Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA Tn.

M DENGAN
DIABETES MELITUS TIPE II DI RUMAH SAKI UMUM
CUT MEUTIA ACEH UTARA

Untuk Memenuhi Tugas Praktek Klinik


Stase Keperawatan Medikal Bedah Profesi Ners

Disusun Oleh:
AMALIA FAJRINA
NIM. 2214901060

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS


KESEHATAN TEKNOLOGI DAN SAINS
UNIVERSITAS BUMI PERSADA LHOKSEUMAWE
2022/2023
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Praktek Klinik Keperawatan Stase Anak dengan Asuhan


Keperawatan Medikal bedah Pada Tn. M dengan Diabetes Melitus Tipe II di
Rumah Sakit Cut Meutia Lhoksemawe, telah disusun oleh Amalia Fajrina,
NIM: 2214901060 dari Prodi Pendidikan Profesi Ners Fakultas Kesehatan
Teknologi dan Sains Universitas Bumi Persada Lhokseumawe TA.2022/2023 di
Rumah sakit Cut Meutia Lhoksemawe Rumah Sakit Cut Meutia Lhoksemawe.

Telah disetujui pada tanggal … /…/…

Dosen Pembimbing Preceptor Klinik

( ) ( )

Mengetahui,
Ka. Prodi Pendidikan Profesi Ners

(Ns. Linur Steffi Harkensia, M.Kep)


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kepada Allah SWT, karena atas anugerah-Nya tugas Asuhan
Keperawatan Anak yang berjudul “Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dengan
Diabetes Melitus Tipe II pada Tn. F di Rumah sakit Cut Meutia Lhoksemawe
Rumah Sakit Cut Meutia Lhoksemawe” ini dapat selesai.
Adapun tujuan penyusunan asuhan keperawatan ini adalah untuk
memenuhi tugas stase Keperawatan Medikal Bedah.
Namun saya menyadari bahwa dalam penyusunan laporan pendahuluan ini
masih terdapat banyak kekurangan, karena itu saya sangat mengharapkan berbagai
kritik dan saran yang membangun sebagai evaluasi demi penyempurnaan asuhan
keperawatan ini selanjutnya.
Semoga laporan Asuhan Keperawatan ini dapat bermanfaat. Terimakasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Banda Aceh,
November 2023

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes Melitus merupakan penyakit yang di identifikasi dengan
terbentuknya hiperglikemia serta kendala metabolisme pada karbohidrat,
lemak, serta protein yang dikaitkan dengan kelainan secara mutlak maupun
relatif dari proses kerja maupun dari proses sekresi insulin. Indikasi yang
dialami oleh pengidap penyakit Diabetes Melitus ialah poliuria, polidipsia,
polifagia, pengurangan berat tubuh, dan kesemutan (Fatimah, 2015).
Penyakit Diabetes Melitus suatu penyakit yang bisa menimbulkan
penyakit yang lainnya (komplikasi). Permasalahan komplikasi dari penyakit
Diabetes Melitus pada beberapa orang mungkin akan berbeda- beda.
Komplikasi dari Diabetes Melitus bisa dipecah menjadi 2 jenis mayor, ialah
komplikasi metabolik kronis serta komplikasi kronik jangka panjang
(Octaviana Wulandari, 2013).
Salah satu komplikasi dari Diabetes Melitus merupakan neuropati, yang
mengakibatkan berkurangnya sensasi di kaki (nyeri akut) serta sering
berhubungan dengan luka atau cedera pada kaki. Neuropati perifer
menimbulkan hilangnya sensasi di wilayah distal kaki yang memiliki resiko
besar akan terbentuknya ulkus kaki serta kemungkinan untuk diamputasi. Luka
atau cedera yang mencuat secara otomatis ataupun sebab trauma bisa
menimbulkan Luka terbuka yang sanggup menciptakan gas gangren yang
berdampak terbentuknya osteomielitis di sertai nyeri akut pada lokasi infeksi
(Fitria et al., 2017).
Masalah-masalah muncul yang sering dirasakan oleh penderita Diabetes
melitus tipe 2 bisa diminimalkan bila penderita mempunyai pengetahuan serta
keahlian dan upaya untuk melaksanakan pengontrolan terhadap penyakitnya.
Peran perawat selaku edukator sangat diperlukan oleh penderita Diabetes
Melitus sebab Diabetes Melitus ialah penyakit kronis yang membutuhkan sikap
atau inisiatif penanggulangan mandiri yang individual seumur hidup (Fahra et
al., 2017).
Bedasarkan uraian latar belakang diatas penulis ingin mendapatkan
gambaran dalam “Asuhan Keperawatan Pada Tn. M dengan Diabetes Melitus
Tipe 2 di Rumah Sakit Cut Meutia Lhokseumawe”.

