes. Adanya glukosa bisa diketahui dari air kemih; tetap pemerisaan
air kemih bukan merupakan cara yang baik untuk memantau pengobatan atau
menyesuaikan dosis pengobatan. Saat ini kadar gula darah dapat diukur sendiri
dengan mudah oleh penderita di rumah. Penderita diabetes harus mencatat kadar gula
darah mereka dan melaporkannya kepada dokter agar dosis insulin atau obat
Mengatasi komplikasi
kadar gula darah sehingga terjadi hipoglikemia.Hipoglikemia juga bisa terjadi jika
penderita kurang makan atau tidak makan pada waktunya atau melakukan olah raga
yang terlalu berat tanpa makan. Jika kadar gula darah terlalu rendah, organ pertama
yang terkena pengaruhnya adalah otak. Untuk melindungi otak, tubuh segera mulai
membuat glukosa dari glikogen yang tersimpan di hati. Proses ini melibatkan
Hipoglikemia harus segera diatasi karena dalam beberapa menit bisa menjadi
berat, menyebabkan koma dan kadang cedera otak menetap. Jika terdapat tanda
hipoglikemia, penderita harus segera makan gula. Karena itu penderita diabetes harus
selalu membawa permen, gula atau tablet glukosa untuk menghadapi serangan
hipoglikemia. Atau penderita segera minum segelas susu, air gula atau jus buah,
sepotong kue, buah-buahan atau makanan manis lainnya. Penderita diabetes tipe I
harus selalu membawa glukagon, yang bisa disuntikkan jika mereka tidak dapat
Sakit kepala
Badan gemetaran
Berkeringat
Bingung
pengobatan yang tepat dan cepat, bisa terjadi koma dan kematian. Penderita harus
dirawat di unit perawatan intensif. Diberikan sejumlah besar cairan intravena dan
elektrolit (natrium, kalium, klorida, fosfat) untuk menggantikan yang hilang melalui
air kemih yang berlebihan. Insulin diberikan melalui intravena sehingga bisa bekerja
dengan segera dan dosisnya disesuaikan. Kadar glukosa, keton dan elektrolit darah
diukur setiap beberapa jam, sehingga pengobatan yang diberikan bisa disesuaikan.
asam basa, tetapi kadang perlu diberikan pengobatan tambahan untuk mengoreksi
keasaman darah.
pengganti. Kadar gula darah harus dikembalikan secara bertahap untuk mencegah
perpindahan cairan ke dalam otak. Kadar gula darah cenderung lebih mudah dikontrol
dan keasaman darahnya tidak terlalu berat. Jika kadar gula darah tidak terkontrol,
diabetik dapat diobati secara langsung dengan pembedahan laser untuk menyumbat
kebocoran pembuluh darah mata sehingga bisa mencegah kerusakan retina yang
menetap. Terapi laser dini bisa membantu mencegah atau memperlambat hilangnya
penglihatan.
KOMPLIKASI
Lama-lama peningkatan kadar gula darah bisa merusak pembuluh darah, saraf
dan struktur internal lainnya. Terbentuk zat kompleks yang terdiri dari gula di dalam
kebocoran. Akibat penebalan ini maka aliran darah akan berkurang, terutama yang
menuju ke kulit dan saraf. Kadar gula darah yang tidak terkontrol juga cenderung
Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 19
Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)
ini 2-6 kali lebih sering terjadi pada penderita diabetes. Sirkulasi yang jelek melalui
pembuluh darah besar dan kecil bisa melukai jantung, otak, tungkai, mata, ginjal,
Karena hal tersebut diatas, maka penderita diabetes bisa mengalami berbagai
komplikasi jangka panjang yang serius. Yang lebih sering terjadi adalah serangan
jantung dan stroke. Kerusakan pembuluh darah mata bisa menyebabkan gangguan
Jika satu saraf mengalami kelainan fungsi (mononeuropati), maka sebuah lengan atau
tungkai biasa secara tiba-tiba menjadi lemah. Jika saraf yang menuju ke tangan,
tungkai dan kaki mengalami kerusakan (polineuropati diabetikum), maka pada lengan
dan tungkai bisa dirasakan kesemutan atau nyeri seperti terbakar dan kelemahan.
Kerusakan pada saraf menyebabkan kulit lebih sering mengalami cedera karena
Berkurangnya aliran darah ke kulit juga bisa menyebabkan ulkus (borok) dan
semua penyembuhan luka berjalan lambat. Ulkus di kaki bisa sangat dalam dan
mengalami infeksi serta masa penyembuhannya lama sehingga sebagian tungkai harus
Organ/jaringa
Yang terjadi Komplikasi
n yg terkena
secara normal
GANGREN DIABETIKUM
streptococcus. Keadaan ini ditandai dengan perluasan selulitis dan timbulnya vesikula
atau bula yang hemoragik. Dengan cepat jaringan kulit yang menutupi mengalami
nekrosis dan dalam beberapa hari proses ini meluas. Streptococcus grup A mungkin
dapat diisolasi dari lesi atau darah. Pemberian antibiotika saja umumnya tidak
mencukupi, oleh sebab itu harus dilakukan eksisi yang luas bahkan mungkin
amputasi. Mortalitas masih cukup tinggi ( > 10 % ) dan belum banyak berubah dalam
era antibiotika ini. Bila ada indikasi penggunaan antibiotika maka diberikan 18 – 21
juta penisilin / hari iv atau vankomisin 1 g / 12 jam / iv. Bila didapatkan insifisiensi
Pada pasien DM dengan infeksi yang berat terapi antibiotika saja umumnya
tidak cukup dan harus dibantu dengan debridemen yang agresif. Vaskularisasi yang
Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 23
Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)
sinergistik. Keadaan ini umumnya dimulai pada daerah lipatan – lipatan dan
aereus.
Karena bahaya gangren dan peluang untuk menjalani amputasi yang besar
maka pasien DM dengan infeksi kaki harus segera dibawa kerumah sakit untuk
Ada berbagai macam klasifikasi kaki diabetic, mulai dari yang sederhana
Liverpool yang sedikit lebih ruwet, sampai klasifikasi wagner yang lebih terkait
dengan pengelolaan kaki diabetic, dan juga klasifikasi texas yang lebih kompleks
tetapi juga lebih mengacu kepada pengelolaan kaki diabetic. Suatu klasifikasi
PEDIS 2003 ). Adanya klasifikasi kaki diabetic yang dapat diterima semua pihak
berbagai tempat dimuka bumi. Dengan klasifikasi PEDIS akan dapat ditentukan
kelainan apa yang lebih dominant, vaskuler, infeksi atau neuropatik, sehingga arah
pengelolaan pun dapat tertuju dengan lebih baik. Misalnya suatu ulkus gangrene
kalau factor mekanik yang dominant ( insensitive foot, S2 ), tentu koreksi untuk
Suatu klasifikasi lain yang juga sangat praktis dan sangat erat dengan
Untuk Stage 1 dan 2, peran pencegahan primer sangat penting, dan semuanya
dapat dikerjakan pada pelayanan kesehatan primer, baik oleh podiatrist / chiropodist
spesialistik.
Untuk Stage 5, apalagi stage 6, jelas merupakan kasus rawat inap, dan jelas
sekali memerlukan suatu kerja sama tim yang sangat erat, dimana harus ada dokter
bedah, utamanya dokter ahli bedah vascular / ahli bedah plastic dan rekonstruksi.
Untuk optimalisasi pengelolaan kaki diabetik, pada setiap tahap harus diingat
Metabolic control.
Vascular Control.
Education Control.
Wound Control.
pembedahan harus lebih cepat dan pemantauan selanjutnya harus lebih ketat
dibandingkan dengan infeksi pada non DM. kesan klinik menunjukan bahwa respon
pasien DM terhadap infeksi berbeda dengan non DM. pasien DM, lebih – lebih pada
usia lanjut, memberikan lebih sedikit petunjuk – petunjuk diagnosis terhadap infeksi
Pemilihan antibiotik untuk pasien DM sama dengan untuk non DM, hanya
perlu diingat bahwa infeksi pada DM, seperti pada gangren, seringkali merupakan
dianjurkan.
metabolisme pada pasien DM yang menderita infeksi tidak berbeda dengan pasien
pemberian tambahan insulin regular ( short acting insulin ) dengan atau tanpa NPH
Pemberian tambahan insulin tersebut berlaku baik untuk pasien DM yang sebelumnya
memang memerlukan insulin maupun yang tidak memerlukan insulin untuk kendali
insulin dapat sama atau mendekati kebutuhan sebelum infeksi. Kebutuhan insulin
AMPUTASI
Amputasi berasal dari kata “amputare” yang kurang lebih diartikan
“pancung”. Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh
sebagian atau seluruh bagian ekstremitas. Amputasi merupakan satu diantara
prosedur pembedahan tertua yang telah berlangsung sejak lebih dari 2000 tahun yang
lalu.1
Mayoritas amputasi dilakukan karena adanya sumbatan pada pembuluh darah
yang menuju ke kaki yang disebabkan oleh karena pengerasan pada dinding arteri
(aterosklerosis). Sumbatan ini menyebabkan insufisiensi suplai darah yang menuju ke
kaki. Karena diabetes menyebabkan pengerasan dinding arteri, maka sekitar 30-40%
amputasi dilakukan terhadap pasien diabetes. Pada pasien dengan diabetes dapat
timbul ulkus pada kaki dan sekitar 7% merupakan ulkus yang aktif. Ulkus bisanya
rekuren pada banyak penderita diabetes, sekitar 5-15% dari pasien-pasien diabetes
dengan ulkus pada akhirnya memerlukan tindakan amputasi. Pengerasan dinding
arteri kebanyakan terjadi pada laki-laki lansia yang merokok, maka mayoritas
tindakan amputasi karena penyakit vascular terjadi pada kelompok ini.1
Ketika pengerasan dinding arteri menimbulkan gangren dan nyeri yang hebat
dan berkepanjangan, maka amputasi mungkin merupakan pilihan pengobatan. Jika
amputasi tidak dilakukan, dapat menimbulkan adanya infeksi yang dapat mengancam
nyawa pasien. Kadang-kadang, tindakan by pass dapat mencegah dilakukannya
amputasi, tetapi tidak semua pasien dapat dilakukan operasi by pass. Sebelum
dilakukan amputasi, tungkai dapat menimbulkan masalah yang serius yaitu dengan
adanya infeksi dan nyeri yang dapat mengancam nyawa pasien.1
Amputasi sebagian kecil dilakukan terhadap pasien dengan tumor atau kanker,
hal tersebut biasanya terjadi pada pasien yang lebih muda.1
1. ANATOMI TUNGKAI
Fungsi utama tungkai adalah untuk menunjang tubuh dan menjadi tumpuan
sewaktu berdiri, berjalan dan berlari, mereka dikhususkan sebagai daya penggerak.