B. Tujuan Umum dan Khusus


1. Tujuan Umum
Mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada Tn. M dengan masalah
utama diabetes melitus tipe 2 di Rumah sakit Cut Meutia Lhoksemawe
Rumah Sakit Cut Meutia Lhoksemawe

2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui konsep dasar medis dan keperawatan pada kasus diabetes
melitus tipe 2
b. Mengetahui dan melaksanakan pengkajian pada pasien Tn. M dengan
diabetes melitus tipe 2.
c. Menyusun analisa data pada pasien Tn. M dengan diabetes melitus
tipe 2.
d. Menegakkan diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien Tn. M
dengan diabetes melitus tipe 2.
e. Menentukan intervensi keperawtan yang akan dilakukan pada pasien
Tn. M dengan diabetes melitus tipe 2.
f. Melaksanakn implementasi untuk mengatasi masalah keperawatan
yang timbul pada pasien Tn. M dengan diabetes melitus tipe 2
g. Melakukan evaluasi keperawatan pada pasien Tn.M dengan
diabetes melitus tipe 2.
BAB II
TINJAUAN TEORI (KASUS PENYAKIT)

A. Definisi
Diabetes Melitus adalah hambatan yang terjadi pada metabolisme secara
genetik serta secara klinis tercantum heterogen dengan indikasi adanya
kehilangan toleransi karbohidrat. Diabetes Melitus merupakan gangguan
metabolik yang terjadi akibat adanya ketidakmampuan dalam mengoksidasi
karbohidrat, adanya hambatan pada mekanisme insulin, dan ditandai dengan
hiperglikemia, glikosuria, poliuria, polipdisi, polifagia, asidosis yang sering
menimbulkan sesak napas, lipemia, ketonuria serta berakhir hingga koma
(Sya’diyah et al., 2020).
Diabetes Melitus adalah sekumpulan gejala dari hambatan metabolik
yang dapat diketahui secara spesifikasi adanya kadar gula darah di atas
normal sehingga dapat mempengaruhi metabolisme pada karbohidrat, lemak
serta protein yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Diabetes Melitus adalah
salah satu permasalahan penyakit yang serius di seluruh dunia sebab penyakit
diabetes melirus cenderung mengalami kenaikan kasusnya seiring berjalannya
waktu (Nurayati & Adriani, 2017).

B. Etiologi
Menurut (PB PERKENI, 2015) berlandaskan pada asal mula yang
mendasari kemunculannya, Diabetes Melitus terbagi menjadi beberapa
kategori, yakni:
a. DM Tipe 1
Salah satu faktor pemicu Diabetes Melitus Tipe 1 ialah destruksi sel beta
dan defisiensi insulin absolut seperti penyakit auto-imun (tidak
berfungsinya sistem imunitas tubuh) dan idiopatik (penyebab yang tidak
diketahui) yang mengganggu proses sekresi insulin terutama sel β pada
pankreas yang terjadi secara menyeluruh. Oleh sebab itu, pankreas akan
kehilangan kemampuannya dalam memproduksi serta melepaskan insulin
yang dibutuhkan oleh tubuh.
b. DM Tipe 2
Diabetes Melitus tipe 2 diakibatkan oleh campuran, seperti resistensi
insulin dan disertai defisiensi insulin relatif. DM tipe 2 umumnya disebut
dengan diabetes life style sebab tidak hanya aspek genetik saja yang bisa
mempengaruhi namun bisa juga diakibatkan oleh pola gaya hidup yang
tidak sehat.
c. Tipe lain
Diabetes tipe lain diakibatkan oleh kondisi ketika glukosa dalam darah di
atas normal yang faktor pencetusnya meliputi sindrom genetik,
endokrinopati, insiufisiensi eksokrin pankreas, induksi obat ataupun zat
kimia, akibat imunologi yang kurang, infeksi dan lain sebagainya.
d. Diabetes Gestasional/Diabetes Kehamilan
Diabetes gestasional merupakan diabetes yang terjadi ketika baru
mengalami kehamilan yang pertama atau diabetes yang kemungkinan
muncul pada saat masa kehamilan. Umumnya diabetes ini dapat diketahui
pada minggu ke-24 (bulan keenam). Diabetes ini biasanya akan
menghilang setelah melahirkan.