Kedua tulang paha di posterior bersendi melalui art. sacroiliaca yang kuat dan di
anterior bersendi melalui symphysis pubis. Akibatnya tungkai lebih kokoh dan dapat
menahan berat badan sewaktu berdiri, berjalan dan berlari. Setiap tungkai dapat
dibagi dalam regio glutealis, paha, lutut, kaki, pergelangan kaki dan kaki.5
Gambar 1.3 Bony Attachments of Muscles of Hip and Thigh: Anterior View2
Gambar 1.4 Bony Attachments of Muscles of Hip and Thigh: Posterior View2
Sebagai syarat
Gb.untuk menyelesaikan
Tulang jari kaki kepaniteraan klinik ilmu bedah 35
Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)
2. MASALAH
Salah satu kesulitan terbesar bagi seseorang yang menjalani operasi amputasi
adalah mengatasi stigma psikologis masyarakat yang berhubungan dengan hilangnya
salah satu anggota tubuh. Orang yang telah menjalani amputasi sering dipandang
sebagai individu tidak lengkap. Setelah penghapusan ekstremitas yang sakit dan
aplikasi prostesis yang sesuai, pasien dapat kembali menjadi anggota aktif masyarakat
dan mempertahankan gaya hidup yang independen.
Meskipun anggota tubuh yang sakit dapat dihilangkan cukup mudah,
menyelesaikan masalah dari ujung, perawatan tidak berakhir di sana. Operasi harus
dilakukan dengan baik untuk memastikan bahwa pasien dapat memakai prostesis
nyaman. Menyelamatkan sendi lutut meningkatkan upaya rehabilitatif dan
menurunkan pengeluaran energi yang dibutuhkan untuk ambulasi.7
Pasien harus belajar berjalan dengan kaki palsu, menerapkan dan menghapus
prostesis, peduli pada prostesis, kulit dan memantau adanya titik tekanan apapun,
ambulate pada medan yang sulit, dan menggunakan toilet di malam hari. Karena
Gambar 1.6 Superficial Nerves and Veins of Lower Limb: Anterior View2
kompleksitas isu-isu ini, tim pengobatan harus meliputi ahli bedah, dokter perawatan
primer, terapi fisik, sebuah prosthetist, dan pekerja sosial. 8,9
3. FREKUENSI
Di Amerika Serikat, 30,000-40,000 amputasi dilakukan setiap tahun. Ada
sekitar 1,6 juta orang yang hidup dengan kehilangan anggota tubuh pada tahun 2005;
perkiraan ini diperkirakan akan lebih dari dua kali lipat menjadi 3,6 juta orang pada
tahun 2050.6
Kebanyakan amputasi dilakukan untuk penyakit iskemik ekstremitas bawah.
Sebanyak 15-28% pasien mengalami amputasi ekstremitas kontralateral dalam waktu
3 tahun. Orang tua yang menjalani amputasi, 50% bertahan hidup dalam 3 tahun
pertama.
Pada tahun 1965, rasio amputasi di atas lutut (above-knee amputation/AKA) -2
Gambar 3.8 Femoral Nerve and Lateral Femoral Cutaneous Nerve
amputasi dibawah lutut (below-knee amputation/BKA) adalah 70:30. Seperempat
Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 36
Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)
abad kemudian, nilai mempertahankan sendi lutut dan kesuksesan yang lebih besar
dalam melakukan hal itu sehingga rasio menjadi 30:70.
4. ETIOLOGI
Amputasi ekstremitas bawah dapat dilakukan untuk alasan-alasan berikut : 1,2
1. Penyakit vaskular perifer (PVD) 13,14,15,16,17
Kebanyakan amputasi dilakukan adalah untuk penyakit iskemik,
terutama pada orang tua dengan diabetes mellitus. Pasien-pasien ini sering
mengalami neuropati perifer yang berkembang menjadi ulkus dan selanjutnya
gangren dan osteomielitis.
2. Trauma
Patah tulang terbuka yang parah (IIIc) dengan cedera pada arteri
poplitea dan nervus tibialis posterior dapat diobati dengan teknik-teknik
terkini, namun dengan biaya yang tinggi, dan beberapa pembedahan
diperlukan. Hasilnya sering merupakan kaki yang terasa sakit, nonfungsional,
dan kurang efisien daripada prosthesis.
3. Tumor
Amputasi jarang dilakukan dengan munculnya teknik-teknik
penyelamatan ekstremitas yang semakin maju.
4. Infeksi
Pengobatan sepsis dengan agen vasokonstriktor kadang-kadang dapat
menyebabkan sumbatan pembuluh darah dan selanjutnya dapat menjadi
nekrosis, sehingga perlu amputasi. Di lain waktu, eradikasi sumber infeksi
yang sulit menyebabkan dilakukannya amputasi untuk menghilangkan sumber
infeksi tersebut.
5. Defisiensi ekstremitas kongenital (Congenital limb deficiency)
Amputasi karena defisiensi ekstremitas kongenital dilakukan terutama
pada populasi pediatrik karena kegagalan pembentukan tungkai sebagian atau
komplit. Defisiensi ekstremitas kongenital telah diklasifikasikan sebagai
longitudinal, transversal, atau intercalary. Defisiensi radialis atau tibialis
Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 37
Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)
5. PATOFISIOLOGI
Amputasi ekstremitas bawah sering merupakan pilihan pengobatan untuk
ekstremitas yang tidak terekonstruksi dan fungsi yang kurang memuaskan. Amputasi
harus dilakukan dengan hati-hati dan dianggap sebagai prosedur rekonstruktif, mirip
dengan artroplasti total sendi panggul (total hip arthroplasty) atau mastektomi
(amputasi payudara), daripada sebuah prosedur ablatif.
Semakin tinggi level amputasi pada ekstremitas bawah, maka semakin besar
pengeluaran energi yang diperlukan untuk berjalan. Lihat gambar di bawah ini untuk
melihat tingkat amputasi7. Semakin proksimal level amputasi, maka semakin
berkurang kecepatan berjalan dan semakin besar konsumsi oksigen.
Amputation level Energy above baseline, % Speed, m/min Oxygen cost, mL/kg/m
Transfemoral 65 40 0.28
6. MANIFESTASI KLINIS
Pada pasien dengan PVD, diagnosis biasanya diketahui setelah pada individu-
individu ini dilakukan studi vascular dan diputuskna harus melakukna revaskularisasi.
Dengan adanya sumbatan pembuluh darah yang progresif dan neuropati, kaki menjadi
gangrene dan titik tekanan pada kaki tersebut lama-lama berubah menjadi ulkus dan
akhirnya menginvasi ke tulang. Selama dalam perawatan, diperlukan biaya terhadap
mahal langkah-langkah yang dilakukan dalam upaya untuk menyelamatkan ujung
Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 40
Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)
kaki individu tersebut, dan pasien kehilangna banyak waktu produktif yang berharga.
Pasien sering mengalami beberapa amputasi kaki dan multiple debridement, sering
kursi roda menjadi alternative untuk menghilangkan rasa sakit atau untuk
menghilangkan tekanan pada ekstremitas. Selain itu, pasien seringkali mengalami
selulitis karena venostasis atau nyeri yang menetap karena penyakit iskemik.
Untuk pasien trauma, amputasi mungkin terjadi akibat transeksi ekstremitas
langsung atau pada fraktur terbuka yang parah dengan cedera neurovaskular yang
unreconstructable. Tungkai yang terluka parah menyebabkan rekonstruksi yang
kurang fungsional dibandingkan dengan amputasi. Hal lain disebabkan karena
kegagalan upaya untuk memepertahankann anggota tubuh pasien tidak dapat
dilakukan sehingga meninggalkan pasien dalam kondisi kesakitan. Ekstremitas yang
diselamatkan sering memerlukan pengobatan berkepanjangan yang membutuhkan
psikologis yang baik pada pasien dan menyerap energi emosional yang signifikan.
Ekstremitas yang dihasilkan mungkin kurang fungsional dibandingkan dengan
pemakaian prosthesis.
Osteomyelitis dapat terjadi akibat dari penyakit sistemik atau patah tulang
terbuka. Kultur atau biopsi sering dapat digunakan untuk mengidentifikasi organisme
penyebab infeksi. Gas Gangren adalah infeksi yang sangat serius yang disebabkan
oleh spesies Clostridium, sering mengakibatkan amputasi. Infeksi Myonecrosis akibat
klostridiumi berkembang dengan cepat, dan pada pasien dapat bermanifestasi sebagai
rasa nyeri, sepsis, dan delirium. Pemeriksaan palpasi sering ditemukan secret
berwarna kecoklatan dan krepitasi dalam jaringan lunak.
Infeksi myonecrosis karena streptokokus berkembang lebih lambat dari
infeksi klostridium. Orang dengan diabetes mellitus sering mengalami infeksi yang
melibatkan infeksi polymicrobial yang termasuk kedalam mikrorganisme anaerob dan
Gram negatif.
Keganasan sering bermanifestasi sebagai rasa nyeri. Pasien sering dirujuk
untuk mengikuti pemeriksaan amputasi untuk tumor, setelah penyelamatan
ekstremitas tidak termasuk sebagai pilihan.
7. INDIKASI
Amputasi adalah pengobatan pilihan untuk penyakit pada tungkai dan cedera
ekstremitas bawah yang mana upaya menyelamatkan dan merekonstruksi
memerlukan waktu yang panjang, emosi dan finansial mahal, dan memiliki hasil yang
kurang memuaskan. Indikasi untuk penghapusan ekstremitas mencakup PVD, trauma,
tumor, infeksi, dan anomaly kongenital.
Indikasi utama untuk amputasi ekstremitas di Amerika Serikat adalah PVD.
Orang dengan diabetes mellitus meliputi 50% dari seluruh populasi dengan PVD.
Diperkirakan 65.000 amputasi ekstremitas bawah dilakukan untuk kelompok ini
setiap tahun. Amputasi ekstremitas untuk PVD dilakukan untuk infeksi tulang dan
jaringan lunka yang tidak terkendali, penyakit yang nonreconstructable dengan
kehilangan jaringan yang terus-menerus, atau rasa sakit yang tidak henti-hentinya
akibat iskemia otot.
Meskipun ada peralatan yang lebih aman dan perbaikan dalam operasi
menyelamatkan anggota tubuh telah dilakukan, kehilangan anggota tubuh akibat
trauma terus terjadi karena kecelakaan industri dan kecelakaan kendaraan bermotor.