C. Manifestasi Klinis
Menurut (Nugroho, 2015) secara umum ada beberapa manifestasi klinik
yang terdapat pada penderita diabetes melitus, yaitu :
a. kadar glukosa dalam darah tinggi ( Hiperglikemia).
Glukosa dalam darah yang tinggi pada penderita diabetes melitus biasanya
diatas 200 mg/dL.
b. Poliuria (sering buang air kecil)
Poliuria akan terjadi bila ginjal memproduksi air kemih dalam jumlah yang
melampaui batas normal atau berlebihan, sehingga penderita diabetes
melitus merasakan keinginan berkemih dalam frekuensi yang berlebih.
c. Polidipsi (sering haus)
Polidipsi biasanya ditandai dengan mulut kering yang diakibatkan oleh
adanya poliuri, sebab penderita diabetes melitus sering merasakan haus
yang berlebihan sehingga penderita akan banyak minum.
d. Polifagia (makan berlebihan)
Polifagia biasanya dapat disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya
terjadi karena sejumlah besar kalori yang terserap ke dalam air urine,
sehingga penderita diabetes melitus akan mengalami degradasi berat
badan, maka dari itu penderita biasanya merasakan lapar yang berlebih
sehingga banyak makan.
Bermacam keluhan lain bisa ditemui pada penderita diabetes melitus.
Kecurigaan terhadap adanya diabetes melitus perlu diwaspadai apabila ada
keluhan lain yang berupa: kelemahan tubuh, kesemutan, gatal, pandangan
mata kabur, penurunan berat badan yang tidak bisa dipaparkan sebabnya dan
disfungsi ereksi pada laki-laki, serta pruritus vulvae pada perempuan
(PERKENI, 2011).