Kecelakaan ini melibatkan fraktur terbuka dengan derajat yang lebih tinggi dengan
keterlibatan cedera saraf, kehilangan jaringan lunak, iskemia dan cedera
neurovaskular yang unreconstructable. Dalam kasus ini, mungkin pada awalnya
menyelamatkan ekstremitas dapat berhasil, tetapi hanya akan berakhir pada ujung
yang terinfeksi dan menyakitkan pasien yang mempengaruhi aktivitas kehidupan
sehari-hari dan pekerjaannya. Upaya menyelamatkan anggota tubuh sering dilakukan
Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 42
Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)
dengan hasil yang kurang baik, meninggalkan pasien dengan ekstremitas yang kurang
fungsional daripada prostesis dan mengakibatkan pasien kehilangan banyak waktu
untuk bekerja dan biaya dalam perawatan.
Tujuan dalam pengobatan tumor ganas tulang adalah membuang lesi dengan
risiko yang paling rendah untuk mengalami kekambuhan. Pembedahan penyelamatan
ekstremitas telah menggantikan peran amputasi sebagai pengobatan utama untuk
tumor tulang. Agar pembedahan tersebut dapat direkomendasikan, risiko
kekambuhan lokal harus sama dengan melakukan amputasi, dan anggota tubuh yang
diselamatkan harus dapat berfungsi dengan baik.
Anomaly dan malformasi tungkai congenital meliputi persentase yang kecil
untuk amputasi. Situasi ini dievaluasi secara individual karena anggota tubuh ini
sering dapat berfungsi dengan baik dan dapat digunakan manajemen orthotic atau
rekonstruksi anggota badan. Ketika mempertimbangkan amputasi, harus dipastikan
tindakan tersebut akan menghasilkan fungsi yang lebih baik daripada keadan pasien
dengan kondisi saat ini.
8. RELEVANSI ANATOMI
Pengetahuan tentang daerah penampang anatomi ekstremitas bawah
diperlukan untuk ligasi pembuluh darah dan untuk mengidentifikasi saraf utama
untuk reseksi tajam.
9. KONTRAINDIKASI
Keputusan untuk melakukan amputasi sering datang setelah semua pilihan
lain telah habis. Ini adalah keputusan akhir yang tidak dapat dibalikkan lagi jika
sudah dilakukan amputasi. Satu-satunya kontraindikasi untuk amputasi adalah
kesehatan yang buruk yang mengganggu kemampuan pasien untuk menerima obat-
obat anestesi dan pembedahan. Anggota badan sakit sering merupakan sumber utama
penyakit pasien yang mengarah kepada penurunan status kesehatan pasien.
Penghapusan ekstremitas yang berpenyakit diperlukan untuk menghilangkan toksin
sistemik dan menyelamatkan kehidupan pasien.
Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 43
Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)
10. PEMERIKSAAN
Pemeriksaan Laboratorium
Penyembuhan luka akibat amputasi menjadi perhatian yang serius karena
kebanyakan amputasi dilakukan pada sirkulasi pembuluh darah yang tidak adekuat.
Pemeriksaan laboratorium standar yang direkomendasikan tergantung pada kondisi
medis pasien. Studi laboratorium relatif terhadap penyembuhan luka adalah sebagai
berikut:
C-reactive protein (CRP): marker inflamasi ini merupakan indikator terhadap
adanya infeksi. Kadar CRP kurang dari 1,0 mg / L menunjukkan bahwa tidak
ada infeksi; lebih besar dari 8 mg / L menunjukkan infeksi signifikan.
Hemoglobin: hasil pengukuran hemoglobin yang lebih besar dari 10 g / dL
diperlukan. Darah yang banyak mengandung oksigen diperlukan untuk
penyembuhan luka.
Hitung limfosit absolut: Kurang dari 1500/μ/L menunjukkan defisiensi imun
dan peningkatan limfosit kemungkinan infeksi.
Kadar Albumin Serum: kadar 3,5 g / dL atau kurang menunjukkan malnutrisi
dan hilangnya kemampuan untuk penyembuhan luka.
Pada pasien dengan gangren yang tidak progresif, kondisi fisiologis yang
tidak memadai seperti yang ditentukan oleh pemeriksaan laboratorium ini perlu
dioptimalkan (misalnya, dengan obat oral atau melalui infus hiperalimentasi sebelum
amputasi untuk gizi buruk). Ketika infeksi sudah tidak progresif atau iskemik teratasi,
amputasi terbuka dapat dilakukan dan jaringan lunak dapat dibuat kemudian.
Pencitraan
Radiografi anteroposterior dan lateral dari ekstremitas yang terlibat
Tes lain
Pengukuran tekanan oksigen tarnscutaneus adalah pemeriksaan non-invasif
yang menilai tekanan parsial oksigen berdifusi melalui kulit. Pemeriksaan ini dapat
diterapkan untuk setiap area kulit utuh dan mencatat kapasitas pengiriman oksigen
dari sistem vascular18,19. Pengukuran tekanan oksigen transcutaneus diyakini yang
paling dapat diandalkan dan tes yang sensitif untuk penyembuhan luka.
Nilai lebih besar dari 40 mm Hg menunjukkan potensi yang baik untuk
penyembuhan luka. Nilai yang kurang dari 20 mm Hg menunjukkan potensi
penyembuhan yang buruk.
Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 45
Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)
11. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Sebuah pendekatan lintas disiplin harus diambil8,9. Pasien yang menjalani
amputasi harus dievaluasi untuk kognitif dan kemampuan fisik. Konsultasi dengan
ahli terapi fisik, pekerja sosial, dan mungkin seorang psikiater harus diperoleh untuk
menentukan potensi ambulatori pasien. Membiarkan pasien untuk berbicara dengan
seseorang yang telah mengalami amputasi juga dapat mempersiapkan pasien untuk
harapan masa depan dan menyediakan jawaban atas pertanyaan pasien mungkin tidak
dipertimbangkan.