D. Patofisiologi
Dalam proses patofisiologi diabetes melitus tipe 2 ada sebagian kondisi
yang turut serta berperan yaitu: resistensi insulin dan disfungsi sel β pankreas.
Diabetes melitus tipe 2 tidak diakibatkan oleh terbatasnya sekresi insulin,
akan tetapi akibat sel sel target insulin gagal atau ketidakmampuan dalam
merespon insulin secara normal. Kondisi ini umum disebut sebagai “resistensi
insulin”. Resistensi insulin sebagian besar terjadi akibat dari obesitas dan
minimnya aktivitas fisik serta proses dari penuaan. Pada penderita diabetes
melitus tipe 2 bisa saja terjadi produksi glukosa hepatik yang mungkin
berlebihan tetapi tidak terjadi kerusakan pada sel-sel β langerhans secara
autoimun seperti diabetes melitus tipe 2. Defisiensi fungsi insulin khususnya
pada penderita diabetes melitus tipe 2 hanya bersifat relatif serta tidak
absolut.
Berawal pada perkembangan diabetes melitus tipe 2, sel B menandakan
adanya gangguan pada sekresi insulin fase awal, dalam artian sekresi insulin
gagal dalam mengkompensasi resistensi insulin. Jika tidak ditanggulangi
dengan baik, pada perkembangan berikutnya dapat terjadi kerusakan sel B
pankreas. Kerusakan sel B pankreas seiring berjalannya waktu dapat
menyebabkan penuruna produksi insulin, maka dari itu penderita diabetes
melitus memerlukan insulin eksogen. Penderita diabetes melitus tipe 2 pada
umumnya sering diakitkan dengan dua faktor yang menyertainya, yaitu
resistensi insulin dan defisiensi insulin (Fatimah, 2015).
Kondisi awal dari diabetes tipe 2 ialah terbentuknya resistensi insulin
serta hiperinsulinemia. Tetapi dengan berjalannya waktu, mekanisme
kompensasi ini tidak lagi bisa menahan progresifitas penyakit ini, sehingga
timbul diabetes tipe 2. Tetapi pada kebanyakan pengidap diabetes tipe 2
terbentuknya suatu kondisi yang kompleks antara sekresi insulin serta
resistensi insulin dan besarnya menyerupai derajat hiperglikemia. Apabila sel
B pankreas tidak bisa memproduksi sekresi insulin dengan kapasitas yang
memadai sepadan sesuai dengan resistensi insulin maka dapat menimbulkan
hiperglikemia. Pada sebagian penyandang diabetes tipe 2, timbulnya
kerusakan pada sel B dapat dimanifestasikan sebagai bagian dari permulaan
terganggunya sekresi insulin. Resistensi insulin terbentuk akibat dari
gangguan pada sekresi insulin. Namun, pada kebanyakan penyandang
diabetes tipe 2, kendala sensitivitas insulin serta sekresi insulin secara
bersamaan menimbulkan intoleransi glukosa yang terjadi secara berkala
(Tjandrawinata, 2016).
Diabetes melitus tipe 2 ditandai dengan defisiensi insulin sebagai akibat
dari resistensi insulin, kurangnnya produksi insulin, dan terjadi kerusakan sel
beta pankreas. Hal ini dapat menimbulkan penurunan konsentrasi dalam
pelepasan glukosa ke hati, sel otot, serta sel lemak. Kemungkinan lain terjadi
peningkatan proses pemecahan lemak dan terjadilah hiperglikemia. Ketidak
berfungsinya sel alfa yang terjadi akibat gangguan dari kerusakan toleransi
glukosa dalam darah dikenal sebagai proses fisiologis yang mengakibatkan
penyakit diabetes melitus (B. Olokoba et al., 2012).
E. Pathway

F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Soelistijo et al., 2015) dalam menentukan diagnosis diabetes
melitus harus dilakukan pemeriksaan dasar yaitu kadar glukosa darah.
Pemeriksaan glukosa darah yang disarankan merupakan pemeriksaan glukosa
secara enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Hasil peninjauan dari
pengobatan yang dapat dilakukan denganmemanfaatkan pemeriksaan glukosa
darah kapiler dengan glukometer. Diagnosis tidak boleh ditegakkan hanya
berdasarkan adanya glukosuria saja.
Hasil pemeriksaan yang belum termasuk dalam kriteria normal atau
kriteria diabetes melitus dapat dikategorikan ke dalam kelompok risiko tinggi
yang meliputi: toleransi glukosa terganggu (TGT) antara 140-199 mg/dL dan
glukosa darah puasa terganggu (GDPT) 100-125 mg/dL.
Dalam pemeriksaan untuk memastikan diagnosis diabetes melitus dapat
dilakukan dengan beberapa pemeriksaan yaitu :
a. Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT): Hasil pemeriksaan
glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL.
b. Toleransi Glukosa Terganggu (TGT): Hasil pemeriksaan glukosa
plasma 2 jam setelah TTGO ≥ 200 mg/dL.
c. Diagnosis diabetes melitus dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil
pemeriksaan HbA1c yang menunjukkan angka ≥ 6,5 %.
Glukosa Darah Glukosa Plasma 2
HbA1c (%) Puasa (mg/dL) jam setelah TTGO
(mg/dL)
Diabetes ≥ 6,5 ≥ 126 ≥ 200
Risiko 5,7 – 6,4 100 – 125 140 – 199
tinggi
Normal < 5,7 < 100 < 140
Kadar tes laboratorium darah untuk diagnosis diabetes (PB PERKENI, 2015).
Pemeriksaan Penyaring juga ditempuh dalam menetapkan diagnosis
Diabetes Melitus Tipe 2 dan pada kelompok risiko tinggi yang tidak
menunjukkan indikasi dari diabetes melitus yaitu kategori kelompok dengan
Indeks Massa Tubuh (IMT) ≥ 23 kg/m2 yang berpotensi akan
menimbulkan satu ataupun lebih faktor resiko dan usia > 45 tahun tanpa
faktor risiko.
Pada kondisi yang tidak memungkinkan ataupun tidak tersedianya sarana
dalam pemeriksaan TTGO. Maka pemeriksaan penyaring dilakukan dengan
mengunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler, pemeriksaan ini
diperbolehkan untuk menentukan diagnosis diabetes melitus. Dalam hal ini
maka perlu diperhatikan adanya perbedaan dari hasil pemeriksaan glukosa
darah plasma vena dan glukosa darah kapiler, seperti pada tabel 2 di bawah
ini.
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar Plasma < 100 100 - 199 ≥ 200
glukosa vena
darah Darah
sewaktu kapiler < 90 90 - 199 ≥ 200
(mg/dL)
Kadar Plasma < 100 100 - 125 ≥ 126
glukosa vena
darah puasa Darah < 90 90 - 99 ≥ 100
(mg/dL) kapiler
Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa (PB PERKENI, 2015)