Pasien dengan PVD harus dievaluasi oleh seorang ahli bedah vaskular untuk
menentukan kelayakan vaskular rekonstruksi. Konsultasi dengan spesialis internal
juga direkomendasikan untuk evaluasi pasien umum kesehatan medis dan segala
penyakit kardiovaskular, serta pengendalian diabetes mellitus, jika sesuai. Risiko
kematian berikut amputasi ekstremitas bawah pada pasien diabetes bisa tinggi Di
samping itu, banyak pasien dengan PVD sering kekurangan gizi dan mungkin
mempunyai tambahan iskemik jantung atau iskemik otak. Infeksi yang berkembang
pada pasien-pasien ini sering polymicrobial, dan antibiotik spektrum luas yang
direkomendasikan dalam hubungannya dengan debridement adalah antibiotic dengan
spectrum luas.16,20
Dalam myonecrosis klostridial infeksi, oksigen hiperbarik mungkin
diperlukan dalam kombinasi dengan antibiotik yang sesuai. Myonecrosis
streptokokus membutuhkan antibiotik yang sesuai dan eksisi otot yang terlibat.
Terapi Pembedahan
Telah dibuat kemajuan yang besar dalam hal penatalaksanaan trauma
ekstremitas bawah yang parah dan PVD. Revaskularisasi, fiksasi internal patah
Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 46
Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)
Amputasi Transmetatarsal
Insisi kulit dilakukan sedistal mungkin, dibuat flap dorsalis dan plantar. Otot
Fleksor dan ekstensor diangkat sebagai salah satu musculofascial flap. Pembuluh
darah diisolasi dan diligasi, dan saraf jari-jari dipisahkan, didistraksi, dan diligasi
pada tingkat yang lebih proksimal.
Osteoperiosteal flaps diangkat dari metatarsal pertama dan kelima. Metatarsal
ditranseksi dari dorsal ke plantar di sekitar 15º. Osteoperiosteal flaps dijahit end-to-
end dan kepada setiap metatarsal, meliputi (menutup) diaphysis yang terbuka. Fleksor
dan ekstensor dijahit satu sama lain melalui fasia, membentuk myoplasty. Jika
digunakan, turniket dilepaskan dan perdarahan dikendalikan. Penrose drain
ditempatkan untuk dekompresi hematoma.
Amputasi Transtibial
Informed consent diperoleh dari semua pasien. Pada pasien dengan residu
ekstremitas yang pendek, kemungkinan disarticulasi lutut atau amputasi di atas lutut
juga dibahas. Setiap usaha dilakukan untuk mempertahankan sendi lutut. Pasien
diposisikan telentang. Sebuah tonjolan di bawah pinggul dapat digunakan untuk
mengontrol rotasi ekstremitas, dan turniket diterapkan. Pada pasien dengan penyakit
vaskular, penggunaan turniket adalah pada dasar kebijaksanaan. Tidak ada perbedaan
dalam penyembuhan luka antara insisi anterior-posterior, oblik, atau insisi medial-
lateral.
Setelah irisan, menembus lapisan otot, kemudian membawa lebih proksimal,
dengan kompartemen anterior, lateral, dan posterior diidentifikasi dan terisolasi. Jika
panjang flap otot posterior digunakan untuk menutupi bagian anterior pada amputasi
primer, perawatan harus dilakukan untuk mempertahankan panjang otot
kompartemen posterior ini. Selama isolasi kompartemen otot, perawatan juga harus
dilakukan untuk mempertahankan lampiran fasia ke otot-otot untuk rekonstruksi
myoplastic.
Mengikuti isolasi kompartemen otot, struktur neurovaskular utama
diidentifikasi, dibebaskan dari jaringan parut, dan dipisahkan. Ini harus mencakup n.
tibialis, arteri, dan vena; n. peronealis superfisialis dan profunda, arteri dan vena
peroneal; n. suralis; dan nervus serta arteri saphena. Saraf yang diidentifikasi harus
ditranseksi setinggi mungkin dan diperbolehkan untuk menarik jaringan lunak. Arteri
dan saraf dipisahkan dan diligasi dalam cara terpisah.
Setelah diseksi jaringan lunak selesai, perhatian adalah berpaling kepada
struktur tulang. The periosteum diinsisi dari anterior ke posterior pada fibula dan
tibia. Dengan sudut 45°, osteoperiosteal flap diangkat ke medial dan lateral,
mempertahankan lampiran proksimal. Fragmen kortikal kecil yang tersisa dibiarkan
melekat pada periosteum.
Setelah flaps osteoperiosteal dibuat, setiap korteks tulang yang terekspos
direseksi pada tingkat yang sama, untuk memudahkan penjahitan dari osteoperiosteal
flaps. Ini memerlukan tidak lebih dari 1,5-2 cm dari tulang untuk reseksi. Medial
tibial flap dijahit ke lateral fibular flap, dan lateral tibial flap dijahit ke medial fibula
flap, mengakibatkan struktur mirip tabung.
Pada sisa ekstremitas yang pendek atau sangat pendek, graft osteoperiosteal
diambil dari proksimal tibia, ekstremitas kontralateral, atau krista iliaka untuk
mempertahankan panjang tulang. Ini mungkin juga dilakukan pada setiap panjang
sisa ekstremitas. Para penulis telah menggunakan free osteoperiosteal grafts yang
diambil dari tungkai yang dipotong pada amputasi primer tanpa kesulitan dan dengan
pembentukan synostosis yang lengkap.
Amputasi Transfemoral
Pasien diberitahu mengenai risiko dan komplikasi bedah. Semua upaya
dilakukan untuk mempertahankan panjang sisa ekstremitas, untuk menghindari
perlunya peningkatan pengeluaran energi. Dalam rekonstruksi sekunder, laporan
operasi sebelumnya harus ditinjau ulang dan perhatian harus diarahkan ke arah
perawatan otot dan saraf, yang dapat membantu dalam eksposur dan pembedahan.
Ekstremitas disiapkan dalam cara yang standar. Sebuah turniket mungkin tidak selalu
layak, dan turniket steril dapat digunakan. Sebuah tonjolan diletakkan di bawah
pinggul dari ekstremitas yang terlibat untuk membantu mengontrol rotasi. Insisi
sebelumnya diidentifikasi dan digunakan, jika diperlukan.
Dilakukan pembedahan menembus lapisan otot. Otot-otot sering mengalami
retraksi dan atrofi, sehingga diperlukan diseksi proksimal dan identifikasi. Adduktor,
abductor, quadrisep, dan hamstring terisolasi dalam kelompok masing-masing.
Penutup fasia dipertahankan untuk myoplasty berikutnya. Struktur neurovaskular
diidentifikasi dan diisolasi secara terpisah. Memisahkan saraf dari arteri penting.
Dengan cara ini, iritasi pulsatil saraf dapat dihindari.
Saraf tungkai dimobilisasi oleh diseksi tumpul ditranseksi pada tingkat yang
lebih tinggi, sehingga terjadi retraksi ke jaringan lunak sekitarnya. Jika turniket telah
digunakan, mungkin akan dirilis untuk mengevaluasi pendarahan. Struktur vaskular
sering rapuh dan harus ditangani dengan hati-hati untuk menghindari retraksi
proksimal. Arteri dan vena yang terkait diligasi secara terpisah untuk menghindari
hubungan arteri-vena.
Pascaoperasi Details
Dressing dan perawatan pasca-operasi berbeda-beda, masing-masing dengan
keuntungan dan kerugian. Ada 4 jenis dressing pascaoperasi tersedia, sebagai berikut:
Soft dresing: tidak mengontrol edema pascaoperasi.
Dressing dengan pressure wrap: dressing jaringan lunak dengan compression
wrap memerlukan pemerataan tekanan untuk menghindari kemungkinan
terjadinya strangulasi
Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 51
Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)
Follow Up
Dua minggu setelah operasi, latihan kontraksi otot dan desensitisasi progresif
dari ekstremitas sisa dapat dimulai. Desensitisasi dimulai dengan handuk untuk
tekanan sisa ekstremitas distal, dan distal-end bearing dimulai pada struktur lembut
(biasanya tempat tidur).
Prostetik manajemen dimulai 6 minggu setelah operasi, tergantung pada
kondisi ekstremitas dan luka. Beberapa pasien tidak menginginkan prostesis karena
kurang keseimbangan, lemah, atau gangguan kognitif. Maka penggunaan permanen
tidak dianjurkan pada pasien ini.
12. KOMPLIKASI
Hematoma
Hematoma dapat menghambat proses penyembuhan dari luka dan merupakan
tempat berkembang biak kuman. Pembentukan hematoma dapat dicegah
dengan perawatan perdarahan, penggunaan drain. Bila ditemukan hematoma
dapat dilakukan aspirasi dan dekompresi.
Infeksi
Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 52
Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)
tahun. Tingkat kematian yang tinggi ini menciptakan kesulitan dengan tindak lanjut
dan dokumentasi hasil fungsional, dan studi sangat minim dan sebagian besar tidak
lengkap.
Dalam tinjauan untuk membantu dalam pengelolaan pasien, Matsen et al
mencoba untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan hasil
amputasi. Faktor-faktor yang muncul untuk mempengaruhi persepsi pasien termasuk
kondisi ekstremitas kontralateral; kenyamanan residual ekstremitas; kenyamanan,
fungsi, dan tampilan prostesis; faktor-faktor sosial, dan kemampuan untuk
berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan rekreasi. Gangguan emosional dan fisik adalah
gangguan stress pascatrauma (posttraumatic stress disorder), disfungsi seksual, dan
depresi. Untuk 25-35% dari pasien yang mengalami depresi, konsultasi yang sesuai
harus diperoleh
STATUS PASIEN
ANAMNESIS
Nama : Tn. Ruslan
No R.M : 179371
Umur : 40 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Status perkawinan : Kawin
Pekerjaan : -
Suku : Bugis
Agama : Islam
Alamat : Jl. Dusun Siddo, Soppeng Riaja Kab.Barru.
ANAMNESE PENYAKIT
Keluhan Utama : luka pada tungkai bawah sebelah kiri
Anamnesis : Nyeri pada luka di betis di alami kurang lebih 1 bulan yang
lalu , lukanya bernanah awalnya seperti luka melepuh
namun lama kelamaan memberat. Ada riwayat
debridement 2 kali ada riwayat DM type II sejak 6 tahun
yang lalu, Hipertensi disangkal (-). Riwayat penyakit lain
di sangkal. BAK Lancar, BAB baik.