Menurut (Rahmasari & Wahyuni, 2019) uji diagnostik diabetes melitus


dilakukan pada sesorang yang menandakan adanya gejala dan tanda diabetes
melitus, sebaliknya pemeriksaan penyaring dilakukan untuk mengidentifikasi
yang tidak bergejala, yang memiliki resiko diabetes melitus. Serangkaian uji
diagnostik dilakukan untuk mengidentifikasi hasil pemeriksaan penyaring
yang positif dalam memastikan diagnosis definitif. Pemeriksaan penyaring
biasa dilakukan menggunakan pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau
kadar glukosa darah puasa, selanjutnya bisa dilakukan Tes Toleransi Glukosa
Oral (TTGO).

G. Komplikasi
Menurut (Lotfy et al., 2016) ada beberapa ringkasan terkait komplikasi
diabetes dengan menyebutkan indikasi akibat hiperglikemia pada berbagai
jenis sel di tubuh sebagai berikut:
a. Sistem saraf pusat dan perifer
Meliputi: Stroke otak, Neuropati otonom, Neuropati perifer (Disfungsi
motorik & sensorik)
b. Mata
Meliputi: Retinopati, Katarak, Kebutaan
c. Sistem kardiovaskular
Meliputi: Kardiomiopati, Infark miokard, Aterosklerosis, Hipertensi,
Disfungsi sel endotel
d. Rongga mulut
Meliputi: Penyakit mulut (Karies, gingivitis, kelainan periodontal, infeksi)
e. Sistem ginjal
Meliputi: Nefropati, Proteinuria, Glukosuria, Gagal ginjal
f. Sistem pencernaan
Meliputi: Pengosongan lambung yang tertunda, Diare, Sembelit,
Dispepsia, Insufisiensi kelenjar eksokrin
g. Sistem kelamin
Meliputi: Impotensi, Disfungsi seksual, Disfungsi urogenital
h. Kulit dan jaringan lunak
Meliputi: Gangguan penyembuhan luka, Infeksi kulit
i. Tulang
Meliputi: Osteopenia, patah tulang
j. Kaki
Meliputi: Ulserasi kaki, amputasi kaki

H. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


Menurut (Soelistijo et al., 2015) penatalaksanaan baik secara medis
maupun keperawatan dilakukan untuk meningkatkan derajat kualitas hidup
penderita diabetes melitus, dalam proses penatalaksanaan secara umum
mempunyai tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Tujuan jangka pendek
yaitu utnuk memperbaiki kualitas hidup, meminimalisir risiko terjadinya
komplikasi dan mengurangi keluhan diabetes melitus, sedangkan tujuan
jangka panjang yaitu untuk mencegah dan menghambat progesivitas
kerusakan pada pembuluh darah, serta bertujuan untuk mengurangi angka
morbiditas dan mortalitas diabetes melitus.
Dalam penatalaksanaan terhadap pasien diabetes melitus sering di kenal
dengan istilah 4 pilar sebagai acuan untuk mencegah ataupun untuk
mengontrol proses perjalanan penyakit dan terjadinya komplikasi, 4 pilar
tersebut meliputi edukasi, terapi nutrisi, aktivitas fisik dan terapi
farmakologis. Selain itu, untuk mengukur sejauh mana keberhasilan dalam
proses penatalaksanaannya maka perlu dilakukan pengontrolan kadar glukosa
darah atau kadar hemoglobin yang terglikosilasi (HbA1c) sebagai indikator
penilaiannya (Putra, I. W. A., & Berawi, 2015).
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pengkajian
Hasil pengkajian pada kasus ditemukan data adanya gejala yaitu
mengalami ketidakstabilan kadar glukosa darah, nyeri pada pangkal paha
hingga kaki bagian kiri dengan intensitas, frekuensi skala 3. Selanjutnya
Tn. M memiliki hasil GDS: 293 mg/dl. Tn. M memiliki letak luka pada
telapak kaki sebelah kiri dengan panjang luka 3 cm, luas luka 1 cm,
kedalaman luka 3 cm, warna dasar luka kuning/ sloughy, dan tipe cairan/
eksudat purulent (kental mengandung nanah). Tn. M tidak mengalami
mual sehingga Tn. M selalu menghabiskan makanannya. Namun, Tn. M
mengalami konstipasi sejak mengkonsumsi rutin obat Glimepidine.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang keperawatan yang muncul pada Tn. M tersebut ialah
Nyeri Akut b/d agen pencedera fisilogi, ketidakstabilan kadar glukosa
darah b/d resistensi insulin, gangguan integritas kulit/jaringan neuropati
mayor dan minor.
3. Perencanaan
Perencanaan yang digunakan dalam kasus pada kedua pasien dengan teori
hampir semua intervensi setiap diagnosa dapat sesuai dengan kebutuhan
pasien.
4. Implementasi
Pelaksanaan tindakan kasus ini di laksanakan sesuai dengan
intervensi yang sudah dibuat, sesuai dengan kebutuhan kedua pasien
dengan Diabetes Melitus Tipe II.
5. Evaluasi
Akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan
keperawatan yang diberikan. Pada evaluasi yang penulis lakukan pada
Tn. M berdasarkan kriteria yang penulis susun terdapat 1 diagnosa
keperawatan yang telah teratasi dengan baik sesuai rencana yaitu nyeri
akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis.

B. Saran
1. Bagi institusi
Menjadikan karya tulis ilmiah yang telah penulis susun sebagai referensi
dalam dunia pendidikan untuk membantu dalam penyusunan asuhan
keperawatan dengan kasus diabetes mellitus tipe 2.
2. Bagi lahan praktek
Hasil asuhan yang sudah diberikan pada pasien sudah cukup baik dan
hendaknya lebih meningkatkan mutu pelayananan agar dapat memberikan
asuhan yang lebih baik sesuai dengan standar asuhan keperawatan serta
dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan agar dapat
menerapkan setiap asuhan keperawatan sesuai dengan teori.
3. Bagi masyarakat
Diharapkan bagi masyarakat terutama orang dewasa yang memiliki
penyakit diabetes maupun riwayat keluarga yang menderita diabetes
hendaknya lebih menambah informasi melalui tenaga kesehatan, media
massa maupun media elektronik untuk mengetahui cara pencegahan dari
penyakit diabetes melitus dan mendukung sosialisasi tentang penyakit
diabetes yang diberikan oleh tenaga kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA

B. Olokoba, A., A. Obateru, O., & B. Olokoba, L. (2012). Type 2 Diabetes


Mellitus A Review of Currebt Trends. Oman Medical Journal, 27, 269–273.
https://doi.org/doi: 10.5001/omj.2012.68
Fahra, R. U., , Widayati, N., & , Sutawardana, J. H. (2017). Hubungan Peran
Perawat Sebagai Edukator Dengan Perawatan Diri Pasien Diabetes Melitus
Tipe 2 Di Poli Penyakit Dalam Rumah Sakit Bina Sehat Jember. Jurnal
Nurseline, 2(1), 67–72.
Fatimah, R. N. (2015). DIABETES MELITUS TIPE 2. 4(5), 93–101.
https://doi.org/10.14499/indonesianjpharm27iss2pp74
Fitria, E., Nur, A., Marissa, N., & Ramadhan, N. (2017). Karakteristik Ulkus
Diabetikum pada Penderita Diabetes Mellitus di RSUD dr. Zainal Abidin
dan RSUD Meuraxa Banda Aceh Characteristics Of Ulcer Among Diabetes
Mellitus Patient In Rsud Dr. Zainal Abidin And RSUD Meuraxa Banda
Aceh. Buletin Penelitian Kesehatan, 45(3), 153–160.
Lotfy, M., Adeghate, J., Kalasz, H., Singh, J., & Adeghate, E. (2016). Chronic
Complications of Diabetes Mellitus: A Mini Review. Current Diabetes
Reviews, 13(1), 3–10.https://doi.org/10.2174/1573399812666151016101622
Nugroho, S. (2015). Pencegahan Dan Pengendalian Diabetes Melitus Melalui
Olahraga. Medikora, IX(1). https://doi.org/10.21831/medikora.v0i1.4640
Nurayati, L., & Adriani, M. (2017). Hubungan Aktifitas Fisik dengan Kadar Gula
Darah Puasa Penderita Diabetes Melitus Tipe 2. Amerta Nutrition, 1(2), 80.
https://doi.org/10.20473/amnt.v1i2.6229
Octaviana Wulandari, S. M. (2013). Perbedaan Kejadian Komplikasi Penderita
Diabetes Mellitus Tipe 2 Menurut Glukosa Darah Acak. Jurna Baerkala
Eoidemiologi, I, 182–191.
PB PERKENI. (2015). Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes
Melitus Tipe 2 di Indonesia 2015. In Perkeni. https://doi.org/10.
1017/CBO9781107415324.004
Putra, I. W. A., & Berawi, K. (2015). Empat Pilar Penatalaksanaan Pasien
Diabetes Mellitus Tipe 2. Majority, 4(9), 8–12.
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/1401
Soelistijo, S., Novida, H., Rudijanto, A., Soewondo, P., Suastika, K., Manaf, A.,
Sanusi, H., Lindarto, D., Shahab, A., Pramono, B., Langi, Y., Purnamasari,
D., & Soetedjo, N. (2015). Konsesus Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes
Melitus Tipe2 Di Indonesia 2015. In Perkeni.
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://
pbperkeni.or.id/wp-content/uploads/2019/01/4.-Konsensus-Pengelolaan-dan
Pencegahan -Diabetes-melitus-tipe-2-di-Indonesia-PERKENI-2015.
pdf&ved=2ahUKEwj y8KOs8cfoAhXCb30KHQb1Ck0QFjADegQIBh
AB&usg=AOv
Sya’diyah, H., Widayanti, D. M., Kertapati, Y., Anggoro, S. D., Ismail, A., Atik,
T., & Gustayansyah, D. (2020). Penyuluhan Kesehatan Diabetes Melitus
Penatalaksnaan Dan Aplikasi Senam Kaki Pada Lansia Di Wilayah Pesisir
Surabaya. Jurnal Pengabdian Kesehatan, 3(1), 9–27.
https://doi.org/10.31596/jpk.v3i1.64
Tjandrawinata. (2016). Patogenesis Diabetes Tipe 2 : Resistensi Insulin dan
Defisiensi Insulin. Dexa Medica Group, February, 1–5.
https://www.researchgate.net/publication/292615802%0APatogenesis

Anda mungkin juga menyukai