ANAMNESE ORGAN
Jantung : Sesak napas : - Edema : -
Angina pektoris : - Palpitasi : -
Lain-lain :
Sal. Pernapasan : Batuk-batuk : - Asma, bronkitis : -
Dahak : - Lain-lain : -
Sal. Pencernaan : Nafsu makan : - Penurunan BB : +
Keluhan menelan : - Keluhan defekasi : -
Keadaan Penyakit
Pancaran wajah : lemah
Sikap paksa : -
Refleks fisiologis : +/+ Normal
Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 56
Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)
Refleks patologis : -
Anemia (-), Ikterus (-), Dispnu (-)
Sianose (-), Udem (-), Purpura (-)
Turgor kulit : Baik
TB : 167 cm
BB : 60 kg
Keadaan Gizi
BB
RBW = 100%
TB 100
RBW = 60 X 100 %
167 - 100
= 89,55 %
Kesan : Normal
KU/KP/KG : Sedang/Sedang/baik
STATUS LOKALISATA
KEPALA
Mata : Konjunktiva palpebra pucat (-), ikterus (-), pupil : isokor
Refleks cahaya direk (+/+ ) indirek (+/+) .
Telinga : Tidak ada kelainan
Hidung : Tidak ada kelainan
Mulut : Lidah : Tidak ada kelainan
Gigi geligi : Tidak ada kelainan
Tonsil/Faring : Tidak ada kelainan
LEHER
Struma : Tidak membesar,
Pembesaran kelenjar limpe (-)
TORAK DEPAN
Inspeksi
Bentuk : Simetri fusiform.
Pergerakan : Simetris ka = ki.
Palpasi
Nyeri tekan : -
Fremitus suara : Ka = ki.
Iktus : ICR V 1 cm medial LMCS
Perkusi
Paru : Sonor pada kedua lapangan paru
Batas paru – hati R/A : ICR V dektra, peranjakan 1 cm
Jantung
Batas atas jantung : ICR III Sinistra.
Batas kiri jantung : ICR V 1cm medial LMCS.
Batas kanan jantung : Linea parasternalis Dekstra.
Auskultasi
Paru
Suara pernafasan : Vesikuler seluruh lapangan paru.
Suara tambahan : -
Jantung
M1 > M2, P2 > P1, A2 > A1, A2 > P1, desah sistolis (-)
Desah diastolis (-)
HR : 70 x/menit, reg, intensitas : cukup.
TORAKS BELAKANG
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Stem fremitus ka =ki.
HATI
Pembesaran : -
Permukaan : -
Pinggir : -
Nyeri tekan : -
LIMPA
Pembesaran : -
GINJAL
Ballotement : -
Perkusi : Timpani
Pekak hati : +
Pekak beralih : -
Auskultasi
Peristaltik usus : + Normal
Lain-lain : -
PINGGANG
Nyeri ketok sudut kosto vertebra : (-)
DAFTAR PUSTAKA
14. Sheehan P, Edmonds M, Januzzi JL Jr, et al, for the Consensus Panel of the
American Diabetes Association. Peripheral arterial disease in people with
diabetes. Diabetes Care. Dec 2003;26(12):3333-41.
15. Carter SA, Tate RB. The value of toe pulse waves in determination of risks
for limb amputation and death in patients with peripheral arterial disease and
skin ulcers or gangrene. J Vasc Surg. Apr 2001;33(4):708-14.
16. Reiber GE, Boyko EJ, Smith DG. Lower extremity foot ulcers and amputation
in diabetes. In: Harris MI, Cowie CC, Stern MP, et al, eds. Diabetes in
America. 2nd ed. Bethesda, Md: National Diabetes Data Group, National
Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases; 1995:409-28.
17. Burgess EM, Matsen FA 3rd, Wyss CR, Simmons CW. Segmental
transcutaneous measurements of PO2 in patients requiring below-the-knee
amputation for peripheral vascular insufficiency. J Bone Joint Surg
Am. Mar 1982;64(3):378-82.
18. Wyss CR, Harrington RM, Burgess EM, Matsen FA 3rd. Transcutaneous
oxygen tension as a predictor of success after an amputation. J Bone Joint
Surg Am. Feb 1988;70(2):203-7.
19. Misuri A, Lucertini G, Nanni A, Viacava A, Belardi P. Predictive value of
transcutaneous oximetry for selection of the amputation level. J Cardiovasc
Surg (Torino). Feb 2000;41(1):83-7.
20. Tseng CH, Chong CK, Tseng CP, et al. Mortality, causes of death and
associated risk factors in a cohort of diabetic patients after lower-extremity
amputation: a 6.5-year follow-up study in
Taiwan. Atherosclerosis. Mar 2008;197(1):111-7.
21. Baumgartner R. The Surgery of Arm and Forearm Orthop Clin N Am
1981;12:805.
22. Sloane, ethan. Anatomi dan fisiologi Jakarta: EGC. 2003.
23. Lagaard SW, McElfresh EC, Premer RF. Gangrene of the Upper Extremity in
Diabetic Patients. J Bone Joint Surg 1989;71A:257.
24. Chapman’s orthopaedic surgery, 3rd ed. 2001. Lippincott Williams & Wilkins.
Sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik ilmu bedah 62
Fakultas Kedokteran - Universitas Muslim Indonesia - Makassar 2020
Abovee Knee Amputation ec Diabetes Melitus Tipe 2 (Syahrul el Ghufron)